Bangasera dengan cepat melesatkan sisik-sisik ularnya ke arah Tarusbawa. Sisik-sisik ular itu kemudian berubah menjadi ular siluman berbisa. “Kau harus membayar dosa-dosamu karena kau sudah membuatku terlihat bodoh di hadapan Gusti Totok Surya, Tarusbawa!”“Jangan menyalahkan orang lain karena kebodohanmu sendiri, Bangasera.” Tarusbawa melesatkan kedua rantainya yang langsung menghabisi seluruh ular berbisa datang yang menyerang. Rantai itu kemudian menyerang Bangasera, tetapi Bangasera berhasil menghindar dengan cara melompat ke atas.Bangasera melayangkan serangan jarak jauh, kemudian mundur beberapa tombak ke belakang. “Gawat. Aku tidak mungkin bisa menghadapi Tarusbawa dengan keadaanku saat ini.”Tarusbawa kembali melesatkan kembali kedua rantainya, lantas menarik tubuhnya ke arah Bangasera berada. Ia menggunakan jurus kaki petir untuk mendorong tubuhnya lebih cepat.Bangasera terperangah ketika secara tiba-tiba Tarusbawa sudah berada di depannya dengan satu tangan yang sudah bers
Bangasera segera mengubah wujudnya menjadi ular. Ia bergerak cepat di antara pepohonan di tengah temaramnya cahaya bulan. Luka yang didapatkannya dari pertarungannya sebelumnya semakin bertambah. Seluruh tubuhnya terasa sakit ketika digerakkan. Meski begitu, ia harus melaksanakan tugas dari Totok Surya untuk membebaskan anggota Cakar Setan yang lain. Akan tetapi, sebelum melalukan itu, ia harus pergi ke tempat Nyi Genit untuk memulihkan diri.Bangasera kembali mengubah wujudnya menjadi manusia ketika puluhan panah api mendadak bermunculan dari atas pohon. Ia melompat ke belakang, bergerak gesit menghindar meski di saat yang sama tubuhnya masih terasa sangat sakit.Bangasera melompat ke puncak pohon. Ia seketika tercekat ketika melihat banyak asap yang mengepul di beberapa titik hutan serta benturan kekuatan. “Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Aku merasakan kehadiran Wintara dan Nilasari di tempat ini. Selain itu, aku juga merasakan hawa kehadiran Munding Hideung. Ini … benar-benar
Di tempat berbeda, Wirayuda, Galisaka, Kolot Raga dan Tapasena tengah bertarung dengan Wintara. Keempat petinggi golongan putih itu saling bergantian menyerang dengan serangan jarak jauh maupun serangan jarak dekat. Para pendekar yang ikut bersama mereka juga tengah bertarung dengan pasukan siluman ular Wintara.Wintara menangkis satu per satu lawan, melompat mundur beberapa tombak ke belakang. Ia memanggil tombak hitam, lalu melesatkannya ke atas. Ratusan tombak seketika menghujani kawasan hutan di bawahnya.Melihat hal itu, Kolot Raga segera menghimpun kekuatan pada pedangnya. Pedangnya mendadak di selimuti api yang berkobar. Ia melompat tinggi ke atas, memutar pedangnya hingga api mengitari sekeliling. Tombak-tombak Wintara hampir semua berhasil dihancurkan, sisanya dihentikan oleh Wirayuda, Galisaka, Tapasena dan beberapa pendekar.Wintara kembali melompat mundur, bersembunyi di balik pohon. Ia tercekat ketika merasakan getaran dan embusan angin kuat dari arah barat. “Terkutuk! Pa
Wintara tiba-tiba mengubah wujudnya menjadi manusia kembali ketika merasakan kekuatan mengalir dalam tubuhnya. Ia tersenyum bengis, menyentuh dadanya yang tiba-tiba terasa panas. “Mustika siluman sudah mulai bekerja dan memberikanku kekuatan. Aku bahkan bisa merasakan racun kalong setan keluar dari tubuhku.”Wintara menoleh ke belakang, terdiam selama beberapa waktu, tersenyum bengis. “Aku memiliki rencana bagus untuk para petinggi golongan putih bodoh itu. Tapi aku harus melakukannya dengan penuh perhitungan.”Wintara menghimpun kekuatan. Sisik-sisik ular di tangannya tiba-tiba berterbangan dan mengelilinginya. Sisik-sisik ular itu kemudian melesat ke jalan yang berada di belakang. “Ini akan menghambat dua petinggi golongn putih bodoh itu selama aku menyiapkan kekuatan.”Wintara kembali berlari, bergerak seperti bayangan hitam yang berkelebat. Sisik-sisik ular yang dilemparkannya tiba-tiba berubah menjadi pasukan siluman ular.Sementara itu, Tapasena dan Kolot Raga tengah sibuk menep
