Hatinya membatin. "Nyai Betari Ayu. memang cantik, lembut, dan menggairahkan. Tapi sayang ia bukan Hyun Jelita. Mengapa yang hadir dalam ingatanku hanya wajah Hyun Jelita, bukan wajah Nyai Betari Ayu. Rasa rinduku begitu besar, ingin segera dapat menemukan wanita idaman hatiku yang sering hadir dalam mimpi itu. Tapi di mana aku harus temukan dia? Kalau kutanyakan pada Nyai Betari Ayu apakah pertanyaan itu tidak menyinggung hatinya dan melukai cintanya? Aku tahu, Nyai Betari Ayu cinta sama aku. Tapi Nyai tidak memaksaku untuk membalas. Dia hanya memohon padaku agar aku tidak melarang dirinya untuk tetap mencintaiku sepanjang masa. Ah, perempuan itu sungguh aneh, namun menyenangkan sekali sikapnya."
Kala ia duduk di ayunan itu, adalah hari ketujuh ia berada di lingkungan Perguruan Merpati Wingit. Mestinya siang itu ia baringkan tubuh di atas ranjang berlapis kain lembut. Tapi ia lebih suka duduk merenungi perjalanan hidupnya di taman yang berkesan teduh dan damai itu.
Ke
Wuusss...! Wuusss...!Seekor kelelawar masuk ke dalam gua. Kejap berikutnya, seekor lagi menyusul. Bahkan hampir menyambar kepala Peramal Pikun.Mata tua itu memandang ke langit-langit gua. Tak ada lubang keluar di sana. Yang ada hanya dua kelelawar agak besar menggantung dan mencicit menjelang petang.Peramal Pikun gumamkan kata. "Mati aku kalau begini! Apa mungkin aku harus hidup bersama kampret-kampret ini?!"Lelaki tua berkumis dan alis serba putih itu termenung. Kejap berikutnya ia tersentak, karena tiba-tiba di mulut gua telah berdiri sosok bayangan berambut mekar acak-acakan."Nah, ini dia!" Peramal Pikun ucapkan kata bernada lega.Perempuan berpakaian ketat warna ungu muda itu datang. Pedang bergagang bentuk 'barang keramat' lelaki itu terlihat jelas terselempang di punggungnya. Pedang bergagang dan bersarung dari gading ukuran itu jelas menandakan bukan sembarang pedang.Sisa cahaya sore masih merambah masuk melalui mulut gua
Perawan Sesat tatapkan mata tajam-tajam ke mata cekung Peramal Pikun. Lalu, kejap berikutnya ia ucapkan kata tegas-tegas. "Itu nama guruku!""Ooo... jadi kau muridnya Nyai Lembah Asmara?!""Betul!"Peramal Pikun angguk-anggukkan kepala dalam senyum kemenangan masa lalunya. Tak sadar dia ucapkan kata. "Cantik sekali dia...."Plakkk...!Satu tendangan kaki menampar kena di pipi Peramal Pikun. Cepat ia angkat tongkatnya. Tapi hasrat untuk mengibaskan tongkat ke kepala Perawan Sesat terhenti dan hilang seketika, karena ia ingat, Perawan Sesat murid Nyai Lembah Asmara.Perempuan cantik itu dikenalnya sebagai perempuan berdarah dingin. Musuh tak pernah lolos dari tangannya. Pasti mati sebelum minta ampun.Peramal Pikun ingat, dulu ia pernah terdesak melawan Nyai Lembah Asmara, hampir sepuluh tahun yang lalu. Ilmu Ketua Partai Perempuan Sakti itu cukup tinggi. Menurut ukuran Peramal Pikun, sangat tinggi.Ia dulu hampir mati di tangan
Wajah cantik yang sangar sempat bikin gemetar pria muda yang ada di samping kirinya. Pria muda itu pun segera pindah tempat duduk, dan mata Perawan Sesat memperhatikan dengan tajam, berkesan liar dan ganas.Minggirnya pria muda itu, lelaki berikat kepala putih dengan baju merah lusuh menjadi orang terdekat jaraknya dari Perawan Sesat. Kepada lelaki itu Perawan Sesat serukan tanya. "Hei, kau kenal dengan lelaki bernama Baraka?! Kalau kenal, tunjukkan di mana tempatnya. Aku perlu bertemu dengannya!""Hmmm... anu... saya... saya tidak mengenalnya, Nona!""Bodoh!""Iya. Hmmm... memang bodoh saya ini!" Lelaki berbaju merah itu merendahkan diri dengan wajah pucat. Baru disentak dengan kata 'bodoh' saja wajahnya sudah langsung serupa dengan mayat.Arak pesanan disediakan oleh pemilik kedai. Perawan Sesat meneguknya dengan rakus. Dua orang pemuda berseberangan arah dengannya saling berkasak-kusuk."Sayang sekali, cantik-cantik tapi rakus, ya?"
