Kapal makin keras diguncang oleh makhluk yang belum kelihatan wujudnya ini. Ombak yang besar yang sepertinya ditimbulkan oleh makhluk ini beberapa kali menerjang kapal besar ini. Beruntung kapten kapal yang disewa Syakia ini sangat mahir mengendalikan kapal besar ini sehingga tidak terbalik diterjang gelombang ombak yang besar dan tinggi.Syakia yang masih berusaha mengingat mantera sihir ini dibuat tidak konsentrasi oleh terjangan ombak dan guncangan kapal yang membuatnya tidak bisa stabil untuk berpijak di geladak kapal.“Kenapa aku tidak bisa mengingat satupun sihir kuno untuk menjinakkan makhluk purba ini ya?” pikir Syakia.Kapal besar ini akhirnya bisa menjauh dari sergapan Draken ini dengan kecepatan tinggi. Beruntung bagi Syakia, kapal yang dijual di Kota Bahari ini ternyata masih baru, baik kapal maupun mesinnya sehingga sangat kencang lajunya.Di kejauhan masih terlihat gelombang ombak yang tak henti-hentinya mengejar mereka. “Makhluk ini tidak menyerah rupanya! Kalau begini
Pulau Es merupakan pulau yang memiliki otoritas pemerintahan tersendiri yang tidak terikat oleh peraturan-peraturan di Bumi Nusantara. Pulau ini terletak di ujung utara Bumi Nusantara yang bisa dicapai melalui Kota Es jika melalui jalur darat Bumi Nusantara.Jalur Laut Putih merupakan jalur yang paling aman untuk menuju ke Pulau Es. Laut Putih memisahkan Bumi Nusantara dengan Pulau Es yang terus diselimuti es abadi sepanjang masa. Bahkan beberapa bagian pulau tidak bisa disandari kapal karena penuh dengan lautan es. Hanya sisi selatan dan sisi utara Pulau Es saja yang bisa disandari kapal. Pelabuhan Kota Es juga tidak sebesar pelabuhan di kota Bahari, karena pelabuhan ini hanya menyediakan kapal kecil untuk wisatawan Bumi Nusantara yang hendak berjalan-jalan ke Pulau Es.Kota Es yang merupakan tempat persinggahan terakhir sebelum menuju ke Pulau Es juga merupakan wilayah yang padat penduduk. Hal ini sangat aneh karena Kota Es bukan tempat hunian yang nyaman karena kota ini juga selalu
Kediaman Baskara Kalandra sangat indah dipandang mata. Bangunan yang luas dan megah ini berhiaskan ukiran-ukiran naga dan serigala yang menunjukkan asal usul leluhurnya. Keluarga Kalandra walaupun jarang bertemu sangat menjunjung tinggi dan menghormati leluhur mereka.“Selamat datang ke rumahku yang sederhana ini Nona Syakia," sambut Baskara.Baskara Kalandra merupakan seorang pria yang berumur sekitar 30 an tapi masih tampak sangat muda di bawah usianya yang sebenarnya. Perawakannya tegap tapi menyimpan kewibawaan yang besar.“Bagaimana kabar kakakku Chandika? Masih terus membela kebenaran sebagai Pendekar Serigala Putih?” tanya Baskara.“Gadis kecil ini siapa Nona Syakia?” tanyanya lagi saat melihat Kirana masuk bersama serigala putihnya, Uwais.“Tuan Baskara tidak tahu sama sekali ya, kalau kakak Tuan telah menghilang lama sekali? Aku membawa anak gadisnya Kirana saat semua ini terjadi," ujar Syakia.“Apaaa! Chandika menghilang?" tanya Baskara yang langsung bangun dari tempat dudu
Pulau Peri terletak sedikit ke arah utara Pulau Es. Sebenarnya pulau ini bukanlah habitat asli peri hutan yang sebenarnya. Namun banyaknya peri hutan yang melarikan diri ke pulau ini saat terjadi kekacauan masa lalu membuat pulau ini dinamakan sesuai penghuninya. Hanya pulau ini yang dibiarkan kosong karena pulau ini sangat berbahaya dengan gunung berapinya yang selalu aktif tanpa henti.Pulau ini jarang sekali dikunjungi penduduk Bumi Nusantara karena memang tidak ada yang indah di pulau ini kecuali hutannya. Keadaan pulau ini seakan tidak memiliki kehidupan sama sekali yang membuat orang tidak berminat, bahkan hanya untuk sekedar singgah di pulau tidak berpenghuni ini.Keadaan pulau ini sekarang juga seperti tidak terurus dan sudah lama ditinggalkan penghuninya. Hanya kesunyian yang terasa di pulau ini. Tapi benarkah pulau ini sudah tidak berpenghuni? Apa yang sebenarnya terjadi di pulau ini?*****Syakia merasa lega sudah berhasil keluar dari Pulau Es. Dia curiga dengan tingkah laku
