"Datuk Marah Gadai!" Geram Cadaspati dengan mata dinginnya.
"Untuk membuktikan kebenaran kata-kataku, aku siap bertarung denganmu sampai habis nyawaku!"
"Bagus!" Kata Datuk Marah Gadai sambil tersenyum sinis.
"Jangan sangka aku takut melihat cambuk sapimu itu! Buktikan dengan nyawamu bahwa kau memang tidak memiliki pusaka itu, biar puas hatiku."
"Bersiaplah menerima kematianmu sendiri, Datuk Busuk!" Geram murid Malaikat Tanpa Nyawa.
Dengan gerakan amat cepat, tangan kiri yang memegangi cambuk itu melecut ke depan, ke arah tubuh Datuk Marah Gadai. Satu kali lecutan, tiga cambuk mengeluarkan nyala api yang berbeda-beda. Nyala api itu memercik dan menimbulkan suara menggelegar bagai hendak meruntuhkan langit.
Blaarrr...! Glegeerrr...!
Tepian sungai berguncang bagai dilanda gempa sekejap. Bebatuan retak dalam jarak sepuluh langkah dari tempat lecutan cambuk. Tubuh Datuk Marah Gadai pun terpental ke samping membentur batu. Lengan kirinya k
Datuk Marah Gadai melirik ke satu arah. Ada sesuatu yang ia curigai di balik tiga batang pohon pisang di bagian atas tanggul sungai, ia yakin di sana ada orang. Maka, ia sentakkan tangannya ke sana, ia kirimkan pukulan jarak jauhnya yang membuat tiga batang pisang itu jebol dan tumbang berentakan dalam sekejap.Dari balik tiga batang pisang yang tumbang itu muncul sesosok tubuh yang melesat dengan lincahnya menghindari pukulan tadi. Tubuh itu mendaratkan kakinya tak jauh dari Datuk Marah Gadai, berjarak antara tujuh langkah, ia berpakaian kuning kunyit dan berparas cantik menarik. Siapa lagi kalau bukan paras cantik milik Peri Malam."Rupanya kau yang mau membokongku dari belakang, Peri Malam!" Tuduh Datuk Marah Gadai yang sudah mengenal perempuan itu."Jaga mulutmu, Datuk!" Sentak Peri Malam."Tak ada watak dalam diri Peri Malam untuk membokong seseorang dari belakang!""Jadi kau minta dari depan?" Sambil senyum nakal Datuk Marah Gadai terlihat je
Tongkat dikibaskan menghantam kepala Peri Malam. Tapi dengan cepat perempuan itu tundukkan kepala. Tongkat menebas udara bebas. Peri Malam segera hantamkan tangannya ke wajah Peramal Pikun.Taapp...!Pukulan menggenggam yang dialiri tenaga dalam oleh Peri Malam itu ditahan dengan telapak tangan Peramal Pikun. Telapak tangan itu akan patah jika tanpa dialiri tenaga dalam yang cukup tinggi.Satu tangan Peramal Pikun yang memegang tongkat siap menyodokkan tongkatnya ke perut Peri Malam. Tapi tiba-tiba sekelebat bayangan keemasan menerabas di pertengahan kedua tangan yang saling beradu kekuatan tenaga dalam itu.Prasss...!Kedua orang tersebut terjengkang ke belakang bagai sama-sama habis diseruduk kerbau liar. Mereka sama-sama bergegas bangkit dan siap saling adu tenaga dalam lagi. Tapi sebuah suara berseru dari sisi samping mereka."Tahan!"Keduanya saling palingkan wajah memandang pemuda yang mengenakan rompi kulit ular emas itu. Peri
GEMURUH ombak di Pantai Karang Saru terdengar bagai nyanyian pagi. Dinamakan Pantai Karang Saru, karena di sana ada tebing karang yang memiliki gua dengan lubang mulut yang memanjang ke atas. Di samping lubang mulut gua itu ditumbuhi lumut-lumut hijau kehitaman. Lumut itu tumbuh hanya di tepian mulut gua, sedang di tempat lain tidak terdapat lumut sedikit pun. Itulah sebabnya pantai itu dikenal dengan nama Pantai Karang Saru, alias karang kotor. Di salah satu celah karang-karang tak jauh dari mulut gua itu, sebuah perahu telah disembunyikan beberapa waktu lamanya, dan ditutup dengan belarak pelepah daun kelapa. Menilik keadaan perahu yang disembunyikan sebegitu rupa, pastilah seseorang telah menyiapkan perahu itu untuk suatu keperluan penting. Sebelum matahari sempat meninggi, belarak daun kelapa itu disingkirkan oleh sepasang tangan berjari lentik dan berkulit sawo matang. Tangan itu milik seorang perempuan berambut lurus yang dililit rantai emas dengan batu merah delima dibagian k
