"Kamu berminat buka franchise dari keluarga Tristan?" Rani mengulang pertanyaannya.Citra tertawa. Merasa lucu. Kenapa hidup ini kebetulan sekali?"Kenapa?" heran Rani melihat Citra malah tertawa."Sebenarnya gue sempat kepikiran mau buka usaha, sih, cuman masih bingung usaha apa yang bagus, gitu. Franchise minuman kayaknya boleh juga." Citra mengangguk-angguk. "Oh iya? Kebetulan banget, ya?""Iya, makanya.""Ya udah kalau gitu buka usaha franchise aja, pakai produknya keluarga Tristan aja.""Tapi gue masih mikir-mikir dulu, sih, ini. Gue juga belum punya pengalaman buka franchise.""Hmm tapi kalau udah yakin pakai produk yang ini aja. Orangnya kita kenal, jadi nggak takut ditipu." Rani terkekeh geli.Citra merasa Rani begitu ramah dan bersahabat. Dia merasa sudah kenal lama dengan gadis itu. Gadis itu tidak hanya cantik parasnya, tapi juga cantik hatinya.Apalagi dia pacarnya Atala. Biasanya perempuan akan cemburu dengan perempuan yang memiliki lelaki yang dia suka. Harusnya Rani ce
From: Rani (PPP) Gawat, La, gawat. Istri lo tanya-tanya. Mati gue!Isi pesan Rani itu membuat mata Atala yang tinggal lima watt jadi segar seketika. Lelaki itu baru saja tidur siang di kamarnya. Dan masih dalam keadaan mengantuk lelaki itu bangun kala terdengar ponselnya berdering, telepon dari Rani.Lelaki itu langsung mengetik pesan.To: Rani (PPP)Gawat kenapa sih? Emangnya dia tanya apaan?Balasan Rani yang cukup lama membuat Atala langsung menelepon gadis itu."Halo, kamu di mana, nih? Dia tanya apaan?" Atala langsung saja bicara begitu ketika sambungan teleponnya diangkat."Ya elah itu pesan aku udah basi, kamu kelamaan jawabnya," jawab Rani di seberang.Atala mengernyit. "Dia tanya apaan?" Pria itu masih penasaran."Macam-macam. Dia juga bilang kalau kita tuh nggak kayak orang pacaran. Kita tuh lebih kayak temenan. Untungnya semua pertanyaannya bisa aku jawab, jadi aman.""Kamu yakin dia nggak curiga?""Yakin. Udah kamu tenang aja. Semuanya udah teratasi.""Kok dia bisa tanya
Singkat cerita sop ayam buatan Citra sudah jadi. Bi Rahma membantu menyiapkannya dalam mangkuk dan mengambilkan nasi. Setelah semuanya terhidang di meja makan, Bi Rahma memanggil Atala yang ternyata sibuk nge-gym di ruang olahraga di lantai dua.Dengan senyum semringah, Atala duduk di kursi makan, bersiap menyantap sop ayam yang tampak warna-warni menggugah selera itu."Bi, makan, Bi." Atala menawarkan Bi Rahma."Silakan makan saja, Tuan." Bi Rahma kini sibuk memasukkan sate ubi mentah ke dalam tempat kukus. Bersiap untuk dikukus."Cit, temenin gue makan, yuk." Atala memandang Citra yang masih berdiri di sana sejak tadi. "Duduk di sini." Atala menepuk-nepuk kursi di sebelahnya.Tapi gadis itu tak menggubrisnya dan malah berlalu dari sana. Gadis itu masuk ke kamarnya."Dia ngindarin gue atau perasaan gue aja, ya?" gumam Atala seorang diri.Mulai hari itu dan dua hari kemudian, Atala merasakan bahwa Citra benar-benar menjauhinya, entah karena apa.Tapi sebenarnya Atala tidak masalah deng
Mereka menghabiskan waktu bersama eyang dan Kak Shinta sambil menikmati makan siang di meja makan. Menjelang sore Kak Shinta pulang setelah mengambilkan pakaian eyang yang dia siapkan dalam tas. Dan meninggalkan eyang di rumah itu.Citra menyiapkan sendiri kamar untuk eyangnya, yakni di kamar tamu. Sebenarnya Citra mau menemani eyang tidur. Tapi orang tua itu tidak mau. Katanya dia masih bisa tidur sendiri. Dan dia tak ingin Citra meninggalkan Atala tidur sendiri."Malam ini untuk sementara terpaksa kita tidur sekamar," ucap Citra saat dia sudah berdua di kamar dengan Atala. "Lo tidur di sofa, ya, gue tidur di kasur lo." Citra mengatur.Atala pun mengiyakan saja.Citra menghela napas dan menghempaskan tubuhnya di pinggir kasur. "Untung aja cuman semalam. Kalau lebih dari semalam nggak sanggup gue. Gue emang nggak sanggup eyang tinggal di sini, gue nggak bisa." Citra menggeleng-geleng sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.Atala yang kini bersandar di sofanya menatap aksi
