Hutan ini sangat lebat dan terkenal angker, tapi anak bertubuh kecil kurus dengan pakaian mirip pengemis ini agaknya sudah terbiasa ke sini mencari kayu bakar, yang dikumpulkan lalu di jual ke pasar.
Di usianya yang baru jalan 8 tahunan, dia harus bekerja keras seperti orang dewasa, karena keadaannya yang miskin. Wajahnya sebenarnya tampan, matanya bulat bersih, hidungnya kecil mancung.
Krusaaakk….si anak kecil ini lalu refleks menoleh ke arah suara itu. “Jangan-jangan ular besar,” batinnya mulai waspada, sambil menghunus golok pendeknya yang selalu menemaninya bila ke hutan.
Tiba-tiba hampir copot jantungnya, seolah melihat hantu di siang bolong, di depannya sudah berdiri seorang laki-laki yang tak dikenalnya. Tak sadar goloknya sampai terlepas dari tangan, saking kagetnya.
Pandangan laki-laki itu menusuk mata polosnya, hingga hati si anak kecil ini mengkerek, ketakutan langsung melanda hati. Kok muncul tiba-tiba saja, batinnya.
“Kamu…bawa benda ini, lalu pergii cepat…arghh…aku tak punya banyak waktu!” mata pria ini menatap tajam, tapi tangannya terlihat menekan dada kiri, seperti menahan rasa sakit, mulutnya bahkan terlihat noda darah yang mengalir dari mulutnya.
“Tu-tuan s-siapa??! Si anak kecil dengan suaranya yang terbata bertanya.
Namun, pertanyaan itu tak terjawab, pria asing ini lalu berlari sangat cepat, dalam sekejap sudah hilang dari pandangannya, mulutnya bahkan terlihat tetes darah mengalir.
Si anak kecil ini melongo melihatnya, tapi bungkusan hitam yang diberikan langsung dia simpan di saku celananya.
Tak berselang lama, kembali si anak kecil ini terkaget-kaget, 3 orang berwajah serius sudah berdiri di depannya. Kemunculan ketiga orang ini tak beda jauh dengan pria sebelumnya yang muncul tiba-tiba.
“Hei anak kecil, apakah kamu melihat ada laki-laki berambut panjang, wajah brewok lewat sini,” bentak seorang laki-laki pada si anak kecil ini.
“A-aanu…tadi s-saya lihat lari ke arah sana!” tunjuk si kecil ini dengan suara gagap.
Pria yang bertanya tadi sesaat menatap dengan sangar wajah si anak kecil ini, seolah memastikan tidak dibohongi.
“Hei anak kecil, kamu jangan main-main.”
Japra, nama anak kecil itu, bergetar ketakutan mendapat tekanan demikian.
“I-iya tu-tuan, awalnya dia lari ke Barat, tapi berbalik kayak hantu, l-lari ke arah Timur!” kembali bocah kecil menyahut agak gagap omongan orang-orang kasar ini.
“Hmm…anak kecil jarang berbohong, ayoo kita kejar ke Timur,” kembali si anak kecil ini melotot saking kaget dan kagumnya melihat 3 orang ini, yang melesat pergi.
Tentu saja ketiganya tak tahu, kalau si anak kecil ini memiliki kecerdasan di atas rata-rata anak sebayanya.
Dia menyebutkan arah yang berlawanan dari menghilangnya lelaki yang sebelumnya memberinya sebuah bungkusan.
“Apakah 3 orang itu jahat? Sehingga mengejar orang yang serahkan benda ke aku?” pikirnya sambil jalan lagi, niatnya cari kayu bakar batal, gara-gara bertemu orang-orang asing tersebut.
Sambil berjalan pelan, si anak kecil tak sadar, laki-laki yang tadi serahkan bungkusan padanya secara lihai kembali menghadang di depannya.
“Ha-ha-ha…anak yang tabah dan cerdik, kamu cocok jadi muridku!”
Brasss tubuh si anak kecil ini di gendongnya, lalu dengan cepat berlari ke arah Barat.
