Syakia berlari sekencang-kencangnya menggunakan ilmu meringankan tubuh yang pernah dipelajarinya dari Chandika. Alasan Tuan Muda ini mengajarkan ilmu meringankan tubuh padanya, agar Syakia bisa melarikan diri sejauh-jauhnya dari musuh yang kuat karena dia hanya bisa ilmu sihir saja.
Betapa terkejutnya Syakia saat tiba di pondokan Hutan Serigala Putih, dia melihat banyak sekali Serigala Hitam yang tadi dijumpainya di rumah Chandika berkeliaran di sekeliling pondokan. Lebih membuatnya terkejut adalah Kirana berada di tangan Penyihir Hitam yang memegang gadis cilik ini erat-erat.
“Lepaskan gadis kecil ini atau kamu akan menyesal!” ujar Syakia dengan nada geramnya.
“Hahaha ... aku tidak takut padamu Penyihir Putih! Cepat serahkan Kitab Jurus Serigala Putih padaku jika ingin anak ini selamat!” tantang Penyihir Hitam.
Oh ... Jadi tadi Penyihir Hitam ini beserta serigala hitamnya mencari kitab jurusnya Tuan Chandika. Berarti dia tidak ketemu Tuan Chandika. Syukurlah dua tengkorak tadi bukan Tuan Chandika dan Nyonya Ardiyanti, jadi aku lebih tenang.
“Aku tidak tahu apa yang kamu maksud. Aku hanya menginginkan gadis kecil ini. Cepat kembalikan padaku!” teriak Syakia yang sudah penuh emosi.
“Serahkan dahulu Kitab Jurus Serigala Putih kalau kamu menginginkan anak ini kembali dengan selamat!” kata Penyihir Hitam ini sambil mengancam keselamatan Kirana.
“Beritahu aku dahulu, siapa 2 mayat tengkorak di kediaman Tuan Chandika?” tanya Syakia.
“Aku tidak tahu! Aku sudah menemukan 2 tengkorak ini saat berada di sana. Klan Serigala Hitam menginginkan Jurus Serigala Putih, jadi cepat serahkan sekarang juga!” ujar Penyihir Hitam ini.
Syakia bertindak hati-hati karena khawatir dengan keselamatan Kirana. Dia tidak melihat keberadaan peri hutan. “Kemana lagi peri hutan ini? Jangan-jangan dia lagi bersembunyi begitu mendengar kedatangan penyihir hitam ini?”
“Aku tidak kenal Klan Serigala Hitam selama aku mengabdi dengan Tuan Chandika. Kenapa kalian semua begitu ingin Kitab Jurus Serigala Putih ini? Lagian kalian yakin Tuan Chandika akan menuliskan jurus-jurusnya dalam kitab?” kata Syakia berusaha mempengaruhi pikiran penyihir ini.
“Aku Syakia Menur, siapa namamu wahai Penyihir Hitam?” tanya Syakia dengan sedikit gertakan.
“Tidak penting namaku siapa ... aku tadi melihatmu di kediaman Pendekar Serigala Putih ini. Aku sudah lama mengamatimu dan anak gadismu di hutan ini, tapi aku kira kamu hanya penduduk biasa saja sampai aku melihatmu di kediaman Pendekar Serigala Putih hari ini!” seru Penyihir Hitam ini lebih galak lagi.
"Jadi penyihir hitam ini tidak tahu kalau gadis kecil yang disekapnya ini anak Tuan Chandika? Syukurlah! Jadi aku bisa lebih mengulur-ulur waktu dengannya," ujar Syakia dalam hatinya.
“Aku tidak tahu apa-apa tentang kitab ini. Aku hanya bekerja sebagai pelayan sihirnya saja. Terus terang aku tidak menyukai Keluarga Kalandra, makanya aku tinggal di pondok dalam hutan ini untuk menjauh dari mereka. Tidak disangka saat aku ke sana lagi keluarga Kalandra sudah menghilang," ujar Syakia mencoba berdusta untuk mempengaruhi Penyihir Hitam.
