Setelah memastikan Kirana sudah tidur dengan dijaga peri hutan dan serigala putih, Syakia kembali melakukan perjalanan ke bangunan kosong tempat Keluarga Kalandra semula berada. Sekarang dia lebih mudah memasuki rumah ini karena tidak ada lagi pengaruh sihir hitam yang kuat seperti sebelumnya.
Tanpa dia sadari ada sosok mata merah yang terus mengikutinya sejak dia keluar dari Hutan Serigala Putih. Begitu lihainya sosok ini mengikutinya tanpa dia menyadari apa-apa menunjukkan hebatnya sosok bermata merah menyala di kegelapan ini.“Penyihir Hitam Saraswati ini sangat kuat ... beruntung dia mau mengikuti saranku untuk menunggu diriku menemukan Kitab serigala Putih untuknya. Kalau tidak, aku sendiri tidak sanggup melawan kekuatan sihirnya," pikirnya.Syakia berusaha mengingat-ingat pesan Chandika saat dia terakhir melihat pendekar ini. “Bunga Sakura ... Tuan Chandika pernah mengatakan kalau setelah Kirana berumur 5 tahun dan mereka sudah tidak ada, cari bunga sakura ... tapi aku harus cari kemana bunga ini?”Suasana dalam rumah ini sangat berbeda dengan sebelumnya. Pasangan tengkorak yang dia jumpai sebelumnya sudah tidak ada. Rumah ini seakan sudah ditinggal penghuninya bertahun-tahun. “Kemana ya Tuan Chandika? Semoga kalian semua baik-baik saja di suatu tempat yang masih belum aku ketahui. Aku akan merawat anakmu, Tuan Chandika, dan aku tidak akan berhenti mencari keberadaan kalian hidup atau mati. Aku harus mengetahuinya agar Kirana bisa konsentrasi mempelajari ilmu silat. Tapi aku kan tidak bisa silat. Duh! Harus cari kemana kitab silat ini Tuan Chandika? Tolong bantu aku kali ini. Tidak mungkin kan Kirana mempelajari ilmu silat dari perguruan lain, karena hanya ilmu silat Keluarga Kalandra yang bisa mengalahkan Pendekar Iblis ini."Tanpa putus asa Syakia terus mencari keberadaan kitab silat yang pernah dipesan Chandika agar dicari keberadaannya.
Sebilah pedang yang tergantung di dinding sepertinya luput dari pencarian Saraswati saat dia mengeledah rumah ini. Syakia tahu pedang ini adalah pedang pusaka keluarga Kalandra yang juga sering dibawa Chandika saat bertarung. Pedang ini adalah Pedang Dewa yang dimiliki Bhadrika Kalandra di masa jayanya sebagai Pendekar Pedang Dewa.“Kenapa Tuan Chandika tidak membawa pergi pedang pusakanya ya? Ada kejadian apa sehingga mereka begitu terburu-buru meninggalkan rumah ini? Atau memang mereka sudah mati?”
Syakia segera mengamankan pedang pusaka ini untuk diwariskan kepada Kirana kelak.Setelah mencari ke seluruh pelosok rumah, Syakia juga menemukan Pedang Api milik Ardiyanti, ibundanya Kirana yang disembunyikan di belakang lemari besar yang tidak sempat digeser oleh Saraswati.. “Lebih baik aku amankan dahulu senjata mereka sebelum penyihir hitam ini kembali lagi untuk memeriksa rumah ini," pikirnya.
Syakia hampir putus asa mencari tahu keberadaan kitab silat dengan mengikuti pesan dari Chandika sampai dia melihat satu lukisan yang tergantung di sudut kamar Chandika.Lukisan ini sudah kotor terkena debu dan jelaga, tapi Syakia masih bisa melihat lukisan ini. Ternyata itu lukisan bunga sakura yang sedang bermekaran di musim semi. “Jangan-jangan ini bunga sakura yang dimaksud Tuan Chandika. Bukan bunga sakura yang sebenarnya," pikir Syakia.
Penyihir putih ini kemudian menggeledah lukisan ini. Tidak ada ruang rahasia di tembok di balik lukisan. Juga tidak ada petunjuk apapun apalagi kitab silat yang disembunyikan di lukisan ini. Rasa frustrasi mulai menyerang diri Syakia.Permainan teka-teki dari Chandika sungguh membuatnya pusing. “Jika bukan di dalam lukisan, jadi dimana ya kitab silat ini? Apa kitab silat ini belum sempat ditulis oleh Tuan Chandika?” pikir Syakia.
