Limbur Kancana terdiam setelah mendengar perkataan tersebut. Ia kembali memutar tubuh untuk berhadapan langsung dengan Sekar Sari. “Apa yang dikatakan Wintara dan Nilasari memang benar. Raka Tarusbawa mengambil peran sebagai Pendekar Hitam.”Sekar Sari seketika terperangah. “Kenapa Kakang Guru tidak langsung memberi tahu Kakang Lingga mengenai hal ini? Bukankah Kakang Lingga harus segera berlatih di bawah arahan Tarusbawa agar bisa secepatnya menguasai pusaka kujang emas?”“Aku sudah menyampaikan hal itu pada raka Tarusbawa. Hanya saja, raka Tarusbawa memilih untuk menghadapi Wintara dan Nilasari lebih dulu. Selain itu, raka Tarusbawa ingin menguji Lingga sebelum dia melatihnya.”“Baiklah, aku mengerti.” Sekar Sari meremas selendangnya. “Bagaimana dengan keadaan kakang Lingga saat ini, Kakang Guru?”“Lingga sedang berlatih keras di alam sana.” Limbur Kancana maju beberapa langkah ke hadapan Sekar Sari. “Dengarkan aku baik-baik, Sekar Sari. Saat ini raka Tarusbawa sedang berusaha memas
“Tempatkan gadis itu di meja batu sekarang juga, Bangkong Bodas.” Nyi Genit tertawa terbahak-bahak, tersenyum bengis.“Baik, Nyi.” Bangkong Bodas menempatkan Sekar Sari di tempat yang diminta. “Munding Hideung tengah berhadapan dengan Pendekar Hitam, Nyi.”“Pantas saja kau yang datang membawakan gadis itu padaku, Bangkong Bodas.” Nyi Genit mendekat ke arah meja. “Sebenarnya, aku tidak peduli siapa pun yang membawa gadis bambu itu padaku, yang terpenting gadis itu berada di tanganku sekarang.”Nyi Genit mengamati Sekar Sari dari atas hingga bawah, mengelus rambut dan pipi gadis itu. Wajahnya mendadak cemberut dna kesal di saat bersamaan. “Kau ternyata lebih muda dan lebih cantik dibanding perkiraanku. Kulitmu juga sangat halus dan lembut. Aku benar-benar membenci gadis sepertimu. Untuk itu, aku akan menjadikanmu sebagai tumbal untuk kecantkanku setelah aku berhasil menguak bambu ajaib itu.”Nyi Genit menatap Bangkong Bodas. “Kau bantulah Munding Hideung dalam menghadapi sosok Pendekar
“Aku tidak mengerti apa maksudmu, Nyi.” Sekar Sari menggeleng beberapa kali. “Lagipula kenapa kau harus menculikku segala? Kenapa tidak gadis lain saja?”“Jangan bertindak bodoh!” bentak Nyi Genit bersamaan dengan cengkeraman selendang yang semakin erat mengungkung Sekar Sari. “Kau adalah gadis yang sudah membuat bambu ajaib yang bisa merasakan kehadiran racun kalong setan.”Sekar Sari mengernyit ketika selendang semakin erat mencengkeramnya. Ia mulai kesulitan untuk bergerak dan bernapas. “Aku tidak bisa menciptakan bambu ajaib yang kau sebutkan, Nyi.”“Berhenti berbohong!” Nyi Genit semakin kuat mencengkeram Sekar Sari dengan selendangnya. “Cepat katakan padaku!”“Baiklah, tapi lepaskan dulu selendang ini dari tubuhku. Aku kesulitan untuk menjelaskannya jika keadaanku terikat.”Nyi Genit berdecak, menjentikkan jari dan dalam sekejap selendang yang melilit Sekar Sari menghilang. “Jika kau berani melarikan diri atau membohongiku, kau akan mati dengan cara yang sangat menge
Tarusbawa bergerak melalui bawah tanah dengan bantuan rantai putihnya. Ia kembali muncul dari atas tanah tak lama setelahnya. Sepuluh siluman terlihat sedang berada di sebuah pohon, mengawasi keadaan sekeliling.Tarusbawa memanggil sebuah kendi, bergerak mendekat ke arah para siluman dengan menarik diri menggunakan rantai. Ia menatap sekeliling di mana para siluman banyak tersebar.Tarusbawa melesatkan satu rantainya ke arah pohon. Satu per satu siluman ditarik dengan cepat dan dimasukkan ke dalam kendi. Satu rantai yang lain melesat ke arah sekeliling, ikut menyeret para siluman di pohon-pohon berbeda. Gerakannya sangat cepat hingga para siluman tidak sadar jika tubuhnya sudah tidak lagi menempel di dahan pohon. Tarusbawa kembali memasuki bawah tanah, bergerak ke tempat lain. Ia muncul di sebuah pohon dengan hanya menampilkan wajah, lalu kembali menghilang ketika lima siluman bergerak ke arah pohon yang sama yang baru saja dimasukinya.“Siluman yang berada di arah tengah tiba-tiba