Anak kecil ini langsung pejamkan mata, dia merasa sangat pening sekali dan tak tahu akan dibawa kemana. Dia tak sempat bertanya, rasa takut menjalari hatinya.
Sesekali dia mendengar suara ngos-ngosan, tanda orang yang membawanya ini sedang menahan sakit ditubuhnya. Tapi memaksakan diri terus berlari di tengah hutan belantara ini.
Kini mereka sudah sampai di sebuah lembah yang sangat curam, sangat jauh dari tempat tadi.
Orang ini menurunkan si anak kecil tersebut, kemudian bersemedi mengumpulkan kembali kekuatannya. Si anak kecil ini terheran-heran saat melihat asap hitam keluar dari kepala orang itu.
Hoek…hoek…! Orang ini muntah hingga 2X dan mengeluarkan darah hitam kental.
“Bangsat sekali, 3 pendekar Golok Putih bikin aku terluka dalam, pukulan halilintar mereka benar-benar hebat!” gumamnya.
Orang ini tak sadar perbuatannya di tatap si anak kecil, antara takut dan ngeri melihat keadaan orang ini.
Si anak kecil ini menduga-duga, siapakah sesungguhnya pria brewokan ini. Orang ini membuka matanya, saling pandang pun terjadi,
Sedangkan si pria itu menjalari pakaian sederhana bocah ini, yang agaknya anak seorang petani.
Anehnya, mata anak kecil ini bersinar tajam, seolah-olah ada sesuatu yang mujijat tersimpan di mata anak tersebut.
“Siapa namamu anak baik..?” dia bertanya pelan, suaranya parau dan berat.
“A-aku…namaku Japra tu-tuan!”
“Japra…siapa nama orangtuamu, ayahmu terutama?” desaknya lagi.
“Aku anak yatim piatu, aku hanya tinggal dengan orang tua angkat di Kampung Haliling, di kaki bukit Meratus, tapi mereka sering memukuliku, katanya aku pemalas!” sahut Japra polos.
“Emm…sini kamu mendekat!” perintahnya dengan suara keren.
Walaupun Japra menolak, tapi dia kaget bukan main, tubuhnya bak tersedot oleh tangan pria yang belum dikenalnya ini.
“Hebat…tulang pendekar…agaknya mendiang orang tuamu bukan orang sembarangan!” cetusnya kagum, Japra merasa tubuhnya dipegang tangan kasar dan kuat ini.
Japra merasa geli, lalu berubah sakit dan kepanasan, saat tangan pria kasar ini terus memegang tubuh kurusnya.
“Dengar baik-baik Japra, benda yang aku berikan padamu sebelumnya adalah sebuah peta, untuk menemukan sebuah pusaka. Pusaka itu berada di Bukit Meratus, kalau kamu berjodoh menemukannya, kamu akan jadi pendekar tanpa tanding!”
“Pusaka…aku tak paham tu-tuan, eh paman!”
“Kamu masih kecil, tapi tulang-tulang tubuhmu sudah menggambarkan kamu bukan keturunan orang sembarangan. Japra, asal kamu tahu, 3 orang sempat yang berbincang denganmu tadi adalah 3 Pendekar Golok Putih itu, mereka sengaja mengejar aku, setelah mengalahkanku hingga terluka dalam.”
Japra hanya mendengarkan saja, di usianya yang sudah 8 tahun terus berusaha memahami kenapa si pria ini bermusuhan dengan 3 pendekar golok putih itu.
“Japra, namaku Ki Palung, aku terkenal sebagai kepala rampok di kaki bukit meratus, aku merampas peta itu dari seorang pangeran yang jadi pemberontak di Kerajaan Daha. Anak buahnya 3 pendekar golok putih mengejarku, kami bentrok, tapi aku kalah karena di keroyok 3 orang bangsat itu.”
Sambil mendengarkan Japra kini duduk di depan Ki Palung. Japra sempat terkaget-kaget, berarti pria ini orang jahat, karena ngaku perampok..?
