Ganawirya melirik ke arah salah satu tiruan Limbur Kancana yang melambaikan tangan padanya. Ia segera mendekat dengan cara melompat. Ada sebuah retakan dinding gua yang menyambung dari atas hingga bawah di depannya. Saat ia menyentuh dinding tersebut, tiba-tiba saja retakan terbuka dan menunjukkan sebuah jalan.Ganawirya melewati tangga dan lorong hingga akhirnya tiba di sebuah taman dengan pohon besar, kolam berair jernih serta tanaman-tanaman obat yang tumbuh dengan subur. Sebelum ditelan keterkejutan, Ganawirya lebih dahulu mengamati tanama obat di sekelilingnya.“Tanaman obat di tempat ini terbilang sangat langka dan sulit ditemukan di mana pun.” Ganawirya bergerak ke kolam, meneguk airnya sedikit. “Air kolam ini tak jauh berbeda dengan air dari Telaga Asri.”Ganawirya memasukkan air ke dalam kendi. Pendekar itu segera mengumpulkan tanaman-tanaman obat, mencabut satu per satu tumbuhan kecil dari masing-masing tanaman obat. Semua daun yang diambil, termasuk tumbuhan kecil tadi lant
“Kakang Indra?” ujar Geni, Jaya dan bersamaan. Ketiganya seketika saling menoleh, menunduk dalam, saling menyikut lengan satu sama lain. Ketakutan terlihat jelas di wajah mereka. “Katakan padaku, apa maksud kalian mengenai permbicaraan kalian tadi?” pinta Indra dengan tatapan yang beralih dari Geni, Jaya dan Barma bergantian.“Ada apa, Indra?” Meswara datang mendekat bersama Jaya dan Arya.Geni, Jaya dan Barma semakin ketakutan. Jika terus didesak, mau tidak mau mereka harus berterus terang jika mereka mengingat Lingga.“Kalian bertiga membicarakan soal ‘Lingga’. Apa yang kalian ketahui soal Lingga?” Indra kembali bertanya. Suaranya terkesan memaksa dan penuh tekanan.Meswara, Jaka dan Arya kontak terkejut ketika mendengarnya.Beberapa murid yang sedang meramu obat seketika menoleh ketika melihat Geni, Jaya dan Barma dikerumuni. Mereka mendekat dan mulai berkerumun, saling berbisik, bertanya mengenai apa yang terjadi.“Kembali pada tugas kalian masing-masing,” kata Jaka sembari men
Galih Jaya yang mendapat kabar mengenai pertempuran yang akan terjadi malam ini seketika mengumpulkan seluruh pendekar dan tabib di depan gua.“Para petinggi golongan putih sepakat untuk menangkap Wintara dan Nilasari malam ini,” ujar Galih Jaya membuka perkumpulan.Hampir semua pendekar dan tabib yang mendengarnya terkejut.“Wintara dan Nilasari diketahui pergi ke tempat Nyi Genit dengan dibantu oleh seorang siluman. Sebelum kedua siluman itu bertemu dengan Nyi Genit, para petinggi golongan putih memutuskan untuk bergerak menangkap mereka.”Suasana seketika menjadi riuh. Para pendekar dan para tabib mulai berbicara dengan rekan yang berada di samping mereka. Di malam yang kian menuju puncak, mereka harus dihadapkan pada sebuah peristiwa besar.“Segera kirimkan pesan pada para pendekar yang menjaga para warga bahwa pertempuran akan terjadi malam ini. Mereka harus melindungi warga menempatkan warga di tempat yang aman. Jika mereka sudah melakukannya, kirimkan sebagian dari mereka ke te
Ganawirya seketika terdiam, mengamati ketiga pendekar muda di depannya bergantian. Dari sorot mata mereka, ketiganya seperti ingin mengujinya. Ia mendengar bahwa Sekar Sari berpura-pura sebagai Sekar Dewi dalam pengembaraannya.Ganawirya menoleh ke samping ketika tiruan Limbur Kancana mendekat dan menyentuh bahunya. Ia terdiam ketika mendengar ucapan Limbur Kancana dalam pikirannya.Sementara itu, Galih Jaya, Dharma dan Malawati saling menoleh sesaat, mengamati setiap gerak-gerik dari tindakan sosok pendekar berbaju serba hitam di dekat mereka. Ketiganya ingin memastikan bahwa sosok yang mengaku sebagai murid dari Ganawirya itu memang berkata jujur.“Aku tidak mengenal gadis bernama Sekar Dewi,” ujar Ganawirya, “aku hanya mengenal satu nama gadis yang memiliki nama depan Sekar, yakni Sekar Sari. Dia adalah gadis yang memakai selendang merah di pinggangnya. Dia juga merupakan adik tingkatku di padepokan.”Galih Jaya, Dharma dan Malawati kembali salah menoleh, memberi anggukan singkat.
