"Aku bertemu dengan Dewi Murka, juga bertemu dengan gurumu Nyai Guru Betari Ayu. Bahkan aku sempat bicara panjang lebar dengan gurumu di taman yang indah itu."
"Apa...?! Kau bicara dengan Guru? Kau diajak ke taman itu?!"
"Ya," Jawab Baraka polos. "Aku kagum sekali."
"Kagum pada guruku?"
"Kagum pada taman yang indah itu," Jawab Baraka mengalihkan sangkaan, karena ia tahu arah pertanyaan Selendang Maut itu.
Selendang Maut kembali katupkan mulutnya. Kembali pula hatinya berkata. "Kalau dia dibawa oleh Guru ke taman itu, berarti Guru punya perhatian istimewa padanya. Oh, apakah Guru juga mempunyai rasa suka pada Baraka?"
"Bahkan aku sempat bermalam di sana. Satu malam," Tambah Baraka.
Selendang Maut semakin terperanjat. "Kau bermalam di sana?! Hmmm... dengan siapa? Dengan siapa kau tidur di sana?”
"Dengan seseorang," Jawab Baraka menggoda, membuat hati Selendang Maut semakin penasaran.
"Siapa orang itu?! Sebutkan naman
MENURUT BARAKA, mereka tidak perlu mengejar Peri Malam. Sebab tadi ia melihat ada perahu di celah bebatuan karang. Baraka ingat, bahwa Guru dari Peri Malam adalah Mawar Hitam yang tinggal di Pulau Hantu. Tentunya menjadi penguasa di Pulau Hantu tersebut.Menurut perhitungan Baraka, cepat atau lambat pasti Peri Malam akan kembali datang ke pantai itu dan menuju ke Pulau Hantu memakai perahu tersebut. Tetapi, Selendang Maut mempunyai pemikiran lain lagi."Mungkin saja dia akan pulang ke Pulau Hantu menyerahkan Pusaka Air Mata Malaikat kepada gurunya. Tapi bagaimana jika ia nekat menjadi murid murtad?!""Apa maksudmu?""Karena dia tahu kekuatan dahsyat di dalam Air Mata Malaikat itu, maka dia meminum sendiri Air Mata Malaikat tersebut. Bukankah dengan begitu dia bisa kalahkan gurunya sendiri?""Hmmm... ya. Memang bisa saja terjadi begitu!" Kata Baraka. Kemudian ia bertanya kepada Selendang Maut."Apa dia berani menjadi murid murtad?""Ak
Sejurus kemudian, Dewi Murka perdengarkan suaranya yang tegas. "Dengar, Larasati...! Guru telah perintahkan aku untuk memaksamu pulang. Tak bisa hidup, mati pun tak apa! Guru telah tugaskan aku untuk membawamu pulang dalam keadaan hidup atau mati! Paham?!""Tak mungkin Guru keluarkan tugas begitu untukmu! Aku bukan murid bersalah. Aku tidak melanggar peraturan perguruan!""Siapa bilang?!" Sergah Dewi Murka."Kau menjadi murid bersalah dan dianggap telah murtad!""Hei, apa salahku?!" Selendang Maut kian keras kerutkan keningnya karena heran."Jangan berlagak bodoh, Larasati! Sejak kepergianmu tempo hari dari perguruan, ternyata kau telah berhasil mencuri Kitab Wedar Kesuma!""Gila kau!""Kitab Wedar Kesuma telah hilang dari tempatnya. Siapa lagi pencurinya jika bukan kau, Larasati! Karena sejak saat itu kau tidak berani pulang ke perguruan!""Itu fitnah! Itu praduga yang kau timbulkan sendiri, karena kau takut Guru akan memilihk
Pemilik kedai itu menggeragap sambil bergegas menyiapkan arak satu kendil berukuran kecil.Pada saat itu, lelaki berkumis melintang dan berbadan seperti kebo itu melirik sinis pada Baraka. Meski tahu dilirik, Baraka diam saja dan pura-pura tidak memperhatikan lelaki yang sedang unjuk keberanian dan kegalakannya itu."Ini araknya, Kang? Apa masih kurang?" Tanya pemilik kedai."Sudah. Cukup."Seorang lelaki kurus berbaju merah lusuh bertanya kepada lelaki berkumis tebat itu. "Kang, apa tidak merasa sayang kalau arak sebegitu banyak dipakai untuk cuci tangan?”"Sudah biasa!" Jawab lelaki itu."Aku kalau habis makan, cuci tangannya harus pakai arak. Arak seperti ini kalau di rumahku tidak diminum, tapi buat cuci tangan atau cuci kaki kalau habis kena tanah becek!"Tangan lelaki berkumis itu segera masuk ke kendil berisi arak. Tapi kejap berikutnya dia memekik keras, kaget dan heran. Tangannya ditarik kuat-kuat."Bangsat! Kena
