Hutan Serigala Putih tampak tidak terganggu oleh kejadian di Pulau Iblis. Suasananya masih tenang dengan panoramanya yang menakjubkan mata. Berbeda saat malam hari, hutan ini sangat indah di pagi hari dengan cahaya matahari yang sedikit memasuki hutan menambah indahnya hutan ini. Andai tidak ada serigala putih sebagai penghuni hutan ini, mungkin banyak penduduk yang bisa sekedar melepas lelah menikmati indahnya hutan ini.
Wusshhh! Wussshhh! Wusshh!Tampak sosok anak perempuan kecil berlari lincah bersama kawanan serigala putih yang ukuran badannya jauh lebih besar darinya. Tapi tampak anak perempuan ini tidak terganggu sama sekali. Dia malahan asyik berlari seakan berlomba berpacu dengan waktu, melompati suluran akar pohon maupun cabang pohon yang menghalangi jalannya sambil tertawa penuh kegirangan.Kirana Sasmaya, nama anak perempuan itu tampak cantik jelita dengan rambutnya yang ditutupi bandana kain biru. Matanya yang berwarna biru lebih menunjukkan dia lebih berbakat di ilmu sihir dibandingkan ilmu silat. Perawakannya yang masih kurus kering tidak membuatnya lemah, kelincahannya tidak tertandingi oleh makhluk manapun di hutan ini.
Sebuah busur panah tersanding di punggungnya dengan beberapa anak panah di dalamnya. Kirana mahir dalam memanah yang sudah dipelajarinya sejak berumur 4 tahun.
Hahaha ... hahaha ....Terdengar tawanya yang membahana ke seluruh hutan termasuk ke telinga Syakia yang sedang berada di pondokan hutan.“Kirana, jangan jauh-jauh mainnya!” teriak Syakia dari kejauhan dengan perasaan cemas.Suara Syakia yang kencang langsung masuk ke dalam rimbunnya hutan untuk memperingati gadis kecil ini.Tentu saja penyihir putih ini tidak salah mencemaskan gadis kecil di tengah kerumunan serigala putih berbadan besar ini. Lain halnya dengan gadis kecil ini, dia tidak khawatir sama sekali terhadap serigala liar ini. Alih-alih menjauhkan diri, dia menempel erat di punggung serigala putih besar berwarna putih dan menungganginya laksana menunggangi kuda pada umumnya.“Uwais! Jaga Kirana baik-baik!" teriak Syakia lagi kepada serigala putih yang berlari menemani Kirana dengan lincahnya.Kirana mencengkram erat leher Uwais agar tidak terjatuh karena serigala putih ini berlari sangat kencang melompati segala rintangan yang ada. Uwais sendiri tampak garang bagaikan pemimpin serigala, tapi serigala ini tidak terusik dengan sahabatnya Kirana yang sedang menduduki punggungnya.“Kamu tidak usah terlalu mencemaskannya. Anak itu bahkan lebih gesit dari serigala larinya!” tegur peri hutan Thetis menanggapi kecemasan Syakia.“Bukannya aku cemas! Tapi dia masih kecil, Thetis! Bagaimana kalau terjadi apa-apa dengannya? Tanggung jawabku besar terhadap kedua orangtuanya," jawab Syakia masih dengan nada penuh kecemasan.Sementara itu yang sedang dibicarakan sudah asyik lagi berlari dari satu batang pohon ke batang pohon lainnya dengan mudahnya tanpa merasa khawatir terjatuh.Di usianya yang baru 5 tahun ini, Kirana sudah banyak belajar dari untuk ilmu meringankan tubuhnya. Dari punggung Uwais, dia langsung lompat ke depan beradu lari dengan serigala-serigala putih lainnya, disusul oleh Uwais yang tidak mau kalah dengan sahabatnya ini.
