Sejurus kemudian, Dewi Murka perdengarkan suaranya yang tegas. "Dengar, Larasati...! Guru telah perintahkan aku untuk memaksamu pulang. Tak bisa hidup, mati pun tak apa! Guru telah tugaskan aku untuk membawamu pulang dalam keadaan hidup atau mati! Paham?!"
"Tak mungkin Guru keluarkan tugas begitu untukmu! Aku bukan murid bersalah. Aku tidak melanggar peraturan perguruan!"
"Siapa bilang?!" Sergah Dewi Murka.
"Kau menjadi murid bersalah dan dianggap telah murtad!"
"Hei, apa salahku?!" Selendang Maut kian keras kerutkan keningnya karena heran.
"Jangan berlagak bodoh, Larasati! Sejak kepergianmu tempo hari dari perguruan, ternyata kau telah berhasil mencuri Kitab Wedar Kesuma!"
"Gila kau!"
"Kitab Wedar Kesuma telah hilang dari tempatnya. Siapa lagi pencurinya jika bukan kau, Larasati! Karena sejak saat itu kau tidak berani pulang ke perguruan!"
"Itu fitnah! Itu praduga yang kau timbulkan sendiri, karena kau takut Guru akan memilihk
Pemilik kedai itu menggeragap sambil bergegas menyiapkan arak satu kendil berukuran kecil.Pada saat itu, lelaki berkumis melintang dan berbadan seperti kebo itu melirik sinis pada Baraka. Meski tahu dilirik, Baraka diam saja dan pura-pura tidak memperhatikan lelaki yang sedang unjuk keberanian dan kegalakannya itu."Ini araknya, Kang? Apa masih kurang?" Tanya pemilik kedai."Sudah. Cukup."Seorang lelaki kurus berbaju merah lusuh bertanya kepada lelaki berkumis tebat itu. "Kang, apa tidak merasa sayang kalau arak sebegitu banyak dipakai untuk cuci tangan?”"Sudah biasa!" Jawab lelaki itu."Aku kalau habis makan, cuci tangannya harus pakai arak. Arak seperti ini kalau di rumahku tidak diminum, tapi buat cuci tangan atau cuci kaki kalau habis kena tanah becek!"Tangan lelaki berkumis itu segera masuk ke kendil berisi arak. Tapi kejap berikutnya dia memekik keras, kaget dan heran. Tangannya ditarik kuat-kuat."Bangsat! Kena
Baraka jadi dikerumuni oleh mereka, ditanyai ini-itu, dijamu dengan makanan lezat, dan dipaksa untuk bercerita tentang kehebatan ilmu-ilmunya.Baraka sempat berbisik kepada Peri Malam."Apa-apaan ini sebenarnya? Mengapa mereka terkagum-kagum sekali padaku?""Kuceritakan tentang kehebatanmu. Mereka suka dengan cerita-cerita kependekaran. Mereka kagum mendengar ceritaku. Kagum terhadap dirimu. Jadi, jangan kecewakan mereka, toh mereka berikan kita tumpangan untuk bermalam di rumah ini!""Bermalam? Siapa bilang aku mau bermalam di sini? Aku hanya akan numpang tidur saja!" Kata Baraka sedikit mengacau.Mereka duduk di tikar, di pelataran samping rumah. Bahkan kala itu datang juga beberapa tetangga sekeliling rumah Kriyo Suntuk. Pendekar Kera Sakti bercerita apa saja yang pernah dialaminya.Dan mereka tampak senang, hanyut dalam cerita tersebut. Satu-satunya orang yang datang ke situ dan sangat tertarik sekali dengan cerita Baraka adalah seorang