Baraka jadi dikerumuni oleh mereka, ditanyai ini-itu, dijamu dengan makanan lezat, dan dipaksa untuk bercerita tentang kehebatan ilmu-ilmunya.Baraka sempat berbisik kepada Peri Malam."Apa-apaan ini sebenarnya? Mengapa mereka terkagum-kagum sekali padaku?""Kuceritakan tentang kehebatanmu. Mereka suka dengan cerita-cerita kependekaran. Mereka kagum mendengar ceritaku. Kagum terhadap dirimu. Jadi, jangan kecewakan mereka, toh mereka berikan kita tumpangan untuk bermalam di rumah ini!""Bermalam? Siapa bilang aku mau bermalam di sini? Aku hanya akan numpang tidur saja!" Kata Baraka sedikit mengacau.Mereka duduk di tikar, di pelataran samping rumah. Bahkan kala itu datang juga beberapa tetangga sekeliling rumah Kriyo Suntuk. Pendekar Kera Sakti bercerita apa saja yang pernah dialaminya.Dan mereka tampak senang, hanyut dalam cerita tersebut. Satu-satunya orang yang datang ke situ dan sangat tertarik sekali dengan cerita Baraka adalah seorang
Dalam pengertian Peri Malam, sesuatu yang amat berharga dalam hidupnya adalah sebuah cinta sejati dari pria seperti Baraka. Tapi ia lupa siapa Baraka, ia hanya terpengaruh oleh bayangan hatinya sendiri, sehingga pada akhirnya ia pun berkata. "Baik. Akan kuserahkan kembali padamu. Tapi setelah itu bawalah aku pergi bersamamu, Baraka!"Peri Malam pun mengeluarkan guci kecil satu genggaman tangan yang disembunyikan di balik pinggangnya. Guci itu pun diserahkan kepada Baraka."Terimalah, Baraka. Inilah bukti bahwa aku sungguh mencintaimu...."Seperti badai melintas di depan mereka berdua, tiba-tiba guci kecil itu lenyap dari tangan Peri Malam sebelum jatuh ke tangan Baraka. Kedua tubuh mereka pun terpental ke belakang secara bersamaan.Sesuatu yang berkelebat bagaikan badai lewat tadi mempunyai angin berkekuatan tenaga dalam cukup tinggi.Baraka terjengkang dan sempat terkapar, sedangkan Peri Malam terpental dan punggungnya membentur batu. Ia menyering
Baraka merasakan datangnya gelombang panas yang menyerang ke arahnya. Baraka cepat jejakkan kaki ke tanah dan berkelebat jungkir balik di angkasa dalam gerakan maju. Pukulan tenaga dalam yang mempunyai daya panas cukup tinggi itu melesat menemui tempat kosong. Tapi pada saat itu, kaki Baraka sudah berpijak di batu atasnya Mawar Hitam."Hiaaah...!" Sentak Baraka sambi! meluncurkan tendangan ke arah kepala nenek bungkuk itu.Plakkk...!Mawar Hitam terkena tendangan pada pelipisnya. Tendangan itu bertenaga dalam besar. Tubuh Mawar Hitam terpental melayang akibat tendangan itu. Baraka segera mengejarnya dengan satu kali sentakan kaki, tubuhnya melayang ke arah Mawar Hitam.Jlig...!Kakinya berpijak ke tanah. Mawar Hitam yang terkapar segera layangkan kakinya menendang pangkal paha Baraka. Namun Baraka lebih cepat lagi bergerak. Sambil tertawa, Baraka melepaskan tendangannya.Jurus ‘Kera Tertawa Kibaskan Ekor’ digelar.Plokk...