“Dengar pesan terakhirku, kamu harus temukan pusaka itu. Kelak kalau sudah menjadi seorang pendekar hebat. Segera cari Padepokan-ku, simpan kalung ini, sebagai tanda kamu adalah pewarisku.”
Ki Palung merengut kalung yang melingkar di lehernya. Lalu meraih tangan Japra. “Cepat simpan benda itu.” perintahnya.
Japra iya-iya saja, berarti saat ini ada 2 benda yang harus dia simpan dari Ki Palung.
“Nah, sekarang kamu bersumpah segera!” lagi-lagi Japra yang tak paham kenapa harus bersumpah mengikuti perintah ini.
Dia juga diminta menghadap ke Barat, ke arah matahari yang mau terbenam.
“Ikuti kata-kataku…Aku bersumpah, akan membalas dendam pada 3 Pendekar Golok Putih, aku juga bersumpah akan menjadi penerus Padepokan Ki Palung, setelah berhasil jadi pendekar hebat kelak. Langit dan bumi jadi saksi sumpahku, aku Japra…akan mati mengerikan kalau tidak melaksanakan sumpah ini!”
Dengan suara pelan Japra mengikuti sumpah itu, tanpa paham apa maknanya, dia terlalu kecil untuk mengerti arti sumpah ini.
Tempat ini sunyi, tak ada lagi suara apapun. Bahkan suara nafas berat Ki Palung pun tak terdengar lagi.
Brukkk…Japra kaget, terdengar suara seperti benda jatuh, Japra yang tadi mengucapkan sumpah ke arah Barat, dan membelakangi Ki Palung kaget bukan main.
Dia pun otomatis berbalik dan terperanjat bukan kepalang, Ki Palung sudah tak bergerak lagi di tempatnya duduk tadi dalam posisi tertelungkup.
*****
BERSAMBUNG
Dengan kaki gemetaran menahan takut, Japra mendekati jasad Ki Palung. Nekat, dia pun memegang tubuh yang sudah taak bernyawa ini.“Astaga, benaran sudah mati, tubuhnya tak gerak lagi?” batin Japra dan kembali ketakutan melanda hatinya.Tiba-tiba Japra mendengar suara dari kejauhan, tanpa buang waktu, Japra berlari bersembunyi menjauhi jasad Ki Palung, dengan langkah ngos-ngosan saking gugupnya, sambil melihat-lihat situasi.Dia pikir pasti orang jahat yang sudah membuat Ki Palung tewas ini yang datang kembali. Apa yang dia khawatirkan benar adanya!“Ha-ha-ha…si pentolan perampok ini sudah mati!” tiba-tiba terdengar suara orang terbahak.Japra langsung gemetaran tubuhnya. Ternyata yang datang salah satu dari 3 pendekar golok putih, musuh Ki Palung.“Ya Tuhan, itu musuh Ki Palung moga dia tak lihat aku,” batin Japra makin merunduk tubuhnya ke tanah dan terhalang semak belukar yang lebat.Hatinya tentu saja ketakutan, di pikirannya orang itu pasti jahat..! Dari tempat persembunyiannya,
Dengan polosnya Japra pun mengangguk, dia bahkan tak ragu sebutkan isi sumpah tersebut. Hingga Ki Boka dan dua orang tadi saling pandang, takjub sekaligus keheranan.“Ini sumpah rahasia padepokan kita, agaknya anak kecil ini tak bohong Ki Boka,” bisik pria yang bernama Agur ini. Ki Boka menganggukan kepala sambil menaksir-naksir tubuh Japra.Tapi…tanpa setahu ke 3 orang ini, Japra sengaja tak ceritakan soal peta Pusaka Bukit Meratus!Ki Boka lagi-lagi bikin nyali Japra hampir menciut, orang yang menjadi wakil Ki Palung ini tak kalah seramnya dengan Ki Palung dan kedua orang yang membawanya ke sini.Wajah brewokan, tubuh Ki Boka tinggi kokoh dengan urat-urat kekar menonjol di kedua lengannya, ditambah golok yang lumayan besar di pinggangnya, lebih besar dari golok Agur dan Icok.Kini dia menatap tajam wajah Japra, kisah yang baru Japra sampaikan membuat wajahnya terlihat keruh, ada kemarahan serta dendam kesumat terlihat di sana. “Hmm…jadi ketua kami, Ki Palung sudah tewas di tangan 3
