Beranda / Pendekar / Pendekar Bukit Meratus / Bab 6: Didikan Golongan Hitam

Share

Bab 6: Didikan Golongan Hitam

Ki Birawa dan Ki Boka terlihat pembicaraan serius. Saking asyiknya berbincang, Ki Birawa dan Ki Boka ngobrol, tak sadar Japra sudah kembali setelah tadi bertemu Aura, dan kini mendengarkan obrolan mereka.

“Jadi Maharaja sudah digulingkan seorang pangeran yang juga adik raja terdahulu?” terdengar suara Ki Boka.    

“Betul Boka, kerajaan sekarang berganti penguasa, pembersihan dilakukan kerajaan. Hati-hatilah kalian, raja yang baru ini kabarnya juga akan babat siapapun yang ganggu kerajaan-nya, termasuk mengganggu warganya!” 

Ki Boka mengangguk tanda paham dengan peringatan Ki Birawa. Ki Boka pun berencana ‘istirahat’ dulu jalankan aksinya bersama komplotannya.

Dia khawatir bila masih beraksi, justru akan bentrok dengan pasukan kerajaan yang baru dan bakal panjang urusannya.

“Boka, aku heran, katanya peta pusaka bukit meratus sudah berhasil di rebut Ki Palung. Tapi anehnya, saat dia tewas ditangan 3 Pendekar Golok Putih, peta itu lenyap! Apakah selama ini kamu selidiki kemana lenyapnya peta tersebut?” Ki Birawa kini alihkan pembicaraan sambil menatap tajam Ki Boka.

Deg, hati Japra sesaat berdetak, tapi ia diam saja dan tetap duduk di lantai, sambil menunduk.

“Aku juga sejak dulu menyelidiki hal ini Ki Birawa, namun peta ini seakan lenyap di telan bumi. Aku dan anak buahku sampai berkali-kali bentrok dengan pendekar golongan putih. Juga saingan kita dari golongan hitam yang menuding aku sembunyikan peta itu setelah dirampas Ki Palung dari pangeran yang kini jadi Maharaja Daha itu!”

“Hmm…aku juga pernah bentrok dengan 3 pendekar golok putih, gara-gara peta itu. Hampir aku menang tapi datang guru mereka Ki Durga hingga aku terpaksa kabur. Mereka sampai kini masih terus memburu peta tersebut. Peta itu kabarnya jadi petunjuk tempat tersembunyinya pusaka-pusaka luar biasa,” sela Ki Birawa.

Jantung Japra makin tak karuan, kini baru dia sadar, kenapa semua pendekar dari golongan hitam dan putih berebut peta, yang sengaja diberikan Ki Palung padanya dan diam-diam ia simpan.

“Eh kamu sudah siap Japra, ayo kita berangkat sekarang,” ajak Ki Birawa, baru sadar Japra dari tadi sudah balik lagi dan turut mendengarkan percakapan mereka. 

Setelah beri hormat pada Ki Boka, tanpa pamit dengan murid-murid lainnya. Japra yang kini sudah berusia 12 tahun ikut guru keduanya ini merantau.  

Japra lega, kini dia tak lagi harus melihat tatapan sinis Sawon dan cs-nya. Walaupun tak diganggu, tapi api pemusuhan selalu Sawon cs perlihatkan padanya.

Diam-diam pikirannya kadang teringat wajah manis sang mutiara indah…Aura!

Setelah berjalan cepat lebih dari 4 jam, Ki Birawa lalu ajak Japra istirahat di pinggir sebuah telaga. Japra terlihat ngosan-ngosan mengikuti langkah cepat guru keduanya ini.

“Japra, ilmu apa saja yang sudah kamu terima dari Ki Boka itu?”

 “Jurus Ular Kobra saja guru, juga gerakan pertahanan dan menyerang!” tanpa di minta Japra langsung praktekan pelajaran silat yang dia pelajari selama 4 tahunan ini.

Melihat Japra bersilat, Ki Birawa justru kagum melihat ilmu silat yang dikuasai bocah tanggung ini, tubuhnya bergerak lincah ke sana kemari.

Walaupun di mata Ki Birawa gerakan itu masih sangat lambat.

Namun sebagai pendekar tua dan berpengalaman dia paham, Japra masih belia dan ibarat golok, tinggal di asah, maka hasilnya akan terlihat kelak.

Tentu saja yang namanya golongan hitam, pelajaran yang diajarkan pun beda dengan golongan putih. Metode latihannya bikin Japra terheran-heran sendiri saat itu.

Kadang mereka di minta latihan berenang di lumpur penuh lintah dengan telanjang bulat, tak peduli murid lelaki atau perempuan. 