Ia tergolong salah satu dari sekian tokoh sakti yang punya hasrat untuk menguasai rimba persilatan di seluruh tanah Jawa. Ia punya harapan untuk menjadi penguasa tanah Jawa, hingga tak segan-segan turunkan tangan dan cabutkan pedang untuk membunuh siapa pun yang menjadi penghalangnya.Datuk Marah Gadai memandangi air telaga dengan perasaan dongkol. Matanya yang berkesan bengis itu semakin tampak bengis, karena sebuah perasaan kecewa yang dikarenakan oleh sesuatu hal semakin menggerogoti jiwanya.Datuk Marah Gadai menggeram dalam keraguan bertindak. "Kutinggalkan telaga keparat ini, atau kucoba sekali lagi menyelam dan mencari di dasar telaga. Bila perlu kuangkat semua tanah yang ada di dasar telaga ini!"Belum sampai Datuk Marah Gadai putuskan langkah, tiba-tiba ia mendengar suara tawa terkekeh dari atas pohon. Cepat-cepat Datuk Marah Gadai palingkan wajah lemparkan pandangan ke atas."Turun kau, Monyet!" Sentak Datuk Marah Gadai dengan kasar."Tak
Tawa Datuk Marah Gadai terlepas keras. Pada saat yang sama, Peramal Pikun berkata dalam hatinya. "Pasti dia sudah dapatkan pusaka itu. Kalau dia tidak memperoleh Pusaka Air Mata Malaikat dari Cadaspati, tak mungkin dia menyelam di dalam telaga dalam keadaan tanpa melepas pakaian. Sengaja dia menyelam dengan berpakaian lengkap, karena keadaan itu bisa dimanfaatkan olehnya untuk menyembunyikan Pusaka Air Mata Malaikat di balik baju atau pinggangnya itu."Datuk Marah Gadai hentikan tawa. Tapi bibirnya masih sunggingkan sisa senyum sinisnya, sambil ia perdengarkan suaranya yang sedikit besar itu."Lucu sekali buatku. Dulu, sangkaku Cadaspati membawa Pusaka Air Mata Malaikat dari dasar telaga, sebab aku lihat dia muncul dari kedalaman telaga. Lalu aku kejar dia sampai akhirnya kubunuh, dan ternyata dia tidak pegang pusaka itu. Sekarang, aku muncul dari dasar telaga tanpa membawa pusaka itu, tapi disangka berhasil memperoleh pusaka itu. Tentunya kau tidak percaya jika kukata
Sebuah senjata rahasia telah terselip di antara jemari Baraka. Citradani terperanjat dan segera menyadari apa sebenarnya yang dilakukan oleh Baraka. Ternyata Pendekar Kera Sakti baru saja menyelamatkan jiwa Citradani dari ancaman senjata rahasia yang dilemparkan oleh seseorang dari tempat yang tersembunyi. Senjata rahasia itu berupa sepotong bulu landak yang tajam dan beracun ganas. Jika tangan Baraka tidak menutup ujung bukit dada Citradani maka senjata rahasia itu yang akan menancap di sana. Tapi dengan gerakan tangan Baraka menutup ujung bukit dada Citradani, maka senjata rahasia itu hanya terselip di sela jari Baraka dan dijepit kuat agar tak menyentuh kulit dada gadis itu."Kau mengenal siapa pemilik senjata ini?" tanya Baraka."Tidak. Tapi aku melihat sekelebat bayangan lari ke sana. Aku akan mengejarnya!""Tunggu dulu, aku akan...."Wuuusss...!Citradani sudah melesat lebih dulu sebelum Baraka selesai bicara. Kecepatan gerakannya yang menyer
Brrug...!Jaraknya hanya empat langkah dari tempat Pendekar Kera Sakti berdiri. Kalau saja Baraka mau menyerangnya, itu bukan pekerjaan yang sulit. Tapi ternyata Baraka tidak mau memberikan serangan balasan. Ia hanya melangkah satu tindak lagi dan si gadis buru-buru bangkit dari kejatuhannya. Kuda-kuda terpasang lagi, mata semakin tajam, napas kian menderu."Tulangku terasa ngilu semua," pikir gadis itu. "Kekuatan apa yang ada pada senjata itu, sehingga tenaga dalamku menjadi berbalik menyerangku? Rupanya pemuda ini bukan manusia hutan sembarangan. Aku tak boleh menganggap remeh kepadanya. Hmmm... tapi ketampanannya membuat keberanianku sempat susut beberapa kali. Kurang ajar! Persetan dengan ketampanan itu. Aku harus bisa melupakannya kalau tak ingin mati di ujung senjatanya itu!""Tahan seranganmu, Nona," kata Baraka dengan kalem. "Aku bukan musuhmu. Toh aku telah melepaskanmu dan tak jadi menyantapmu," tambah Baraka karena ia yakin gadis itu jelmaan dari keli