Praak...!Airnya muncrat ke mana-mana, serabut dan tempurungnya pun terpental tak tentu arah. Cepat-cepat Peri Malam palingkan wajah dengan mata nanar.Pandangannya menyapu sekeliling sambil ia membatin. "Rupanya ada orang usil ingin menggangguku. Hmm... tahu aku sekarang. Gerakan perahuku yang mundur ke pantai pasti bukan karena gerakan ombak, tapi karena ada yang sengaja menariknya dengan kekuatan tenaga dalam yang cukup tinggi. Bedebah! Siapa orang yang berani betul mempermainkanku?"Peri Malam kembali hantam pohon kelapa untuk memancing persembunyian orang yang memecahkan kelapa saat buah itu melayang turun. Tapi kali ini buah kelapa segar itu tidak pecah di udara. Buah kelapa segar itu tetap meluncur ke bawah dan jatuh ke tanah berpasir.Bluukkk...!Peri Malam kerutkan dahinya. Aneh melihat kelapa tak lagi pecah di udara. Segera ia dekati kelapa itu. Saat Peri Malam mau ambil kelapa itu, tiba-tiba benda tersebut bergerak menggelinding dengan c
"Tidak. Ada saatnya kalau toh telpaksa halus bentlok sama dia. Tapi... sebaiknya jangan. Usahakan jauhi Dilgo dan jangan ada pelselisihan sama dia!"Geram hati Peri Malam bila ingat larangan itu. Apa lagi sekarang Dirgo Mukti semakin usil, mulai berani mau memegang pundak Peri Malam. Cepat-cepat Peri Malam kibaskan tangan menampik pergelangan tangan Dirgo Mukti. Sebenarnya ia bisa menghindari saja, tapi untuk melampiaskan perasaan dongkolnya yang sudah lama terpendam, ia sengaja tepiskan tangan Dirgo Mukti dengan satu sentakan keras. Tulang lengan beradu dengan pergelangan tangan Dirgo.Trakkk...!Sama-sama keras bagai dua besi baja saling beradu."Jangan coba-coba bertindak lebih konyol lagi, Dirgo!" Sentak Peri Malam dengan mata menatap tajam, penuh sinar permusuhan."Sesungguhnya mulai hari ini kau tak bisa lepas lagi dariku, Peri Malam," Kata Dirgo Mukti dengan mata menahan kejengkelan hati."Apa maksudmu, hah?!" Sentak Peri Malam.
Dirgo Mukti benar-benar marah, ia sama saja dibuat malu di depan perempuan yang sedang ditaksirnya. Maksud hati unjuk kebolehan ilmunya di depan Peri Malam, tak tahunya terpental dan berjungkir balik dengan hidung berdarah. Rasa malu yang amat besar itu yang membuat Dirgo Mukti benar-benar marah pada orang yang mengganggunya."Kalau kau benar-benar berilmu tinggi, tampakkan batang hidungmu dan hadapilah aku, Manusia Sontoloyo!" Teriaknya keras.Dirgo Mukti sengaja salurkan tenaga dalamnya lewat teriakan itu, hingga batu-batu karang bergetar, Peri Malam tutupkan tangan ke telinganya.Kejap berikutnya, dari celah bebatuan karang di belakang Dirgo Mukti melompatlah sesosok tubuh berompi kulit ular emas, berwajah tampan.Seketika itu hati Peri Malam terpekik kaget."Oh...?! Rupanya dia! Murid Setan Bodong!"-o0o-Dirgo Mukti segera kibaskan tangan kanannya ke arah Baraka.Taap...!Sebuah pisau kecil bertali rumbai merah dari