Hujan turun dengan derasnya saat Syakia berada di dalam rumah Keluarga Kalandra. Rumah yang lama tidak dihuni ini mulai bocor. Tetesan air yang bocor dari atap menetes ke lukisan bunga sakura ini membuat lukisan ini luntur tersapu air bocoran ini.Syakia yang bermaksud membuang lukisan ini melihat ada kejanggalan dalam lukisan ini. Lukisan bunga sakura yang luntur hilang tergantikan oleh sebuah lukisan di baliknya yang menggambarkan ruangan rahasia di dalam rumah ini.
“Ini lukisan kamar Tuan Chandika ... kenapa ditimpa oleh lukisan bunga sakura?. Lagian tinta lukisan ini hebat, tidak bisa luntur oleh basahnya air tetesan ini,' ujar Syakia.Syakia melihat lukisan lemari rak buku yang bergeser terbuka ke samping di kamar Chandika. Sama persis dengan lemari yang sekarang dilihatnya. “Pasti ada tuas untuk mengerakkan lemari buku ini," gumam Syakia sambil menyelipkan tangannya di antara buku-buku di lemari buku ini. Tersentuh olehnya semacam tuas kecil yang terselip di antara buku-buku di rak buku ini. Begitu ditarik, terbuka sebuah ruangan kosong di belakang lemari buku ini sebelumnya saat lemari ini bergeser.
Syakia agak ragu untuk memasuki ruangan yang cukup gelap ini, namun rasa penasaran untuk mengetahui apa yang ada di dalam ruangan rahasia ini membuatnya menciptakan penerangan api dengan sihirnya.
Ruangan ini ternyata berisi banyak sekali harta Keluarga Kalandra. Ada koin emas yang beratus-ratus ribu jumlahnya, juga beberapa uang emas yang berbentuk seperti kapal kecil yang merupakan alat tukar yang sah di Bumi Nusantara ini.“Banyak sekali harta ini..Tapi bukan ini yang kucari. Bolehlah aku bawa sedikit harta karun ini untuk bekal perjalanan menuju Pulau Es. Dengan harta sebanyak ini aku bisa membeli kapal yang bagus yang bisa membawa kami berlayar kemana saja beserta nahkodanya," pikir Syakia.
“Kemana ya kitab silat yang ditulis Tuan Chandika?” gerutunya sendiri karena hanya melihat banyak harta saja di ruangan rahasia ini.Penyihir Putih ini terus berjalan menuju sisi lain ruangan ini. Tampak banyak alat bantu untuk berlatih silat yang sepertinya sering digunakan Chandika.“Aku yang sudah tinggal lama bersama keluarga ini baru tahu ada ruangan rahasia seperti ini di rumah besar Tuan Chandika," katanya dalam hati.
Kitab silat yang dicari Syakia ternyata ada di ujung ruangan rahasia ini. Kitab ini tergeletak begitu saja di atas meja kerja Chandika. Sepertinya pendekar ini menyelesaikannya dengan terburu-buru sampai lupa menyimpan Kitab Silat ini. Tertulis di atasnya KITAB JURUS SERIGALA PUTIH. “Benar ini Kitab yang dimaksud Tuan Chandika saat itu. Tapi kenapa dia terburu-buru sekali menyelesaikannya. Apa ini ada hubungannya dengan menghilangnya seluruh Keluarga Kalandra secara misterius ini?”"Kitab ini yang sedang dicari penyihir hitam Saraswati. Bahaya sekali kalau kitab ini jatuh ke tangannya," gumam Syakia.
“Ada baiknya aku segera mencari tempat yang sepi untuk melatih Kirana ilmu silat ini agar kelak dia bisa menguasainya," pikir Syakia.
Syakia memang tidak pernah habis pikir dengan kejadian ini. Kenapa baru sekian lamanya ada penyihir hitam yang mencari Kitab Serigala Putih ini. Apa hubungannya kitab ini dengan kebangkitan Pendekar Iblis yang disebut-sebut sebagai junjungan mereka?
Berhasilkah Syakia mencari tempat yang diinginkannya sebelum Saraswati memergokinya?
Siapa mata merah yang terus mengikutinya ini? Apakah serigala hitam milik Saraswati?
Dalam kekhawatiran, perempuan itu mencoba tenang dan melakukan yang terbaik meskipun teka-teki begitu besar meminta untuk dipecahkan secepatnya.