SEKELEBAT bayangan melintasi hutan di kaki bukit. Orang mengenal bukit itu dengan nama Bukit Mata Langit. Tak ada orang yang berani melintasi hutan di Bukit Mata Langit itu, karena mereka takut terperosok ke sebuah lubang yang amat dalam. Lubang itu tertutup oleh tanaman rambat sehingga tidak mudah diketahui oleh siapa pun. Tanaman rambat yang menutup rapat lubang tersebut seolah-olah berguna sebagai tanaman penjebak. Kelihatannya tempat itu datar dan bertanaman rambat biasa, tapi sebenarnya di bawah tanaman rambat itu terdapat lubang besar yang mengerikan. Lubang itu dikenal orang dengan nama Sumur Tembus Jagat.Hanya orang-orang yang tersesat saja yang berani masuk dan melintasi hutan Bukit Mata Langit itu. Salah satu orang yang tersesat adalah pemuda berpakaian keemasan. Pemuda itu mempunyai ketampanan menghebohkan kaum wanita. Di kedua pergelangan tangannya, tampak barisan gelang yang juga berwarna keemasan. Sebuah rajah naga emas melingkar juga tampak terlihat jelas dipu
Kini pedang emas sudah ada di tangan Baraka. Dan tubuh Rangka Cula yang terkena jurus 'Yudha' itu menjadi terpotong-potong dengan sendirinya setiap ruasnya, sampai terakhir kepalanya jatuh ke tanah dalam keadaan sudah tidak sempurna lagi.Brukk...!Tubuh Rangka Cula rubuh dalam keadaan paha dan lutut sudah terpisah. Dan itulah kehebatan jurus 'Yudha', yang menjadi satu dengan jurus 'Manggala', pemberian dari seorang ratu di alam gaib, yaitu Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi."Baraka...! Kau berhasil...!" teriak Kirana dengan girangnya, ia segera memeluk Pendekar Kera Sakti yang sudah memegangi pedang emas bersama sarungnya. Yang lain pun tersenyum merasa lega bercampur kagum. Terutama Ratna Prawitasari, tak henti-hentinya ia tersenyum memandangi kehebatan Baraka, tak henti-hentinya ia terkesima memandangi ketampanan Baraka, hingga lupa berkedip sejak tadi.Namun, kegembiraan itu segera susut setelah mereka mendengar suara ringkik kuda. Mata mereka berpaling ke
"Memenggal dengan hanya melihat...!" gumam Nyai Cungkil Nyawa sambil merenung dalam kebimbangan."Jubah itu... pasti jubah itu yang membuatnya dapat begitu!"Pendekar Kera Sakti segera ikut bicara, "Apa kelemahan jubah itu, Nyai?""Kelemahannya...!" Nyai Cungkil Nyawa berpikir beberapa saat, kemudian menjawab, "Tidak ada kelemahannya! Kecuali jika jubah itu dilepas, baru orang itu menjadi lemah!""Kalau begitu, biarlah aku yang menghadapinya," kata Pendekar Kera Sakti dengari tegas dan mantap. Semua mata memandang ke arah Baraka, termasuk Ratna Prawitasari.Tiba-tiba terdengar suara menyahut, "Aku yang menghadapi!"Semua berpaling ke arah orang yang menyahut pembicaraan itu. Ternyata Rangka Cula sudah berdiri dalam jarak tujuh tombak dari tempat mereka. Nyai Cungkil Nyawa menggeram benci, ia ingin bergerak maju, tapi tangan Baraka menahannya dan berkata, "Mundurlah semua! Ini bagianku...!"Semua menuruti kata Baraka. Mereka mundur den