Bangasera dengan cepat melesatkan sisik-sisik ularnya ke arah Tarusbawa. Sisik-sisik ular itu kemudian berubah menjadi ular siluman berbisa. “Kau harus membayar dosa-dosamu karena kau sudah membuatku terlihat bodoh di hadapan Gusti Totok Surya, Tarusbawa!”“Jangan menyalahkan orang lain karena kebodohanmu sendiri, Bangasera.” Tarusbawa melesatkan kedua rantainya yang langsung menghabisi seluruh ular berbisa datang yang menyerang. Rantai itu kemudian menyerang Bangasera, tetapi Bangasera berhasil menghindar dengan cara melompat ke atas.Bangasera melayangkan serangan jarak jauh, kemudian mundur beberapa tombak ke belakang. “Gawat. Aku tidak mungkin bisa menghadapi Tarusbawa dengan keadaanku saat ini.”Tarusbawa kembali melesatkan kembali kedua rantainya, lantas menarik tubuhnya ke arah Bangasera berada. Ia menggunakan jurus kaki petir untuk mendorong tubuhnya lebih cepat.Bangasera terperangah ketika secara tiba-tiba Tarusbawa sudah berada di depannya dengan satu tangan yang sudah bers
Bangasera segera mengubah wujudnya menjadi ular. Ia bergerak cepat di antara pepohonan di tengah temaramnya cahaya bulan. Luka yang didapatkannya dari pertarungannya sebelumnya semakin bertambah. Seluruh tubuhnya terasa sakit ketika digerakkan. Meski begitu, ia harus melaksanakan tugas dari Totok Surya untuk membebaskan anggota Cakar Setan yang lain. Akan tetapi, sebelum melalukan itu, ia harus pergi ke tempat Nyi Genit untuk memulihkan diri.Bangasera kembali mengubah wujudnya menjadi manusia ketika puluhan panah api mendadak bermunculan dari atas pohon. Ia melompat ke belakang, bergerak gesit menghindar meski di saat yang sama tubuhnya masih terasa sangat sakit.Bangasera melompat ke puncak pohon. Ia seketika tercekat ketika melihat banyak asap yang mengepul di beberapa titik hutan serta benturan kekuatan. “Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Aku merasakan kehadiran Wintara dan Nilasari di tempat ini. Selain itu, aku juga merasakan hawa kehadiran Munding Hideung. Ini … benar-benar
Di tempat berbeda, Wirayuda, Galisaka, Kolot Raga dan Tapasena tengah bertarung dengan Wintara. Keempat petinggi golongan putih itu saling bergantian menyerang dengan serangan jarak jauh maupun serangan jarak dekat. Para pendekar yang ikut bersama mereka juga tengah bertarung dengan pasukan siluman ular Wintara.Wintara menangkis satu per satu lawan, melompat mundur beberapa tombak ke belakang. Ia memanggil tombak hitam, lalu melesatkannya ke atas. Ratusan tombak seketika menghujani kawasan hutan di bawahnya.Melihat hal itu, Kolot Raga segera menghimpun kekuatan pada pedangnya. Pedangnya mendadak di selimuti api yang berkobar. Ia melompat tinggi ke atas, memutar pedangnya hingga api mengitari sekeliling. Tombak-tombak Wintara hampir semua berhasil dihancurkan, sisanya dihentikan oleh Wirayuda, Galisaka, Tapasena dan beberapa pendekar.Wintara kembali melompat mundur, bersembunyi di balik pohon. Ia tercekat ketika merasakan getaran dan embusan angin kuat dari arah barat. “Terkutuk! Pa
Wintara tiba-tiba mengubah wujudnya menjadi manusia kembali ketika merasakan kekuatan mengalir dalam tubuhnya. Ia tersenyum bengis, menyentuh dadanya yang tiba-tiba terasa panas. “Mustika siluman sudah mulai bekerja dan memberikanku kekuatan. Aku bahkan bisa merasakan racun kalong setan keluar dari tubuhku.”Wintara menoleh ke belakang, terdiam selama beberapa waktu, tersenyum bengis. “Aku memiliki rencana bagus untuk para petinggi golongan putih bodoh itu. Tapi aku harus melakukannya dengan penuh perhitungan.”Wintara menghimpun kekuatan. Sisik-sisik ular di tangannya tiba-tiba berterbangan dan mengelilinginya. Sisik-sisik ular itu kemudian melesat ke jalan yang berada di belakang. “Ini akan menghambat dua petinggi golongn putih bodoh itu selama aku menyiapkan kekuatan.”Wintara kembali berlari, bergerak seperti bayangan hitam yang berkelebat. Sisik-sisik ular yang dilemparkannya tiba-tiba berubah menjadi pasukan siluman ular.Sementara itu, Tapasena dan Kolot Raga tengah sibuk menep