Pertumbuhan gadis kecil ini tidak seperti kebanyakan anak pada umumnya. Kirana sudah tampak seperti gadis kecil berumur 8 tahun di usianya yang baru menginjak 5 tahun. Dia juga sudah bisa berbicara bahasa manusia dan serigala. Hal ini juga tidak terlepas dari kegigihan Syakia mendidik anak gadis ini.“Bibi! Lihat Bi ... aku menang lari melawan Uwais! Horee!" teriaknya saat kembali ke pondokan di hutan ini.Wajah Kirana penuh lumpur dan dedaunan, tapi dia santai saja menghadap bibinya karena dalam hati dia mengetahui kalau bibinya ini sangat sayang padanya. Malahan dia langsung memeluk bibinya sehingga mengotori baju putih bibinya ini, tapi tampak Syakia tersenyum saja melihat kelakuan Kirana.Kirana belum mengenali siapa orangtuanya. Dia hanya tahu dari bibinya kalau orangtuanya adalah pendekar terkenal dan juga orang yang sangat disegani. Bibinya berjanji nantinya dia akan bertemu orangtuanya kalau sudah sehat dan tidak sakit-sakitan lagi seperti yang sering dideritanya saat dia masih kecil.
“Bibi ... aku sudah bisa lari kencang seperti yang Bibi ajarin ke aku ... Uwais saja kalah adu lari samaku!” kata Kirana penuh semangat.
“Sudah Bibi bilang berulangkali jangan pergi jauh-jauh dahulu. Kamu masih kecil!” Syakia memeluk balik gadis kecil ini yang sudah dianggapnya seperti putrinya sendiri dengan rasa kasih sayangnya.
“Aku kan dijaga sama Uwais, Bi! Jadi Bibi tidak usah khawatir ya ...” jawab Kirana dengan tenangnya.
Tampak Uwais juga mengangguk-anggukan kepalanya seakan mengerti apa yang dikatakan Kirana kepada bibinya.
“Ya sudah, kamu mandi dulu sana di kolam belakang pondok biar energi kamu terisi kembali!” perintah Syakia meminta Kirana mandi di kolam khusus dekat pondokan yang bisa memperkuat stamina tubuh.
“Siap Bibiku yang cantik!” kata gadis kecil ini sambil berlari ke belakang pondok.
Byuuurrr!
Terdengar suara gadis cilik ini menceburkan dirinya begitu saja di kolam air hangat yang fungsinya memulihkan stamina siapa saja yang masuk ke dalam kolam ini.
Kirana bahkan sudah dimandikan di kolam ini sejak dia masih bayi, karena selain susu serigala putih, khasiat kolam ini turut memulihkan dirinya yang sangat lemah saat dilahirkan.
Syakia hanya tersenyum melihat anak didiknya ini sangat ceria dan raut wajahnya mirip majikannya Tuan Chandika. “Andai bukan penyihir putih ...” pikirnya. Tidak tahu pikiran apa yang berkecamuk di otaknya, tapi yang pasti penyihir ini sangat melindungi Kirana bahkan dengan mempertaruhkan nyawanya.
“Aku minta maaf sudah meragukan penilaianmu saat kamu bilang gadis kecil ini adalah Sang Terpilih yang akan memberantas iblis yang berusaha masuk ke dunia kita," ujar Thetis.
Kali ini tampak Thetis, peri hutan yang tertinggal ini tersenyum pada Syakia sambil menawarkan minuman padanya.
Syakia melihat pada peri hutan ini, “Aku sudah tidak permasalahkan masalah itu Thetis ... aku sendiri juga tadinya ragu dengan penilaianku sendiri. Tapi gadis ini lebih kuat dari bocah laki-laki manapun yang memiliki tulang pendekar.”
“Kapan akan kamu kembalikan gadis kecil ini ke orangtuanya? Kenapa orangtuanya tidak datang menjemputnya?” tanya Thetis padanya.
“Tadinya mau aku kembalikan sekarang tapi aku berubah pikiran begitu melihat kebahagiaan di wajahnya. Lebih baik anak ini berada di Hutan Serigala satu tahun lagi untuk melatih ketahanan staminanya, juga kerjasamanya dengan serigalanya agar bisa lebih baik lagi," jawab Syakia.
"Baru terpikir olehku ... kenapa Tuan Chandika tidak datang sekarang untuk menjemput Kirana ya? Hari ini tepat sudah lima tahun Kirana berada di Hutan serigala Putih ini," ujar Syakia.
