Beranda / Pendekar / Pendekar Kujang Emas / 302. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Share

302. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Penulis: Ramdani Abdul
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-05 17:28:38

“Apa mungkin kau adalah pendekar hitam yang sudah menolong para pendekar golongan putih dalam menghadapi Wintara dan Nilasari ketika mereka menyerang Jaya Tonggoh?” tanya salah satu pendekar.

Tarusbawa diam sejenak, bergumam, “Pendekar Hitam? Menolong mereka saat di Jaya Tonggoh? Wintara dan Nilasari?”

Tarusbawa berjalan mendekat, mengamati satu per satu orang yang berada di depannya melalui wajah yang hampir semuanya tertutup kain hitam, kecuali dua matanya. Mendengar nama Wintara dan Nilasari membuatnya semakin yakin jika dua musuh lamanya sudah sepenuhnya bebas. Sampai saat ini, ia berusaha mencari keduanya untuk kembali menyegel mereka.

Salah satu pendekar tiba-tiba berteriak, “Jangan mendekat! Kami semua sudah terkena racun kalong setan! Akan sangat berbahaya jika kau mendekati kami! Kami tidak mungkin bisa bertahan lebih lama setelah terkena racun ini.”

Pendekar lain menyahut, “Jika kau ingin menolong, tolong sampaikan pesan kami pada petinggi golongan putih di Jaya Tonggoh bahw
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pendekar Kujang Emas   303. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    “Dua sosok asing? Mungkinkah itu Wintara dan Nilasari?” Dharma segera berdiri meski tertatih-tatih, mengamati sosok berbaju serba hitam di depannya lekat-lekat. “Izinkan aku untuk membantumu, Pendekar Hitam.”“Jika kau ingin membantu, segeralah temui teman-temanmu dan pastikan mereka bisa bertahan lebih lama. Dengan keadaanmu saat ini, kau hanya akan menghambatku.”“Baiklah, aku mengerti. Aku sangat berhutang budi padamu. Aku pastikan aku akan membayarnya suatu saat nanti.” Dharma membungkuk hormat cukup lama.Tarusbawa maju selangkah saat mendengar suara teriakan dari depan, disusul oleh suara debam cukup keras dari lemparan batang pohon ke sembarang.“Aku pasti akan membunuhmu!” pekik Bedung menggelegar. Secara tiba-tiba, tubuh siluman ular itu semakin membesar.“Siluman itu kembali bangkit dan bertambah besar,” lirih Dharma dengan tatapan terkejut.“Pergilah!” Tarusbawa melirik Dharma singkat.“Baik.” Dharma mulai berlari dengan sesekali menoleh ke belakang. Sekujur tubuhnya terasa

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-06
  • Pendekar Kujang Emas   304. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    “A-apa yang harus kita lakukan saat ini, Kakang?” tanya Nilasari dengan suara bergetar. Ia memegang erat tangan Wintara dengan keringat yang mulai bercucuran. Bayangan masa lalu yang pernah dirinya lewati bersama Tarusbawa terus berlarian dalam benak, membuat keberaniannya sedikit demi sedikit terlucuti.Wintara berusaha mengendalikan diri dengan cara mengembus napas panjang. Pemuda itu memegang erat kendi berisi racun kalong setan, membuka tutup kendi untuk membiarkan asap hitam menyelimutinya dan Nilasari. Meski ketakutan dan bayangan masa lalu masih menghantui, ia tidak boleh gentar setelah berhadapan langsung dengan musuh yang seharusnya dirinya habisi sejak dahulu. Bukankah salah satu tujuannya saat ini adalah menghabisi dan mendapatkan kepala Tarusbawa?“Tenanglah, Nilasari.” Wintara melirik singkat. “Kita pasti bisa menghadapinya dengan kekuatan kita sekarang. Aku sudah mengeluarkan racun kalong setan. Dengan racun ini, Tarusbawa tidak akan bisa berbuat banyak.”Wintara dan Nil

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-06
  • Pendekar Kujang Emas   305. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Rantai putih yang berada di sekeliling Tarusbawa seketika melindunginya dari serangan tombak dan susuk hitam yang kini bergerak lebih cepat dan dalam bentuk yang lebih besar. Rantai itu kembali bergerak mengincar Wintara dan Nilasari dengan segera. Wintara dan Nilasari sontak mendongak ketika merasakan embusan angin tipis dari atas. Dua buah batu besar seketika menghujani mereka. Untungnya, sabetan ekor mereka mampu menghancurkan dan menghadang serangan tersebut. Akan tetapi, hal itu membuat mereka abai dengan serangan berikutnya. Dua rantai tiba-tiba saja muncul dari dalam tanah dan dengan cepat melilit tubuh besar Wintara dan Nilasari, mencekik mereka dengan cepat. Saat hal itu terjadi, Tarusbawa meluncur turun dan bersiap untuk memberikan serangan lanjutan. Wintara dan Nilasari berusaha melepaskan kungkungan rantai putih yang lima puluh tahun lalu sempat menghancurkan kehidupan mereka. Kedua siluman ular itu menghimpun kekuatan dengan segera hingga tubuh mereka semakin membesar.