Setelah mendapatkan Kitab Serigala Putih yang dicarinya, Syakia juga mengambil banyak koin emas dan uang emas yang mudah diambilnya. Tujuannya hanya satu, membeli kapal yang besar untuk berlayar dari satu pulau kecil ke pulau kecil lainnya yang tersebar di Bumi Nusantara ini. Mungkin dia bisa juga menjelajahi Benua Kahuripan dan Benua Kanuragan nantinya jika Kirana sudah bisa untuk menjaga dirinya sendiri dari mara bahaya.Saat hendak keluar dari ruangan rahasia ini dia mendengar suara yang tidak asing lagi baginya. “Kamu yakin kalau penyihir putih tadi datang lagi ke sini?” tanya Saraswati kepada serigala hitamnya.Saraswati terus memeriksa bangunan kosong ini tapi dia tidak menemukan apa-apa. Beruntung tadi Syakia memutuskan untuk menutup kembali lemari buku ini melalui tuas di dalam ruangan rahasia ini. “Besok saja kita ke sini lagi ... hari juga sudah malam. Kalau perlu besok kita ke Hutan Serigala Putih untuk memaksa penyihir putih ini memberitahukan kita tentang apa yang dic
Kapal besar dengan bendera Kota Bahari dan nama Naga Terbang yang terukir di sisi samping kapal megah ini melaju dengan kecepatan tinggi menuju samudra luas. Pelabuhan Bahari merupakan pelabuhan terakhir yang bisa disandari kapal karena jalur utara semuanya terdiri dari batu karang tajam yang tidak bisa dilalui kapal apapun. Jalur teraman menuju Pulau Es adalah melalui Laut Putih yang memisahkan Bumi Nusantara dengan Pulau Es jauh di utara, dengan pelabuhan yang berada di Kota Es.Naga Terbang harus melewati samudra luas Nusantara karena tidak bisa menyusuri laut di sekeliling Bumi Nusantara yang penuh karang dan batu terjal yang tajam yang bisa merobek lambung kapal dalam sekejab saja. Setelah melewati Samudra Nusantara ini, kapal baru bisa memutari Pulau Es untuk bersandar di sisi utara pulau ini.Kirana bermain kejar-kejaran dengan Uwais di atas geladak, sementara Syakia tampak menikmati pemandangan laut di depannya. Ikan sejenis lumba-lumba tapi memiliki moncong seperti hiu tamp
Kapal makin keras diguncang oleh makhluk yang belum kelihatan wujudnya ini. Ombak yang besar yang sepertinya ditimbulkan oleh makhluk ini beberapa kali menerjang kapal besar ini. Beruntung kapten kapal yang disewa Syakia ini sangat mahir mengendalikan kapal besar ini sehingga tidak terbalik diterjang gelombang ombak yang besar dan tinggi.Syakia yang masih berusaha mengingat mantera sihir ini dibuat tidak konsentrasi oleh terjangan ombak dan guncangan kapal yang membuatnya tidak bisa stabil untuk berpijak di geladak kapal.“Kenapa aku tidak bisa mengingat satupun sihir kuno untuk menjinakkan makhluk purba ini ya?” pikir Syakia.Kapal besar ini akhirnya bisa menjauh dari sergapan Draken ini dengan kecepatan tinggi. Beruntung bagi Syakia, kapal yang dijual di Kota Bahari ini ternyata masih baru, baik kapal maupun mesinnya sehingga sangat kencang lajunya.Di kejauhan masih terlihat gelombang ombak yang tak henti-hentinya mengejar mereka. “Makhluk ini tidak menyerah rupanya! Kalau begini
Pulau Es merupakan pulau yang memiliki otoritas pemerintahan tersendiri yang tidak terikat oleh peraturan-peraturan di Bumi Nusantara. Pulau ini terletak di ujung utara Bumi Nusantara yang bisa dicapai melalui Kota Es jika melalui jalur darat Bumi Nusantara.Jalur Laut Putih merupakan jalur yang paling aman untuk menuju ke Pulau Es. Laut Putih memisahkan Bumi Nusantara dengan Pulau Es yang terus diselimuti es abadi sepanjang masa. Bahkan beberapa bagian pulau tidak bisa disandari kapal karena penuh dengan lautan es. Hanya sisi selatan dan sisi utara Pulau Es saja yang bisa disandari kapal. Pelabuhan Kota Es juga tidak sebesar pelabuhan di kota Bahari, karena pelabuhan ini hanya menyediakan kapal kecil untuk wisatawan Bumi Nusantara yang hendak berjalan-jalan ke Pulau Es.Kota Es yang merupakan tempat persinggahan terakhir sebelum menuju ke Pulau Es juga merupakan wilayah yang padat penduduk. Hal ini sangat aneh karena Kota Es bukan tempat hunian yang nyaman karena kota ini juga selalu