Dalam pengertian Peri Malam, sesuatu yang amat berharga dalam hidupnya adalah sebuah cinta sejati dari pria seperti Baraka. Tapi ia lupa siapa Baraka, ia hanya terpengaruh oleh bayangan hatinya sendiri, sehingga pada akhirnya ia pun berkata. "Baik. Akan kuserahkan kembali padamu. Tapi setelah itu bawalah aku pergi bersamamu, Baraka!"Peri Malam pun mengeluarkan guci kecil satu genggaman tangan yang disembunyikan di balik pinggangnya. Guci itu pun diserahkan kepada Baraka."Terimalah, Baraka. Inilah bukti bahwa aku sungguh mencintaimu...."Seperti badai melintas di depan mereka berdua, tiba-tiba guci kecil itu lenyap dari tangan Peri Malam sebelum jatuh ke tangan Baraka. Kedua tubuh mereka pun terpental ke belakang secara bersamaan.Sesuatu yang berkelebat bagaikan badai lewat tadi mempunyai angin berkekuatan tenaga dalam cukup tinggi.Baraka terjengkang dan sempat terkapar, sedangkan Peri Malam terpental dan punggungnya membentur batu. Ia menyering
Baraka merasakan datangnya gelombang panas yang menyerang ke arahnya. Baraka cepat jejakkan kaki ke tanah dan berkelebat jungkir balik di angkasa dalam gerakan maju. Pukulan tenaga dalam yang mempunyai daya panas cukup tinggi itu melesat menemui tempat kosong. Tapi pada saat itu, kaki Baraka sudah berpijak di batu atasnya Mawar Hitam."Hiaaah...!" Sentak Baraka sambi! meluncurkan tendangan ke arah kepala nenek bungkuk itu.Plakkk...!Mawar Hitam terkena tendangan pada pelipisnya. Tendangan itu bertenaga dalam besar. Tubuh Mawar Hitam terpental melayang akibat tendangan itu. Baraka segera mengejarnya dengan satu kali sentakan kaki, tubuhnya melayang ke arah Mawar Hitam.Jlig...!Kakinya berpijak ke tanah. Mawar Hitam yang terkapar segera layangkan kakinya menendang pangkal paha Baraka. Namun Baraka lebih cepat lagi bergerak. Sambil tertawa, Baraka melepaskan tendangannya.Jurus ‘Kera Tertawa Kibaskan Ekor’ digelar.Plokk...
Ia tergolong salah satu dari sekian tokoh sakti yang punya hasrat untuk menguasai rimba persilatan di seluruh tanah Jawa. Ia punya harapan untuk menjadi penguasa tanah Jawa, hingga tak segan-segan turunkan tangan dan cabutkan pedang untuk membunuh siapa pun yang menjadi penghalangnya.Datuk Marah Gadai memandangi air telaga dengan perasaan dongkol. Matanya yang berkesan bengis itu semakin tampak bengis, karena sebuah perasaan kecewa yang dikarenakan oleh sesuatu hal semakin menggerogoti jiwanya.Datuk Marah Gadai menggeram dalam keraguan bertindak. "Kutinggalkan telaga keparat ini, atau kucoba sekali lagi menyelam dan mencari di dasar telaga. Bila perlu kuangkat semua tanah yang ada di dasar telaga ini!"Belum sampai Datuk Marah Gadai putuskan langkah, tiba-tiba ia mendengar suara tawa terkekeh dari atas pohon. Cepat-cepat Datuk Marah Gadai palingkan wajah lemparkan pandangan ke atas."Turun kau, Monyet!" Sentak Datuk Marah Gadai dengan kasar."Tak
Tawa Datuk Marah Gadai terlepas keras. Pada saat yang sama, Peramal Pikun berkata dalam hatinya. "Pasti dia sudah dapatkan pusaka itu. Kalau dia tidak memperoleh Pusaka Air Mata Malaikat dari Cadaspati, tak mungkin dia menyelam di dalam telaga dalam keadaan tanpa melepas pakaian. Sengaja dia menyelam dengan berpakaian lengkap, karena keadaan itu bisa dimanfaatkan olehnya untuk menyembunyikan Pusaka Air Mata Malaikat di balik baju atau pinggangnya itu."Datuk Marah Gadai hentikan tawa. Tapi bibirnya masih sunggingkan sisa senyum sinisnya, sambil ia perdengarkan suaranya yang sedikit besar itu."Lucu sekali buatku. Dulu, sangkaku Cadaspati membawa Pusaka Air Mata Malaikat dari dasar telaga, sebab aku lihat dia muncul dari kedalaman telaga. Lalu aku kejar dia sampai akhirnya kubunuh, dan ternyata dia tidak pegang pusaka itu. Sekarang, aku muncul dari dasar telaga tanpa membawa pusaka itu, tapi disangka berhasil memperoleh pusaka itu. Tentunya kau tidak percaya jika kukata