“Jadi kamu tidak tahu apa-apa tentang mereka penyihir Syakia?” tanyanya dengan penuh selidik.
“Aku tidak tahu apa-apa! Begini saja ... aku akan terus mencari tahu keberadaan kitab ini. Jika aku menemukannya akan aku serahkan padamu tapi kembalikan anak gadisku!" lanjut Syakia.
“Baiklah! Aku Saraswati dari Klan Serigala Hitam. Kami membutuhkan kitab ini untuk membangkitkan junjungan kami Pendekar Iblis!” ujar Saraswati dengan lantang.
“Pendeka Iblis? Siapa itu?” tanya Syakia pura-pura tidak tahu menahu urusan kebangkitan Pendekar Iblis.
“Pendekar sakti yang akan mempersatukan seluruh negeri ini yang sudah penuh dengan kekerasan dan kebencian!” jawab Saraswati.
“Nona Saraswati sepertinya bukan berasal dari daerah sini ya?” tanya Syakia yang berusaha memancing penyihir hitam ini memberitahukan asal usulnya.
“Kamu benar ... Klan kami juga bukan berasal dari daerah sini! Kami ditugaskan ke sini untuk proses kebangkitan Pendekar Iblis. Itu saja yang perlu kamu ketahui sekarang!” jawabnya yang membuat Syakia merasa tidak perlu banyak tanya lagi kepada penyihir hitam ini agar tidak membuatnya marah.
“Sekarang ambil kembali anak gadismu! Kami tunggu kabar darimu secepatnya ... nanti kami akan ke sini lagi! Awas kalau kamu membohongi kami!” katanya sambil melepaskan Kirana yang langsung berlari ke pelukan Syakia.
Penyihir Hitam ini kemudian menggerakkan tangannya seperti melemparkan sesuatu yang menimbulkan asap hitam. Setelah asap hitam menghilang, penyihir ini beserta serigala hitamnya juga menghilang begitu saja meninggalkan Syakia dan Kirana berdua saja di Hutan Serigala Putih.
Apa hubungannya Klan Serigala Hitam dengan Pendekar Iblis? Apakah Saraswati sebenarnya adalah iblis yang menjadi penyihir? Siapa sebenarnya Saraswati?
Bagaimana tindakan Syakia selanjutnya untuk tetap menjaga keselamatan Kirana yang disayanginya ini?
Setelah memastikan Kirana sudah tidur dengan dijaga peri hutan dan serigala putih, Syakia kembali melakukan perjalanan ke bangunan kosong tempat Keluarga Kalandra semula berada. Sekarang dia lebih mudah memasuki rumah ini karena tidak ada lagi pengaruh sihir hitam yang kuat seperti sebelumnya.Tanpa dia sadari ada sosok mata merah yang terus mengikutinya sejak dia keluar dari Hutan Serigala Putih. Begitu lihainya sosok ini mengikutinya tanpa dia menyadari apa-apa menunjukkan hebatnya sosok bermata merah menyala di kegelapan ini.“Penyihir Hitam Saraswati ini sangat kuat ... beruntung dia mau mengikuti saranku untuk menunggu diriku menemukan Kitab serigala Putih untuknya. Kalau tidak, aku sendiri tidak sanggup melawan kekuatan sihirnya," pikirnya.Syakia berusaha mengingat-ingat pesan Chandika saat dia terakhir melihat pendekar ini. “Bunga Sakura ... Tuan Chandika pernah mengatakan kalau setelah Kirana berumur 5 tahun dan mereka sudah tidak ada, cari bunga sakura ... tapi aku harus car