“Kurang ajar, heii jongos, kamu ternyata diam-diam ngintip saat kami latihan yaa. Kamu patut di hajar,” bentak Sawon, ditambah kompor dari 3 temannya, yang sebut Japra pencuri ilmu silat, makin murkalah Sawon.Tanpa menunggu Japra bicara. Hiattt….hiatttt…Sawon langsung keluarkan jurus-jurus terhebatnya, dia seolah ingin hajar Japra dalam satu gebrakan.Japra tentu saja kaget tak kepalang dengan serangan ganas Sawon ini. Tapi anak kecil ini tak gentar, dengan gesit dia mampu menghindar semua serangan ganas Sawon.Walaupun baru 6 bulanan berlatih seorang diri, dengan lincah semua serangan Sawon berhasil Japra elakan.Tapi Japra tak punya kesempatan membalas, kadang ada juga pukulan Sawon yang kena ke badan kurusnya. Japra menahan nyeri, tapi dia tak mau menyerah begitu saja."Aku tak salah apa-apa," batinnya mulai marah juga dengan kelakuan Sawon ini. Tanpa Japra sadari, jiwa pantang menyerang dan ingin membalas kalau disakiti mulai keluar tanpa dia sadari.Japra bertekad akan melawan ap
“Japra aku ikut berlatih yaa!”Japra yang sedang bergerak lincah langsung berhenti, mendengar suara bening dari seorang gadis kecil.Matanya bulat bersinar terang, kulitnya putih bersih, dengan bulu-bulu halus di sekujur lengannya, menambah kecantikannya.“Aura…boleh, ayoo kita berlatih bareng, mengulang pelajaran dari Mahaguru kemarin,” sahut Japra dengan wajah berbinar.'Siapa yang tak senang berlatih ditemani bocil cantik ini-' pikir Japra sumringah. Kebiasaan berlatih seorang diri sudah jadi rutinitas Japra sejak jadi murid di sini.Japra tak pernah pedulikan apapun kelakuan Ki Boka dan anak buahnya, yang kadang berpesta usai sukses melakukan perampokan pada korban-korbannya. Ia hanya fokus berlatih!Keduanya pun berlatih dengan riang gembira. Tubuh Japra yang kini bergerak gesit dan luwes, 2 tahun lalu dan saat ini sudah berubah.Di usianya yang sudah 10 tahunan, badannya berisi tak lagi kurus, tubuhnya pun makin jangkung. Ditunjang pakaian hitam yang dia kenakan. Menambah ketampa
Ki Birawa dan Ki Boka terlihat pembicaraan serius. Saking asyiknya berbincang, Ki Birawa dan Ki Boka ngobrol, tak sadar Japra sudah kembali setelah tadi bertemu Aura, dan kini mendengarkan obrolan mereka.“Jadi Maharaja sudah digulingkan seorang pangeran yang juga adik raja terdahulu?” terdengar suara Ki Boka. “Betul Boka, kerajaan sekarang berganti penguasa, pembersihan dilakukan kerajaan. Hati-hatilah kalian, raja yang baru ini kabarnya juga akan babat siapapun yang ganggu kerajaan-nya, termasuk mengganggu warganya!” Ki Boka mengangguk tanda paham dengan peringatan Ki Birawa. Ki Boka pun berencana ‘istirahat’ dulu jalankan aksinya bersama komplotannya.Dia khawatir bila masih beraksi, justru akan bentrok dengan pasukan kerajaan yang baru dan bakal panjang urusannya.“Boka, aku heran, katanya peta pusaka bukit meratus sudah berhasil di rebut Ki Palung. Tapi anehnya, saat dia tewas ditangan 3 Pendekar Golok Putih, peta itu lenyap! Apakah selama ini kamu selidiki kemana lenyapnya p
