"Tidak. Ada saatnya kalau toh telpaksa halus bentlok sama dia. Tapi... sebaiknya jangan. Usahakan jauhi Dilgo dan jangan ada pelselisihan sama dia!"
Geram hati Peri Malam bila ingat larangan itu. Apa lagi sekarang Dirgo Mukti semakin usil, mulai berani mau memegang pundak Peri Malam. Cepat-cepat Peri Malam kibaskan tangan menampik pergelangan tangan Dirgo Mukti. Sebenarnya ia bisa menghindari saja, tapi untuk melampiaskan perasaan dongkolnya yang sudah lama terpendam, ia sengaja tepiskan tangan Dirgo Mukti dengan satu sentakan keras. Tulang lengan beradu dengan pergelangan tangan Dirgo.
Trakkk...!
Sama-sama keras bagai dua besi baja saling beradu.
"Jangan coba-coba bertindak lebih konyol lagi, Dirgo!" Sentak Peri Malam dengan mata menatap tajam, penuh sinar permusuhan.
"Sesungguhnya mulai hari ini kau tak bisa lepas lagi dariku, Peri Malam," Kata Dirgo Mukti dengan mata menahan kejengkelan hati.
"Apa maksudmu, hah?!" Sentak Peri Malam.
<Dirgo Mukti benar-benar marah, ia sama saja dibuat malu di depan perempuan yang sedang ditaksirnya. Maksud hati unjuk kebolehan ilmunya di depan Peri Malam, tak tahunya terpental dan berjungkir balik dengan hidung berdarah. Rasa malu yang amat besar itu yang membuat Dirgo Mukti benar-benar marah pada orang yang mengganggunya."Kalau kau benar-benar berilmu tinggi, tampakkan batang hidungmu dan hadapilah aku, Manusia Sontoloyo!" Teriaknya keras.Dirgo Mukti sengaja salurkan tenaga dalamnya lewat teriakan itu, hingga batu-batu karang bergetar, Peri Malam tutupkan tangan ke telinganya.Kejap berikutnya, dari celah bebatuan karang di belakang Dirgo Mukti melompatlah sesosok tubuh berompi kulit ular emas, berwajah tampan.Seketika itu hati Peri Malam terpekik kaget."Oh...?! Rupanya dia! Murid Setan Bodong!"-o0o-Dirgo Mukti segera kibaskan tangan kanannya ke arah Baraka.Taap...!Sebuah pisau kecil bertali rumbai merah dari
"Maaf kalau begitu!' ucap Peri Malam berlagak ketus sambil melangkahkan kaki menuju bawah pohon mahoni yang rindang itu. Sampai di sana ia duduk. Matanya memandang Baraka yang masih berdiri dalam jarak sepuluh langkah. Berdebar hati Peri Malam setiap menatap mata murid Setan Bodong itu. Gelisah jiwanya menerima rasa indah yang mekar berbunga-bunga di dalam hatinya."Luar biasa daya pikatnya. Ingin aku tenggelam dalam pelukannya. Ah, setan! Sulit sekali aku menolak kehadiran bayangannya!" Gerutu resah hati Peri Malam.Baraka menghentikan langkah tiga tindak ke depan Peri Malam. Pandangan matanya tetap tertuju ke wajah Peri Malam. Perempuan itu pun menatapnya dan berkata. "Duduklah,"Sambil ia tepuk batu di sampingnya, seakan menuntun agar Baraka duduk di batu sebelahnya itu."Aku sedang memikirkan tantangan Dirgo.""Apakah kau takut?"Baraka masih berdiri. Kali ini ia tersenyum indah mengarah pada wajah Peri Malam. Darah Peri Malam bagai dise
"Tak perlu kau banyak bicara, Selendang Maut! Yang jelas kau telah mengganggu kemesraanku dengan Baraka!" Peri Malam sengaja batasi omongan, supaya Selendang Maut tidak menyebut-nyebut tentang Pusaka Air Mata Malaikat. Sebab, jika Selendang Maut melontarkan keinginannya untuk meminta Pusaka Air Mata Malaikat, maka Baraka yang ada di bawah pohon itu akan mendengar, dan tentunya Baraka menjadi tahu bahwa Pusaka Air Mata Malaikat ada di tangan Peri Malam.Ini yang dihindari Peri Malam. Karena menurutnya, Baraka belum mengetahui di mana Pusaka Air Mata Malaikat itu berada."Peri Malam! Kau tidak layak mendapatkan kemesraan darinya, karena kau seorang perempuan hina. Kau durjana dan kotor!""Tutup mulutmu Selendang Maut!" Sentak Peri Malam memotong."Jangan sangka dirimu bukan perempuan kotor! Aku tahu kau sudah bukan perawan lagi. Aku tahu kau sudah serahkan kehormatanmu kepada Trenggono!""Jahanam! Kaulah yang telah menyerahkan kesucianmu kepada Treng
