Tubuh Baraka menjadi seperti terbakar saat cairan dari Air Mata Malaikat itu tertelan masuk ke dalam mulutnya, ia terkapar di atas bukit itu, ditinggalkan oleh lawannya si Mawar Hitam dari Pulau Hantu, sedangkan Peri Malam yang waktu itu membela Baraka dan menyerang gurunya sendiri, dalam keadaan parah akibat pukulan sang Guru. Pada saat itulah Nyai Guru Betari Ayu datang dan terkejut melihat keadaan Baraka yang mirip sedang sekarat itu. Betari Ayu datang bersama Murbawati, muridnya, kemudian segera membawa lari tubuh yang berasap itu ke Perguruan Merpati Wingit, tempat Betari Ayu duduk sebagai Guru dan ketua perguruan tersebut.
Enam hari lamanya Baraka dalam perawatan Betari Ayu, demikian pula Peri Malam. Mereka dirawat berbeda kamar, sebab Betari Ayu selalu mengistimewakan Baraka dalam segala hal. Peri Malam yang sudah dianggap murid murtad oleh Mawar Hitam itu dirawat di dalam ruang penyembuhan, sedangkan Baraka dirawat di dalam kamar pribadi Betari Ayu, yang tentu saja ja
"Besok, atau lusa, atau malam nanti..., kalau aku tak mampu lagi bertahan dari tuntutan gairah ini, biarkan aku pergi seperti murid-muridku itu, Baraka," Tutur Betari Ayu begitu lirih dan mengharukan."Jangan, Nyai," Bisik Baraka yang menempelkan mulutnya di sekitar telinga dan pelipis Betari Ayu."Jangan lakukan kebodohan hanya karena nafsu birahi. Kau orang terhormat, kau orang bijak, kau punya sikap dan watak yang dibutuhkan oleh manusia-manusia lain, agar bumi ini tidak dikuasai oleh orang-orang bersifat angkara murka, yang bergolongan hitam, yang sesat dan tidak tahu kehidupan manusiawi."Betari Ayu bisikkan kata di sela isak tangis."Lebih baik aku bertarung dengan tokoh sakti yang berilmu tinggi, daripada harus bertarung melawan nafsu sendiri, Baraka.""Ya. Memang lawan terberat adalah nafsu diri sendiri. Tetapi seseorang tidak bisa mencapai kesempurnaan dalam pertarungan ini. Setiap orang hanya bisa diwajibkan melawan nafsu pribadinya, kare
Hatinya membatin. "Nyai Betari Ayu. memang cantik, lembut, dan menggairahkan. Tapi sayang ia bukan Hyun Jelita. Mengapa yang hadir dalam ingatanku hanya wajah Hyun Jelita, bukan wajah Nyai Betari Ayu. Rasa rinduku begitu besar, ingin segera dapat menemukan wanita idaman hatiku yang sering hadir dalam mimpi itu. Tapi di mana aku harus temukan dia? Kalau kutanyakan pada Nyai Betari Ayu apakah pertanyaan itu tidak menyinggung hatinya dan melukai cintanya? Aku tahu, Nyai Betari Ayu cinta sama aku. Tapi Nyai tidak memaksaku untuk membalas. Dia hanya memohon padaku agar aku tidak melarang dirinya untuk tetap mencintaiku sepanjang masa. Ah, perempuan itu sungguh aneh, namun menyenangkan sekali sikapnya."Kala ia duduk di ayunan itu, adalah hari ketujuh ia berada di lingkungan Perguruan Merpati Wingit. Mestinya siang itu ia baringkan tubuh di atas ranjang berlapis kain lembut. Tapi ia lebih suka duduk merenungi perjalanan hidupnya di taman yang berkesan teduh dan damai itu.Ke
Wuusss...! Wuusss...!Seekor kelelawar masuk ke dalam gua. Kejap berikutnya, seekor lagi menyusul. Bahkan hampir menyambar kepala Peramal Pikun.Mata tua itu memandang ke langit-langit gua. Tak ada lubang keluar di sana. Yang ada hanya dua kelelawar agak besar menggantung dan mencicit menjelang petang.Peramal Pikun gumamkan kata. "Mati aku kalau begini! Apa mungkin aku harus hidup bersama kampret-kampret ini?!"Lelaki tua berkumis dan alis serba putih itu termenung. Kejap berikutnya ia tersentak, karena tiba-tiba di mulut gua telah berdiri sosok bayangan berambut mekar acak-acakan."Nah, ini dia!" Peramal Pikun ucapkan kata bernada lega.Perempuan berpakaian ketat warna ungu muda itu datang. Pedang bergagang bentuk 'barang keramat' lelaki itu terlihat jelas terselempang di punggungnya. Pedang bergagang dan bersarung dari gading ukuran itu jelas menandakan bukan sembarang pedang.Sisa cahaya sore masih merambah masuk melalui mulut gua
