Beranda / Pendekar / Pendekar Bukit Meratus / Bab 2: Padepokan Golongan Hitam

Share

Bab 2: Padepokan Golongan Hitam

Dengan kaki gemetaran menahan takut, Japra mendekati jasad Ki Palung. Nekat, dia pun memegang tubuh yang sudah taak bernyawa ini.

“Astaga, benaran sudah mati, tubuhnya tak gerak lagi?” batin Japra dan kembali ketakutan melanda hatinya.

Tiba-tiba Japra mendengar suara dari kejauhan, tanpa buang waktu, Japra berlari bersembunyi menjauhi jasad Ki Palung, dengan langkah ngos-ngosan saking gugupnya, sambil melihat-lihat situasi.

Dia pikir pasti orang jahat yang sudah membuat Ki Palung tewas ini yang datang kembali. 

Apa yang dia khawatirkan benar adanya!

“Ha-ha-ha…si pentolan perampok ini sudah mati!” tiba-tiba terdengar suara orang terbahak.

Japra langsung gemetaran tubuhnya. Ternyata yang datang salah satu dari 3 pendekar golok putih, musuh Ki Palung.

“Ya Tuhan, itu musuh Ki Palung moga dia tak lihat aku,” batin Japra makin merunduk tubuhnya ke tanah dan terhalang semak belukar yang lebat.

Hatinya tentu saja ketakutan, di pikirannya orang itu pasti jahat..! 

Dari tempat persembunyiannya, Japra melihat datang lagi 2 rekannya.

Kini kompletlah tiga orang tersebut mengelilingi jasad gembong perampok yang paling ditakuti di kawasan lereng Bukit Meratus.

Japra masih terpaku di tempatnya sambil nekat ngintip. Salah satu dari 3 pendekar ini menggeledah pakaian Ki Palung.

“Bangsat, benda yang dia curi tak ada di tubuhnya. Jangan-jangan sengaja dia buang atau sembunyikan di sebuah tempat!” sambil berucap begitu, orang yang baru datang ini lalu menendang jasad Ki Palung.

Tubuh tanpa nyawa ini terlempar sangat jauh, lalu masuk jurang yang sangat dalam. Japra yang menyaksikan itu sampai bergidik ngeri.

Kemudian dalam sekejap mata, ketiganya langsung pergi dengan sangat cepat. Japra sampai mengerjap-ngerjapkan mata, melihat kejadian yang baginya sangat mengerikan ini.

Cukup lama Japra mendekam di tempatnya sembunyi, setelah dirasanya aman, dia pun keluar dari tempat persembunyiannya, kemudian cepat-cepat pergi dari sana. 

Dia masih ketakutan melihat kesaktian 3 Pendekar Golok Putih, yang dibenaknya masih dianggap orang jahat dan bisa sewaktu-waktu menyusulnya!

Wajah ke 3 orang itu tak pernah dia lupakan, Japra memiliki daya ingat yang kuat. 

“Jadi itukah 3 Pendekar Golok Putih, yang sudah kalahkan Ki Palung..?!!!” pikirnya sambil melangkah cepat.

Ingat akan sumpahnya pada Ki Palung, kaki Japra melangkah ke arah Barat, di mana padepokan Ki Palung berada.

“Kamu terus berjalan ke arah Barat, nanti kamu akan menemukan sebuah sungai. Kamu susuri sungai itu arah ke Hulu. Di sana kelak, kamu akan menemukan sebuah kampung kecil, kampung itu di bawah kendaliku. Kamu tunjukan saja kalung ini, maka kamu akan di bawa ke padepokanku.” 

Itulah ucapan Ki Palung beri dia petunjuk, sebelum tewas setelah menyuruh Japra bersumpah. 

Tempat yang dituju ternyata bukan tempat yang dekat, Namun, perjalanannya tak sia-sia, setelah hampir 2 bulan, dia pun menemukan sebuah sungai yang dengan sesuai petunjuk Ki Palung.

Dengan kaki kecilnya dan semangat tinggi Japra menuju ke arah hulu menyusuri sungai ini.

“Inikah kampung itu?” batin Japra bersorak kesenangan perjalanan jauhnya tak sia-sia. Dia lalu melangkah cepat, untuk menemui siapapun warga di sini. 

Tanpa sadar dia sudah memasuki sebuah perkampungan perampok, yang sangat ditakuti semua orang dan letaknya pun tersembunyi. 

“Heii berhenti, siapa kamu pengemis cilik yang kesasar ke sini,” bentak seorang pria, dengan wajah bengis dengan brewok memenuhi wajahnya. Goloknya tergantung di pinggang.

Suara bentakan kasar ini otomatis menghentikan langkah Japra dan menatap orang ini. “S-saya Japra t-tuan!” sahut Japra agak takut.

Tak lama datang seorang pria lainnya, yang tak kalah seremnya, goloknya juga berada di pinggang, hingga penampilannya makin serem dan ikut menatap tajam wajah Japra.

“Hmm…aneh, ada pengemis cilik kelaparan nyasar ke kampung kita. Hei sebutkan kamu darimana dan mau apa kesini?” bentak rekannya itu tak kalah kasar, Japra hampir terkencing-kencing saking takutnya.

“S-saya d-dari Kampung Haliling, ke sini di-di suruh Ki Palung,” dengan suara gugup Japra menjawab. 

Lalu tangan mungil Japra mengeluarkan kalung yang dulu diserahkan pria yang sudah tewas itu.

“Apaaaa….!” Bak tersambar petir, orang pertama yang menegur Japra langsung merampas kalung itu.

“Anak kecil, kamu tak tahu siapa Ki Palung itu hah! Dia itu ketua kami yang paling kami hormati. Kalung ini sama nilainya dengan nyawa ketua kami itu, di mana ketua kami sekarang, awas kalau bohong, lehermu aku tebas!”  ancam orang yang mengambil kalung tadi dari tangan Japra, masih dengan suara mengguntur. 

Japra makin gemetaran dengar bentakan kasar disertai ancaman yang tak main-main.

“Agur, kita bawa anak kecil ini dan pertemukan dengan Ki Boka wakil kepala padepokan, biar beliau yang memutuskan nasib anak ini!” sela rekannya.

Pria yang dipanggil Agur mengangguk, lalu menyambar tubuh Japra dan berlari cepat menuju ke sebuah tempat di sebuah lereng gunung, diikuti teman nya tadi.

Jaraknya lumayan jauh dari kampung kecil ini.

Ki Boka lagi-lagi bikin nyali Japra hampir menciut, orang yang menjadi Wakil Kepala Padepokan ini tak kalah seramnya dengan Ki Palung dan kedua orang yang membawanya ke sini.

Tubuh orang ini tinggi kokoh dengan urat-urat kekar menonjol di kedua lengannya, ditambah golok yang lumayan besar di pinggangnya, lebih besar dari golok Agur dan rekannya.

Kini dia menatap tajam wajah Japra, kisah yang baru Japra sampaikan membuat wajahnya terlihat keruh, ada kemarahan serta dendam kesumat terlihat di sana. 

“Hmm…jadi ketua kami, Ki Palung sudah tewas di tangan 3 Pendekar Golok Putih? Dan kamu Japra, tak sengaja bertemu dengannya dan sudah lakukan sumpah…?”

Ki Boka menatap tajam wajah Japra…!

***

BERSAMBUNG

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status