Galih Jaya yang mendapat kabar mengenai pertempuran yang akan terjadi malam ini seketika mengumpulkan seluruh pendekar dan tabib di depan gua.“Para petinggi golongan putih sepakat untuk menangkap Wintara dan Nilasari malam ini,” ujar Galih Jaya membuka perkumpulan.Hampir semua pendekar dan tabib yang mendengarnya terkejut.“Wintara dan Nilasari diketahui pergi ke tempat Nyi Genit dengan dibantu oleh seorang siluman. Sebelum kedua siluman itu bertemu dengan Nyi Genit, para petinggi golongan putih memutuskan untuk bergerak menangkap mereka.”Suasana seketika menjadi riuh. Para pendekar dan para tabib mulai berbicara dengan rekan yang berada di samping mereka. Di malam yang kian menuju puncak, mereka harus dihadapkan pada sebuah peristiwa besar.“Segera kirimkan pesan pada para pendekar yang menjaga para warga bahwa pertempuran akan terjadi malam ini. Mereka harus melindungi warga menempatkan warga di tempat yang aman. Jika mereka sudah melakukannya, kirimkan sebagian dari mereka ke te
Ganawirya seketika terdiam, mengamati ketiga pendekar muda di depannya bergantian. Dari sorot mata mereka, ketiganya seperti ingin mengujinya. Ia mendengar bahwa Sekar Sari berpura-pura sebagai Sekar Dewi dalam pengembaraannya.Ganawirya menoleh ke samping ketika tiruan Limbur Kancana mendekat dan menyentuh bahunya. Ia terdiam ketika mendengar ucapan Limbur Kancana dalam pikirannya.Sementara itu, Galih Jaya, Dharma dan Malawati saling menoleh sesaat, mengamati setiap gerak-gerik dari tindakan sosok pendekar berbaju serba hitam di dekat mereka. Ketiganya ingin memastikan bahwa sosok yang mengaku sebagai murid dari Ganawirya itu memang berkata jujur.“Aku tidak mengenal gadis bernama Sekar Dewi,” ujar Ganawirya, “aku hanya mengenal satu nama gadis yang memiliki nama depan Sekar, yakni Sekar Sari. Dia adalah gadis yang memakai selendang merah di pinggangnya. Dia juga merupakan adik tingkatku di padepokan.”Galih Jaya, Dharma dan Malawati kembali salah menoleh, memberi anggukan singkat.
“Apa yang kalian maksud dengan bambu ajaib?” tanya Ganawirya. Ia akan menyerahkan Sekar Sari pada tiruan-tiruan Limbur Kancana dan memusatkan seluruh perhatian pada tugas ini.Galih Jaya menunjukkan bambu hijau dan bambu kuning ke hadapan Ganawirya. “Dua bambu ini adalah dua bambu yang sudah diciptakan oleh Sekar Sari. Bambu hijau memiliki kemampuan untuk merasakan kehadiran racun kalong setan. Bambu hijau ini akan dipenuhi oleh titik-titik hitam dan noda-noda hitam ketika terdapat racun kalong setan di sekitar kita. Bambu ini akan kembali ke keadaan semula jika racun kalong setan menghilang. Sementara itu, bambu kuning memiliki kemampuan untuk merasakan kehadiran Wintara dan Nilasari. Bambu ini akan memberi tanda dengan bergerak dengan sendirinya. Semakin dekat jarak kedua siluman itu, semakin cepat juga gerakan dari bambu ini.”Ganawirya sontak tercekat ketika mendengar penjelasan tersebut. Sebagai seorang guru, tentu ia merasa bangga dengan pencapaian yang sudah diraih Sekar Sari.