Datuk Marah Gadai sendiri masih berdiri tegak tanpa luka.Ia memandang lawannya dengan senyum sinis meremehkan. Jarak mereka antara tujuh langkah, tanpa penghalang benda apa pun.Pada saat itu, tongkat Peramal Pikun tergeletak di tanah akibat lepas dari pegangannya saat beradu pukulan di udara tadi. Melihat tongkat ada di dekat kaki kanan, keadaan tubuh masih separo berbaring, secepatnya Peramal Pikun jejakkan kakinya ke kepala tongkat.Dalam satu jejakan kaki, tongkat itu melesat sendiri menuju arah lawan.Wuuugh...! Trak... trak...!Dua tangan Datuk Marah Gadai sentakkan ke atas dari bawah tongkat yang hampir mengenai dadanya. Sentakan keras tangan itu membuat tongkat membalik dan terlempar kuat, hingga melayang tinggi sampai akhirnya jatuh tepat di depan mata Peramal Pikun.Jlubh...!Tongkat itu jatuh dalam keadaan berdiri dan menancap di tanah. Bagian kepala tongkat tetap menghadap ke atas. Dengan sigap Peramal Pikun yang sudah terluka it
Tubuh Baraka menjadi seperti terbakar saat cairan dari Air Mata Malaikat itu tertelan masuk ke dalam mulutnya, ia terkapar di atas bukit itu, ditinggalkan oleh lawannya si Mawar Hitam dari Pulau Hantu, sedangkan Peri Malam yang waktu itu membela Baraka dan menyerang gurunya sendiri, dalam keadaan parah akibat pukulan sang Guru. Pada saat itulah Nyai Guru Betari Ayu datang dan terkejut melihat keadaan Baraka yang mirip sedang sekarat itu. Betari Ayu datang bersama Murbawati, muridnya, kemudian segera membawa lari tubuh yang berasap itu ke Perguruan Merpati Wingit, tempat Betari Ayu duduk sebagai Guru dan ketua perguruan tersebut.Enam hari lamanya Baraka dalam perawatan Betari Ayu, demikian pula Peri Malam. Mereka dirawat berbeda kamar, sebab Betari Ayu selalu mengistimewakan Baraka dalam segala hal. Peri Malam yang sudah dianggap murid murtad oleh Mawar Hitam itu dirawat di dalam ruang penyembuhan, sedangkan Baraka dirawat di dalam kamar pribadi Betari Ayu, yang tentu saja ja
"Sayang sekali sewaktu Baraka ada di tempat kita, aku dan Pita Biru sedang menjalankan tugas ke Pulau Gayung, sehingga aku dan Pita Biru tidak melihat seperti apa ketampannya.” Desah resah Kesuma Sumi"Sudah, sudah..., jangan bicara soal ketampanannya. Nanti kalian terkulai lemas membayangkannya!" sergah Rindu Malam. "Sebaiknya kita pergi temui Sumbaruni di pantai semberani!""Apakah Sumbaruni alias Pelangi Sutera itu mengenal Pendekar Kera Sakti?!"Rindu Malam menjawab dengan mulut runcing, "Bukan hanya kenal, tapi juga jatuh cinta kepada Pendekar Kera Sakti!"Kesuma Sumi menyahut. "Kalau begitu, ku rasa Pendekar tampan itu sedang terlena dalam pelukan Sumbaruni!?"Rindu Malam tarik napas dalam-dalam, karena masih ada sisa kecemburuan yang bikin dia deg-deg-an. Betapa pun juga ia harus bisa sisa kecemburuan itu karena takut melanggar peringatan dari ratunya."Jangan bayangkan dia ada dalam pelukan Sumbaruni. Bayangkan saja dia ada dal
