“Aku tidak mengerti apa maksudmu, Nyi.” Sekar Sari menggeleng beberapa kali. “Lagipula kenapa kau harus menculikku segala? Kenapa tidak gadis lain saja?”“Jangan bertindak bodoh!” bentak Nyi Genit bersamaan dengan cengkeraman selendang yang semakin erat mengungkung Sekar Sari. “Kau adalah gadis yang sudah membuat bambu ajaib yang bisa merasakan kehadiran racun kalong setan.”Sekar Sari mengernyit ketika selendang semakin erat mencengkeramnya. Ia mulai kesulitan untuk bergerak dan bernapas. “Aku tidak bisa menciptakan bambu ajaib yang kau sebutkan, Nyi.”“Berhenti berbohong!” Nyi Genit semakin kuat mencengkeram Sekar Sari dengan selendangnya. “Cepat katakan padaku!”“Baiklah, tapi lepaskan dulu selendang ini dari tubuhku. Aku kesulitan untuk menjelaskannya jika keadaanku terikat.”Nyi Genit berdecak, menjentikkan jari dan dalam sekejap selendang yang melilit Sekar Sari menghilang. “Jika kau berani melarikan diri atau membohongiku, kau akan mati dengan cara yang sangat menge
Tarusbawa bergerak melalui bawah tanah dengan bantuan rantai putihnya. Ia kembali muncul dari atas tanah tak lama setelahnya. Sepuluh siluman terlihat sedang berada di sebuah pohon, mengawasi keadaan sekeliling.Tarusbawa memanggil sebuah kendi, bergerak mendekat ke arah para siluman dengan menarik diri menggunakan rantai. Ia menatap sekeliling di mana para siluman banyak tersebar.Tarusbawa melesatkan satu rantainya ke arah pohon. Satu per satu siluman ditarik dengan cepat dan dimasukkan ke dalam kendi. Satu rantai yang lain melesat ke arah sekeliling, ikut menyeret para siluman di pohon-pohon berbeda. Gerakannya sangat cepat hingga para siluman tidak sadar jika tubuhnya sudah tidak lagi menempel di dahan pohon. Tarusbawa kembali memasuki bawah tanah, bergerak ke tempat lain. Ia muncul di sebuah pohon dengan hanya menampilkan wajah, lalu kembali menghilang ketika lima siluman bergerak ke arah pohon yang sama yang baru saja dimasukinya.“Siluman yang berada di arah tengah tiba-tiba
Bangasera dengan cepat melesatkan sisik-sisik ularnya ke arah Tarusbawa. Sisik-sisik ular itu kemudian berubah menjadi ular siluman berbisa. “Kau harus membayar dosa-dosamu karena kau sudah membuatku terlihat bodoh di hadapan Gusti Totok Surya, Tarusbawa!”“Jangan menyalahkan orang lain karena kebodohanmu sendiri, Bangasera.” Tarusbawa melesatkan kedua rantainya yang langsung menghabisi seluruh ular berbisa datang yang menyerang. Rantai itu kemudian menyerang Bangasera, tetapi Bangasera berhasil menghindar dengan cara melompat ke atas.Bangasera melayangkan serangan jarak jauh, kemudian mundur beberapa tombak ke belakang. “Gawat. Aku tidak mungkin bisa menghadapi Tarusbawa dengan keadaanku saat ini.”Tarusbawa kembali melesatkan kembali kedua rantainya, lantas menarik tubuhnya ke arah Bangasera berada. Ia menggunakan jurus kaki petir untuk mendorong tubuhnya lebih cepat.Bangasera terperangah ketika secara tiba-tiba Tarusbawa sudah berada di depannya dengan satu tangan yang sudah bers
Bangasera segera mengubah wujudnya menjadi ular. Ia bergerak cepat di antara pepohonan di tengah temaramnya cahaya bulan. Luka yang didapatkannya dari pertarungannya sebelumnya semakin bertambah. Seluruh tubuhnya terasa sakit ketika digerakkan. Meski begitu, ia harus melaksanakan tugas dari Totok Surya untuk membebaskan anggota Cakar Setan yang lain. Akan tetapi, sebelum melalukan itu, ia harus pergi ke tempat Nyi Genit untuk memulihkan diri.Bangasera kembali mengubah wujudnya menjadi manusia ketika puluhan panah api mendadak bermunculan dari atas pohon. Ia melompat ke belakang, bergerak gesit menghindar meski di saat yang sama tubuhnya masih terasa sangat sakit.Bangasera melompat ke puncak pohon. Ia seketika tercekat ketika melihat banyak asap yang mengepul di beberapa titik hutan serta benturan kekuatan. “Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Aku merasakan kehadiran Wintara dan Nilasari di tempat ini. Selain itu, aku juga merasakan hawa kehadiran Munding Hideung. Ini … benar-benar
