"Kak Archie!"
Archie membalikkan badan ketika mendegar suara anak kecil perempuan yang sudah ia rindukan sejak kemarin.
"Esther!" teriak Archie. Membuat beberapa pasang mata yang berada di dekatnya tampak terkejut kemudian menatapnya sinis. Batin mereka mempertanyakan bagaimana pemuda pembuat onar ini bisa-bisanya diberi kepercayaan oleh Kepala Camat untuk mengikuti Acara Pemberian Bakat yang diselenggarakan oleh Menara Kota.
Archie berjongkok, membuka tangannya lebar sembari menatap Esther yang sedang berlari ke arahnya dengan senyum yang tak lepas dari sudut bibirnya.
"Kak Archie!" Esther memeluk Archie erat, tak menghiraukan badan Archie yang dipenuhi lumpur kering mengingat ia belum sempat mandi sejak kembali dari proses pemberian tanda nama tadi siang.
Archie membalas pelukan Esther dan menggendongnya. Matanya menatap lembut ke arah adik semata wayangnya ini, entah kenapa tiba-tiba saja ia cukup menyesali keputusannya untuk pergi mengikuti acara Pemberian Bakat yang diselenggarakan oleh Menara Kota mengingat ia harus meninggalkan Sang Adik Kesayangan selama 10 hari lamanya.
Esther menutup hidungnya, "Kakak bau!"
"Benarkah?" Archie mengendus-endus dirinya, berpura-pura tidak mengerti maksud dari ucapan yang dilontarkan oleh sang adik.
Esther mengangguk cepat, ia meluruskan tangannya agar jarak mereka tak terlalu dekat, "Kakak kotor!"
"Benarkah? Kalau begitu...." Archie memasang tatapan jail. "Kalau begitu akan kubuat kau kotor juga!" Archie mengusapkan rambutnya di pakaian Esther. Membuat gadis itu berteriak dan tertawa riang.
Mendengar tawa Esther, Archie ikut tertawa. Orang-orang yang melihatnya akan berfikiran kalau mereka adalah pasangan kakak adik yang serasi dan dekat terhadap satu sama lain. Tak sedikit juga yang merasa iri melihat kedekatan mereka.
"Kakak jorok!"
"Kau juga jorok. Lihatlah dirimu sendiri Esther. Bajumu penuh dengan lumpur!"
"Itu karena kakak!"
Archie terkekeh melihat Esther yang mulai merajuk. Tiba-tiba saja dia teringat bahwa hari ini adalah hari ulang tahun sang adik yang ke 5 tahun, "Esther, apakah kau mau kue?"
"Kue?" Esther tampak termenung. Ekspresinya jelas menunjukkan kalau ia menginginkannya. Namun, dengan cepat ia menggeleng, "tidak. Kita beli baju untuk kakak saja!"
"Baju? Ada apa dengan bajuku?"
"Kudengar dari ibu, kakak akan pergi ke Menara Kota. Ibu bilang, kakak harus berdandan sebaik mungkin agar tidak dirundung oleh anak-anak orang kaya."
"Ou, benarkah?" Hampir saja ia lupa bahwa kemarin dengan sombong dan rasa penuh percaya dirinya ia berkata kepada Sang Ibu bahwa ia akan menjadi orang yang akan menggunakan hak istimewa kecamatan 13-mengingat kecamatan 13 berhasil memenangkan sebuah tiket yang diundi lewat alat undi mirip lotre yang berguna untuk mengirim seorang kadidat ke acara 'Pemberian Berkat yang diberikan oleh Menara Kota' tanpa proses seleksi.
Esther mengangguk cepat, "Ayo kita pulang. Lalat mulai menghinggapi kepala kakak yang..." Esther menutup hidungnya, "bau ini."
Archie terkekeh, ia akui tubuhnya memang sedikit bau. Namun ia tak terlalu mempermasalahkannya karena hidungnya sudah mulai terbiasa dengan bau itu.
"Kalau begitu, ayo kita pulang!"
"Yeay!" Esther berteriak senang.
Setelah melewati beberapa gang sempit yang bahkan sebenarnya tak layak untuk dilewati manusia, mereka tiba di tempat yang mereka sebut dengan rumah. Memang sangat sederhana, namun tempat ini sudah termasuk tempat tinggal yang dikategorikan layak oleh kecamatan 13, kecamatan tempat Archie dan keluarga tinggal.