“Apa yang kalian maksud dengan bambu ajaib?” tanya Ganawirya. Ia akan menyerahkan Sekar Sari pada tiruan-tiruan Limbur Kancana dan memusatkan seluruh perhatian pada tugas ini.Galih Jaya menunjukkan bambu hijau dan bambu kuning ke hadapan Ganawirya. “Dua bambu ini adalah dua bambu yang sudah diciptakan oleh Sekar Sari. Bambu hijau memiliki kemampuan untuk merasakan kehadiran racun kalong setan. Bambu hijau ini akan dipenuhi oleh titik-titik hitam dan noda-noda hitam ketika terdapat racun kalong setan di sekitar kita. Bambu ini akan kembali ke keadaan semula jika racun kalong setan menghilang. Sementara itu, bambu kuning memiliki kemampuan untuk merasakan kehadiran Wintara dan Nilasari. Bambu ini akan memberi tanda dengan bergerak dengan sendirinya. Semakin dekat jarak kedua siluman itu, semakin cepat juga gerakan dari bambu ini.”Ganawirya sontak tercekat ketika mendengar penjelasan tersebut. Sebagai seorang guru, tentu ia merasa bangga dengan pencapaian yang sudah diraih Sekar Sari.
Semua orang yang ada di dalam ruang sontak terkejut meski tak lama setelahnya mereka tersenyum bahagia.“Kakang Ajisaka, Kakang Amarsa, Gendis, kalian sudah kembali.” Malawati sampai menangis. Gadis itu dengan cepat keluar dari ruangan, berlari menuju tempat para korban Wintara dan Nilasari berada, melewati para pendekar yang berjaga di sekitar lorong.“Apa yang terjadi, Nyai? Kenapa kau berlari?” tanya salah satu pendekar.“Aku hanya ingin memeriksa keadaan para korban yang sudah sadarkan diri.” Malawati terus berlari tanpa menoleh ke belakang.Kembali ke ruangan para tabib.“Kembali bertugas,” ujar Galih Jaya pada para tabib. Ia kemudian menoleh pada Dharma yang terus memperhatikan sosok Pendekar Hitam yang mengaku sebagai Kancana. “Dharma, kita akan memeriksa keadaan para korban.”“Baik, Galih Jaya.”Galih Jaya, Dharma dan beberapa pendekar bergegas keluar ruangan, berlari menuju tempat para korban berada.“Apa kau menyadari sesuatu yang aneh dari pendekar bernama Kancana itu, Dhar
Limbur Kancana tengah berdiri di puncak pohon yang berbatasan dengan hutan siluman. Bambu kuning yang berada di tangannya semakin bergerak cepat pertanda Wintara dan Nilasari semakin mendekat. Dari tempatnya saat ini, ia bisa melihat banyak bayangan yang bergerak cepat di rerimbunnya pepohonan.Tarusbawa tiba bersama dua tiruan Limbur Kancana. “Sepertinya malam ini akan menjadi malam yang panjang untuk kita semua.”“Benar, Raka.” Limbur Kancana menoleh, menghadap Tarusbawa. “Para petinggi golongan putih dan para pendekar sedang bergerak menuju ke tempat masing-masing.”“Jadi apa rencanamu, Limbur Kancana?”“Aku dan para petinggi golongan putih akan memisahkan Wintara, Nilasari dan siluman yang membantu mereka. Aku akan berhadapan dengan siluman yang membantu Wintara dan Nilasari, sedang para petinggi golongan putih dan para pendekar akan menghadapi Wintara dan Nilasari. Aku akan menyerahkan Nyi Genit padamu, Raka.”“Baiklah, aku mengerti. Aku sudah menyelesaikan jalan yang bisa menemb
Bangkong Hideung yang tengah berjaga di pinggiran hutan siluman seketika tercekat ketika mendengar suara Munding Hideung. “Apa yang kau inginkan dariku, Munding Hideung?”“Para petinggi golongan putih mulai melakukan serangan besar-besaran untuk menangkap Wintara dan Nilasari. Saat ini, aku sedang berhadapan dengan salah satu dari Pendekar Hitam.”“Wintara dan Nilasari? Apa mungkin mereka dua siluman yang sedang dihadapi oleh para pendekar golongan putih saat ini?”“Kau benar. Gusti Totok Surya memerintahkan Nyi Genit untuk membantu Wintara dan Nilasari dalam menghadapi para pendekar golongan putih.”“Gusti Totok Surya?” Bangkong Bodas tiba-tiba merinding. Baiklah aku mengerti. Apa yang harus aku lakukan?”“Segera beri tahu Nyi Genit mengenai peristiwa ini sekarang juga. Selain itu, bawalah gadis yang diinginkan Nyi Genit ke hutan siluman sekarang juga. Aku akan memberikan tanda keberadaanku padamu sekarang.”“Kau sepertinya kesulitan menghadapi sosok Pendekar Hitam itu, Munding Hide