"Maaf kalau begitu!' ucap Peri Malam berlagak ketus sambil melangkahkan kaki menuju bawah pohon mahoni yang rindang itu. Sampai di sana ia duduk. Matanya memandang Baraka yang masih berdiri dalam jarak sepuluh langkah. Berdebar hati Peri Malam setiap menatap mata murid Setan Bodong itu. Gelisah jiwanya menerima rasa indah yang mekar berbunga-bunga di dalam hatinya."Luar biasa daya pikatnya. Ingin aku tenggelam dalam pelukannya. Ah, setan! Sulit sekali aku menolak kehadiran bayangannya!" Gerutu resah hati Peri Malam.Baraka menghentikan langkah tiga tindak ke depan Peri Malam. Pandangan matanya tetap tertuju ke wajah Peri Malam. Perempuan itu pun menatapnya dan berkata. "Duduklah,"Sambil ia tepuk batu di sampingnya, seakan menuntun agar Baraka duduk di batu sebelahnya itu."Aku sedang memikirkan tantangan Dirgo.""Apakah kau takut?"Baraka masih berdiri. Kali ini ia tersenyum indah mengarah pada wajah Peri Malam. Darah Peri Malam bagai dise
"Tak perlu kau banyak bicara, Selendang Maut! Yang jelas kau telah mengganggu kemesraanku dengan Baraka!" Peri Malam sengaja batasi omongan, supaya Selendang Maut tidak menyebut-nyebut tentang Pusaka Air Mata Malaikat. Sebab, jika Selendang Maut melontarkan keinginannya untuk meminta Pusaka Air Mata Malaikat, maka Baraka yang ada di bawah pohon itu akan mendengar, dan tentunya Baraka menjadi tahu bahwa Pusaka Air Mata Malaikat ada di tangan Peri Malam.Ini yang dihindari Peri Malam. Karena menurutnya, Baraka belum mengetahui di mana Pusaka Air Mata Malaikat itu berada."Peri Malam! Kau tidak layak mendapatkan kemesraan darinya, karena kau seorang perempuan hina. Kau durjana dan kotor!""Tutup mulutmu Selendang Maut!" Sentak Peri Malam memotong."Jangan sangka dirimu bukan perempuan kotor! Aku tahu kau sudah bukan perawan lagi. Aku tahu kau sudah serahkan kehormatanmu kepada Trenggono!""Jahanam! Kaulah yang telah menyerahkan kesucianmu kepada Treng
Sebuah senjata rahasia telah terselip di antara jemari Baraka. Citradani terperanjat dan segera menyadari apa sebenarnya yang dilakukan oleh Baraka. Ternyata Pendekar Kera Sakti baru saja menyelamatkan jiwa Citradani dari ancaman senjata rahasia yang dilemparkan oleh seseorang dari tempat yang tersembunyi. Senjata rahasia itu berupa sepotong bulu landak yang tajam dan beracun ganas. Jika tangan Baraka tidak menutup ujung bukit dada Citradani maka senjata rahasia itu yang akan menancap di sana. Tapi dengan gerakan tangan Baraka menutup ujung bukit dada Citradani, maka senjata rahasia itu hanya terselip di sela jari Baraka dan dijepit kuat agar tak menyentuh kulit dada gadis itu."Kau mengenal siapa pemilik senjata ini?" tanya Baraka."Tidak. Tapi aku melihat sekelebat bayangan lari ke sana. Aku akan mengejarnya!""Tunggu dulu, aku akan...."Wuuusss...!Citradani sudah melesat lebih dulu sebelum Baraka selesai bicara. Kecepatan gerakannya yang menyer
Brrug...!Jaraknya hanya empat langkah dari tempat Pendekar Kera Sakti berdiri. Kalau saja Baraka mau menyerangnya, itu bukan pekerjaan yang sulit. Tapi ternyata Baraka tidak mau memberikan serangan balasan. Ia hanya melangkah satu tindak lagi dan si gadis buru-buru bangkit dari kejatuhannya. Kuda-kuda terpasang lagi, mata semakin tajam, napas kian menderu."Tulangku terasa ngilu semua," pikir gadis itu. "Kekuatan apa yang ada pada senjata itu, sehingga tenaga dalamku menjadi berbalik menyerangku? Rupanya pemuda ini bukan manusia hutan sembarangan. Aku tak boleh menganggap remeh kepadanya. Hmmm... tapi ketampanannya membuat keberanianku sempat susut beberapa kali. Kurang ajar! Persetan dengan ketampanan itu. Aku harus bisa melupakannya kalau tak ingin mati di ujung senjatanya itu!""Tahan seranganmu, Nona," kata Baraka dengan kalem. "Aku bukan musuhmu. Toh aku telah melepaskanmu dan tak jadi menyantapmu," tambah Baraka karena ia yakin gadis itu jelmaan dari keli
