Share

Bab 11

Callie melirik Femmy, dia sedang mengobrol riang, tidak terlihat seperti pasien pankreatitis.

Apa Nathan sehebat itu?

Meskipun dia berasal dari keluarga pengobatan tradisional, hari ini dia baru tahu bahwa akupunktur bisa menghilangkan rasa sakit ....

Setelah meninggalkan rumah sakit, Nadine masih bimbang. Dia bertanya pada Nathan, "Kak Nathan, bagaimana kalau aku kembali ke pasar?"

"Untuk apa kembali ke pasar? Kamu ingin menjaga toko itu seumur hidup?" Nathan menatap Nadine sambil berkata dengan serius, "Sekarang aku sudah kembali, aku nggak akan membiarkanmu hidup seperti itu!"

Mendengar ucapan ini, Nadine memandang Nathan dengan linglung. Entah mengapa pria di hadapannya ini membuatnya merasa aman.

Sejak ayahnya meninggal, dia tidak pernah merasakan perasaan seperti ini lagi!

"Kak Nathan, kalau begitu apa yang harus kulakukan?" tanya Nadine dengan lembut.

"Begini dong!"

Nathan tersenyum, lalu mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Timo.

Terdengar suara tawa Timo dari ujung lain telepon.

"Haha, Kak Nathan, aku sudah memindahkan perusahaanku. Malam ini, kita harus merayakannya!"

"Aku mencuri arak Maotai yang tersisa, siang ini ayo minum bersama!"

"Sialan! Jangan keterlaluan, kalau sampai ketahuan, ayahmu pasti akan menghabisimu!" umpat Nathan sambil tersenyum.

"Nggak akan, aku putra tunggal Keluarga Harist, ayahku nggak akan menghabisiku!"

"..."

Nathan tidak bisa berkata-kata.

"Kak Nathan, di mana kamu? Aku akan pergi mencarimu!" tanya Timo.

"Nggak usah buru-buru! Aku ingin meminta bantuanmu, bukankah Keluarga Harist punya perusahaan pangan?"

"Ya, Kak Nathan ingin terjun ke industri makanan?"

"Adikku, keluarganya mengelola bisnis makanan dan ingin bekerja sama dengan Keluarga Harist!" kata Nathan.

"Hehe, adik Kak Nathan, ya. Tentu saja, mudah dibicarakan!"

"Kalau begitu, mari makan siang bersama untuk membicarakan hal ini."

"Oke, kirimkan lokasimu, aku akan segera tiba."

Nathan tidak berbasa-basi. Setelah mengakhiri panggilan, dia langsung mengirimkan lokasi pada Timo.

"Kak Nathan, kamu menelepon siapa?" Nadine tampak kebingungan.

"Timo, apa kamu mengenalnya? Tuan muda Keluarga Harist dari Kota Naresh!"

"Hah! Kamu kenal anggota Keluarga Harist yang tinggal di Kota Naresh?" seru Nadine.

Nathan mengangkat bahunya sambil berkata dengan tenang, "Apa ada yang salah? Keluarga Harist adalah klienku!"

"..."

Nadine membelalakkan mata indahnya. Dia makin merasa Nathan sangat misterius, bahkan keluarga kaya di Kota Naresh pun adalah klien Nathan.

Pada saat yang sama, cahaya di aula Regal Karaoke Kota Nuansa sangat redup. Tahir dan sekelompok buah berlutut di atas lantai marmer dengan gemetaran.

Seorang pria paruh baya berbadan kurus dan berjanggut duduk di depan mereka. Matanya memancarkan hawa dingin yang membuat orang-orang ketakutan dan tidak berani menatapnya.

Dua pria kekar berdiri di belakang pria itu, mereka adalah pengawal!

"Pak Sarhan, kamu harus membalaskan dendam kami!" Tahir berkata dengan ekspresi muram, "Anak itu bukan hanya memukul kami, dia juga memeras uang kami sebanyak 240 juta. Dia nggak menghormatimu!"

"Apa kalian menyebut namaku?"

Pria yang duduk di atas sofa adalah Sarhan Martus, kepala preman Kota Nuansa.

"Ya! Tapi anak itu nggak peduli, dia sungguh nggak menghargaimu!"

"Sampah!"

Mendengar ucapan ini, Sarhan marah besar. Dia berdiri dan menendang wajah Tahir dengan kuat.

"Tahir, kuberikan waktu setengah hari untuk menemukan anak itu. Kalau nggak, aku akan mematahkan kakimu!"

"Pieter, bawa anak buah pergi bersama Tahir. Temukan anak itu dan bunuh dia!" kata Sarhan dengan galak.