Citra mengobrol dengan Eyang sampai tengah malam, tepatnya pukul dua belas. Dia sengaja karena tak kuasa jika harus berlama-lama berdua dengan Atala di kamar itu, tentu saja. Satu jam saja rasanya seperti berpuluh-puluh jam, apalagi ... ah sudahlah.Saat dia kembali ke kamar, dia tak menemukan lelaki itu. "Mungkin dia lagi ambil minum atau ke toilet," gumam Citra. "Biarin ajalah." Citra lalu duduk di kasurnya, mengambil ponselnya untuk mengirimi Dimas pesan. To Dimas SayangSayang, malam ini ada eyang nginap ke rumah aku. Jadinya aku terpaksa tidur di kamar Atala. Kamu jangan cemburu, ya. Aku kan memang harus bersandiwara di depan keluargaku. Nggak mungkin dong aku biarin eyang liat aku dan Atala tidur pisah kamar iyaa kan? Nggak lama kok. Besok eyang udah pulang. Aku sama Atala juga tidurnya pisah. Dia tidur di sofa tuh. Aku harap kamu ngerti, ya. I love you.Setelah mengirim pesan panjang lebar itu, Citra mengirimkan foto sofa tempat di mana Atala tidur agar Dimas percaya.Tak lama
"E-eyang, sejak kapan Eyang di sini?" Citra langsung menutup pintu kamar itu."Kamu kenapa? Eyang dengar kamu teriak-teriak." Eyang memperhatikan cucunya dengan penuh kecurigaan."Eng ....""Kamu sama Atala bertengkar?"Citra menggeleng kencang. "Enggak, Eyang. Itu tadi--""Tapi Eyang tadi dengar suara Atala juga.""Bukan berantem, Eyang. Cuman kita ada salah paham sedikit gitu.""Kamu marah sama Atala?""Iya, tapi kita udah baikan kok, Eyang. Aku sama Atala udah baik-baik aja, iya. Beneran Eyang." Citra tersenyum lebar."Atala mana?" Eyang malah mencari Atala. "Atala lagi mau ganti baju, dia habis mandi, Eyang." Citra menjawab apa adanya, karena dia kehabisan ide untuk berbohong."Kamu kenapa keluar?" Eyang mengernyit heran."Aku--aku nggak enak aja liatnya." Citra benar-benar bingung menjawab apa."Kalian kan sudah suami istri."Citra meringis. "Iya, Eyang, cuman aku nggak enak liatnya. Oh iya Eyang ngapain malam-malam keluar kamar? Eyang belum tidur?" Citra mengalihkan topik pembic
Citra membelalak dan bergegas duduk di atas kasur saat dia sadar, dia telah tertidur. Matanya melirik jam dinding yang menunjukkan pukul enam. Diliriknya sofa tempat Atala tidur, tapi lelaki itu sudah tidak ada. Mungkin dia sudah bangun."Gue ketiduran, ya, ya ampun!" Citra menepuk dahinya. Apa saja yang sudah terjadi selama dia tidur? Atala sudah bangun duluan daripadanya, jangan-jangan Atala sempat ....Citra menggeleng-geleng. "Dia nggak ngapa-ngapain gue kan?" Citra meraba-raba tubuhnya sendiri. Lalu mengintip tubuhnya melalui kerah bajunya. Bajunya aman. Tidak ada yang terbuka. Dan baju tidur yang dia kenakan masih sama. Itu artinya Atala tidak melakukan macam-macam padanya. Tapi ... Citra masih curiga."Aduh gimana ini?" Saat Citra sibuk dengan pikiran buruknya, tiba-tiba pintu kamar terbuka, didorong dari luar.Citra sontak menatap pintu dan menemukan Atala masuk. Lelaki itu masih mengenakan pakaian tidur yang sama dengan yang tadi malam. Itu artinya lelaki itu belum mandi."Eh
"Suami istri yang udah sah wajib menjalani kewajibannya. Kalau nggak sama aja kayak suami dan istri yang durhaka. Kayak lo yang bentak-bentak suami lo sendiri, kalau suami lo nggak terima, lo udah berdosa. Itu fakta."Kata-kata itu terus terngiang di kepala Citra. Sangat mengganggu pikirannya dan membuat harga dirinya merasa dilukai. Dia sangat malu. Kenapa baru sekarang Atala membicarakan soal fakta?'Sial! Kenapa sih dia bisa-bisanya ngomong begitu?' batin Citra meradang."Citra ... dimakan nasinya, Cu, jangan diacak-acak begitu ...," tegur Eyang putri yang duduk di sebelahnya. "Makannya pelan-pelan, sendoknya jangan dipukul."Pikiran Citra yang kalut membuatnya tidak fokus dengan apa yang dia lakukan sekarang hingga tanpa sadar dia mengetukkan sendok ke piring dengan keras. Citra pun tersadar dan sontak menegakan kepalanya. Di hadapannya duduk Atala yang saat ini juga sedang menatapnya. Mereka jadi bersitatap. Atala seperti tahu apa yang sedang Citra pikirkan.Citra hanya melempar