SEKELEBAT bayangan melintasi hutan di kaki bukit. Orang mengenal bukit itu dengan nama Bukit Mata Langit. Tak ada orang yang berani melintasi hutan di Bukit Mata Langit itu, karena mereka takut terperosok ke sebuah lubang yang amat dalam. Lubang itu tertutup oleh tanaman rambat sehingga tidak mudah diketahui oleh siapa pun. Tanaman rambat yang menutup rapat lubang tersebut seolah-olah berguna sebagai tanaman penjebak. Kelihatannya tempat itu datar dan bertanaman rambat biasa, tapi sebenarnya di bawah tanaman rambat itu terdapat lubang besar yang mengerikan. Lubang itu dikenal orang dengan nama Sumur Tembus Jagat.Hanya orang-orang yang tersesat saja yang berani masuk dan melintasi hutan Bukit Mata Langit itu. Salah satu orang yang tersesat adalah pemuda berpakaian keemasan. Pemuda itu mempunyai ketampanan menghebohkan kaum wanita. Di kedua pergelangan tangannya, tampak barisan gelang yang juga berwarna keemasan. Sebuah rajah naga emas melingkar juga tampak terlihat jelas dipu
Kini pedang emas sudah ada di tangan Baraka. Dan tubuh Rangka Cula yang terkena jurus 'Yudha' itu menjadi terpotong-potong dengan sendirinya setiap ruasnya, sampai terakhir kepalanya jatuh ke tanah dalam keadaan sudah tidak sempurna lagi.Brukk...!Tubuh Rangka Cula rubuh dalam keadaan paha dan lutut sudah terpisah. Dan itulah kehebatan jurus 'Yudha', yang menjadi satu dengan jurus 'Manggala', pemberian dari seorang ratu di alam gaib, yaitu Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi."Baraka...! Kau berhasil...!" teriak Kirana dengan girangnya, ia segera memeluk Pendekar Kera Sakti yang sudah memegangi pedang emas bersama sarungnya. Yang lain pun tersenyum merasa lega bercampur kagum. Terutama Ratna Prawitasari, tak henti-hentinya ia tersenyum memandangi kehebatan Baraka, tak henti-hentinya ia terkesima memandangi ketampanan Baraka, hingga lupa berkedip sejak tadi.Namun, kegembiraan itu segera susut setelah mereka mendengar suara ringkik kuda. Mata mereka berpaling ke
"Memenggal dengan hanya melihat...!" gumam Nyai Cungkil Nyawa sambil merenung dalam kebimbangan."Jubah itu... pasti jubah itu yang membuatnya dapat begitu!"Pendekar Kera Sakti segera ikut bicara, "Apa kelemahan jubah itu, Nyai?""Kelemahannya...!" Nyai Cungkil Nyawa berpikir beberapa saat, kemudian menjawab, "Tidak ada kelemahannya! Kecuali jika jubah itu dilepas, baru orang itu menjadi lemah!""Kalau begitu, biarlah aku yang menghadapinya," kata Pendekar Kera Sakti dengari tegas dan mantap. Semua mata memandang ke arah Baraka, termasuk Ratna Prawitasari.Tiba-tiba terdengar suara menyahut, "Aku yang menghadapi!"Semua berpaling ke arah orang yang menyahut pembicaraan itu. Ternyata Rangka Cula sudah berdiri dalam jarak tujuh tombak dari tempat mereka. Nyai Cungkil Nyawa menggeram benci, ia ingin bergerak maju, tapi tangan Baraka menahannya dan berkata, "Mundurlah semua! Ini bagianku...!"Semua menuruti kata Baraka. Mereka mundur den