Siapa pun yang berani menyinggung Sarhan di Kota Nuansa akan merasakan akibatnya!

"Baik, Pak Sarhan!" jawab salah satu pengawal kekar yang berdiri di belakangnya.

Saat ini, Tahir diam-diam tersenyum. Pieter adalah pengawal utama Sarhan, kalau Pieter turun tangan, dia tidak perlu khawatir!

...

Nathan dan Nadine menunggu di pinggir jalan selama lima menit. Kemudian, terdengar suara deru mobil yang menggelegar. Mereka menoleh ke arah datangnya suara dan melihat sebuah Hummer hitam melaju ke arah mereka!

"Kak Nathan, ayo masuk!"

Timo menjulurkan kepalanya dari dalam mobil sambil menyapa Nathan dengan ramah.

"Nadine, ayo masuk!" Nathan membukakan pintu mobil untuk Nadine. Hummer sangat besar, wanita bertenaga kecil akan kesulitan untuk membuka pintu.

"Hehe, Kak Nathan, ini adikmu? Cantik sekali!"

Timo melirik Nadine sekilas, hanya sesama pria yang dapat memahami maksud senyuman di wajahnya.

"Jangan tersenyum cabul seperti itu, kita mau makan di mana?"

"Ayo makan makanan Jerta! Kemarin aku menghabiskan empat puluh miliar untuk membeli restoran makanan Jerta terbaik di kota. Mulai sekarang, tempat itu akan menjadi kantin kita!" kata Timo sambil tersenyum.

"..."

Nathan tidak kaget, tetapi Nadine yang duduk di baris belakang tertegun. Apa gaya hidup orang kaya di Kota Naresh begitu mengejutkan?

"Kenapa kamu nggak beli restoran rebusan panas?" tanya Nathan dengan nada bercanda.

"Kalau Kak Nathan ingin makan rebusan panas, aku akan menghubungi sekretarisku dan menyuruhnya membeli restoran rebusan panas terenak di Kota Nuansa!"

"..."

Meskipun Timo terkesan sangat sombong, dia memang sanggup melakukan hal seperti ini.

Tak lama kemudian, mereka tiba di restoran Jerta. Melihat Timo datang, manajer langsung membungkuk untuk menyambutnya. Dia berkata sambil tersenyum, "Pak Timo, saya sudah menyiapkan ruang eksklusif untuk Anda. Anda bisa menggunakannya kapan saja!"

"Ya."

Timo mengangguk.

Manajer itu memimpin jalan. Nathan dan yang lainnya segera tiba di ruang eksklusif yang sangat mewah.

Nathan menyadari bahwa pintu ruang eksklusif terbuat dari kayu gaharu dan peralatan makan di dalam pun terbuat dari marmer putih!

Namun, semua ini sejalan dengan kepribadian Timo. Timo selalu menggunakan benda yang paling bagus.

Ketiganya duduk di tatami, mereka makan sambil mengobrol.

Dengan bantuan Nathan, kerja sama Nadine dan Timo berjalan lancar. Mereka berencana untuk mengembangkan minuman isotonik.

Nadine akan meracik resep, sedangkan Timo bertanggung jawab atas pendanaan.

Mengenai resep minuman, itu adalah satu-satunya benda yang ditinggalkan oleh ayah Nadine sebelum meninggal.

"Nona Nadine, dulu keluargamu juga adalah keluarga besar, kenapa sekarang kamu malah menjual bebek panggang?" tanya Timo dengan heran.

Nathan tidak melarang Nadine menceritakan latar belakangnya. Mereka berteman baik, tidak ada salahnya mencoba untuk mengenal satu sama lain.

"Haish, karena Empat Keluarga Besar mengatakan bahwa siapa pun yang bekerja sama dengan Keluarga Tandio akan bangkrut. Sekarang kerabat pun nggak berani mendekati kami," kata Nadine.

"Empat Keluarga Besar apaan! Nona Nadine kamu adalah adiknya Kak Nathan, nggak usah takut dengan mereka!"

Timo sangat marah. Tiga tahun yang lalu, dia sudah menyaksikan betapa menakutkannya Nathan dan orang-orang dari Istana Surgo.

Tidak berlebihan kalau dikatakan mereka lebih hebat daripada para pembunuh di film-film!

"Kamu nggak mengerti ...." Nadine mengembuskan napas.

"Apanya yang nggak mengerti? Selama Kak Nathan buka suara, aku akan langsung meratakan mereka!" kata Timo sambil menepuk dadanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status