Kediaman Baskara Kalandra sangat indah dipandang mata. Bangunan yang luas dan megah ini berhiaskan ukiran-ukiran naga dan serigala yang menunjukkan asal usul leluhurnya. Keluarga Kalandra walaupun jarang bertemu sangat menjunjung tinggi dan menghormati leluhur mereka.“Selamat datang ke rumahku yang sederhana ini Nona Syakia," sambut Baskara.Baskara Kalandra merupakan seorang pria yang berumur sekitar 30 an tapi masih tampak sangat muda di bawah usianya yang sebenarnya. Perawakannya tegap tapi menyimpan kewibawaan yang besar.“Bagaimana kabar kakakku Chandika? Masih terus membela kebenaran sebagai Pendekar Serigala Putih?” tanya Baskara.“Gadis kecil ini siapa Nona Syakia?” tanyanya lagi saat melihat Kirana masuk bersama serigala putihnya, Uwais.“Tuan Baskara tidak tahu sama sekali ya, kalau kakak Tuan telah menghilang lama sekali? Aku membawa anak gadisnya Kirana saat semua ini terjadi," ujar Syakia.“Apaaa! Chandika menghilang?" tanya Baskara yang langsung bangun dari tempat dudu
Pulau Peri terletak sedikit ke arah utara Pulau Es. Sebenarnya pulau ini bukanlah habitat asli peri hutan yang sebenarnya. Namun banyaknya peri hutan yang melarikan diri ke pulau ini saat terjadi kekacauan masa lalu membuat pulau ini dinamakan sesuai penghuninya. Hanya pulau ini yang dibiarkan kosong karena pulau ini sangat berbahaya dengan gunung berapinya yang selalu aktif tanpa henti.Pulau ini jarang sekali dikunjungi penduduk Bumi Nusantara karena memang tidak ada yang indah di pulau ini kecuali hutannya. Keadaan pulau ini seakan tidak memiliki kehidupan sama sekali yang membuat orang tidak berminat, bahkan hanya untuk sekedar singgah di pulau tidak berpenghuni ini.Keadaan pulau ini sekarang juga seperti tidak terurus dan sudah lama ditinggalkan penghuninya. Hanya kesunyian yang terasa di pulau ini. Tapi benarkah pulau ini sudah tidak berpenghuni? Apa yang sebenarnya terjadi di pulau ini?*****Syakia merasa lega sudah berhasil keluar dari Pulau Es. Dia curiga dengan tingkah laku
Pulau Peri tampak menyeramkan padahal hari masih sore saat perahu yang membawa Syakia mendarat di pantai pulau ini. Suasana agak berkabut padahal matahari masih menyinari pulau ini. “Aneh sekali .. kenapa ada kabut dingin di tengah matahari terik ya?” pikir Syakia yang merasakan dinginnya udara pulau ini.Hawa dingin yang menusuk tulang tidak membuat gentar Syakia. “Aku ini penyihir ... aku tahu ini mungkin hanya permainan penyihir yang berada di Pulau Peri ini!" tekad penyihir putih ini meneruskan langkahnya untuk menyelidiki pulau ini. Syakia yang merasakan keanehan di Pulau Peri ini mulai memasang pelindung sihir di sekitar Kirana untuk melindungi gadis kecil ini dari ancaman bahaya yang mungkin terjadi pada dirinya. “Kirana ... jangan jauh-jauh ya dari Bibi," kata Syakia yang menggenggam erat tangan gadis kecil ini agar dia senantiasa tahu putri kecil Chandika ini selalu aman berada di dekatnya.Aryata dan Bharata berjalan duluan untuk memeriksa keadaan di depan. Jalan yang terh
Pendekar Iblis merupakan sosok yang sangat menakutkan bagi penghuni Bumi Nusantara di masa lampau, maupun penghuni Bumi Nusantara di masa sekarang, saat kebangkitan Pendekar Iblis ini sudah dekat.Syakia yang mengetahui riwayat Pendekar Iblis menceritakan sesuatu yang tidak diketahui oleh khalayak luas yaitu kalau Pendekar Iblis sebenarnya adalah seorang wanita yang selalu berpakaian seperti pria, sehingga tidak ada yang mengenalinya sebagai wanita. Suaranya juga dibuat berat agar tidak ada yang mengenalinya. Wajah Pendekar Iblis juga selalu ditutupi kain atau terkadang memakai topi caping untuk penyamarannya.“Saat itu manusia penghuni semesta ini sangat mengagungkan pria, jadi dibuatlah cerita turun temurun kalau Pendekar Iblis itu adalah putra Dewa Iblis agar kekalahan Pendekar Iblis ini lebih bermakna alih-alih kalau Pendekar Iblis ini adalah wanita yang bisa membuat malu Tiga Keluarga Besar saat itu!” jelas Syakia.“Kamu tahu darimana cerita yang sebenarnya ini?” tanya Thetis lag