"Perempuan ini harus kusingkirkan juga, supaya kelak hubunganku dengan Baraka tak ada yang mengganggu lagi!"Itulah sebabnya dia menguntit Perawan Sesat dan melayani tantangan di atas bukit kapur. Sekalipun kesehatannya belum pulih, Dewi Murka tak pernah merasa gentar beradu tanding dengan Perawan Sesat."Dewi Murka! Tak peduli siapa dirimu, yang jelas kau tahu di mana Baraka! Tunjukkan padaku tempatnya atau kau kutelan habis di bukit ini juga!""Jangan anggap diriku kecil, Perempuan Jabrik! Gunung pun bisa kuhancurkan apalagi kepalamu yang mirip landak itu!""Setan!" Geram Perawan Sesat dengan kedua tangan telah menggenggam kuat-kuat. "Boleh kau berkoar di depan orang lain, tapi jangan sekali-kali berkoar di depan Perawan Sesat!""Berkoar di depanmu sama saja berkoar di depan orang gila! Kenapa harus takut?!" Sambil Dewi Murka tersenyum sinis.Panas hati Perawan Sesat tak bisa dikendalikan lagi. Ia segera menggeram panjang bagaikan seekor m
Pemuda yang memiliki senjata kapak Kebo Geni ini tidak lain adalah Manusia Sontoloyo, yang dikenal dengan nama panggilan Dirgo Mukti. Mengapa Dirgo mencari Dewi Murka beberapa hari ini? Itu adalah tugas.Tugas yang turun dan dikeluarkan dari mulut Selendang Maut, Selendang Maut bersedia memberikan kehangatan tubuhnya kepada Dirgo, jika Dirgo Mukti sudah kembali memengal kepala Dewi Murka.Kala itu, pertempuran Selendang Maut dengan Dewi Murka sama-sama mengakibatkan luka dalam di kedua belah pihak. Mereka saling berpisah untuk lakukan pengobatan masing-masing.Selendang Maut bertemu dengan Dirgo, lalu ditolong dari keadaan parahnya, dibawa ke dalam gua tempat tinggal Dirgo, di pesisir pantai Karang Siru.Sebagai lelaki yang normal, Dirgo bisa menilai kecantikan dan kemulusan tubuh Selendang Maut yang tidak jauh berbeda nilainya dengan Peri Malam. Sekalipun hati Dirgo terbakar cinta kepada Peri Malam, namun melihat kemontokan dada Selendang Maut dan daya t
"Selagi pingsan kurasa ia tak akan tahu kalau aku telah menikmati tubuhnya," Pikir Dirgo dengan binal. Maka, ia pun bergegas kembali melepas apa saja yang melekat di tubuhnya. Ia kembali bersikap seakan hendak melakukan resapan getar nadi. Tetapi lelaki yang bergelar Manusia Sontoloyo itu mulai dilanda rasa kecewa."Kurang ajar! Dia mengunci kedua pahanya hingga tak bisa dibuka sedikit pun!" Geram Dirgo Mukti.Rupanya ia menjadi penasaran. Dirgo sentakkan tangannya dengan menggunakan kekuatan tenaga dalam untuk mendorong sesuatu yang berat. Tetapi kedua paha Selendang Maut terkunci rapat, tetap saja tak bisa direnggangkan sedikit pun.Dirgo mencobanya sekali lagi dengan jurus 'Sigar Jambe'. Kedua tangannya merapat pada bagian pergelangan, lalu disentakkan ke depan dengan bergerak membuka tanpa menyentuh paha itu. Tapi ternyata kedua paha tetap merapat kuat. Hanya sedikit terguncang tubuh Selendang Maut, namun tidak membuat terpisah kedua kakinya."Edan!"