Dari semadi yang dilakukannya, Ratu Asmaradani mendapatkan petunjuk kalau kalau Baraka adalah sang pewaris para dewa. Maka, Ratu Asmaradani pun mengirim ilmu 'merambah bhatin' untuk hadir ke alam mimpi Baraka. Tetapi sudah beberapa kali hal itu dilakukan, ternyata Baraka belum datang juga. Terpaksa tiga utusan diperintahkan mencari Pendekar tampan yang namanya sering menjadi bahan pembicaraan para tokoh rimba persilatan itu. Sebab Ratu Asmaradani curiga, pasti ada kesulitan yang di alami Baraka sehingga pemuda itu tidak bisa datang ke negeri Samudera Kencana. Karenanya, sang Ratu berpesan kepada Rindu Malam, jika ada sesuatu yang menyulitkan sang Pendekar Kera Sakti, Rindu Malam bergegas membantu melepaskan si Pendekar tampan itu dari kesulitan tersebut. Kesulitan apa yang dihadapi Baraka sebenarnya?Titik pangkal kesulitan itu terletak pada hilangnya Pedang Kayu Petir yang sebenarnya sudah ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu namun pedang tersebut jatuh k
Kapak bergagang panjang dicabut dari selipan sabuk, lalu tubuh Roh Gepuk berkelebat menerjang Pita Biru. Tapi mendadak tubuh itu terpental ke samping. Baru saja melompat belum jauh dari tempat, sebuah pukulan jarak jauh tanpa sinar dilepaskan dari tangan Kusuma Sumi. Roh Gepuk terpekik pendek. Lalu jatuh tak tentu keseimbangan.Pita Biru memandang Kusuma Sumi dengan sikap masih berdiri tegak dan kedua kaki sedikit merenggang. Saat itu Kusuma Sumi segera melangkah maju dan berkata dengan tegas. “yang ini biar kutangani, mundurlah!”Pita Biru segera melompat ke samping. Kejap berikut sudah berdiri tak jauh dari Rindu Malam, yang bersidekap dengan tenang di bawah pohon. Dan ketika Roh Gepuk bangkit kembali, ia terkesiap melihat lawannya sudah berganti pakaian. Tapi segera sadar, bahwa lawannya bukan berganti pakaian, tetapi berganti orang.“Kau yang akan menggantikan nyawa temanmu itu untuk menebus nyawa temanku, ha?!”Kusuma Sumi dia
“Ya, kami tahu. Tapi Nila Cendani sudah mati, kabarnya dibunuh Pendekar Kera Sakti. Entah benar atau tidak, kami tidak ikut terbunuh waktu itu. Tapi kami tahu, Ratu Samudera Kencana pernah terlibat bentrokan dengan Nila Cendani dan mengejarnya sampai ke Teluk Sumbing. Tentunya ratumu tahu dimana Teluk itu berada. Tentu ratumu pun tahu bahwa disana terpendam harta karun rampasan Nila Cendani semasa menjadi ketua Rompak Samudera. Dan tentunya sebagai anak buah Ratu Asmaradani, kalian juga diberitahu letak Teluk itu, untuk sewaktu-waktu menggali harta karun disana”.“Ratu kami tidak pernah memikirkan harta yang bukan miliknya. Kami sudah cukup kaya tanpa merampas harta yang bukan milik kami!” Kata Rindu Malam.Roh Gepuk segera menyahut, “Begini saja nona-nona cantik. Aku akan membuka sayembara. Barang siapa di antara kalian ada yang bisa menyebutkan dimana letak Teluk Sumbing. Akan mendapat hadiah dikawinkan dengan temanku ini, si Cucur Sangi
MEREKA baru saja mendarat di pantai dengan gunakan sebuah sampan. Tiga wanita berambut cepak, seperti potongan rambut lelaki itu mempunyai paras ayu yang berbeda nilai kecantikannya. Namun ketiganya sama-sama menggiurkan seorang lelaki yang memandang dari sisi kemesuman. Karena ketiganya mempunyai bentuk tubuh nan elok, bak lambaian perawan menunggu pelukan.“Ingat ciri-cirinya!” kata wanita muda yang berpakaian putih bertepian benang emas. “Tampan, rambut poni, pakaian rompi kulit ular emas tanpa lengan, memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya”.Si cantik berpakaian putih yang mempunyai pedang di punggung bergagang balutan kain beludru merah itu menyebutkan ciri-ciri seorang pendekar tampan yang tak lain adalah Pendekar Kera Sakti, Baraka.Si cantik berdada seksi dan berkulit kuning langsung memberi isyarat dengan tangan agar kedua gadis seusianya itu bergerak mengikuti langkahnya jauh ke dalam hutan. Sesekali ia berpali