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-07
  • Pendekar Kujang Emas   306. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Matahari kembali hadir pertanda pagi tiba. Cahayanya berubah menjadi kemilau permata di permukaan Telaga Asri. Saat ini, Lingga, Limbur Kancana dan Sekar Sari tengah duduk melingkar untuk sarapan pagi. Tak ada yang berbicara selama beberapa waktu, yang terdengar hanya suara debur air terjun di dekat mulut gua.“Paman,” ujar Lingga membuka pembicaraan, “semalam, aku bermimpi melihat Tarusbawa. Dia berada di sebuah perkampungan untuk menolong orang-orang yang akan dimangsa Wintara dan Nilasari.”“Bermimpi?” Limbur Kancana terdiam sesaat. “Apa kau tahu di mana Tarusbawa menolong orang-orang itu?”Sekar Sari segera menyudahi makannya, meneguk air dengan tatapan tertuju pada Lingga dan Limbur Kancana bergantian. Gadis itu mengembus napas panjang, mengembalikan gelas bambu ke tempat semula. Ia jadi teringat dengan hasil ramuan yang dirinya buat dari tanaman-tanaman yang ia dapatkan dari ruang rahasia di gua ini. Sampai saat ini ia belum memberi tahu Lingga maupun Limbur Kancana mengenai rua

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-08
  • Pendekar Kujang Emas   307. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Lingga, Limbur Kancana dan Sekar Sari tiba-tiba muncul di bawah sebuah pohon berukuran besar berdaun rindang. Tak lama setelah kemunculan ketiganya, sebuah rombongan yang terdiri dari kebanyakan pria dan beberapa wanita dan anak-anak hadir dengan tiga kuda dan gerobak yang berisi banyak bawaan.Limbur Kancana tiba-tiba melompat ke depan rombongan itu, menjentrikkan jari dan secara tiba-tiba muncul kilatan putih di mata orang-orang itu. Ia kemudian menoleh pada Lingga dan Sekar Sari, memberi tanda dengan anggukan untuk mendekat.Lingga dan Sekar Sari segera melompat, berdiri di samping Limbur Kancana.“Kami bertiga adalah bagian dari rombongan kalian,” ujar Limbur Kancana, “apa kalian semua mengerti?”Orang-orang itu mengangguk, kemudian kembali meneruskan perjalanan seperti tidak pernah terjadi apa pun. Lingga, Limbur Kancana dan Sekar Sari bergerak ke samping untuk memberikan mereka jalan.“Kita akan berjalan di belakang rombongan ini.” Limbur Kancana mulai mengikuti rombongan itu be

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-09
  • Pendekar Kujang Emas   308. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Lingga mendadak menunduk begitu mendengar perkataan tersebut. Kepalan tangannya menguat bersamaan dengan hati dan pikirannya yang mulai diselimuti ketakutan dan kegelisahan. Akan tetapi, seperti yang pernah ia tanamkan dalam diri, perkataan-perkataan itu tidak akan membuatnya menyerah dalam berjuang.Lingga melirik Limbur Kancana dan Sekar Sari bergantian, menoleh ke langit biru yang luas, dan tak lama setelahnya tersenyum. Pemuda itu menyadari bahwa dirinya tidak sendiri dalam menghadapi jalan takdirnya. Ada orang-orang yang begitu peduli padanya seperti Limbur Kancana, Sekar Sari, Ganawirya, teman-teman padepokannya. Bahkan, sosok Gustri Prabu Nilakendra dan dua cahaya itu yang sampai saat ini masih sangat misterius baginya.“Kakang,” panggil Sekar Sari, “apa kau baik-baik saja?”“Aku baik-baik saja.” Lingga mempercepat langkah kaki. “Aku justru semakin bersemangat untuk berlatih saat ini.”“Ambillah.” Sekar Sari menyodorkan sebuah kendi kecil. “Ramuan ini bisa membuatmu lebih tenan

