Syakia mempercepat langkahnya menuju ke rumah besar yang tampak tidak berpenghuni ini. Semakin mendekati bangunan besar ini, Syakia semakin merasakan hawa gelap yang sesak memenuhi tubuhnya, membuatnya sulit bernafas.
“Siapa yang memiliki aura sihir hitam yang begitu besarnya sehingga sanggup membuat perisai sihir yang mengelilingi seluruh rumah Tuan Chandika?” tanya Syakia dalam hatinya.Penyihir putih ini mulai merasakan ada yang tidak beres di rumah ini. “Tuan Chandika ... Nyonya Ardiyanti ...” teriaknya masih berusaha memanggil pemilik rumah ini. Hal ini dilakukan Syakia untuk mengelabuhi sekelompok mata-mata merah yang dia lihat berada di dalam bangunan yang sudah kosong ini“Tuan Chandika ... aku Syakia datang berkunjung untuk menyampaikan kabar baik kepada Tuan," kata penyihir ini lagi sambil matanya berusaha melihat jelas sosok apa yang matanya begitu merah dalam gelapnya bangunan kosong ini.Grrr ... Grrr ... Grr ....Terdengar suara geraman yang cukup kencang dari dalam rumah kosong ini. Syakia masih berhati-hati pura-pura mencari Chandika untuk mengetahui posisi musuh. Dia tidak begitu menguasai teknik bertarung, jadi jika ada pendekar yang mempunyai teknik bertarung tinggi yang sembunyi di dalam bangunan kosong ini, keselamatannya bisa terancam.Jika penghuni bangunan kosong ini hanya penyihir, mungkin dia masih bisa menghadapinya dengan sihir yang dipelajarinya. “Tuan Chamdika ...” panggilnya lagi sambil menetralisir sihir hitam yang begitu kuat menekan tubuhnya.Suara geraman makin bertambah kencang seiring Syakia yang kian mendekati rumah ini. “Aku harus bergerak cepat masuk ke dalam rumah agar penghuni rumah kosong ini tidak sempat menyerangku," pikir Syakia.Braaakkk!Sebuah sinar putih langsung menghantam rubuh pintu masuk rumah Chandika. Dengan cepatnya Syakia langsung melesat memasuki bangunan kosong ini sambil bersiap melancarkan serangan keduanya.Apa yang dilihatnya sungguh mengagetkan dirinya. Tampak di depannya pasangan tengkorak dengan baju yang sudah hancur lebur terduduk sambil berpegangan tangan. Di depan tengkorak ini tampak puluhan makhluk yang mirip serigala berwarna hitam dengan mata merahnya menjaga kedua tengkorak ini.“Apa ini Tuan dan Nyonya Kalandra? Apa yang sebenarnya terjadi di rumah ini? Kalau ini benar mereka, siapa yang begitu tega melakukan semua ini, padahal Tuan Chandika sudah mundur dari dunia persilatan," pikir Syakia.Grrrr ... Grrrr ... Grr ....Puluhan Serigala Hitam ini masih menghalangi Syakia mendekati pasangan tengkorak ini. Penyihir putih ini tidak berniat melukai serigala hitam yang entah berasal dari mana ini, karena setahunya di Hutan Serigala Putih dan Lembah Serigala Putih ini hanya hidup kawanan serigala putih.“Kenapa sekarang ada puluhan serigala hitam yang menjaga pasangan tengkorak ini? Sejak kapan kawanan ini berada di bangunan kosong ini?”
Tidak tampak Penyihir yang memasang perisai sihir yang bisa menghalangi siapa saja yang mencoba masuk ke bangunan kosong ini. "Siapa Penyihir Hitam ini? Kenapa dia memasang perisai sihir yang begitu kuat? Kalau saja aku tidak memiliki sihir yang kuat, aku juga tidak bisa mendekati rumah ini," pikir Syakia.Serigala hitam ini juga tidak berniat menyerang Syakia, asalkan penyihir putih ini tidak mendekati pasangan tengkorak ini.Penyihir Putih ini juga tidak mengerti kenapa serigala hitam begitu ketat menjaga pasangan tengkorak ini. Tapi bukan itu tujuannya menemui Chandika.