Lalu sesekali tangan mereka di minta di rendam dalam air mendidih yang berbau amis. Banyak yang tak sanggup. Tapi beda dengan Japra!

Ki Boka sebut itu sebagai latihan awal, agar pukulan mereka kelak mengandung racun mematikan, yang disebutnya dengan nama Jurus Ular Kobra.

Jurus inilah yang dulu hampir membuat Japra tewas di hajar Sawon!

“Sekali pukul musuh mati keracunan. Ingat! Saat bertempur dengan musuh, hanya ada dua pilihan membunuh atau di bunuh. Musuh jangan dibiarkan hidup. Semakin banyak di bunuh makin hebat!”

Ki Boka berikan ‘ideologi sesat’ padepokannya pada murid-murid belianya ini. 

“Lumayan Japra, kamu memang sangat berbakat. Jurus yang kamu kuasai sebenarnya sudah melampaui murid-murid juga anak buah si Boka sendiri, hanya perlu dimatangkan lagi,” cetus Ki Birawa senang.

Japra di didik pelajaran ilmu silat luar biasa hebatnya dari Ki Birawa, yang jauh lebih hebat dari ilmu silat yang diajarkan Ki Boka selama hampir 4 tahunan.

Sepanjang jalan, Ki Birawa benar-benar sempurnakan semua jurus yang Japra pelajari dari Ki Boka.

“Kita harus berlatih di tempat persembunyianku Japra, aku masih sangat penasaran, bisa kalah dari Ki Durga itu. Padahal 3 muridnya si pendekar golok putih hampir berhasil aku kalahkan!” dengus Ki Birawa menyiratkan dendamnya pada musuh besarnya tersebut.

Selain Ki Durga dan 3 muridnya itu, Ki Birawa juga ceritakan tokoh-tokoh hebat lainnya dari golongan putih serta golongan hitam

Mengkerek juga Japra tahu nama-nama tokoh pendekar yang diceritakan Ki Birawa. Tapi gurunya ini sebut, dari semua tokoh itu, Ki Durga paling tinggi kesaktiannya.

“Kesaktian Ki Durga bak setan saking hebatnya, dia tak pernah menyerang. Tapi semua jurus yang aku keluarkan membalik menghantam diriku sendiri. Inilah yang membuatku kalah!” Ki Birawa sampai bergidik menceritakan kehebatan tokoh sakti ini dan hampir saja membuatnya tewas.

“Butuh waktu hingga satu tahun aku memulihkan diriku, akibat pukulan yang membalik itu!” cetus Ki Birawa lagi, sambil tengak araknya.

“Berarti Ki Durga itu sangat sakti bak dewa ya guru?” tanya Japra polos.

“Bisa jadi…dia titisan merupakan dewa atau setan sekalian. Belum pernah ada lawan yang mampu kalahkan dia.” dengus Ki Birawa jengkel, membuat Japra terdiam.

Setelah menempuh perjalanan hingga 2 bulan dan setiap hari Japra berlatih di bawah petunjuk Ki Birawa. Sampailah mereka di tempat tinggal gurunya ini. Tempatnya terpencil di tengah hutan yang lebat dan tersembunyi.

Latihan keras pun kembali dilakukan Japra, anak tanggung ini benar-benar berlatih siang malam, istirahat kala tubuhnya sudah kelelahan.

Ki Birawa pun senang bukan main melihat ketekunan dan kedisiplinan murid tunggalnya ini.

Suatu hari Japra diminta cari kayu dan bawa bejana besar. 

“Bikin tungku dan didihkan air dalam bejana itu!” perintah Ki Birawa. 

Begitu air mendidih, Japra bak tersambar petir saat dia disuruh lepas seluruh pakaian dan tubuhnya harus masuk ke bejana yang airnya sedang mengelegak  tersebut.  

Japra ngeri juga dengan pelajaran ilmu silat yang tak lumrah ini. 

Tapi dia yakin saja, apalagi saat melihat Ki Birawa menatapnya tajam. Seakan minta muridnya ini jangan ragu masuk ke bejana yang airnya mendidih tersebut. 

*****

BERSAMBUNG

mrd_bb

Selamat sore pembaca yang terhormat, inilah novel silat terbaru kami, mohon maaf kalau ada dikit beda di bab 6 ini, karena di bab 3-4 dan 5 ada revisi, moga hasil revisinya sudah ter update yaa. Selamat menikmati kisah aseek Pendekar Bukit Meratus, yang di bumbui dengan kisah romantis dan intrik kerajaan, salam MRD_BB

| 2

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status