“Kamu bisa jaga Kirana sebentar saja. Aku mau ke rumah Tuan Chandika untuk meminta ijinnya agar Kirana bisa kita rawat setahun lagi di sini. Kamu setuju tidak denganku?” tanyanya kepada peri hutan ini.
“Tidak masalah! Terserah kamu saja! Kamu yang bisa lebih bijaksana dalam mengambil keputusan. Kamu pergi saja sekarang mumpung anak itu lagi asyik berendam di kolam bersama serigalanya," jawab Thetis menyetujui usul Syakia.
Thetis yang awalnya tidak begitu menyukai Kirana, lama kelamaan makin sayang dengan bocah perempuan ini karena Kirana sangat menghormatinya dan menganggapnya sebagai pamannya sendiri.
Thetis juga yang mengajari Kirana ilmu memanah karena peri hutan sangat terkenal dengan ilmu memanahnya yang selalu tepat sasaran.
“Baiklah kalau begitu! Terima Kasih banyak ya kamu sudah turut serta merawat Kirana sampai bisa sehat kembali seperti sekarang," tutur Syakia.
Perkembangan Kirana di luar dugaan Syakia. Ilmu sihir putihnya berhasil diserap Kirana tanpa cacat membuat penyihir putih ini kagum kepadanya. Seharusnya dia tidak boleh mengajarkan sihir ini karena Kirana bukanlah penyihir putih melainkan calon pendekar.
Kecintaannya terhadap gadis kecil ini yang sangat menyerupai dirinya membuatnya melanggar aturan penyihir yang bisa berakibat dia dihukum berat karenanya.
Andai Kirana bukan Sang Terpilih, tentunya sudah dia kirim ke Negeri Awan Putih untuk menempuh pendidikan awal di sana sebagai Penyihir Putih.
“Apa yang aku lihat Penyihir Terpilih, bukan Pendekar Terpilih? Entahlah ... biar waktu saja yang memutuskan ke arah mana anak ini nantinya melangkah. Atau bisa juga dia menjadi Pendekar Terpilih sekaligus Penyihir Terpilih?" Syakia mengguman sendiri dalam perjalanannya ke rumah orangtua Kirana.
Apa sebenarnya yang terjadi dengan Chandika Kalandra sehingga dia tidak datang untuk menjemput Kirana sesuai janjinya kepada anaknya lima tahun yang lalu?
Sudah lima tahun lamanya Syakia tidak pernah keluar dari Hutan Serigala Putih. Kegiatannya sehari-hari hanyalah memantau perkembangan Kirana, menjaganya agar tetap hidup di hutan belantara. Syakia tidak pernah kendor dalam mengembleng Kirana untuk tetap sehat dan kuat.Keluarga Kalandra juga dilarang mengunjungi Kirana di Hutan Serigala Putih ini dengan alasan apapun agar proses pemulihan Sang Terpilih ini tidak terganggu. Jika ada kesalahan kecil saja, jiwa Kirana bisa terancam.Hutan pagi ini sangat cerah dan indah dipandang, selaras dengan pembawaan Syakia yang suasana hatinya lagi senang luar biasa. Sebentar lagi dia akan bertemu Tuan Chandika yang selalu dirindukannya selama lima tahun belakangan ini.Syakia memendam rasa yang mendalam terhadap majikannya ini. Untuk paras wajah, Syakia cukup cantik alih-alih penyihir putih lainnya. Hanya saja penampilannya yang tampak dingin seakan membuat semua orang takut kepadanya. Terlihat penampilan luar Syakia sangat kejam dan tanpa perasaa