90% tempat tinggal di kecamatan 13 terdiri dari rumah susun 10 lantai. Setiap lantainya terdiri dari 20 kamar dengan luas 3×4 meter. Tak ada kamar mandi di dalamnya mengingat anggaran pembangunan di kecamatan ini sangat kecil. Kamar mandi hanya tersedia di lantai 1 dan dipakai untuk umum. Oleh karena itu, harga rumah di lantai bawah lebih mahal dibandingkan rumah dilantai atas.
Untungnya, ayah Archie merupakan seorang kuli bangunan yang membuat ekonomi keluarga mereka termasuk dalam kelompok keluarga berada di kecamatan ini sehingga keluarga mereka dapat menempati rumah di lantai 1.
"Ayo makan dulu."
Archie berjalan masuk ke dalam rumah sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah. Matanya berbinar ketika menatap sepiring daging sapi yang baru saja dimasak oleh sang ibu, "Wow! Daging sapi! Apakah ada kabar baik hari ini?"
Walaupun hari ini adalah hari baik karena ulang tahun Esther, tapi keluarganya tidak pernah memakan daging sapi di saat ulang tahun. Alasannya hanya satu. Daging sapi terlalu mahal.
Sang ibu tersenyum sembari menaruh sepiring sayur tumis ke atas meja, "Tanya ayahmu."
"Ayah?" Pandangan Archie beralih ke sang ayah yang sudah terduduk manis di atas lantai, bersiap untuk makan malam.
Sang ayah tertawa, "Anakku besok akan pergi untuk mengikuti Acara Pemberian Bakat, bagaimana mungkin ada hari yang lebih baik dari ini?"
Archie duduk di dekat sang ayah, menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal karena tersipu malu, "Sebenarnya kita tidak perlu sampai memakan daging sapi."
"Esther, ayo makan!"
Esther berlarian masuk ke dalam rumah setelah mendengar suara Sang Ibu memanggilnya. Mereka sekeluarga, kini tengah duduk di atas lantai dengan pandangan yang tak terlepas dari makanan yang ditaruh di atas meja bundar di hadapan mereka.
"Baiklah. Siapa yang ingin mengatakannya duluan?" mereka menatap satu sama lain.
"Aku duluan!" Esther mengangkat tangannya.
"Baiklah, yang berulang tahun duluan." ucap sang ayah semangat.
"Terima kasih kepada ayah dan ibu karena telah melahirkan ku dan kakak. Lalu, terima kasih kepada kakak karena selalu menyayangiku! Sekarang giliran kak Archie."
"Hm....Pertama aku ingin berterima kasih kepada Ayah dan Ibu karena selalu mendukungku. Tapi tenang, setelah aku mengikuti acara Pemberian Bakat dan diberi bakat oleh Menara Kota aku akan membawa kita semua pindah dari tempat ini."
Sang Ayah tertawa, "Benar. Aku dengar para orang-orang yang menerima 'bakat' akan bekerja di Menara Kota. Setelah Archie berkerja di Menara Kota, kita setidaknya akan tinggal di salah satu diantara empat kecamatan yang mengelilingi menara kota."
"Lalu, aku ingin berterima kasih kepada Esther karena sudah menghadiahiku sebuah pakaian."
Esther terkekeh kecil, "sama-sama kakak."
"Hehehehe, anak perempuanku memang manis dan baik hati sekali ya. Aku jadi penasaran dari siapa sifatnya diturunkan." Sang Ayah mengusap kepala Esther sembari menatap lembut ke arah istrinya.
"Kau membuatku malu, suamiku." Sang ibu mendorong pelan lengan Sang Ayah sembari tersipu malu membuat mereka semua tertawa.
"Baiklah. Giliran ku." Sang Ayah berdeham pelan, menatap wajah sang istri, "Terima kasih atas makanan nikmat ini, istriku." pandangannya kini menatap Archie dan Esther bergantian, "dan terima kasih karena telah menjadi anak-anakku."
Entah kenapa, mendadak suasana rumah menjadi haru. Sang ibu berdeham, "baiklah. Sekarang giliran ku. Ucapan terimakasih ku hari ini adalah 'terima kasih karena telah menghabiskan masakan yang sudah ku siapkan dengan susah payah suamiku, Archie, dan peri kecilku, Esther."
Suasana Haru itu seketika berubah menjadi gelak tawa karena perkataan Sang Ibu. Dalam hatinya, Archie merasa benar-benar bersyukur karena memiliki keluarga yang lengkap dan saling menyayangi.
"Ha...." Archie menghela nafas panjang. Hatinya kini benar-benar tak rela untuk berpisah dengan keluarganya bahkan untuk 10 hari saja.
"Archie." Sang ayah memanggilnya dengan nada memperingatkan. Archie menoleh, menatap Sang Ayah dengan tatapan 'aku tahu aku salah'.