Syakia menyusuri bangunan yang luas ini untuk menemukan lagi petunjuk keberadaan Chandika dan keluarganya. Dia tidak yakin pujaan hatinya itu tewas mengenaskan di rumah ini. “Pasangan tengkorak tadi bisa siapa saja, tapi yang pasti bukan Tuan Chandika," tuturnya dalam hati.
Syakia tidak menemukan seorangpun di rumah yang besar ini. Hanya buku-buku dan barang yang berserakan seakan ada yang mengacak acak rumah ini mencari sesuatu yang mungkin tidak ditemukan oleh mereka.Saat Syakia kembali ke ruang utama, kawanan serigala hitam ini sudah menghilang meninggalkan pasangan tengkorak yang semula dijaga mati-matian. “Siapa pasangan tengkorak ini? Kalau dilihat dari posturnya ini bukan Tuan Chandika dan Nyonya Ardiyanti, jadi siapa mereka? Kenapa kawanan serigala hitam tadi setia sekali menjaga pasangan tengkorak ini?" timbul beberapa pertanyaan di hati penyihir putih ini.“Baiknya aku segera kembali ke Hutan Serigala Putih. Aku khawatir Kirana juga dalam bahaya jika memang ada yang mengincar Pendekar Serigala Putih!”"Jangan-jangan serigala hitam ini sudah pergi ke Hutan Serigala Putih beserta penyihir hitam yang memasang aura sihir hitam yang kuat sekali di bangunan ini," cemas Syakia.
Syakia dengan rasa khawatirnya bergegas kembali ke hutan untuk melihat keadaan Kirana yang sudah dianggap sebagai putrinya sendiri ini. Harapannya semua baik-baik saja dan Kirana tidak dalam bahaya besar.Syakia berlari sekencang-kencangnya menggunakan ilmu meringankan tubuh yang pernah dipelajarinya dari Chandika. Alasan Tuan Muda ini mengajarkan ilmu meringankan tubuh padanya, agar Syakia bisa melarikan diri sejauh-jauhnya dari musuh yang kuat karena dia hanya bisa ilmu sihir saja.Betapa terkejutnya Syakia saat tiba di pondokan Hutan Serigala Putih, dia melihat banyak sekali Serigala Hitam yang tadi dijumpainya di rumah Chandika berkeliaran di sekeliling pondokan. Lebih membuatnya terkejut adalah Kirana berada di tangan Penyihir Hitam yang memegang gadis cilik ini erat-erat.“Lepaskan gadis kecil ini atau kamu akan menyesal!” ujar Syakia dengan nada geramnya.“Hahaha ... aku tidak takut padamu Penyihir Putih! Cepat serahkan Kitab Jurus Serigala Putih padaku jika ingin anak ini selamat!” tantang Penyihir Hitam.Oh ... Jadi tadi Penyihir Hitam ini beserta serigala hitamnya mencari kitab jurusnya Tuan Chandika. Berarti dia tidak ketemu Tuan Chandika. Syukurlah dua tengkorak tadi bukan
Setelah memastikan Kirana sudah tidur dengan dijaga peri hutan dan serigala putih, Syakia kembali melakukan perjalanan ke bangunan kosong tempat Keluarga Kalandra semula berada. Sekarang dia lebih mudah memasuki rumah ini karena tidak ada lagi pengaruh sihir hitam yang kuat seperti sebelumnya.Tanpa dia sadari ada sosok mata merah yang terus mengikutinya sejak dia keluar dari Hutan Serigala Putih. Begitu lihainya sosok ini mengikutinya tanpa dia menyadari apa-apa menunjukkan hebatnya sosok bermata merah menyala di kegelapan ini.“Penyihir Hitam Saraswati ini sangat kuat ... beruntung dia mau mengikuti saranku untuk menunggu diriku menemukan Kitab serigala Putih untuknya. Kalau tidak, aku sendiri tidak sanggup melawan kekuatan sihirnya," pikirnya.Syakia berusaha mengingat-ingat pesan Chandika saat dia terakhir melihat pendekar ini. “Bunga Sakura ... Tuan Chandika pernah mengatakan kalau setelah Kirana berumur 5 tahun dan mereka sudah tidak ada, cari bunga sakura ... tapi aku harus car