“Rapalkan mantra yang sudah aku ajarkan sambil kerahkan tenaga dalammu. Lalu masuk ke dalam bejana itu cepat!” terdengar perintah Ki Birawa.Japra pun merapalkan mantera itu sambil tarik nafas dan salurkan seluruh kekuatan di dalam perutnya. Tubuhnya tiba-tiba dingin dan tanpa ragu dia masuk ke dalam tungku itu dan duduk di air mendidih.Anehnya panas air itu tak terasa di tubuhnya, Japra pun makin terkagum-kagum dengan kehebatan gurunya ini. Ki Birawa lalu beri petunjuk-petunjuk dan Japra dengan mudahnya mampu ikuti semua petunjuk tersebut. “He-he-he…ilmu pukulan Ular Kobra dan Jurus Halilintar yang aku ajarkan sudah bisa kamu serap Japra. Tinggal terus kamu latih maka 1 tahun lagi, seluruh anak buah Ki Boka bukan tandinganmu lagi,” terdengar suara Ki Birawa tertawa lepas khas burung hantu. Ki Birawa bangga bukan main, murid tunggalnya ini tak mengecewakannya, bahkan melebihi ekspektasinya.“Kelak kalau dia dewasa, Ki Boka bahkan aku sendiri bisa saja bukan tandingannya lagi, bi
“Japra, hari ini kita turun gunung, kita akan menemui orang-orang dari Kerajaan Daha, mereka ini bukan orang sembarangan.”“Baik guru!”Setelah berkemas seperlunya, keduanya berlari cepat menuju sebuah tempat, kalau dulu Japra sering tertinggal dari Ki Birawa. Kini sebaliknya, berjam-jam berlari cepat, wajahnya biasa saja.Terbalik dengan Ki Birawa, terdengar deru nafasnya, tanda kelelahan berlari cepat, di samping tenaga dalamnya belum pulih 100 persen. Faktor usia juga mempengaruhi kekuatannya.Apalagi 90 persen tenaga dalamnya sudah di oper ke tubuh murid tunggalnya ini.Tempat yang dituju ternyata sebuah kampung yang terletak di sebuah perbatasan dengan Kerajaan Daha ini. Dua minggu kemudian mereka sampai di sebuah kampung yang terlihat porak poranda, sepertinya bekas perampokan.“Hmm…siapa yang merampok habis-habisan kampung ini?” gumam Ki Birawa.Kakek tua ini mendekati seorang warga yang nafasnya senin kamis, golok masih tertancap di perutnya.“Siapa pelakunya,” tanya Ki Biraw
“Ilmu setan…? Ilmu apa itu guru?” dengan polosnya Japra malah balik bertanya. Ki Birawa seolah habis akal mendengar ucapan Japra ini.“Duduklah, kosongkan tubuhmu!” perintah Ki Birawa, dengan patuh Japra duduk dan mentaati perintah gurunya.Ki Birawa lalu meraba seluruh tubuh muridnya sambil kerahkan tenaga dalamnya. Sampai berulang-ulang dia lakukan itu, tapi tak ada yang aneh dengan tubuh Japra.“Aneh sungguh aneh…tenaga dalamnya hanya terisi seperti yang ku ajarkan selama ini, kenapa tadi dia bisa melakukan jurus setan itu?” pikir Ki Birawa kebingungan.“Guru, tolong ceritakan, apa yang sesungguhnya terjadi padaku?” Japra kini memandang gurunya, seakan meminta penjelasan.“Kita pergi dari sini, nanti di jalan aku ceritakan,” tanpa menunggu jawaban Japra, Ki Birawa jalan duluan.Saat akan pergi, alangkah kagetnya Japra, puluhan wanita yang tadi jadi korban penculikan dan pemerkosaan para perampok, sudah jadi mayat!“Astagaaa….apakah ini akibat perbuatanku..?” rasa sesal langsung men