Pulau Peri tampak menyeramkan padahal hari masih sore saat perahu yang membawa Syakia mendarat di pantai pulau ini. Suasana agak berkabut padahal matahari masih menyinari pulau ini. “Aneh sekali .. kenapa ada kabut dingin di tengah matahari terik ya?” pikir Syakia yang merasakan dinginnya udara pulau ini.Hawa dingin yang menusuk tulang tidak membuat gentar Syakia. “Aku ini penyihir ... aku tahu ini mungkin hanya permainan penyihir yang berada di Pulau Peri ini!" tekad penyihir putih ini meneruskan langkahnya untuk menyelidiki pulau ini. Syakia yang merasakan keanehan di Pulau Peri ini mulai memasang pelindung sihir di sekitar Kirana untuk melindungi gadis kecil ini dari ancaman bahaya yang mungkin terjadi pada dirinya. “Kirana ... jangan jauh-jauh ya dari Bibi," kata Syakia yang menggenggam erat tangan gadis kecil ini agar dia senantiasa tahu putri kecil Chandika ini selalu aman berada di dekatnya.Aryata dan Bharata berjalan duluan untuk memeriksa keadaan di depan. Jalan yang terh
Pendekar Iblis merupakan sosok yang sangat menakutkan bagi penghuni Bumi Nusantara di masa lampau, maupun penghuni Bumi Nusantara di masa sekarang, saat kebangkitan Pendekar Iblis ini sudah dekat.Syakia yang mengetahui riwayat Pendekar Iblis menceritakan sesuatu yang tidak diketahui oleh khalayak luas yaitu kalau Pendekar Iblis sebenarnya adalah seorang wanita yang selalu berpakaian seperti pria, sehingga tidak ada yang mengenalinya sebagai wanita. Suaranya juga dibuat berat agar tidak ada yang mengenalinya. Wajah Pendekar Iblis juga selalu ditutupi kain atau terkadang memakai topi caping untuk penyamarannya.“Saat itu manusia penghuni semesta ini sangat mengagungkan pria, jadi dibuatlah cerita turun temurun kalau Pendekar Iblis itu adalah putra Dewa Iblis agar kekalahan Pendekar Iblis ini lebih bermakna alih-alih kalau Pendekar Iblis ini adalah wanita yang bisa membuat malu Tiga Keluarga Besar saat itu!” jelas Syakia.“Kamu tahu darimana cerita yang sebenarnya ini?” tanya Thetis lag
Tampak pemandangan yang sangat menakjubkan. Burung api yang besar sekali di selubungi api di seluruh tubuhnya terlihat tidak takut sama sekali dengan Syakia yang berusaha mendekatinya. Sayap burung yang diselimuti api ini tampak mengepak sangat indahnya membuat Ruh Api Foniks ini tampak anggun sekali."Ruh Api Foniks ... kami tidak bermaksud jahat ... kami hanya ingin mengetahui kelemahan Ruh Api Medusa yang saat ini telah bergabung dengan Pendekar Iblis dalam tidur panjangnya," tutur Syakia yang makin mendekatinya“Syakia! Jangan terlalu maju! Ruh Api Foniks ini sangat berbahaya!”, teriak Thetis memperingati Syakia. Namun penyihir putih ini tidak mengubris teriakan Thetis, malahan Syakia bergerak maju semakin mendekati ruh api merah ini.Tiba-tiba Ruh Foniks ini bergerak cepat menuju ke arah Kirana yang saat itu tanpa penjagaan karena Syakia sibuk membujuk Ruh Api Foniks ini. Hanya dalam sekejab mata ruh api foniks ini terbang masuk ke dalam tubuh Shia Shia dan menghilang sebelum sem
“Kita hendak kemana Nona Syakia?” tanya Aryata dalam perjalanan mereka kembali ke kapal.“Aku masih belum tahu akan pergi kemana. Kemungkinan aku akan pergi ke Negeri Awan Putih untuk keamanan Kirana, tapi di sana semuanya penyihir. Tidak ada pendekar yang tinggal di sana, jadi tidak ada yang bisa melatih ilmu silat Kirana,” ujarnya.“Kalau menuruti pesan Tuan Chandika, kita bergerak ke arah barat saja menuju Pulau Api. Ada seorang pendekar sakti di sana yang bisa melatih ilmu silat Kirana,” lanjutnya.“Kalau begitu kita kembali dahulu ke kapal besar untuk beristirahat. Besok bisa kita tentukan hendak pergi kemana," kata Aryata lagi."Begitu lebih baik! Hari juga sudah menjelang malam, berbahaya jika kita masih di Pulau Peri ini. Kita tidak pernah tahu makhluk apa lagi yang berada di sini yang biasanya keluar di malam hari," ujar Syakia.Kapal Naga Terbang mulai mengibarkan layar besarnya lagi untuk bergerak menuju arah barat ke Pulau Api. Syakia teringat pesan Chandika yang memintany