Setelah mendapatkan Kitab Serigala Putih yang dicarinya, Syakia juga mengambil banyak koin emas dan uang emas yang mudah diambilnya. Tujuannya hanya satu, membeli kapal yang besar untuk berlayar dari satu pulau kecil ke pulau kecil lainnya yang tersebar di Bumi Nusantara ini. Mungkin dia bisa juga menjelajahi Benua Kahuripan dan Benua Kanuragan nantinya jika Kirana sudah bisa untuk menjaga dirinya sendiri dari mara bahaya.Saat hendak keluar dari ruangan rahasia ini dia mendengar suara yang tidak asing lagi baginya. “Kamu yakin kalau penyihir putih tadi datang lagi ke sini?” tanya Saraswati kepada serigala hitamnya.Saraswati terus memeriksa bangunan kosong ini tapi dia tidak menemukan apa-apa. Beruntung tadi Syakia memutuskan untuk menutup kembali lemari buku ini melalui tuas di dalam ruangan rahasia ini. “Besok saja kita ke sini lagi ... hari juga sudah malam. Kalau perlu besok kita ke Hutan Serigala Putih untuk memaksa penyihir putih ini memberitahukan kita tentang apa yang dic
Kapal besar dengan bendera Kota Bahari dan nama Naga Terbang yang terukir di sisi samping kapal megah ini melaju dengan kecepatan tinggi menuju samudra luas. Pelabuhan Bahari merupakan pelabuhan terakhir yang bisa disandari kapal karena jalur utara semuanya terdiri dari batu karang tajam yang tidak bisa dilalui kapal apapun. Jalur teraman menuju Pulau Es adalah melalui Laut Putih yang memisahkan Bumi Nusantara dengan Pulau Es jauh di utara, dengan pelabuhan yang berada di Kota Es.Naga Terbang harus melewati samudra luas Nusantara karena tidak bisa menyusuri laut di sekeliling Bumi Nusantara yang penuh karang dan batu terjal yang tajam yang bisa merobek lambung kapal dalam sekejab saja. Setelah melewati Samudra Nusantara ini, kapal baru bisa memutari Pulau Es untuk bersandar di sisi utara pulau ini.Kirana bermain kejar-kejaran dengan Uwais di atas geladak, sementara Syakia tampak menikmati pemandangan laut di depannya. Ikan sejenis lumba-lumba tapi memiliki moncong seperti hiu tamp
Kapal makin keras diguncang oleh makhluk yang belum kelihatan wujudnya ini. Ombak yang besar yang sepertinya ditimbulkan oleh makhluk ini beberapa kali menerjang kapal besar ini. Beruntung kapten kapal yang disewa Syakia ini sangat mahir mengendalikan kapal besar ini sehingga tidak terbalik diterjang gelombang ombak yang besar dan tinggi.Syakia yang masih berusaha mengingat mantera sihir ini dibuat tidak konsentrasi oleh terjangan ombak dan guncangan kapal yang membuatnya tidak bisa stabil untuk berpijak di geladak kapal.“Kenapa aku tidak bisa mengingat satupun sihir kuno untuk menjinakkan makhluk purba ini ya?” pikir Syakia.Kapal besar ini akhirnya bisa menjauh dari sergapan Draken ini dengan kecepatan tinggi. Beruntung bagi Syakia, kapal yang dijual di Kota Bahari ini ternyata masih baru, baik kapal maupun mesinnya sehingga sangat kencang lajunya.Di kejauhan masih terlihat gelombang ombak yang tak henti-hentinya mengejar mereka. “Makhluk ini tidak menyerah rupanya! Kalau begini