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-09
  • Pendekar Kujang Emas   309. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    “Sepertinya sudah terjadi sesuatu sehingga para pendekar itu tampak terburu-buru,” bisik Sekar Sari, “apa mungkin ini ada hubungannya dengan berita yang kita dengar tadi?”“Sepertinya memang begitu.” Lingga menyahut dengan pandangan yang tertuju pada para pendekar yang dengan cepat menghilang dari pandangan, menyisakan debu yang masih berputar-putar di jalanan.“Kita segera antar barang-barang ini pada para pendekar dan para tabib,” ujar pemimpin rombongan sembari melambaikan tangan.Mendengar tabib disebut, Sekar Sari seketika tersenyum. “Ini kesempatanku,” gumamnya.Lingga, Limbur Kancana dan Sekar Sari kembali mengikuti rombongan. Penghentian pertama mereka adalah sebuah ruangan cukup besar yang ditangani oleh beberapa pendekar dan warga yang membantu. Barang-barang berupa sayuran, buah-buahan, daging hewan dan ikan dalam keranjang-keranjang segera diturunkan.Beralih ke tempat kedua, rombongan menemui para tabib dan beberapa pendekar yang berjaga di tempat para korban. Keranjang-k

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-10
  • Pendekar Kujang Emas   310. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Limbur Kancana masih berada di kerumunan para pendekar yang berkumpul di tanah lapang. Wirayuda dan beberapa pendekar keluar dari bangunan, berdiri di hadapan seluruh pendekar, mengamati keadaan sesaat.“Ada hal penting yang harus kuberitahukan pada kalian semua,” ujar Wirayuda.Beberapa warga yang penasaran tiba-tiba mendekat ke tempat perkumpulan. Sayangnya, mereka diusir oleh pendekar yang berjaga. Meski begitu, warga tetap bersikeras melihat walau dari jarak yang cukup jauh.Wirayuda memberi tanda pada Galih Jaya yang berada di sampingnya. Pendekar muda itu mengangguk, berjalan beberapa langkah ke depan.“Beberapa saat lagi, kelompok pendekar yang akan mengawal kedatangan para pendekar dan para tabib dari wilayah tengah akan segera berangkat,” ujar Galih Jaya, “untuk itu, bagi siapa pun yang diberi tugas tersebut harap segera mempersiapkan diri.”Para pendekar segera berbisik-bisik dengan rekan di sampingnya. Limbur Kancana hanya diam seraya memperhatikan keadaan.Galih Jaya melan

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-10

Bab terbaru

  • Pendekar Kujang Emas   676. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana dan Saraswati seketika berdiri dan membungkuk hormat ketika melihat kemunculan Tarusbawa. Lingga berdiri di belakang Tarusbawa, mengamati Ganawirya, Limbur Kancana, Sekar Sari, dan dua sosok asing yang membungkuk hormat pada Tarusbawa. “Siapa mereka? Aku baru pertama kali bertemu dengan mereka. Mereka terlihat kuat.” Panji Laksana dan Saraswati kembali berdiri tegak, menoleh pada Lingga. Keduanya saling melirik sesaat, memberi salam penghormatan untuk Lingga. “Aku Panji Laksana. Aku merasa bangga bisa bertemu dengan pemuda pewaris kujang emas,” ujar Panji Laksana. Saraswati menunduk malu, menyembunyikan pipinya yang memerah. “Pemuda itu memang sangat tampan sesuai dengan perkataan orang-orang,” gumamnya. Saraswati berdeham saat Panji Laksana menyikutnya. “Aku Saraswati. Aku juga merasa bangga bisa bertemu denganmu.” Lingga membalas salam dua saudara kembar itu. “Namaku Lingga. Senang bertemu dengan kalian. Aku harap kita bisa berteman dengan baik.” Sekar

  • Pendekar Kujang Emas   675. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Lingga segera mendekati Tarusbawa. “Guru, apa kau baik-baik saja?” Tarusbawa seketika berjongkok, menahan rasa panas dan sesak yang semakin menjalar di dadanya. Ia sontak terdiam saat mendengarkan ucapan seseorang. Sebuah cahaya merah seketika terlihat di dada Tarusbawa, bergerak beberapa kali. “Guru.” Lingga mengamati cahaya itu saksama, melompat mundur saat cahaya itu keluar dari dada Tarusbawa. “Cahaya merah apa itu?” Cahaya itu mengelilingi Lingga selama beberapa kali, terbang ke langit, kemudian perlahan turun hingga berhadapan dengan Lingga. Tak lama setelahnya, cahaya itu berubah menjadi sosok Prabu Nilakendra. “Prabu.” Lingga segera memberikan salam penghormatan. “Kau sudah menunjukkan perjuangan hingga sampai di titik ini. Dengan munculnya mustika merah ini dari Tarusbawa, maka waktu ujianmu akan segera dimulai,” ujar Prabu Nilakendra sembari menunjukkan sebuah benda bulat bercahaya merah di tangannya. “Waktu ujianku sudah dimulai?” “Aku ingin mengingatkanm