“Siluman-siluman itu terus saja bermunculan. Kita tidak bisa membuang-buang waktu di sini hanya untuk menghadapi mereka,” ujar Kolot Raga seraya kembali mengayunkan pedang apinya ke arah pasukan siluman ular.Pasukan siluman ular itu terpental ke belakang, lalu menghilang setelahnya. Akan tetapi, mereka tiba-tiba kembali muncul dan melempar tombak.Tapasena dengan cepat melemparkan cambuknya. Cambuk itu menghancurkan tombak para siluman ular dan dalam satu gerakan menjerat para silumanKolot Raga melesat maju, menghujam pedang api ke arah pasukan siluman hingga pasukan itu menghilang. Akan tetapi, tak lama setelahnya siluman-siluman itu kembali muncul.Tapasena melayangkan cambuknya dengan gerakan kuat. Ia melilit pasukan siluman itu, kemudian melesatkan mereka ke arah jalan di belakang. Kolot Raga memberi serangan jarak jauh hingga mereka kembali menghilang.“Kita akan membuat jalan baru.” Kolot Raga menghantam dindin
Kolot Raga dan Tapasena sudah sepenuhnya menjadi siluman ular. Keduanya memelotot tajam dengan mulut berdesis. Kulit mereka menghitam dan ditempeli oleh sisik-sisik ular.Wintara tiba-tiba saja tertawa ketika melihat Kolot Raga dan Tapasena sudah dalam wujud siluman ular. “Tidak sia-sia aku mengerahkan banyak kekuatan yang untuk mempersiapkan jurus baruku. Jurus itu menghilangkan hawa keberadaanku untuk sementara dan membuatku tidak bisa diserang dalam waktu singkat. Dengan adanya kalian di sisiku, aku bisa dengan leluasa pergi ke tempat Nilasari dan membawanya pergi ke hutan siluman untuk bertemu dengan Nyi Genit.”Wintara kembali tertawa, mengamati Kolot Raga dan Tapasena. “Aku bisa merasakan kekuatan kalian mengalir di dalam tubuhku. Sekarang, pergilah ke tempat petinggi golongan putih yang lain dan bawa mereka ke hadapanku.”Kolot Raga dan Tapasena mengangguk. Keduanya mengentak tubuh, lalu menerobos permukaan dengan cepat. Wintara se
Pertarungan antara Wirayuda dan Galisaka melawan Kolot Raga dan Tapasena terus berlangsung, Cambuk api menyerang ke sekeliling medan pertempuran, membakar pepohonan hingga keadaan menjadi terang karena kobaran. Di sisi lain, Wirayuda dan Galisaka terus menghindar dari serangan gabungan tersebut dengan melompati satu per satu dahan pohon.Wirayuda dan Galisaka mengentakkan kedua kaki bersamaan, melesat tinggi ke udara sembari memutar tubuh. Keduanya mengayunkan pedang dengan kuat hingga menimbulkan dua serangan sabit angin ke arah Kolot Raga dan Tapasena.Satu serangan berhasil ditepis oleh cambuk api, sedang serangan lain berhasil lolos menerjang ke arah keduanya.“Kita berhasil,” ujar Galisaka bersamaan dengan tubuhnya yang mendarat di puncak pohon. Ia melihat asap membumbung tinggi dari tempat Kolot Raga dan Tapasena terkena serangan. Saat asap mulai menipis, Galisaka dibuat terkejut ketika muncul pasukan siluman ular yang langsung menerjang ke arahnya.Galisaka melompat tinggi semb
“Kita berhasil.” Galisaka segera mendekat ke arah Wirayuda. “Kita harus segera mencari keberadaan Wintara secepatnya sebelum dia mengubah para petinggi golongan putih yang lain. Akan sangat berbahaya jika hal itu terjadi.”“Kau benar. Kita sebaiknya segera pergi.” Wirayuda mengamati kendi di tangannya lekat-lekat sebelum menghilangkannya. “Ayo.”Wirayuda dan Galisaka mengentak tubuh bersamaan, melesat cepat di antara bekas-bekas pepohonan yang bertumbangan. Dari kejauhan, keduanya bisa melihat asap yang mengepul tinggi ke atas disertai dengan tiupan angin kencang ke sekeliling.Di tempat berbeda, Ekawira, Jatiraga dan Baktijaya tengah bertarung dengan Nilasari dalam wujud siluman ular. Ketiganya hanya bisa melawan dari jarak jauh sebab pasukan siluman ular Nilasari terus melindunginya. Di saat yang sama, ketiganya mendapat tanda jika ada racun kalong setan di dekat siluman ular itu. Para pendekar sendiri disibukkan bertarung dengan pasukan siluma ular Nilasari. Ekawira dan Jatiraga