Pulau Es merupakan pulau yang memiliki otoritas pemerintahan tersendiri yang tidak terikat oleh peraturan-peraturan di Bumi Nusantara. Pulau ini terletak di ujung utara Bumi Nusantara yang bisa dicapai melalui Kota Es jika melalui jalur darat Bumi Nusantara.Jalur Laut Putih merupakan jalur yang paling aman untuk menuju ke Pulau Es. Laut Putih memisahkan Bumi Nusantara dengan Pulau Es yang terus diselimuti es abadi sepanjang masa. Bahkan beberapa bagian pulau tidak bisa disandari kapal karena penuh dengan lautan es. Hanya sisi selatan dan sisi utara Pulau Es saja yang bisa disandari kapal. Pelabuhan Kota Es juga tidak sebesar pelabuhan di kota Bahari, karena pelabuhan ini hanya menyediakan kapal kecil untuk wisatawan Bumi Nusantara yang hendak berjalan-jalan ke Pulau Es.Kota Es yang merupakan tempat persinggahan terakhir sebelum menuju ke Pulau Es juga merupakan wilayah yang padat penduduk. Hal ini sangat aneh karena Kota Es bukan tempat hunian yang nyaman karena kota ini juga selalu
Kediaman Baskara Kalandra sangat indah dipandang mata. Bangunan yang luas dan megah ini berhiaskan ukiran-ukiran naga dan serigala yang menunjukkan asal usul leluhurnya. Keluarga Kalandra walaupun jarang bertemu sangat menjunjung tinggi dan menghormati leluhur mereka.“Selamat datang ke rumahku yang sederhana ini Nona Syakia," sambut Baskara.Baskara Kalandra merupakan seorang pria yang berumur sekitar 30 an tapi masih tampak sangat muda di bawah usianya yang sebenarnya. Perawakannya tegap tapi menyimpan kewibawaan yang besar.“Bagaimana kabar kakakku Chandika? Masih terus membela kebenaran sebagai Pendekar Serigala Putih?” tanya Baskara.“Gadis kecil ini siapa Nona Syakia?” tanyanya lagi saat melihat Kirana masuk bersama serigala putihnya, Uwais.“Tuan Baskara tidak tahu sama sekali ya, kalau kakak Tuan telah menghilang lama sekali? Aku membawa anak gadisnya Kirana saat semua ini terjadi," ujar Syakia.“Apaaa! Chandika menghilang?" tanya Baskara yang langsung bangun dari tempat dudu
Pulau Peri terletak sedikit ke arah utara Pulau Es. Sebenarnya pulau ini bukanlah habitat asli peri hutan yang sebenarnya. Namun banyaknya peri hutan yang melarikan diri ke pulau ini saat terjadi kekacauan masa lalu membuat pulau ini dinamakan sesuai penghuninya. Hanya pulau ini yang dibiarkan kosong karena pulau ini sangat berbahaya dengan gunung berapinya yang selalu aktif tanpa henti.Pulau ini jarang sekali dikunjungi penduduk Bumi Nusantara karena memang tidak ada yang indah di pulau ini kecuali hutannya. Keadaan pulau ini seakan tidak memiliki kehidupan sama sekali yang membuat orang tidak berminat, bahkan hanya untuk sekedar singgah di pulau tidak berpenghuni ini.Keadaan pulau ini sekarang juga seperti tidak terurus dan sudah lama ditinggalkan penghuninya. Hanya kesunyian yang terasa di pulau ini. Tapi benarkah pulau ini sudah tidak berpenghuni? Apa yang sebenarnya terjadi di pulau ini?*****Syakia merasa lega sudah berhasil keluar dari Pulau Es. Dia curiga dengan tingkah laku