Setelah mendapatkan Kitab Serigala Putih yang dicarinya, Syakia juga mengambil banyak koin emas dan uang emas yang mudah diambilnya. Tujuannya hanya satu, membeli kapal yang besar untuk berlayar dari satu pulau kecil ke pulau kecil lainnya yang tersebar di Bumi Nusantara ini. Mungkin dia bisa juga menjelajahi Benua Kahuripan dan Benua Kanuragan nantinya jika Kirana sudah bisa untuk menjaga dirinya sendiri dari mara bahaya.Saat hendak keluar dari ruangan rahasia ini dia mendengar suara yang tidak asing lagi baginya. “Kamu yakin kalau penyihir putih tadi datang lagi ke sini?” tanya Saraswati kepada serigala hitamnya.Saraswati terus memeriksa bangunan kosong ini tapi dia tidak menemukan apa-apa. Beruntung tadi Syakia memutuskan untuk menutup kembali lemari buku ini melalui tuas di dalam ruangan rahasia ini. “Besok saja kita ke sini lagi ... hari juga sudah malam. Kalau perlu besok kita ke Hutan Serigala Putih untuk memaksa penyihir putih ini memberitahukan kita tentang apa yang dic
Kapal besar dengan bendera Kota Bahari dan nama Naga Terbang yang terukir di sisi samping kapal megah ini melaju dengan kecepatan tinggi menuju samudra luas. Pelabuhan Bahari merupakan pelabuhan terakhir yang bisa disandari kapal karena jalur utara semuanya terdiri dari batu karang tajam yang tidak bisa dilalui kapal apapun. Jalur teraman menuju Pulau Es adalah melalui Laut Putih yang memisahkan Bumi Nusantara dengan Pulau Es jauh di utara, dengan pelabuhan yang berada di Kota Es.Naga Terbang harus melewati samudra luas Nusantara karena tidak bisa menyusuri laut di sekeliling Bumi Nusantara yang penuh karang dan batu terjal yang tajam yang bisa merobek lambung kapal dalam sekejab saja. Setelah melewati Samudra Nusantara ini, kapal baru bisa memutari Pulau Es untuk bersandar di sisi utara pulau ini.Kirana bermain kejar-kejaran dengan Uwais di atas geladak, sementara Syakia tampak menikmati pemandangan laut di depannya. Ikan sejenis lumba-lumba tapi memiliki moncong seperti hiu tamp
Kapal makin keras diguncang oleh makhluk yang belum kelihatan wujudnya ini. Ombak yang besar yang sepertinya ditimbulkan oleh makhluk ini beberapa kali menerjang kapal besar ini. Beruntung kapten kapal yang disewa Syakia ini sangat mahir mengendalikan kapal besar ini sehingga tidak terbalik diterjang gelombang ombak yang besar dan tinggi.Syakia yang masih berusaha mengingat mantera sihir ini dibuat tidak konsentrasi oleh terjangan ombak dan guncangan kapal yang membuatnya tidak bisa stabil untuk berpijak di geladak kapal.“Kenapa aku tidak bisa mengingat satupun sihir kuno untuk menjinakkan makhluk purba ini ya?” pikir Syakia.Kapal besar ini akhirnya bisa menjauh dari sergapan Draken ini dengan kecepatan tinggi. Beruntung bagi Syakia, kapal yang dijual di Kota Bahari ini ternyata masih baru, baik kapal maupun mesinnya sehingga sangat kencang lajunya.Di kejauhan masih terlihat gelombang ombak yang tak henti-hentinya mengejar mereka. “Makhluk ini tidak menyerah rupanya! Kalau begini
Pulau Es merupakan pulau yang memiliki otoritas pemerintahan tersendiri yang tidak terikat oleh peraturan-peraturan di Bumi Nusantara. Pulau ini terletak di ujung utara Bumi Nusantara yang bisa dicapai melalui Kota Es jika melalui jalur darat Bumi Nusantara.Jalur Laut Putih merupakan jalur yang paling aman untuk menuju ke Pulau Es. Laut Putih memisahkan Bumi Nusantara dengan Pulau Es yang terus diselimuti es abadi sepanjang masa. Bahkan beberapa bagian pulau tidak bisa disandari kapal karena penuh dengan lautan es. Hanya sisi selatan dan sisi utara Pulau Es saja yang bisa disandari kapal. Pelabuhan Kota Es juga tidak sebesar pelabuhan di kota Bahari, karena pelabuhan ini hanya menyediakan kapal kecil untuk wisatawan Bumi Nusantara yang hendak berjalan-jalan ke Pulau Es.Kota Es yang merupakan tempat persinggahan terakhir sebelum menuju ke Pulau Es juga merupakan wilayah yang padat penduduk. Hal ini sangat aneh karena Kota Es bukan tempat hunian yang nyaman karena kota ini juga selalu
