Share

Bab 8

Keesokan paginya, Nathan membuka matanya. Setelah bermeditasi sepanjang malam, dia sama sekali tidak lelah dan malah makin energik!

Setelah mandi, Nathan keluar dari vila. Hari ini, dia akan pergi menemui Nadine.

Berdasarkan informasi yang diterima, dia segera menemukan Pasar Makanan Nuansa.

Ketika menemukan restoran bebek panggang Keluarga Tandio yang terletak di sudut pasar, Nathan otomatis menghela napas. Dulu, Keluarga Tandio juga adalah keluarga kaya. Tak disangka, sekarang mereka akan seterpuruk ini!

Saat ini, seorang gadis keluar dari toko.

Gadis itu memiliki paras yang manis dan polos. Meskipun celana jin dan kemeja putih yang dikenakan olehnya tidak mahal, dia tampak sangat memukau!

Nathan memanggil gadis itu, "Nadine!"

"Siapa kamu ...."

Nadine berbalik dan memandang Nathan dengan heran.

"Aku Nathan, kamu masih ingat?"

"Kamu Kak Nathan?" Setelah berpikir sejenak, Nadine menatap Nathan dengan kaget.

Nathan tersenyum tipis, lalu mengangguk sambil berkata, "Kita sudah lama nggak bertemu, tak disangka, kamu akan menjadi secantik ini!"

"Nggak, Kak Nathan jangan bercanda!" Wajah Nadine memerah, dia berkata dengan lembut, "Ayo bicara di dalam toko."

Keduanya masuk ke dalam toko, Nadine menuangkan segelas air untuk Nathan.

"Nadine, seingatku Keluarga Tandio adalah pengelola bahan baku makanan di Kota Nuansa, bisa dibilang adalah keluarga besar. Kenapa sekarang menjadi seperti ini?" tanya Nathan.

"Semua ini karena Keluarga Lutso dan beberapa keluarga besar lainnya!" Ketika membicarakan hal ini, mata Nadine berkaca-kaca.

Entah dari mana Keluarga Lutso mendengar soal dia menyelamatkan Nathan. Alhasil, mereka pun membalas dendam.

Keluarga Tandio bangkrut dalam satu malam. Ayah Nadine meninggal karena depresi, sekarang hanya tersisa dia dan ibunya.

"Keluarga Lutso lagi!"

Mendengar ucapan Nathan, suatu hawa dingin melintasi mata Nathan.

"Kak Nathan, sebaiknya kamu pergi dari Kota Nuansa! Selama beberapa tahun ini, Keluarga Lutso terus mencarimu. Kalau mereka tahu kamu sudah kembali, mereka pasti akan mencelakaimu!" saran Nadine.

"Jangan khawatir, Nadine. Keluarga Lutso bukan siapa-siapa di mataku!"

Mendengar ucapan ini, Nadine hendak mengatakan sesuatu, tetapi terdengar suara dari luar pintu.

"Bos, mana bos? Cepat keluar!"

Beberapa pria berbaju hitam yang sedang merokok berteriak di depan pintu dengan lantang.

Melihat tamu yang datang, ekspresi Nadine berubah muram. Dia bergegas keluar, Nathan hanya mengawasi dari belakang. Lagi pula, hanya sekelompok preman!

"Kak, ada apa?" tanya Nadine sambil tersenyum paksa.

"Berhentilah berpura-pura, bayar uang kebersihan! Empat juta, cepat!"

Terdapat bekas luka panjang di wajah preman yang sedang berbicara, dia tampak sangat garang.

"Uang kebersihan ... bukannya beberapa hari lalu sudah bayar?"

"Beberapa hari yang lalu kamu makan, apa hari ini kamu nggak perlu makan lagi?"

"Eh ... tapi beberapa hari ini aku nggak buka toko, nggak punya uang." Nadine berkata dengan nada memohon, "Kak, bagaimana kalau aku memberikan kalian beberapa ekor bebek panggang?"

"Bebek panggang? Kamu kira kami pengemis?"

Preman dengan bekas luka di wajah itu mengeluarkan sebatang besi dari pinggangnya, lalu menghantamkan besi itu ke kaca jendela hingga hancur berkeping-keping. Selain itu, dia juga menjatuhkan semua bebek panggang yang tergantung di balik jendela.

Mendengar kebisingan ini, pedagang lain pun datang untuk menyaksikan keramaian, tetapi tidak ada yang berani bersuara.

Semuanya tahu preman dengan bekas luka di wajah itu adalah anak buah Sarhan Martus, tidak ada yang berani menyinggungnya!

"Kalau kamu nggak bayar, kuhancurkan tokomu!" Preman itu sangat galak, dia langsung merampas tas yang tergantung di pinggang Nadine.

"Jangan!" seru Nadine sambil meraih kembali tasnya.