"Jangan menghela nafas seperti itu dihadapan makanan."
Tbc...
Matahari belum terbit, namun kecamatan 13 tampak lebih sibuk dari biasanya. Banyak sekali warga yang berkumpul di terminal kereta dengan tujuan Menara Kota untuk mengantar kepergian Archie yang akan mengikuti acara 'Pemberian Berkat oleh Menara Kota'.Dengan Jas yang baru dibelikan oleh Sang Ayah, dan kemeja yang diberikan oleh Esther, Archie tampak lebih tampan dari biasanya. Ternyata, ungkapan bahwa lelaki akan terlihat berkali-kali lipat lebih tampan ketika memakai pakaian formal itu bukanlah sebuah omong kosong belaka."Hati-hati dan jaga dirimu selama di sana, anakku."Sang ibu memeluk Archie erat, hampir menitikkan air mata."Jangan lupa jaga kesehatanmu, bu." Nada suara Archie sedikit bergetar.Ia memeluk Sang Ayah ketika ketika Sang Ibu melepaskan pelukannya."Seorang pemuda harus bersikap seperti pria."Archie terkekeh kecil, suasana yang awalnya haru berubah menjadi penuh tawa karena ucapan Sang
Menara kota adalah sebuah wilayah kecil yang dibuat oleh keempat kecamatan yang mengelilinginya.Keempat kecamatan itu antara lain:Kecamatan satu, PlutoKecamatan dua, CulturaKecamatan tiga, TechnologiaKecamatan empat, Pintu Surga.Kecamatan satu berada disebelah bagian Barat agak ke Utara Menara Kota. Iklim disana cenderung kering dan dengan suhu yang cukup ekstrim. Disana, terdapat pegunungan tertinggi di kota Tajara, Pegunungan Atos-berarti sangat banyak dan tidak teratur. Pegunungan inilah yang menjadi pemisah antara kecamatan satu dan kecamatan dua.Kecamatan ini terkenal sebagai pusat jalannya perekonomian kota bahkan dunia. Terdapat sebuah kasino yang paling terkenal di dunia bernama Kasino Dewa Rejeki. Walaupun terletak di atas gunung, kasino ini tidak pernah sepi pengunjung.Kecamatan Dua terletak disebelah bagian Timur agak ke Utara Menara Kota. Walaupun beriklim kering, suhu di Kecama
Para peserta acara Pemberian Bakat dibawa oleh para penanggung jawabnya masing-masing menuju Hotel Menara Kota. Hotel terbesar, termewah, dan satu-satunya di kawasan Menara Kota. Kamar hotel ini memiliki 5 buah ruangan; ruang tamu, ruang rapat, ruang makan, kamar tidur, dan kamar mandi.Lobi hotel tampak penuh. Tampaknya, proses check-in hotel akan memakan waktu yang cukup lama mengingat ada banyak sekali penonton dari berbagai kecamatan yang datang untuk menonton Acara Pemberian Bakat."Hei! Apakah kau kemari bersama dengan majikan mu?" Duta merangkul pundak Archie, bersikap akrab walaupun ini adalah hari pertama mereka bertemu.Ini semua karena Bianglala, Si Pria Sialan. Bisa-bisanya Pria itu berfikir untuk memanggil dirinya melalui meja informasi stasiun yang membuat pihak stasiun memanggil namanya melalui speaker stasiun. Belum lagi Si Pria Sialan itu menyebut dirinya sendiri dengan sebutan 'majikan' membuat orang-orang membuat orang-orang memiliki kes
"Wuahh.." Itu kata pertama yang keluar dari mulut Archie ketika melihat ruang kamar yang akan ditempati olehnya selama sepuluh hari kedepan."Yah..kau patut merasa terpesona. Ruangan kamar ini sedikit lebih baik dibandingkan yang kedua 'badak' itu tempati." Bianglala melipat lengan dan menyandar di dinding, nada bicaranya masih saja terdengar sombong."Walaupun aku tak tahu ini akan menjadi hal buruk atau baik."Archie berbalik, "Apa maksudmu?"Bianglala melangkah menuju sofa dan duduk diatasnya, ia mengeluarkan sebuah permen lolipop dari saku jasnya dan memakannya, dahinya sedikit mengerut-mungkin permen itu sedikit asam, "Kau tahu kedelapan anak itu kan?""Yang berasal dari Empat Kecamatan Besar?" Archie duduk berhadapan dengan Bianglala.Bianglala mengangguk pelan, "Apa kau pernah dengar tentang insiden 7 tahun yang lalu?""7 tahun yang lalu?"Bianglala menghela nafas berat. Tampakny