Di tempat berbeda, Wirayuda, Galisaka, Kolot Raga dan Tapasena tengah bertarung dengan Wintara. Keempat petinggi golongan putih itu saling bergantian menyerang dengan serangan jarak jauh maupun serangan jarak dekat. Para pendekar yang ikut bersama mereka juga tengah bertarung dengan pasukan siluman ular Wintara.Wintara menangkis satu per satu lawan, melompat mundur beberapa tombak ke belakang. Ia memanggil tombak hitam, lalu melesatkannya ke atas. Ratusan tombak seketika menghujani kawasan hutan di bawahnya.Melihat hal itu, Kolot Raga segera menghimpun kekuatan pada pedangnya. Pedangnya mendadak di selimuti api yang berkobar. Ia melompat tinggi ke atas, memutar pedangnya hingga api mengitari sekeliling. Tombak-tombak Wintara hampir semua berhasil dihancurkan, sisanya dihentikan oleh Wirayuda, Galisaka, Tapasena dan beberapa pendekar.Wintara kembali melompat mundur, bersembunyi di balik pohon. Ia tercekat ketika merasakan getaran dan embusan angin kuat dari arah barat. “Terkutuk! Pa
Wintara tiba-tiba mengubah wujudnya menjadi manusia kembali ketika merasakan kekuatan mengalir dalam tubuhnya. Ia tersenyum bengis, menyentuh dadanya yang tiba-tiba terasa panas. “Mustika siluman sudah mulai bekerja dan memberikanku kekuatan. Aku bahkan bisa merasakan racun kalong setan keluar dari tubuhku.”Wintara menoleh ke belakang, terdiam selama beberapa waktu, tersenyum bengis. “Aku memiliki rencana bagus untuk para petinggi golongan putih bodoh itu. Tapi aku harus melakukannya dengan penuh perhitungan.”Wintara menghimpun kekuatan. Sisik-sisik ular di tangannya tiba-tiba berterbangan dan mengelilinginya. Sisik-sisik ular itu kemudian melesat ke jalan yang berada di belakang. “Ini akan menghambat dua petinggi golongn putih bodoh itu selama aku menyiapkan kekuatan.”Wintara kembali berlari, bergerak seperti bayangan hitam yang berkelebat. Sisik-sisik ular yang dilemparkannya tiba-tiba berubah menjadi pasukan siluman ular.Sementara itu, Tapasena dan Kolot Raga tengah sibuk menep
“Siluman-siluman itu terus saja bermunculan. Kita tidak bisa membuang-buang waktu di sini hanya untuk menghadapi mereka,” ujar Kolot Raga seraya kembali mengayunkan pedang apinya ke arah pasukan siluman ular.Pasukan siluman ular itu terpental ke belakang, lalu menghilang setelahnya. Akan tetapi, mereka tiba-tiba kembali muncul dan melempar tombak.Tapasena dengan cepat melemparkan cambuknya. Cambuk itu menghancurkan tombak para siluman ular dan dalam satu gerakan menjerat para silumanKolot Raga melesat maju, menghujam pedang api ke arah pasukan siluman hingga pasukan itu menghilang. Akan tetapi, tak lama setelahnya siluman-siluman itu kembali muncul.Tapasena melayangkan cambuknya dengan gerakan kuat. Ia melilit pasukan siluman itu, kemudian melesatkan mereka ke arah jalan di belakang. Kolot Raga memberi serangan jarak jauh hingga mereka kembali menghilang.“Kita akan membuat jalan baru.” Kolot Raga menghantam dindin
Kolot Raga dan Tapasena sudah sepenuhnya menjadi siluman ular. Keduanya memelotot tajam dengan mulut berdesis. Kulit mereka menghitam dan ditempeli oleh sisik-sisik ular.Wintara tiba-tiba saja tertawa ketika melihat Kolot Raga dan Tapasena sudah dalam wujud siluman ular. “Tidak sia-sia aku mengerahkan banyak kekuatan yang untuk mempersiapkan jurus baruku. Jurus itu menghilangkan hawa keberadaanku untuk sementara dan membuatku tidak bisa diserang dalam waktu singkat. Dengan adanya kalian di sisiku, aku bisa dengan leluasa pergi ke tempat Nilasari dan membawanya pergi ke hutan siluman untuk bertemu dengan Nyi Genit.”Wintara kembali tertawa, mengamati Kolot Raga dan Tapasena. “Aku bisa merasakan kekuatan kalian mengalir di dalam tubuhku. Sekarang, pergilah ke tempat petinggi golongan putih yang lain dan bawa mereka ke hadapanku.”Kolot Raga dan Tapasena mengangguk. Keduanya mengentak tubuh, lalu menerobos permukaan dengan cepat. Wintara se