Syakia mempercepat langkahnya menuju ke rumah besar yang tampak tidak berpenghuni ini. Semakin mendekati bangunan besar ini, Syakia semakin merasakan hawa gelap yang sesak memenuhi tubuhnya, membuatnya sulit bernafas.“Siapa yang memiliki aura sihir hitam yang begitu besarnya sehingga sanggup membuat perisai sihir yang mengelilingi seluruh rumah Tuan Chandika?” tanya Syakia dalam hatinya.Penyihir putih ini mulai merasakan ada yang tidak beres di rumah ini. “Tuan Chandika ... Nyonya Ardiyanti ...” teriaknya masih berusaha memanggil pemilik rumah ini. Hal ini dilakukan Syakia untuk mengelabuhi sekelompok mata-mata merah yang dia lihat berada di dalam bangunan yang sudah kosong ini“Tuan Chandika ... aku Syakia datang berkunjung untuk menyampaikan kabar baik kepada Tuan," kata penyihir ini lagi sambil matanya berusaha melihat jelas sosok apa yang matanya begitu merah dalam gelapnya bangunan kosong ini.Grrr ... Grrr ... Grr ....Terdengar suara geraman yang cukup kencang dari dalam rum
Syakia berlari sekencang-kencangnya menggunakan ilmu meringankan tubuh yang pernah dipelajarinya dari Chandika. Alasan Tuan Muda ini mengajarkan ilmu meringankan tubuh padanya, agar Syakia bisa melarikan diri sejauh-jauhnya dari musuh yang kuat karena dia hanya bisa ilmu sihir saja.Betapa terkejutnya Syakia saat tiba di pondokan Hutan Serigala Putih, dia melihat banyak sekali Serigala Hitam yang tadi dijumpainya di rumah Chandika berkeliaran di sekeliling pondokan. Lebih membuatnya terkejut adalah Kirana berada di tangan Penyihir Hitam yang memegang gadis cilik ini erat-erat.“Lepaskan gadis kecil ini atau kamu akan menyesal!” ujar Syakia dengan nada geramnya.“Hahaha ... aku tidak takut padamu Penyihir Putih! Cepat serahkan Kitab Jurus Serigala Putih padaku jika ingin anak ini selamat!” tantang Penyihir Hitam.Oh ... Jadi tadi Penyihir Hitam ini beserta serigala hitamnya mencari kitab jurusnya Tuan Chandika. Berarti dia tidak ketemu Tuan Chandika. Syukurlah dua tengkorak tadi bukan
Setelah memastikan Kirana sudah tidur dengan dijaga peri hutan dan serigala putih, Syakia kembali melakukan perjalanan ke bangunan kosong tempat Keluarga Kalandra semula berada. Sekarang dia lebih mudah memasuki rumah ini karena tidak ada lagi pengaruh sihir hitam yang kuat seperti sebelumnya.Tanpa dia sadari ada sosok mata merah yang terus mengikutinya sejak dia keluar dari Hutan Serigala Putih. Begitu lihainya sosok ini mengikutinya tanpa dia menyadari apa-apa menunjukkan hebatnya sosok bermata merah menyala di kegelapan ini.“Penyihir Hitam Saraswati ini sangat kuat ... beruntung dia mau mengikuti saranku untuk menunggu diriku menemukan Kitab serigala Putih untuknya. Kalau tidak, aku sendiri tidak sanggup melawan kekuatan sihirnya," pikirnya.Syakia berusaha mengingat-ingat pesan Chandika saat dia terakhir melihat pendekar ini. “Bunga Sakura ... Tuan Chandika pernah mengatakan kalau setelah Kirana berumur 5 tahun dan mereka sudah tidak ada, cari bunga sakura ... tapi aku harus car
Setelah mendapatkan Kitab Serigala Putih yang dicarinya, Syakia juga mengambil banyak koin emas dan uang emas yang mudah diambilnya. Tujuannya hanya satu, membeli kapal yang besar untuk berlayar dari satu pulau kecil ke pulau kecil lainnya yang tersebar di Bumi Nusantara ini. Mungkin dia bisa juga menjelajahi Benua Kahuripan dan Benua Kanuragan nantinya jika Kirana sudah bisa untuk menjaga dirinya sendiri dari mara bahaya.Saat hendak keluar dari ruangan rahasia ini dia mendengar suara yang tidak asing lagi baginya. “Kamu yakin kalau penyihir putih tadi datang lagi ke sini?” tanya Saraswati kepada serigala hitamnya.Saraswati terus memeriksa bangunan kosong ini tapi dia tidak menemukan apa-apa. Beruntung tadi Syakia memutuskan untuk menutup kembali lemari buku ini melalui tuas di dalam ruangan rahasia ini. “Besok saja kita ke sini lagi ... hari juga sudah malam. Kalau perlu besok kita ke Hutan Serigala Putih untuk memaksa penyihir putih ini memberitahukan kita tentang apa yang dic