"Uwaw." Duta menurunkan kacamata hitam yang ia gunakan ketika melihat Archie dengan pakaian pink neonnya berjalan mendekat.Bernard memutar matanya malas. Matanya saja sudah sakit dengan pakaian Duta yang berwarna kuning neon, sekarang datang Archie dengan pakaian pink neonnya. Sekilas saja ia sudah dapat menebak bahwa kedua orang ini akan menjadi teman akrab ketika melihat selera pakaian mereka yang sama."Hei, yo! Apa kabar, kawan." Duta menepuk pundak Archie, nadanya terdengar bersemangat.Archie mengelus pundaknya yang terasa nyeri, ia tersenyum tipis, masih belum terbiasa dengan sikap kasar Duta."Hei, Bernard! Lihatlah! Kau bilang aku berlebihan, tapi lihat anak ini!" Duta tertawa semangat, sedari tadi suasana hatinya sedikit buruk karena mendegar ocehan Bernard tentang gaya berpakaiannya yang terkesan nyentrik.Bernard kembali memutar matanya, ia bergeser 5 langkah ke kanan, menjauh dari dua pemuda aneh itu. Matanya m
Mata Archie beberapa kali bertatapan dengan seorang perawat lelaki yang tengah mengatur posisi berdirinya di hadapan sebuah mesin scanner yang berfungsi untuk mengecek keadaan tubuh pasien secara lengkap.Archie sedikit tidak nyaman, namun ia tetap mencoba untuk bersikap ramah mengingat perkataan Sang Ibu yang menyuruhnya untuk menjaga sikap. Sedetik kemudian, ia tersentak ketika mendapati perawat lelaki tersebut mencoba menyentuh kemaluannya. Dengan cepat Archie menjauh dan menutup tubuhnya, matanya membelalak, masih terkejut dengan apa yang baru saja ia alami.Perawat lelaki itu tampaknya juga sedikit terkejut, kemudian berteriak histeris.Brak!Pintu ruangan didobrak, menampakkan sekelompok-terdiri dari lima orang-penjaga keamanan dengan pistol di tangannya yang masuk tergesa-gesa. Seorang lelaki yang berada di paling depan bertanya kepada perawat lelaki itu, "Apa yang terjadi?" nadanya terdengar tegas.Badan perawa
"Sialan!" Anak lelaki bertubuh kurus dengan rambut coklat terang itu berlari dengan cepat menyusuri hutan lebat. Tangannya tergenggam sebuah kertas yang kini sudah ter-remas kasar. Jauh dibelakang, terdengar puluhan pasang derap kaki yang mengejarnya."Kejar! Kejar!"Lelaki bertubuh kurus itu mempercepat mempercepat langkah kakinya, sembari berdoa agar ia bisa sampai di perbatasan Kota Tajara dengan selamat dan terbebas dari kejaran kelompok lelaki itu.Kerisauan dihatinya mulai menghilang ketika melihat sebuah tembok pertahanan yang menjadi perbatasan antara hutan lebat dengan Kecamatan Empat, Pintu Surga. Dengan cepat ia menghentakkan kedua kalinya ke tanah, sedetik kemudian sebuah sayap kecil keluar dari sepatu yang ia kenakan, membuat dirinya mulai melayang di udara. Tawa kebahagiaan mulai terdengar. Dari posisinya, ia dapat melihat sekelompok orang berpakaian seperti pemburu yang tadi mengejarnya tengah menggeram kesal. Lelaki itu menjulur
"Kau dibebaskan." Ucap seorang detektif yang tengah membuka borgol dari tangan Archie.Bianglala melipat tangannya, menatap tuan detektif dengan tatapan kesal, "Dia bukan dibebaskan. Tetapi memang sedari awal tidak bersalah. Apakah kepolisian Menara Kota sekarang bekerja hanya untuk uang? Bagaimana bisa tidak pernah ada polisi yang becus menangani kasus."Detektif itu memilih untuk diam. Berbeda dengan Owen yang tampak lumayan tersinggung dengan perkataan yang dilontarkan oleh Bianglala, "Tuan Bianglala. Kata-katamu ini sedikit kelewatan. Kami menangani masalah sesuai prosedur yang berlaku. Lagi pula, Archie dibebaskan karena ia mendapat jaminan dari pimpinan."Bianglala mengerutkan dahi. "Apa? Dari pimpinan? Siapa namanya?""Itu aku." Lelaki berumur 12 tahun dengan rambut coklat terang itu masuk dengan melipat lengannya. Ia menggunakan jas hitam berkemeja putih yang tampak serasi dengan wajah tampannya.Bianglala meny