"Justru aku yang seharusnya bertanya begitu mau apa kau menghadang langkahku dengan cara begitu?""Mau memastikan dirimu!" Jawab perempuan yang kemudian mengaku bernama Perawan Sesat itu."Apa yang perlu kau pastikan dari diriku, Perawan Sesat?""Apakah benar kau yang bernama Baraka, Pendekar Kera Sakti itu?!""Mengapa kau tanyakan hal itu?""Aku mencarinya.""Untuk apa?""Suatu keperluan penting.""Menyenangkan atau menyusahkan?!""Sangat menyenangkan."Dirgo manggut-manggut dalam senyuman, melangkah ke samping tiga pijak sambil membatin. "Perempuan ini boleh juga. Cantik tapi berkesan liar. Merangsang tapi berkesan angker. Perempuan seperti ini pasti punya gairah besar dalam bercinta. Tubuhnya serba kencang dan itu menunjukkan jaminan kenikmatan yang luar biasa. Perempuan ini jauh lebih menggiurkan dari Selendang Maut atau pun Peri Malam. Hmmm... dia mencari Baraka. Dia punya kepentingan yang menyenangkan. Apaka
"Aku kagum pada sikap ksatriamu, Baraka. Dan...," Ucapan itu terhenti. Menandakan adanya sesuatu yang membuatnya ragu. Dan mendadak tangan perempuan berambut makin awut-awutan itu berkelebat ke belakang sambil balikkan badan.Rupanya lemparkan selembar daun yang tadi sempat dipetiknya sebelum melangkah pergi dari ranjang alamnya. Daun itu kini melesat terbang bagaikan lempengan logam dan menancap tepat di batang sebuah pohon bersemak bawahnya.Jruub...!"Ada apa?!" Tanya Dirgo Mukti kaget.Pertanyaan itu belum terjawab, tiba-tiba dari semak bawah pohon yang tertancap daun itu melesat sesosok bayangan kuning. Kejap berikutnya telah berdiri seorang perempuan berpakaian kuning kunyit dengan dada yang sekal juga, walau kalah montok dengan Perawan Sesat.Perempuan yang baru hadir dan keluar dari persembunyiannya itu berambut lurus sebatas pundak lewat sedikit. Rambutnya itu dililit rantai emas kecil melingkar kepala. Di bagian tengah kening rantai itu m
Sebuah senjata rahasia telah terselip di antara jemari Baraka. Citradani terperanjat dan segera menyadari apa sebenarnya yang dilakukan oleh Baraka. Ternyata Pendekar Kera Sakti baru saja menyelamatkan jiwa Citradani dari ancaman senjata rahasia yang dilemparkan oleh seseorang dari tempat yang tersembunyi. Senjata rahasia itu berupa sepotong bulu landak yang tajam dan beracun ganas. Jika tangan Baraka tidak menutup ujung bukit dada Citradani maka senjata rahasia itu yang akan menancap di sana. Tapi dengan gerakan tangan Baraka menutup ujung bukit dada Citradani, maka senjata rahasia itu hanya terselip di sela jari Baraka dan dijepit kuat agar tak menyentuh kulit dada gadis itu."Kau mengenal siapa pemilik senjata ini?" tanya Baraka."Tidak. Tapi aku melihat sekelebat bayangan lari ke sana. Aku akan mengejarnya!""Tunggu dulu, aku akan...."Wuuusss...!Citradani sudah melesat lebih dulu sebelum Baraka selesai bicara. Kecepatan gerakannya yang menyer
Brrug...!Jaraknya hanya empat langkah dari tempat Pendekar Kera Sakti berdiri. Kalau saja Baraka mau menyerangnya, itu bukan pekerjaan yang sulit. Tapi ternyata Baraka tidak mau memberikan serangan balasan. Ia hanya melangkah satu tindak lagi dan si gadis buru-buru bangkit dari kejatuhannya. Kuda-kuda terpasang lagi, mata semakin tajam, napas kian menderu."Tulangku terasa ngilu semua," pikir gadis itu. "Kekuatan apa yang ada pada senjata itu, sehingga tenaga dalamku menjadi berbalik menyerangku? Rupanya pemuda ini bukan manusia hutan sembarangan. Aku tak boleh menganggap remeh kepadanya. Hmmm... tapi ketampanannya membuat keberanianku sempat susut beberapa kali. Kurang ajar! Persetan dengan ketampanan itu. Aku harus bisa melupakannya kalau tak ingin mati di ujung senjatanya itu!""Tahan seranganmu, Nona," kata Baraka dengan kalem. "Aku bukan musuhmu. Toh aku telah melepaskanmu dan tak jadi menyantapmu," tambah Baraka karena ia yakin gadis itu jelmaan dari keli