"Bocah bodoh kau! Gurumu saja tak mampu kalahkan aku, apalagi kau yang hanya muridnya!" geram Tengkorak Liar."Mendiang Guru tidak mempunyai ilmu 'Pedang Bintang', tapi aku punya jurus itu dari seorang guru pedang tersohor: Ki Argapura alias si Penggal Jagat! Tentunya kau kenal, Tengkorak Liar!""Persetan dengan Argapura!" geram Tengkorak Liar."Buktikan kehebatannya di depanku! Hiaaah...!"Tengkorak Liar sentakkan kedua tangannya ke depan. Dua larik sinar merah yang melingkar-lingkar pada ujungnya bagaikan mata bor itu melesat ke arah Angin Betina. Kecepatannya amat tinggi, membahayakan sekali bagi Angin Betina. Dihindari akan terlambat, ditangkis akan telat. Untung Baraka selalu siap siaga. Begitu sinar merah itu terlepas, sinar biru berkelok-kelok bagai lidah petirpun keluar dari sentakan kedua tangan Baraka.Claaap...!Jurus 'Cahaya Kilat Biru' warisan Ki Ageng Buana yang biasanya membuat lawan hangus dan keropos itu menghantam sinar mer
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p
Orang pertama yang menghadapi Baraka adalah Tongkang Lumut yang bersenjata rencong terselip di depan perutnya. Yang lain mundur, memberikan tempat untuk pertarungan maut itu. Tongkang Lumut mulai buka kuda-kudanya, tapi Baraka malahan menggaruk-garuk pantatnya dengan seenaknya saja. Ketenangan itu sengaja dipamerkan Baraka untuk membuat ciut nyali lawannya, sekalipun hanya sedikit saja kedutan nyali itu dialami oleh lawan, tapi punya sisi menguntungkan bagi Baraka.Tongkang Lumut rendahkan kakinya. Kedua tangan terangkat, yang kanan ada di atas kepala dengan bergetar pertanda tenaga dalam mulai disalurkan pada tangan tersebut. Tangan kirinya menghadang di depan dada. Menggenggam keras dan kuat sekali.Slaaap...!Tiba-tiba Tongkang Lumut bagai menghilang dari hadapan Baraka. Tahu-tahu dia sudah berpindah tempat di belakang Baraka dalam jarak satu jangkauan tangan. Tentu saja punggung Pendekar Kera Sakti dijadikan sasaran tangan yang sudah berasap itu. Menyadari h
JUBAH hitam berambut putih panjang terurai sebatas punggung adalah tokoh sakti dari Nusa Garong. Biar badannya kurus, wajahnya bengis, matanya cekung, tapi kesaktiannya tak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai ketua perguruan aliran hitam, yaitu Perguruan Lumbung Darah. Namanya cukup dikenal di kalangan aliran sesat sebagai Tengkorak Liar. Anak buahnya pernah berhadapan dengan Baraka ketika Baraka selamatkan Sabani, kakak Angon Luwak dalam peristiwa Keris Setan Kobra. Orang kurus bersenjata cambuk pendek warna merah itu berdiri tepat berhadapan dengan Baraka. Usianya diperkirakan sama dengan orang yang berpakaian serba hijau, sampai ikat kepalanya juga hijau, sabuknya hijau, gagang rencongnya hijau dan pakaian dalamnya hijau lebih tua dari jubah lengan panjangnya. Orang itu dikenal dengan nama Tongkang Lumut, dari Perguruan Tambak Wesi.Dalam usia sekitar delapan puluh tahun ke atas ia masih mempunyai mata tajam dan rambut serta kumisnya abu-abu. Badannya masih tegap, walau tak