Kirana melanjutkan perjalanannya ke Benua Kahuripan untuk mencari lokasi Pendekar Iblis yang masih lemah agar tidak bangkit lagi nantinya dengan kekuatan yang besar.Berbekal kemampuan Tapak Pendekar penyihir, sudah cukup bagi Kirana untuk menantang Pendekar Iblis yang sedang menyusun kekuatannya untuk bangkit kembali.Hanya tertinggal Saraswati dan Pendekar Iblis di benua ini setelah semua penyihir hitam berhasil ditaklukan oleh Syakia, si Penyihir Putih.Kedatangan Kirana langsung disambut dengan pukulan jarak jauh yang berhsil dihindari Pendekar Serigala Putih ini dengan mudah."Siapa yang berani memasuki wilayah ini?" tanya Saraswati yang berpakaian serba hitam."Aku datang membuat perhitungan dengan Pendekar Iblis! Suruh dia keluar sekarang juga!" seru Kirana."Cuih! Hanya cecunguk kecil berani mencari kami! Kamu cari mati!" sahut Saraswati yang menganggap remeh Kirana."Bilang padanya kalau Pendekar Serigala Putih datang untuk membuat perhitungan dengannya!" seru Kirana lagi den
"Maaf!" Tiba-tiba Kirana menjauh dari wajah Adesyawara dengan wajah bersemu merah merona. "Kenapa minta maaf? Apa kamu melakukaan kesalahan?" tanya Adesyawara sambil tersenyum. Baru pertama kalinya Kirana melakukan ciuman dengan seorang pria. Tentu saja ada perasaan tegang, takut, malu, dan berbagai perasaan lainnya. Kirana yang biasanya tegas, kini tertunduk malu dan tubuhnya masih gemetar. "Apa aku sedemikian menakutkan, sehingga kamu sampai gemetaran begitu?" tanya Adesyawara dengan lembut. "Tidak! Kamu tidak menakutkan! Hanya saja, aku baru pertama kalinya merasakan sensasi yang tadi kurasakan sehingga membuatku takut!" ujar Kirana. "Bukan aku sombong ... tapi itu tandanya kamu sedang jatuh cinta, Kirana!" seru Raja Adesyawara. "Jatuh cinta? Padamu? Kok bisa?" tanya Kirana penuh keheranan. Giliran Raja Adesyawara yang bingung dengan gadis di hadapannya. Gadis mana saja akan langsung mengikuti dirinya apabila mengetahui kalau dia adalah Raja Bumi Nusantara, tapi tidak dem
Kirana lebih terkejut lagi saat semua orang di penginapan membungkuk ke arah Adesyawara. "Siapa sebenarnya dirimu? Kenapa mereka semua menaruh hormat padamu? Apa kamu ini bangsawan dari Kota Es?" tanya Kirana penasaran. "Hahaha ... banyak sekali pertanyaanmu! Sudah kubilang kalau aku ini bukan siapa-siapa! Mungkin saja mereka menaruh hormat padamu karena seorang gadis menyelamatkan seorang pria yang tidak berdaya!" elak Adesyawara. "Jangan berbohong lagi! Siapa sebenarnya dirimu? Aku melihat banyak pengawal yang mengikuti kita sampai ke penginapan ini! Hanya Raja yang memiliki kekuasaan sebesar itu! Bangsawan juga tidak dikawal seketat ini!" jelas Kirana. Plook! Plook! Plook! "Kamu sungguh cerdas, Kirana! Aku tidak akan sembunyi-sembunyi lagi darimu! Aku ini Raja Adesyawara yang memimpin Bumi Nusantara ini!" jelas pria bangsawan ini. "Raja Bumi Nusantara? Kamu serius?" tanya Kirana. "Kamu tidak pernah mendengar tentang Raja di Bumi Nusantara?" tanya Adesyawara. "Tidak! Aku ti