"Gandarwo! Sekarang giliran kau bertarung melawanku secara jantan! Serahkan jubah itu atau kulenyapkan nyawamu sekarang juga!"Gandarwo diam saja, tapi matanya memandang dan mulutnya menyeringaikan senyum. Dan tiba-tiba kepala Mandraloka jatuh sendiri dari lehernya bagai ada yang memenggalnya dalam gaib. Gandarwo tertawa terbahak-bahak, karena ia membayangkan kepala Mandraloka terpenggal, dan ternyata menjadi kenyataan.Tiba-tiba tubuh Gandarwo tersentak jatuh dari kuda karena punggungnya ada yang menendangnya dengan kuat. Gandarwo terguling-guling di tanah, dan begitu bangkit ternyata Marta Kumba sudah berdiri di depannya, pedangnya pun dicabut dengan cepat.Gandarwo menggeram dengan pancaran mata kemarahannya, "Kau juga ingin memiliki jubah ini, Anak Dungu!""Ya! Untuk kekasihku, aku harus bertarung melawanmu!""Kasihan...!""Uhg...!" Marta Kumba tiba-tiba menghujamkan pedangnya sendiri ke perutnya dengan sentakan kuat.Gandarwo mem
"Ha ha ha ha...! Kalau sudah begini, siapa yang akan melawanku? Siapa yang akan mengalahkan Gandarwo, hah! Huah ha ha...! O, ya... aku akan membuat nama baru! Bukan Gandarwo lagi namaku! Biar wajahku angker menurut orang-orang, tapi aku punya jubah keramat begini, aku menjadi seperti malaikat! Hah...! Tak salah kalau aku memakai nama Malaikat Jubah Keramat! Ya... itu nama yang cocok untukku! Malaikat Jubah Keramat! Huah ha ha ha...!"Clapp...!Seekor kuda muncul di depan Gandarwo. Karena ia memang membayangkan seekor kuda yang akan dipakainya mengelilingi dunia persilatan dan mengalahkan jago-jago silat dari mana saja. Sesuai dengan apa yang ada dalam bayangan pikirannya, kuda itu adalah kuda jantan berbulu hitam yang kekar, dengan pelana indah berlapis emas pada tepian pelananya.Gandarwo naik di atas punggung kuda dengan gagahnya. Tapi pada saat itu, dua pasang mata ternyata sedang memperhatikan dari kejauhan. Dua pasang mata itu adalah milik Ratna Prawitasari
Crakk...!Ujung-ujung tombak itu mengenai lantai marmer, dan sebagian lantai ada yang gompal. Tetapi tubuh Gandarwo selamat dari hujaman tombak-tombak itu. Kalau ia tak cepat bergerak dan berguling ke depan, matilah ia saat itu juga."Jebakan!" ucap Gandarwo sambil matanya membelalak tapi mulutnya menyunggingkan senyum kegirangan."Pasti ini jebakan buat orang yang tak hati-hati dalam perjalanannya menuju makam itu! Ah, tak salah dugaanku! Pasti ini jalan menuju makam Prabu Indrabayu!"Semakin beringas girang wajah Gandarwo yang angker. Semakin banyak ia menghadapi jebakan-jebakan di situ, dan masing-masing jebakan dapat dilaluinya, sampai ia tiba di jalanan bertangga yang arahnya menurun. Setiap langkah sekarang diperhitungkan betul oleh Gandarwo. Tangga yang menurun berkelok-kelok itu tidak menutup kemungkinan akan ada jebakannya pula.Ternyata benar. Salah satu anak tangga yang diinjak membuat dinding lorong menyemburkan asap hitam. Gandarwo bur
"Aku tidak membawa almari! Untuk apa aku bawa-bawa almari!"Nyai Cungkil Nyawa berteriak jengkel, "Kataku, mau apa kau kemari!""Ooo... mau apa kemari?" Hantu Laut nyengir sambil menahan sakit. Nyai Cungkil Nyawa tidak tahu bahwa Hantu Laut adalah orang yang agak tuli, karena dulunya ketika ikut Kapal Neraka, dan menjadi anak buah Tapak Baja, ia sering digampar dan dipukul bagian telinganya, jadi sampai sekarang masih rada budek. (Baca serial Pendekar Kera Sakti dalam episode: "Tombak Kematian")."Aku ke sini tidak sengaja, Nek. Tujuanku cuma mau cari orang yang bernama Baraka! Dia harus segera pergi mengikutiku, karena aku mendapat perintah untuk menghubungi dia dari kekasihnya, bahwa....""Nanti dulu jangan cerita banyak-banyak dulu...!" potong Nyai Cungkil Nyawa, "Apakah kau teman Baraka?""Aku anak buahnya Baraka! Aku diutus oleh Gusti Mahkota Sejati Ratu Ayu Sejagat untuk menyusul dia, sebab akan diadakan peresmian istana yang sudah selesai di