SEKELEBAT bayangan melintasi hutan di kaki bukit. Orang mengenal bukit itu dengan nama Bukit Mata Langit. Tak ada orang yang berani melintasi hutan di Bukit Mata Langit itu, karena mereka takut terperosok ke sebuah lubang yang amat dalam. Lubang itu tertutup oleh tanaman rambat sehingga tidak mudah diketahui oleh siapa pun. Tanaman rambat yang menutup rapat lubang tersebut seolah-olah berguna sebagai tanaman penjebak. Kelihatannya tempat itu datar dan bertanaman rambat biasa, tapi sebenarnya di bawah tanaman rambat itu terdapat lubang besar yang mengerikan. Lubang itu dikenal orang dengan nama Sumur Tembus Jagat.Hanya orang-orang yang tersesat saja yang berani masuk dan melintasi hutan Bukit Mata Langit itu. Salah satu orang yang tersesat adalah pemuda berpakaian keemasan. Pemuda itu mempunyai ketampanan menghebohkan kaum wanita. Di kedua pergelangan tangannya, tampak barisan gelang yang juga berwarna keemasan. Sebuah rajah naga emas melingkar juga tampak terlihat jelas dipu
Kini pedang emas sudah ada di tangan Baraka. Dan tubuh Rangka Cula yang terkena jurus 'Yudha' itu menjadi terpotong-potong dengan sendirinya setiap ruasnya, sampai terakhir kepalanya jatuh ke tanah dalam keadaan sudah tidak sempurna lagi.Brukk...!Tubuh Rangka Cula rubuh dalam keadaan paha dan lutut sudah terpisah. Dan itulah kehebatan jurus 'Yudha', yang menjadi satu dengan jurus 'Manggala', pemberian dari seorang ratu di alam gaib, yaitu Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi."Baraka...! Kau berhasil...!" teriak Kirana dengan girangnya, ia segera memeluk Pendekar Kera Sakti yang sudah memegangi pedang emas bersama sarungnya. Yang lain pun tersenyum merasa lega bercampur kagum. Terutama Ratna Prawitasari, tak henti-hentinya ia tersenyum memandangi kehebatan Baraka, tak henti-hentinya ia terkesima memandangi ketampanan Baraka, hingga lupa berkedip sejak tadi.Namun, kegembiraan itu segera susut setelah mereka mendengar suara ringkik kuda. Mata mereka berpaling ke
"Memenggal dengan hanya melihat...!" gumam Nyai Cungkil Nyawa sambil merenung dalam kebimbangan."Jubah itu... pasti jubah itu yang membuatnya dapat begitu!"Pendekar Kera Sakti segera ikut bicara, "Apa kelemahan jubah itu, Nyai?""Kelemahannya...!" Nyai Cungkil Nyawa berpikir beberapa saat, kemudian menjawab, "Tidak ada kelemahannya! Kecuali jika jubah itu dilepas, baru orang itu menjadi lemah!""Kalau begitu, biarlah aku yang menghadapinya," kata Pendekar Kera Sakti dengari tegas dan mantap. Semua mata memandang ke arah Baraka, termasuk Ratna Prawitasari.Tiba-tiba terdengar suara menyahut, "Aku yang menghadapi!"Semua berpaling ke arah orang yang menyahut pembicaraan itu. Ternyata Rangka Cula sudah berdiri dalam jarak tujuh tombak dari tempat mereka. Nyai Cungkil Nyawa menggeram benci, ia ingin bergerak maju, tapi tangan Baraka menahannya dan berkata, "Mundurlah semua! Ini bagianku...!"Semua menuruti kata Baraka. Mereka mundur den