Kirana memutuskan untuk jalan-jalan ke Kota Es yang letaknya tidak jauh dari Pulau Es, sebelum dia mulai pencarian Ruh Api dan menaklukan beberapa pimpinan persilatan yang tidak memimpin dengan baik dan benar.Untuk pimpinan persilatan yang memimpin dengan baik dan benar, Kirana hanya menjalin kerja sama agar bisa membantunya menghadapi pasukan Dewa Iblis yang pastinya akan membantu Pendekar Iblis menguasai Bumi Nusantara."Aku hendak jalan-jalan ke Kota Es, kalian siapkan kapal penyeberangan untuk ke kota ini!" perintah Kirana kepada Bimantara dan Ekaputri."Pimpinan hendak dikawal atau ditemani oleh kami?" tanya Bimantara."Tidak perlu! Aku hanya ingin jalan-jalan sendiri!" sahut Kirana."Baiklah, Pimpinan! Aku akan tugaskan pendekar yang biasa menyeberangkan kapal ke Kota Es untuk mmebawa pimpinan ke sana!" ujar Bimantara."Baiklah! Aku segera menuju ke sana! Sediakan kereta luncur untuk menuju ke dermaga, tempat kapal penyeberangan ini merapat!"Kapal yang tersedia sangat mewah.K
Kirana sangat menikmati kekuasaannya di Pulau Es ini.Semua Pendekar Pulau Es bersumpah setia padanya."Kami, Para Pendekar Pulau Es mulai hari ini dan seterusnya bersumpah akan mematuhi perintah Pendekar Kirana sebagai pimpinan baru Pulau Es!""Terima kasih atas kesetiaan kalian! Aku tidak akan lama memimpin Pulau Es ini! Aku akan memilih wakil yang pantas untuk memimpin Pulau Es ini sementara aku menaklukan beberapa pimpinan lagi!" seru kirana."Hidup Pemimpin!!!"Teriakan keras membahana dari ratusan Pendekar Pulau Es menandai era baru kepemimpinan di pulau es ini.Beberapa murid perguruan memang sudah muak dengan kelakuan pimpinan lama mereka yang selalu melakukan perbuatan bejat dengan gadis-gadis yang masih muda."Aku akan mengadakan turnamen kecil untuk memilih wakil yang berbakat! Apa kalian bersedia mengikuti pertandingan ini?" ujar Kirana."Siap, Pimpinan!!!"Teriakan serempak sudah cukup untuk Kirana."Untuk sementara aku akan memilih dua wakil yaitu satu pria dan satu wani
"Apa yang bisa kamu lakukan, gadis cantik? Kemampuanmu masih seujung jengkal jariku! Jangan kotori tubuhmu dengan luka akibat pertarungan! Kamu cukup menemaniku satu atau dua malam maka aku akan memberikan banyak koin emas padamu!" ujar Baskara."Dasar pria mesum! Tadinya aku menghormatimu karena kamu pamanku, dan juga kamu Pendekar Tapak Es yang sangat terkenal ... tapi sekarang rasa hormatku sudah sirna!' seru Kirana."Cuih! Kamu bisa apa! Gadis seperti dirimu hanya cocok untuk teman tidur saja, tidak ada yang lain!" hina Baskara lagi."Pulau Es tidak pantas dipimpin oleh laki-laki bejat seperti dirimu, Paman!" seru Kirana balik menghina Baskara."Kamu masih memanggilku, Paman! Apa kamu hendak menemani pamanmu ini di tempat tidur?' kata Baskara dengan nada genitnya.Kirana benar-benar merasa jijik dengan pamannya yang sudah tertolong lagi! pamannya memanfaatkan kekuasaannya untuk meniduri gadis-gadis cantik di Pulau Es."Pendekar Membelah Air!"Kirana mulai mengeluarkan jurus Super