"Membunuh itu hal yang mudah, tapi mengampuni lawan adalah hal yang sulit! Dulu kudapatkan wejangan seperti itu dari guruku.""Mungkin benar kata gurumu. Tapi tahukah kau, tak ada ampun lagi buat perempuan macam dia, hah?!"Peri Malam sudah berusaha bangkit. Mulutnya semburkan darah segar saat tadi terkena pukulan 'Merpati Puber'. Tapi ia masih bisa menahan rasa sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya. Kalau saja ia teruskan pertarungan itu, ia masih sanggup menumbangkan Selendang Maut dengan jurus-jurus maut yang belum sempat dikeluarkan. Tetapi ia menangkap adanya bahaya dari percakapan Baraka dengan Selendang Maut.Rahasia Air Mata Malaikat akan terbongkar dari mulut Selendang Maut. Sudah tentu Baraka akan berada di pihak Selendang Maut dan segera menyerangnya jika Baraka tahu pusaka itu ada padanya. Demi menyelamatkan pusaka dari tangannya, juga demi menyelamatkan hubungannya dengan Baraka di kelak kemudian hari, Peri Malam terpaksa harus menghilang sementar
"Aku bertemu dengan Dewi Murka, juga bertemu dengan gurumu Nyai Guru Betari Ayu. Bahkan aku sempat bicara panjang lebar dengan gurumu di taman yang indah itu.""Apa...?! Kau bicara dengan Guru? Kau diajak ke taman itu?!""Ya," Jawab Baraka polos. "Aku kagum sekali.""Kagum pada guruku?""Kagum pada taman yang indah itu," Jawab Baraka mengalihkan sangkaan, karena ia tahu arah pertanyaan Selendang Maut itu.Selendang Maut kembali katupkan mulutnya. Kembali pula hatinya berkata. "Kalau dia dibawa oleh Guru ke taman itu, berarti Guru punya perhatian istimewa padanya. Oh, apakah Guru juga mempunyai rasa suka pada Baraka?""Bahkan aku sempat bermalam di sana. Satu malam," Tambah Baraka.Selendang Maut semakin terperanjat. "Kau bermalam di sana?! Hmmm... dengan siapa? Dengan siapa kau tidur di sana?”"Dengan seseorang," Jawab Baraka menggoda, membuat hati Selendang Maut semakin penasaran."Siapa orang itu?! Sebutkan naman
MENURUT BARAKA, mereka tidak perlu mengejar Peri Malam. Sebab tadi ia melihat ada perahu di celah bebatuan karang. Baraka ingat, bahwa Guru dari Peri Malam adalah Mawar Hitam yang tinggal di Pulau Hantu. Tentunya menjadi penguasa di Pulau Hantu tersebut.Menurut perhitungan Baraka, cepat atau lambat pasti Peri Malam akan kembali datang ke pantai itu dan menuju ke Pulau Hantu memakai perahu tersebut. Tetapi, Selendang Maut mempunyai pemikiran lain lagi."Mungkin saja dia akan pulang ke Pulau Hantu menyerahkan Pusaka Air Mata Malaikat kepada gurunya. Tapi bagaimana jika ia nekat menjadi murid murtad?!""Apa maksudmu?""Karena dia tahu kekuatan dahsyat di dalam Air Mata Malaikat itu, maka dia meminum sendiri Air Mata Malaikat tersebut. Bukankah dengan begitu dia bisa kalahkan gurunya sendiri?""Hmmm... ya. Memang bisa saja terjadi begitu!" Kata Baraka. Kemudian ia bertanya kepada Selendang Maut."Apa dia berani menjadi murid murtad?""Ak
Sejurus kemudian, Dewi Murka perdengarkan suaranya yang tegas. "Dengar, Larasati...! Guru telah perintahkan aku untuk memaksamu pulang. Tak bisa hidup, mati pun tak apa! Guru telah tugaskan aku untuk membawamu pulang dalam keadaan hidup atau mati! Paham?!""Tak mungkin Guru keluarkan tugas begitu untukmu! Aku bukan murid bersalah. Aku tidak melanggar peraturan perguruan!""Siapa bilang?!" Sergah Dewi Murka."Kau menjadi murid bersalah dan dianggap telah murtad!""Hei, apa salahku?!" Selendang Maut kian keras kerutkan keningnya karena heran."Jangan berlagak bodoh, Larasati! Sejak kepergianmu tempo hari dari perguruan, ternyata kau telah berhasil mencuri Kitab Wedar Kesuma!""Gila kau!""Kitab Wedar Kesuma telah hilang dari tempatnya. Siapa lagi pencurinya jika bukan kau, Larasati! Karena sejak saat itu kau tidak berani pulang ke perguruan!""Itu fitnah! Itu praduga yang kau timbulkan sendiri, karena kau takut Guru akan memilihk
Pemilik kedai itu menggeragap sambil bergegas menyiapkan arak satu kendil berukuran kecil.Pada saat itu, lelaki berkumis melintang dan berbadan seperti kebo itu melirik sinis pada Baraka. Meski tahu dilirik, Baraka diam saja dan pura-pura tidak memperhatikan lelaki yang sedang unjuk keberanian dan kegalakannya itu."Ini araknya, Kang? Apa masih kurang?" Tanya pemilik kedai."Sudah. Cukup."Seorang lelaki kurus berbaju merah lusuh bertanya kepada lelaki berkumis tebat itu. "Kang, apa tidak merasa sayang kalau arak sebegitu banyak dipakai untuk cuci tangan?”"Sudah biasa!" Jawab lelaki itu."Aku kalau habis makan, cuci tangannya harus pakai arak. Arak seperti ini kalau di rumahku tidak diminum, tapi buat cuci tangan atau cuci kaki kalau habis kena tanah becek!"Tangan lelaki berkumis itu segera masuk ke kendil berisi arak. Tapi kejap berikutnya dia memekik keras, kaget dan heran. Tangannya ditarik kuat-kuat."Bangsat! Kena