"Gandarwo! Sekarang giliran kau bertarung melawanku secara jantan! Serahkan jubah itu atau kulenyapkan nyawamu sekarang juga!"Gandarwo diam saja, tapi matanya memandang dan mulutnya menyeringaikan senyum. Dan tiba-tiba kepala Mandraloka jatuh sendiri dari lehernya bagai ada yang memenggalnya dalam gaib. Gandarwo tertawa terbahak-bahak, karena ia membayangkan kepala Mandraloka terpenggal, dan ternyata menjadi kenyataan.Tiba-tiba tubuh Gandarwo tersentak jatuh dari kuda karena punggungnya ada yang menendangnya dengan kuat. Gandarwo terguling-guling di tanah, dan begitu bangkit ternyata Marta Kumba sudah berdiri di depannya, pedangnya pun dicabut dengan cepat.Gandarwo menggeram dengan pancaran mata kemarahannya, "Kau juga ingin memiliki jubah ini, Anak Dungu!""Ya! Untuk kekasihku, aku harus bertarung melawanmu!""Kasihan...!""Uhg...!" Marta Kumba tiba-tiba menghujamkan pedangnya sendiri ke perutnya dengan sentakan kuat.Gandarwo mem
"Ha ha ha ha...! Kalau sudah begini, siapa yang akan melawanku? Siapa yang akan mengalahkan Gandarwo, hah! Huah ha ha...! O, ya... aku akan membuat nama baru! Bukan Gandarwo lagi namaku! Biar wajahku angker menurut orang-orang, tapi aku punya jubah keramat begini, aku menjadi seperti malaikat! Hah...! Tak salah kalau aku memakai nama Malaikat Jubah Keramat! Ya... itu nama yang cocok untukku! Malaikat Jubah Keramat! Huah ha ha ha...!"Clapp...!Seekor kuda muncul di depan Gandarwo. Karena ia memang membayangkan seekor kuda yang akan dipakainya mengelilingi dunia persilatan dan mengalahkan jago-jago silat dari mana saja. Sesuai dengan apa yang ada dalam bayangan pikirannya, kuda itu adalah kuda jantan berbulu hitam yang kekar, dengan pelana indah berlapis emas pada tepian pelananya.Gandarwo naik di atas punggung kuda dengan gagahnya. Tapi pada saat itu, dua pasang mata ternyata sedang memperhatikan dari kejauhan. Dua pasang mata itu adalah milik Ratna Prawitasari
Crakk...!Ujung-ujung tombak itu mengenai lantai marmer, dan sebagian lantai ada yang gompal. Tetapi tubuh Gandarwo selamat dari hujaman tombak-tombak itu. Kalau ia tak cepat bergerak dan berguling ke depan, matilah ia saat itu juga."Jebakan!" ucap Gandarwo sambil matanya membelalak tapi mulutnya menyunggingkan senyum kegirangan."Pasti ini jebakan buat orang yang tak hati-hati dalam perjalanannya menuju makam itu! Ah, tak salah dugaanku! Pasti ini jalan menuju makam Prabu Indrabayu!"Semakin beringas girang wajah Gandarwo yang angker. Semakin banyak ia menghadapi jebakan-jebakan di situ, dan masing-masing jebakan dapat dilaluinya, sampai ia tiba di jalanan bertangga yang arahnya menurun. Setiap langkah sekarang diperhitungkan betul oleh Gandarwo. Tangga yang menurun berkelok-kelok itu tidak menutup kemungkinan akan ada jebakannya pula.Ternyata benar. Salah satu anak tangga yang diinjak membuat dinding lorong menyemburkan asap hitam. Gandarwo bur
"Aku tidak membawa almari! Untuk apa aku bawa-bawa almari!"Nyai Cungkil Nyawa berteriak jengkel, "Kataku, mau apa kau kemari!""Ooo... mau apa kemari?" Hantu Laut nyengir sambil menahan sakit. Nyai Cungkil Nyawa tidak tahu bahwa Hantu Laut adalah orang yang agak tuli, karena dulunya ketika ikut Kapal Neraka, dan menjadi anak buah Tapak Baja, ia sering digampar dan dipukul bagian telinganya, jadi sampai sekarang masih rada budek. (Baca serial Pendekar Kera Sakti dalam episode: "Tombak Kematian")."Aku ke sini tidak sengaja, Nek. Tujuanku cuma mau cari orang yang bernama Baraka! Dia harus segera pergi mengikutiku, karena aku mendapat perintah untuk menghubungi dia dari kekasihnya, bahwa....""Nanti dulu jangan cerita banyak-banyak dulu...!" potong Nyai Cungkil Nyawa, "Apakah kau teman Baraka?""Aku anak buahnya Baraka! Aku diutus oleh Gusti Mahkota Sejati Ratu Ayu Sejagat untuk menyusul dia, sebab akan diadakan peresmian istana yang sudah selesai di