  • Pendekar Kujang Emas   674. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Baik, Guru.” Sekar Sari mengangguk.“Indra, antarkan Panji Laksana ke ruangan kalian. Dia juga akan tinggal bersamamu dan yang lain mulai sekarang,” ujar Ganawirya.Panji Laksana mengikuti Indra. Kedua pemuda itu menghilang saat melewati beberapa gubuk. Suasana masih terasa canggung, apalagi bagi Sekar Sari dan Saraswati yang saling mengamati satu sama lain.Sekar Sari dan Saraswati berjalan menuju gubuk para wanita, sedangkan Meswara, Jaka, dan Arya masih berada di depan gubuk saat Ganawirya memberi perintah pada mereka.Sekar Sari melirik Saraswati berkali-kali. Kepalanya penuh dengan pertanyaan saat ini. “Hanya dengan melihat matanya saja, dia pastilah gadis yang sangat cantik. Aku melihat Kakang Indra dan yang lain juga terpana saat melihatnya.”Saraswati mengamati keadaan sekeliling. “Padepokan ini sangat tenang dan menyenangkan. Aku menyukai tempat ini.”Sekar Sari berhenti di depan sebuah gubuk, menaiki undakan tangga kecil, membuka pintu. “Ini adalah gubuk tempat tinggalku. A

  • Pendekar Kujang Emas   673. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana mengangguk. “Aki kami, Sanjaya, memerintahkan kami berdua untuk menemui kalian bertiga atau salah satu dari kalian bertiga. Aki ingin memberi tahukan soal keberadaannya pada kalian. Beberapa bulan lalu setelah kami melihat dan merasakan kekuatan pusaka kujang emas, Aki mengingat semua kembali ingatannya yang telah hilang.”“Bangkitnya pusaka kujang emas terjadi untuk ketiga kalinya. Terakhir kali saat kami, pasukan pendekar golongan putih, melawan dua siluman kembar dan para pendekar golongan hitam. Lingga mengurung mereka di Jaya Tonggoh,” ujar Tarusbawa. Panji Laksana memberikan sebuah pisau pada Tarusbawa. “Aki memerintahkan kami untuk memberikan pisau ini pada pemuda pewaris kujang emas. Pisau itu adalah kunci untuk memasuki Nusa Larang, tempat di mana Aki dan kami berada selama ini. Saat pisau itu bersinar, maka saat itulah waktu yang tepat bagi si pewaris kujang emas untuk menemui Aki.”Tarusbawa mengambil pisau itu, mengamati saksama. “Lingga sedang berlatih saat

  • Pendekar Kujang Emas   672. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Atap-atap gubuk mulai terlihat saat Panji Laksana dan Saraswati keluar dari kungkungan pohon. Mereka melihat sebuah ari terjun dan sungai yang mengalir jernih. Begitu memasuki padepokan, mereka mendapati beberapa murid dan tabib yang tampak hilir mudik.Panji Laksana dan Saraswati mengamati keadaan sekeliling. Beberapa murid melihat kedatangan mereka dengan tatapan bertanya-tanya, saling berbisik-bisik.“Aku sudah lama tidak melihat sebuah padepokan, Kakang.” Saraswati tersenyum saat melihat beberapa gadis tampak berbondong-bondong menuju sebuah tepat.“Kau tampaknya menyukai tempat ini, Saraswati.” Panji Laksana mengamati beberapa pemuda seusianya yang beriringan menuju arah utara.“Tentu saja aku menyuai tempat ini, kakang. Sejak kecil, kita hidup bersama Aki di tempat rahasia yang tidak dimasuki oleh orang-orang. Kita hanya bisa melihat mereka dari jarak jauh. Aku sejujurnya ingin seperti gadis lainnya.”“Semua yang Aki perintahkan semata-mata untuk melindungi kita, Saraswati.”“Ak