Namun, preman itu mendorongnya menjauh. Begitu tas dibuka, terlihat setumpuk uang ratusan ribu, jumlahnya lebih dari enam puluh juta!

"Wanita jalang, beraninya bilang nggak punya uang."

"Kak, ini uang berobat ibuku, jangan diambil!" kata Nadine dengan terisak-isak. Ini uang untuk menyelamatkan ibunya.

"Aku nggak peduli, akan kuambil uangnya. Lain kali jangan berulah, kalau nggak, aku akan menghancurkan tokomu!"

"Kak Tahir, lain kali kalau gadis ini nggak punya uang, kita gunakan untuk bersenang-senang saja!"

"Haha, ide bagus!" jawab Tahir sambil tertawa terbahak-bahak.

Namun detik berikutnya, dia berhenti tertawa. Sebuah gelas kaca melayang keluar dan langsung menghantam mulut Tahir.

"Buk!"

Seiring dengan suara nyaring, gelas itu hancur berkeping-keping.

Tahir menggenggam mulutnya dan berjongkok di tanah, darah langsung mengalir dari sela-sela jarinya.

Para penonton tercengang. Siapa yang berani menyerang Tahir? Apa dia sudah bosan hidup?

Saat ini, Nathan keluar dari tokoh. Wajahnya sangat muram dan matanya dipenuhi dengan niat membunuh!

Beraninya sekelompok preman ini menindas Nadine!

Tahir bangkit dari tanah, mulutnya berlumuran darah. Dia menunjuk Nathan sambil berkata dengan galak, "Sobat, bunuh dia!"

Namun, bagaimana mungkin preman jalanan seperti ini sanggup melawan Nathan? Dalam waktu kurang dari sepuluh detik, semuanya terkapar di atas tanah sambil mengerang kesakitan.

Tahir tercengang. Apa orang di depannya ini iblis, mengerikan sekali?

Para pedagang di sekitar pun diam-diam memuji Nathan. Mereka sudah ditindas selama bertahun-tahun dan tidak berani melawan, hari ini akhirnya ada yang memberikan pelajaran pada Tahir. Menyenangkan sekali!

"Kak Nathan ...."

"Nadine, serahkan padaku!" Setelah berkata demikian, Nathan menatap Tahir dengan dingin.

"Kamu, apa yang ingin kamu lakukan? Biar kuperingatkan, jangan main-main denganku. Pak Sarhan adalah bosku!" seru Tahir dengan sombong.

Nathan malas berbasa-basi dengan Tahir. Dia mengambil pecahan kaca dari tanah, lalu menjentikkan jarinya!

Pecahan kaca melayang secepat kilat dan melintasi wajah Tahir.

Tahir menoleh ke belakang, saking ketakutan, dia hampir mengompol di celana!

Karena pecahan kaca itu menembus dinding di belakangnya.

Kalau pecahan kaca dilayangkan ke kepalanya, bukankah kepalanya akan hancur?

"Mau mati atau hidup?" Suara Nathan sangat dingin, seolah-olah dia adalah penjaga neraka.

"Aku mau hidup, Kak, aku mau hidup!"

Tahir menelan ludah. Kalau dia mengatakan ingin mati, Nathan mungkin akan langsung membunuhnya.

"Kalau mau hidup, makan semua bebek panggang di lantai!"

"Ini."

Terdapat belasan ekor bebek panggang di tanah. Bukankah dia akan kekenyangan kalau memakan semuanya?

"Mau makan atau nggak?" tanya Nathan dengan nada dingin.

"Makan, makan, akan segera kumakan!"

Melihat mata Nathan yang dipenuhi dengan niat membunuh, Tahir ketakutan hingga berjongkok di tanah. Dia mengambil seekor bebek panggang dan langsung memakan bebek panggang itu. Anak buah yang berada di samping pun menahan rasa sakit. Semuanya bangkit untuk memakan bebek panggang.

"Makan sampai bersih. Kalau sampai kulihat masih ada sisa daging, aku akan meremas leher kalian!"

"..."

Tahir sangat tertekan. Kenapa hari ini dia sial sekali? Bisa-bisanya bertemu dengan pemuda seganas ini!

Setelah memakan dua ekor bebek panggang, Tahir hampir muntah. Dia bersumpah tidak akan memakan bebek lagi selama sisa hidupnya!

Setelah selesai makan, Tahir berkata pada Nathan dengan ekspresi tertekan, "Kak, kami sudah memakan semua bebeknya, apa sudah boleh pergi?"

"Pergi? Kalian mau makan gratis?"

"Kalau begitu, berapa harga seekor bebek panggang itu?"

"Dua puluh juta!"

"Apa? Seekor bebek panggang dua puluh juta?"

Tahir membelalakkan matanya. Apa bebek yang dia makan terbuat dari emas?

"Kamu boleh nggak bayar, tapi kujamin kamu akan berakhir tragis!" kata Nathan dengan nada dingin.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status