Kirana memutuskan untuk berpetualang mencari keberadaan orang tuanya sekaligus mempelajari beberapa ilmu bela diri tambahan untuk pertarungan yang biasa-biasa saja agar dia tidak dikenali. Uwais ditipkan sementara kepada Chakra, karena membawa Serigala Putih pada saat ini akan membahayakan keselamatannya. Pengikut Pendekar Iblis bertebaran di mana-mana mencari bocah berusia 5 tahun yang bersama serigala putih raksasa. Penyihir hitam yang menyerangnya di Gunung Langit sudah dihilangkan ingatannya oleh Syakia mengenai dirinya yang sudah dewasa, agar Pendekar Iblis tidak mencarinya. "Kamu benar-benar akan pergi, Kitrana?" tanya Chakra yang merasa kesepian ditinggalkan Kirana yang sudah dianggapnya sebagai anaknya. "Aku tidak pergi lama, paman! Kan Uwais aku tinggalin di sini! Jadi aku pasti kembali lagi!" ujar Kirana. "Kamu hati-hati di luaran sana, karena sangat berbahaya mengarungi dunia persilatan yang kejam ini!" pesan Chakra. "Pasti, pamanku yang baik hati!" seru Kirana sambil
Syakia sangat terharu melihat gadis kecil 5 tahun ini telah tumbuh menjadi gadis dewasa dan menguasai ilmu Foniks, Serigala Putih, dan Super Sakti sekaligus."Bibi!" teriak Kirana yang langsung memeluk Syakia layaknya bocah berusia 5 tahun."Hei ... hei ... kamu sudah besar Kirana!" sahut Syakia yang tidak kuasa menahan pelukan Kirana yang tiba-tiba."Maaf, Bi!" serunya."Tidak apa-apa! Bibi senang bertemu denganmu!" ujar Syakia."Kamu kok bisa jadi pendekar yang hebat seperti itu, Syakia?" tanya Pendekar Super Sakti."Panjang ceritanya ... aku beruntung bertemu Master Bela Diri dan Penyihir yang sudah menghilang lama. Jadi, di sinilah aku berada!"ujar Syakia."Maksudmu Pendekar Penyihir yang terkenal itu? Bukannya dia hanya dongeng saja?" tanya Chakra Sanjaya penasaran."Ternyata Pendekar Penyihir itu ada dan bukan dongeng semata."Chakra Sanjaya terkejut mendengar penuturan Syakia ini.“Kamu benar-benar bertemu dengan Pendekar Penyihir ini? Setahuku dia hanya legenda saja di dunia p
Syakia Menur berdiri di hadapan penyihir hitam ini dengan wajah yang menyeramkan dan penuh dendam.“Kalian semua ini hanya bisa merusak saja! Kalian tidak malu untuk melenyapkan bocah 6 tahun? Benar-benar berhati iblis!” ujar Syakia.“Penyihir putih, ini bukan urusanmu! Minggir maka kamu akan kubiarkan hidup!” ujar Ghania dengan sombongnya.Ghania tidak menyadari kalau dia sekarang berhadapan dengan Pendekar Penyihir yang sudah lama punah dari Dunia Penyihir, dan hanya menjadi legenda saja.Pendekar Penyihir Adhisti Bhuvi bahkan pernah mengalahkan Dewa Iblis dan mengurungnya selama-lamanya di Dunia Iblis, hanya dengan Jurus Tapak Penyihir."Hahaha ... lebih baik kalian menyingkir sekarang penyihir busuk! Kalian tidak malu menjadi penyihir hanya untuk melayani Pendekar Iblis yang sesat!" ujar Syakia."Diam kamu, penyihir putih sialan! Kami tidak takut denganmu!" seru Ghania."Aku peringatkan sekali lagi, segera menyingkir atau kalian akan menyesal nantinya!" ancam Syakia."Biar aku yan