Kediaman Baskara Kalandra sangat indah dipandang mata. Bangunan yang luas dan megah ini berhiaskan ukiran-ukiran naga dan serigala yang menunjukkan asal usul leluhurnya. Keluarga Kalandra walaupun jarang bertemu sangat menjunjung tinggi dan menghormati leluhur mereka.“Selamat datang ke rumahku yang sederhana ini Nona Syakia," sambut Baskara.Baskara Kalandra merupakan seorang pria yang berumur sekitar 30 an tapi masih tampak sangat muda di bawah usianya yang sebenarnya. Perawakannya tegap tapi menyimpan kewibawaan yang besar.“Bagaimana kabar kakakku Chandika? Masih terus membela kebenaran sebagai Pendekar Serigala Putih?” tanya Baskara.“Gadis kecil ini siapa Nona Syakia?” tanyanya lagi saat melihat Kirana masuk bersama serigala putihnya, Uwais.“Tuan Baskara tidak tahu sama sekali ya, kalau kakak Tuan telah menghilang lama sekali? Aku membawa anak gadisnya Kirana saat semua ini terjadi," ujar Syakia.“Apaaa! Chandika menghilang?" tanya Baskara yang langsung bangun dari tempat dudu
Pulau Peri terletak sedikit ke arah utara Pulau Es. Sebenarnya pulau ini bukanlah habitat asli peri hutan yang sebenarnya. Namun banyaknya peri hutan yang melarikan diri ke pulau ini saat terjadi kekacauan masa lalu membuat pulau ini dinamakan sesuai penghuninya. Hanya pulau ini yang dibiarkan kosong karena pulau ini sangat berbahaya dengan gunung berapinya yang selalu aktif tanpa henti.Pulau ini jarang sekali dikunjungi penduduk Bumi Nusantara karena memang tidak ada yang indah di pulau ini kecuali hutannya. Keadaan pulau ini seakan tidak memiliki kehidupan sama sekali yang membuat orang tidak berminat, bahkan hanya untuk sekedar singgah di pulau tidak berpenghuni ini.Keadaan pulau ini sekarang juga seperti tidak terurus dan sudah lama ditinggalkan penghuninya. Hanya kesunyian yang terasa di pulau ini. Tapi benarkah pulau ini sudah tidak berpenghuni? Apa yang sebenarnya terjadi di pulau ini?*****Syakia merasa lega sudah berhasil keluar dari Pulau Es. Dia curiga dengan tingkah laku
Pulau Peri tampak menyeramkan padahal hari masih sore saat perahu yang membawa Syakia mendarat di pantai pulau ini. Suasana agak berkabut padahal matahari masih menyinari pulau ini. “Aneh sekali .. kenapa ada kabut dingin di tengah matahari terik ya?” pikir Syakia yang merasakan dinginnya udara pulau ini.Hawa dingin yang menusuk tulang tidak membuat gentar Syakia. “Aku ini penyihir ... aku tahu ini mungkin hanya permainan penyihir yang berada di Pulau Peri ini!" tekad penyihir putih ini meneruskan langkahnya untuk menyelidiki pulau ini. Syakia yang merasakan keanehan di Pulau Peri ini mulai memasang pelindung sihir di sekitar Kirana untuk melindungi gadis kecil ini dari ancaman bahaya yang mungkin terjadi pada dirinya. “Kirana ... jangan jauh-jauh ya dari Bibi," kata Syakia yang menggenggam erat tangan gadis kecil ini agar dia senantiasa tahu putri kecil Chandika ini selalu aman berada di dekatnya.Aryata dan Bharata berjalan duluan untuk memeriksa keadaan di depan. Jalan yang terh