Kapal besar dengan bendera Kota Bahari dan nama Naga Terbang yang terukir di sisi samping kapal megah ini melaju dengan kecepatan tinggi menuju samudra luas. Pelabuhan Bahari merupakan pelabuhan terakhir yang bisa disandari kapal karena jalur utara semuanya terdiri dari batu karang tajam yang tidak bisa dilalui kapal apapun. Jalur teraman menuju Pulau Es adalah melalui Laut Putih yang memisahkan Bumi Nusantara dengan Pulau Es jauh di utara, dengan pelabuhan yang berada di Kota Es.Naga Terbang harus melewati samudra luas Nusantara karena tidak bisa menyusuri laut di sekeliling Bumi Nusantara yang penuh karang dan batu terjal yang tajam yang bisa merobek lambung kapal dalam sekejab saja. Setelah melewati Samudra Nusantara ini, kapal baru bisa memutari Pulau Es untuk bersandar di sisi utara pulau ini.Kirana bermain kejar-kejaran dengan Uwais di atas geladak, sementara Syakia tampak menikmati pemandangan laut di depannya. Ikan sejenis lumba-lumba tapi memiliki moncong seperti hiu tamp
Kapal makin keras diguncang oleh makhluk yang belum kelihatan wujudnya ini. Ombak yang besar yang sepertinya ditimbulkan oleh makhluk ini beberapa kali menerjang kapal besar ini. Beruntung kapten kapal yang disewa Syakia ini sangat mahir mengendalikan kapal besar ini sehingga tidak terbalik diterjang gelombang ombak yang besar dan tinggi.Syakia yang masih berusaha mengingat mantera sihir ini dibuat tidak konsentrasi oleh terjangan ombak dan guncangan kapal yang membuatnya tidak bisa stabil untuk berpijak di geladak kapal.“Kenapa aku tidak bisa mengingat satupun sihir kuno untuk menjinakkan makhluk purba ini ya?” pikir Syakia.Kapal besar ini akhirnya bisa menjauh dari sergapan Draken ini dengan kecepatan tinggi. Beruntung bagi Syakia, kapal yang dijual di Kota Bahari ini ternyata masih baru, baik kapal maupun mesinnya sehingga sangat kencang lajunya.Di kejauhan masih terlihat gelombang ombak yang tak henti-hentinya mengejar mereka. “Makhluk ini tidak menyerah rupanya! Kalau begini
Pulau Es merupakan pulau yang memiliki otoritas pemerintahan tersendiri yang tidak terikat oleh peraturan-peraturan di Bumi Nusantara. Pulau ini terletak di ujung utara Bumi Nusantara yang bisa dicapai melalui Kota Es jika melalui jalur darat Bumi Nusantara.Jalur Laut Putih merupakan jalur yang paling aman untuk menuju ke Pulau Es. Laut Putih memisahkan Bumi Nusantara dengan Pulau Es yang terus diselimuti es abadi sepanjang masa. Bahkan beberapa bagian pulau tidak bisa disandari kapal karena penuh dengan lautan es. Hanya sisi selatan dan sisi utara Pulau Es saja yang bisa disandari kapal. Pelabuhan Kota Es juga tidak sebesar pelabuhan di kota Bahari, karena pelabuhan ini hanya menyediakan kapal kecil untuk wisatawan Bumi Nusantara yang hendak berjalan-jalan ke Pulau Es.Kota Es yang merupakan tempat persinggahan terakhir sebelum menuju ke Pulau Es juga merupakan wilayah yang padat penduduk. Hal ini sangat aneh karena Kota Es bukan tempat hunian yang nyaman karena kota ini juga selalu