  • Pendekar Kujang Emas   671. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Ganawirya menoleh pada Jaka sesaat. “Jaka, kau dan yang lain harus ikut bersama kami ke sisi Lebak Angin. Aku dan Raka Limbur Kancana akan menunggu kalian di sana.”Jaka mengangguk meski masih bingung dengan keadaan yang terjadi. “Aku mengerti, Guru. Aku dan yang lain akan segera pergi secepatnya.”Ganawirya dan Limbur Kancana segera menghilang dari gubuk.Jaka bergegas keluar dari gubuk, mengamati keadaan sekeliling. Ia melompat ke atap gubuk, bersiul beberapa kali.Sekar Sari berhenti meramu obat sesaat, menoleh saat melihat beberapa bayangan berkelebat sangat cepat di langit. “Aku melihat Kakang Indra dan Kakang Meswara berlari menuju gubuk Guru. Apa sudah terjadi sesuatu?”Sekar Sari berlari menuju luar gubuk setelah menyimpan ramuan ke lemari. Gadis itu terdiam saat melihat Indra dan yang lain bergerak sangat cepat. “Sepertinya memang sudah terjadi sesuatu. Tapi, kenapa mereka tidak memberi tahuku?”Sekar Sari bergegas menuju gubuk Ganawirya, mengintip keadaan di dalam ruangan me

  • Pendekar Kujang Emas   670. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Kalian bukankah anggota rombongan pengantar bahan baku dan makanan ke Lebak Angin. Kalian adalah pendekar,” ujar si pemimpin pendekar. Panji Laksana dan Saraswati turun dari kuda, mengamati para pendekar yang masih mengelilingi mereka. “Katakan siapa kalian dan tujuan kalian. Jika kalian tetap tutup mulut, kami akan bertindak kasar pada kalian!”“Tunggu, Kisanak. Kami memang bukanlah anggota rombongan, tetapi kami bukanlah orang jahat. Kami ingin pergi ke Lebak Angin untuk bertemu dengan pendekar bernama Ganawirya. Kami memiliki pesan penting,” kata Panji Laksana. “Kalian masih belum menjawab pertanyaan kami. Siapa kalian?”“Aku Panji Laksana dan gadis ini adalah adik kembarku, Saraswati. Kami berasal dari wilayah yang bernama Nusa Larang.” “Nusa Larang?” Para pendekar saling bertatapan sesaat, berbisik-bisik. “Periksa mereka sekarang juga!”Satu pendekar pria segera memeriksa Panji Laksana, dan seorang pendekar wanita bergegas mendekati Sarawati. Keduanya melakukan pemeriksaan

  • Pendekar Kujang Emas   669. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Langit tampak sangat cerah. Kawanan burung bergerak ke arah timur. Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan. Beberapa tupai terlihat berada di sebuah dahan pohon, mengamati seorang pemuda yang tengah duduk di atas sebuah batu.Pemuda itu tidak lain adalah Lingga. Tak lama setelah tiba di tempat ini, ia segera berlatih. Tarusbawa memperhatikannya dari puncak pohon, tidak berkata apa pun.Lingga tiba-tiba melompat ke langit, melakukan gerakan pemanggil kujang emas. Begitu pusaka itu muncul dan berada di tangannya, beberapa hewan dengan segera menjauh.Lingga mendarat di sungai, mengambang di atas aliran air yang tenang. Begitu matanya terbuka, kakinya mengentak air dan melesat ke arah depan. Air seketika memercik ke sekeliling. Pemuda itu menggerakkan kujang ke kiri dan kanan.Tarusbawa duduk bersila, memejamkan mata, berusaha menghubungi sosok pendekar Sayap Putih bernama Sanjaya. Akan tetapi, ia masih belum bisa terhubung dengan temannya.Matahari terus b

  • Pendekar Kujang Emas   668. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Sanjaya,” ujar Tarusbawa yang kemudian termenung agak lama.Tarusbawa berdiri dari semedinya, mengamati keadaan ruangan yang temaram. Langit tampak gelap di mana cahaya bulan terhalang oleh awan hitam.Api obor bergerak-gerak saat Tarusbawa meninggalkan ruangan. Pendekar itu menuruni tangga kayu, berdiri di tengah-tengah tanah lapang. Saat mendongak ke langit, awan-awan hitam bergerak menjauh hingga bulan nyaris sempurna terlihat.Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan.“Aku merasakan kekuatan Sanjaya. Dia kemungkinan sudah terlepas dari jurus Aji Panday sehingga bisa mengingat jelas semua kejadian yang lalu. Aku harus segera bertemu dengannya.”“Tidak. Ini bukan waktu yang tepat.” Tarusbawa mengepal tangan erat-erat, menyentuh dadanya. “Lingga harus lulus dari ujian lebih dahulu sebelum aku dan dia bertemu dengan Sanjaya. Dengan merasakan kekuatannya, aku bisa tahu jika Sanjaya masih hidup di suatu tempat.”Tarusbawa mengentak kedua kaki kuat-kuat, me

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status