Semua orang yang ada di dalam ruang sontak terkejut meski tak lama setelahnya mereka tersenyum bahagia.“Kakang Ajisaka, Kakang Amarsa, Gendis, kalian sudah kembali.” Malawati sampai menangis. Gadis itu dengan cepat keluar dari ruangan, berlari menuju tempat para korban Wintara dan Nilasari berada, melewati para pendekar yang berjaga di sekitar lorong.“Apa yang terjadi, Nyai? Kenapa kau berlari?” tanya salah satu pendekar.“Aku hanya ingin memeriksa keadaan para korban yang sudah sadarkan diri.” Malawati terus berlari tanpa menoleh ke belakang.Kembali ke ruangan para tabib.“Kembali bertugas,” ujar Galih Jaya pada para tabib. Ia kemudian menoleh pada Dharma yang terus memperhatikan sosok Pendekar Hitam yang mengaku sebagai Kancana. “Dharma, kita akan memeriksa keadaan para korban.”“Baik, Galih Jaya.”Galih Jaya, Dharma dan beberapa pendekar bergegas keluar ruangan, berlari menuju tempat para korban berada.“Apa kau menyadari sesuatu yang aneh dari pendekar bernama Kancana itu, Dhar
Limbur Kancana tengah berdiri di puncak pohon yang berbatasan dengan hutan siluman. Bambu kuning yang berada di tangannya semakin bergerak cepat pertanda Wintara dan Nilasari semakin mendekat. Dari tempatnya saat ini, ia bisa melihat banyak bayangan yang bergerak cepat di rerimbunnya pepohonan.Tarusbawa tiba bersama dua tiruan Limbur Kancana. “Sepertinya malam ini akan menjadi malam yang panjang untuk kita semua.”“Benar, Raka.” Limbur Kancana menoleh, menghadap Tarusbawa. “Para petinggi golongan putih dan para pendekar sedang bergerak menuju ke tempat masing-masing.”“Jadi apa rencanamu, Limbur Kancana?”“Aku dan para petinggi golongan putih akan memisahkan Wintara, Nilasari dan siluman yang membantu mereka. Aku akan berhadapan dengan siluman yang membantu Wintara dan Nilasari, sedang para petinggi golongan putih dan para pendekar akan menghadapi Wintara dan Nilasari. Aku akan menyerahkan Nyi Genit padamu, Raka.”“Baiklah, aku mengerti. Aku sudah menyelesaikan jalan yang bisa menemb
Bangkong Hideung yang tengah berjaga di pinggiran hutan siluman seketika tercekat ketika mendengar suara Munding Hideung. “Apa yang kau inginkan dariku, Munding Hideung?”“Para petinggi golongan putih mulai melakukan serangan besar-besaran untuk menangkap Wintara dan Nilasari. Saat ini, aku sedang berhadapan dengan salah satu dari Pendekar Hitam.”“Wintara dan Nilasari? Apa mungkin mereka dua siluman yang sedang dihadapi oleh para pendekar golongan putih saat ini?”“Kau benar. Gusti Totok Surya memerintahkan Nyi Genit untuk membantu Wintara dan Nilasari dalam menghadapi para pendekar golongan putih.”“Gusti Totok Surya?” Bangkong Bodas tiba-tiba merinding. Baiklah aku mengerti. Apa yang harus aku lakukan?”“Segera beri tahu Nyi Genit mengenai peristiwa ini sekarang juga. Selain itu, bawalah gadis yang diinginkan Nyi Genit ke hutan siluman sekarang juga. Aku akan memberikan tanda keberadaanku padamu sekarang.”“Kau sepertinya kesulitan menghadapi sosok Pendekar Hitam itu, Munding Hide
Limbur Kancana terdiam setelah mendengar perkataan tersebut. Ia kembali memutar tubuh untuk berhadapan langsung dengan Sekar Sari. “Apa yang dikatakan Wintara dan Nilasari memang benar. Raka Tarusbawa mengambil peran sebagai Pendekar Hitam.”Sekar Sari seketika terperangah. “Kenapa Kakang Guru tidak langsung memberi tahu Kakang Lingga mengenai hal ini? Bukankah Kakang Lingga harus segera berlatih di bawah arahan Tarusbawa agar bisa secepatnya menguasai pusaka kujang emas?”“Aku sudah menyampaikan hal itu pada raka Tarusbawa. Hanya saja, raka Tarusbawa memilih untuk menghadapi Wintara dan Nilasari lebih dulu. Selain itu, raka Tarusbawa ingin menguji Lingga sebelum dia melatihnya.”“Baiklah, aku mengerti.” Sekar Sari meremas selendangnya. “Bagaimana dengan keadaan kakang Lingga saat ini, Kakang Guru?”“Lingga sedang berlatih keras di alam sana.” Limbur Kancana maju beberapa langkah ke hadapan Sekar Sari. “Dengarkan aku baik-baik, Sekar Sari. Saat ini raka Tarusbawa sedang berusaha memas
“Tempatkan gadis itu di meja batu sekarang juga, Bangkong Bodas.” Nyi Genit tertawa terbahak-bahak, tersenyum bengis.“Baik, Nyi.” Bangkong Bodas menempatkan Sekar Sari di tempat yang diminta. “Munding Hideung tengah berhadapan dengan Pendekar Hitam, Nyi.”“Pantas saja kau yang datang membawakan gadis itu padaku, Bangkong Bodas.” Nyi Genit mendekat ke arah meja. “Sebenarnya, aku tidak peduli siapa pun yang membawa gadis bambu itu padaku, yang terpenting gadis itu berada di tanganku sekarang.”Nyi Genit mengamati Sekar Sari dari atas hingga bawah, mengelus rambut dan pipi gadis itu. Wajahnya mendadak cemberut dna kesal di saat bersamaan. “Kau ternyata lebih muda dan lebih cantik dibanding perkiraanku. Kulitmu juga sangat halus dan lembut. Aku benar-benar membenci gadis sepertimu. Untuk itu, aku akan menjadikanmu sebagai tumbal untuk kecantkanku setelah aku berhasil menguak bambu ajaib itu.”Nyi Genit menatap Bangkong Bodas. “Kau bantulah Munding Hideung dalam menghadapi sosok Pendekar