"Gandarwo! Sekarang giliran kau bertarung melawanku secara jantan! Serahkan jubah itu atau kulenyapkan nyawamu sekarang juga!"Gandarwo diam saja, tapi matanya memandang dan mulutnya menyeringaikan senyum. Dan tiba-tiba kepala Mandraloka jatuh sendiri dari lehernya bagai ada yang memenggalnya dalam gaib. Gandarwo tertawa terbahak-bahak, karena ia membayangkan kepala Mandraloka terpenggal, dan ternyata menjadi kenyataan.Tiba-tiba tubuh Gandarwo tersentak jatuh dari kuda karena punggungnya ada yang menendangnya dengan kuat. Gandarwo terguling-guling di tanah, dan begitu bangkit ternyata Marta Kumba sudah berdiri di depannya, pedangnya pun dicabut dengan cepat.Gandarwo menggeram dengan pancaran mata kemarahannya, "Kau juga ingin memiliki jubah ini, Anak Dungu!""Ya! Untuk kekasihku, aku harus bertarung melawanmu!""Kasihan...!""Uhg...!" Marta Kumba tiba-tiba menghujamkan pedangnya sendiri ke perutnya dengan sentakan kuat.Gandarwo mem
"Ha ha ha ha...! Kalau sudah begini, siapa yang akan melawanku? Siapa yang akan mengalahkan Gandarwo, hah! Huah ha ha...! O, ya... aku akan membuat nama baru! Bukan Gandarwo lagi namaku! Biar wajahku angker menurut orang-orang, tapi aku punya jubah keramat begini, aku menjadi seperti malaikat! Hah...! Tak salah kalau aku memakai nama Malaikat Jubah Keramat! Ya... itu nama yang cocok untukku! Malaikat Jubah Keramat! Huah ha ha ha...!"Clapp...!Seekor kuda muncul di depan Gandarwo. Karena ia memang membayangkan seekor kuda yang akan dipakainya mengelilingi dunia persilatan dan mengalahkan jago-jago silat dari mana saja. Sesuai dengan apa yang ada dalam bayangan pikirannya, kuda itu adalah kuda jantan berbulu hitam yang kekar, dengan pelana indah berlapis emas pada tepian pelananya.Gandarwo naik di atas punggung kuda dengan gagahnya. Tapi pada saat itu, dua pasang mata ternyata sedang memperhatikan dari kejauhan. Dua pasang mata itu adalah milik Ratna Prawitasari
Crakk...!Ujung-ujung tombak itu mengenai lantai marmer, dan sebagian lantai ada yang gompal. Tetapi tubuh Gandarwo selamat dari hujaman tombak-tombak itu. Kalau ia tak cepat bergerak dan berguling ke depan, matilah ia saat itu juga."Jebakan!" ucap Gandarwo sambil matanya membelalak tapi mulutnya menyunggingkan senyum kegirangan."Pasti ini jebakan buat orang yang tak hati-hati dalam perjalanannya menuju makam itu! Ah, tak salah dugaanku! Pasti ini jalan menuju makam Prabu Indrabayu!"Semakin beringas girang wajah Gandarwo yang angker. Semakin banyak ia menghadapi jebakan-jebakan di situ, dan masing-masing jebakan dapat dilaluinya, sampai ia tiba di jalanan bertangga yang arahnya menurun. Setiap langkah sekarang diperhitungkan betul oleh Gandarwo. Tangga yang menurun berkelok-kelok itu tidak menutup kemungkinan akan ada jebakannya pula.Ternyata benar. Salah satu anak tangga yang diinjak membuat dinding lorong menyemburkan asap hitam. Gandarwo bur
"Aku tidak membawa almari! Untuk apa aku bawa-bawa almari!"Nyai Cungkil Nyawa berteriak jengkel, "Kataku, mau apa kau kemari!""Ooo... mau apa kemari?" Hantu Laut nyengir sambil menahan sakit. Nyai Cungkil Nyawa tidak tahu bahwa Hantu Laut adalah orang yang agak tuli, karena dulunya ketika ikut Kapal Neraka, dan menjadi anak buah Tapak Baja, ia sering digampar dan dipukul bagian telinganya, jadi sampai sekarang masih rada budek. (Baca serial Pendekar Kera Sakti dalam episode: "Tombak Kematian")."Aku ke sini tidak sengaja, Nek. Tujuanku cuma mau cari orang yang bernama Baraka! Dia harus segera pergi mengikutiku, karena aku mendapat perintah untuk menghubungi dia dari kekasihnya, bahwa....""Nanti dulu jangan cerita banyak-banyak dulu...!" potong Nyai Cungkil Nyawa, "Apakah kau teman Baraka?""Aku anak buahnya Baraka! Aku diutus oleh Gusti Mahkota Sejati Ratu Ayu Sejagat untuk menyusul dia, sebab akan diadakan peresmian istana yang sudah selesai di