Perawan Sesat tatapkan mata tajam-tajam ke mata cekung Peramal Pikun. Lalu, kejap berikutnya ia ucapkan kata tegas-tegas. "Itu nama guruku!""Ooo... jadi kau muridnya Nyai Lembah Asmara?!""Betul!"Peramal Pikun angguk-anggukkan kepala dalam senyum kemenangan masa lalunya. Tak sadar dia ucapkan kata. "Cantik sekali dia...."Plakkk...!Satu tendangan kaki menampar kena di pipi Peramal Pikun. Cepat ia angkat tongkatnya. Tapi hasrat untuk mengibaskan tongkat ke kepala Perawan Sesat terhenti dan hilang seketika, karena ia ingat, Perawan Sesat murid Nyai Lembah Asmara.Perempuan cantik itu dikenalnya sebagai perempuan berdarah dingin. Musuh tak pernah lolos dari tangannya. Pasti mati sebelum minta ampun.Peramal Pikun ingat, dulu ia pernah terdesak melawan Nyai Lembah Asmara, hampir sepuluh tahun yang lalu. Ilmu Ketua Partai Perempuan Sakti itu cukup tinggi. Menurut ukuran Peramal Pikun, sangat tinggi.Ia dulu hampir mati di tangan
Wajah cantik yang sangar sempat bikin gemetar pria muda yang ada di samping kirinya. Pria muda itu pun segera pindah tempat duduk, dan mata Perawan Sesat memperhatikan dengan tajam, berkesan liar dan ganas.Minggirnya pria muda itu, lelaki berikat kepala putih dengan baju merah lusuh menjadi orang terdekat jaraknya dari Perawan Sesat. Kepada lelaki itu Perawan Sesat serukan tanya. "Hei, kau kenal dengan lelaki bernama Baraka?! Kalau kenal, tunjukkan di mana tempatnya. Aku perlu bertemu dengannya!""Hmmm... anu... saya... saya tidak mengenalnya, Nona!""Bodoh!""Iya. Hmmm... memang bodoh saya ini!" Lelaki berbaju merah itu merendahkan diri dengan wajah pucat. Baru disentak dengan kata 'bodoh' saja wajahnya sudah langsung serupa dengan mayat.Arak pesanan disediakan oleh pemilik kedai. Perawan Sesat meneguknya dengan rakus. Dua orang pemuda berseberangan arah dengannya saling berkasak-kusuk."Sayang sekali, cantik-cantik tapi rakus, ya?"
"Perempuan ini harus kusingkirkan juga, supaya kelak hubunganku dengan Baraka tak ada yang mengganggu lagi!"Itulah sebabnya dia menguntit Perawan Sesat dan melayani tantangan di atas bukit kapur. Sekalipun kesehatannya belum pulih, Dewi Murka tak pernah merasa gentar beradu tanding dengan Perawan Sesat."Dewi Murka! Tak peduli siapa dirimu, yang jelas kau tahu di mana Baraka! Tunjukkan padaku tempatnya atau kau kutelan habis di bukit ini juga!""Jangan anggap diriku kecil, Perempuan Jabrik! Gunung pun bisa kuhancurkan apalagi kepalamu yang mirip landak itu!""Setan!" Geram Perawan Sesat dengan kedua tangan telah menggenggam kuat-kuat. "Boleh kau berkoar di depan orang lain, tapi jangan sekali-kali berkoar di depan Perawan Sesat!""Berkoar di depanmu sama saja berkoar di depan orang gila! Kenapa harus takut?!" Sambil Dewi Murka tersenyum sinis.Panas hati Perawan Sesat tak bisa dikendalikan lagi. Ia segera menggeram panjang bagaikan seekor m
Pemuda yang memiliki senjata kapak Kebo Geni ini tidak lain adalah Manusia Sontoloyo, yang dikenal dengan nama panggilan Dirgo Mukti. Mengapa Dirgo mencari Dewi Murka beberapa hari ini? Itu adalah tugas.Tugas yang turun dan dikeluarkan dari mulut Selendang Maut, Selendang Maut bersedia memberikan kehangatan tubuhnya kepada Dirgo, jika Dirgo Mukti sudah kembali memengal kepala Dewi Murka.Kala itu, pertempuran Selendang Maut dengan Dewi Murka sama-sama mengakibatkan luka dalam di kedua belah pihak. Mereka saling berpisah untuk lakukan pengobatan masing-masing.Selendang Maut bertemu dengan Dirgo, lalu ditolong dari keadaan parahnya, dibawa ke dalam gua tempat tinggal Dirgo, di pesisir pantai Karang Siru.Sebagai lelaki yang normal, Dirgo bisa menilai kecantikan dan kemulusan tubuh Selendang Maut yang tidak jauh berbeda nilainya dengan Peri Malam. Sekalipun hati Dirgo terbakar cinta kepada Peri Malam, namun melihat kemontokan dada Selendang Maut dan daya t
"Selagi pingsan kurasa ia tak akan tahu kalau aku telah menikmati tubuhnya," Pikir Dirgo dengan binal. Maka, ia pun bergegas kembali melepas apa saja yang melekat di tubuhnya. Ia kembali bersikap seakan hendak melakukan resapan getar nadi. Tetapi lelaki yang bergelar Manusia Sontoloyo itu mulai dilanda rasa kecewa."Kurang ajar! Dia mengunci kedua pahanya hingga tak bisa dibuka sedikit pun!" Geram Dirgo Mukti.Rupanya ia menjadi penasaran. Dirgo sentakkan tangannya dengan menggunakan kekuatan tenaga dalam untuk mendorong sesuatu yang berat. Tetapi kedua paha Selendang Maut terkunci rapat, tetap saja tak bisa direnggangkan sedikit pun.Dirgo mencobanya sekali lagi dengan jurus 'Sigar Jambe'. Kedua tangannya merapat pada bagian pergelangan, lalu disentakkan ke depan dengan bergerak membuka tanpa menyentuh paha itu. Tapi ternyata kedua paha tetap merapat kuat. Hanya sedikit terguncang tubuh Selendang Maut, namun tidak membuat terpisah kedua kakinya."Edan!"