Sudah berpindah ke rumah sakit terdekat dari bandara. Gabriel yang tengah bersandar di berangkarnya, tampak serius melihat berlembar-lembar foto jepretan di tangan kanannya, padahal ada luka yang sekarang telah di perban di area bahunya, tapi seakan tidak merasakan rasa sakit pria itu bergerak luas membolak balik foto tersebut.Lembaran foto yang di tangkap cctv, pelaku-pelaku yang beberapa waktu lalu menyerangnya. Wajah orang-orang berpakaian serba hitam itu tertutup topi dan masker, yang mungkin beberapa dari mereka telah menjadi mayat karena baku tembak tadi, apa lagi Gabriel yang saat itu tidak pandang bulu menembak mati kepala sang lawan."Oh, oke. Terus cari infomasinya lebih detail."Gabriel melirik sang ajudannya—Brian, yang tengah bertelepon. Sampai lelaki itu selesai, lalu melaporkan informasi yang baru di dengarnya."Dari beberapa yang kita dapatkan, dari yang telah tewas atau masih hidup adalah— sebagian besar pembunuh bayaran," ucap Brian sambil menyerahkan ipadnya setela
Gabriel melirik Brian dengan bengis setelah mendengar alasan dari keberhasilannya membawa istrinya itu.Sedangkan yang di tatap hanya bisa meringis. "Kata tuan apa pun alasannya yang penting bisa membawa madam kesini.""Tapi tidak dengan mengatakan—damn! sudah lah, pergi sana!" Gabriel yang akhirnya mendengus dan tak memperpanjang lagi protesannya mengusir Brian yang langsung mendengus samar."Kebiasaan seenaknya terima kasih saja tidak, cih.""Apa katamu?"Deg Ah mati dia! Sepertinya ucapannya tadi bukan dari batin."Brian?!""Ahh tidak tidak. Saya undur diri saja. Selamat menimati reuni nya, dan jangan berantem. Malu sama anak kecil." Tunjuknya pada Lucy yang tengah menyandarkan tubuh mungilnya pada sisi perut kiri Daddynya yang tidak terluka. Dan sebelum kembali di semprot lelaki iti lebih dulu kabur meninggalkan umpatan nyaring Gabriel."Heh mulut!" Yang langsung di protes Abby.Wanita itu hanya bisa mengelus dada karena contoh buruk putrinya sepertinya bertambah. Dan pula tanpa
"Damn!" Menatap stik mini di antara jarinya, Abbyana yang kala itu masih berusia sembilan belas tahun terbelalak. Rasa panik, takut dan marah menyerbunya kala mendapati dua garis merah terpang-pang nyata. "Bagaimana bisa?" Lirih dengan kepala penuh. Ternyata tanda-tanda mual, pusing, mood sawing yang menyebalkan beberapa hari lalu itu ini penyebabnya? Dan bagaimana bisa? TENTU SAJA KARENA DIA BERSETUBUH DENGAN MAKHLUK HIDUP! Dan kecebong si MAKHLUK HIDUP ITU mendapatkan sel telurnya. SIALAN ABBYANA!Dia masih sembilan belas tahun, amat sangat belum siap terlebih keadaan saat ini sangat kacau. Dan bajingan itu... Ini semua kesalahan BAJINGAN itu! "GABRIEL METTEOW SIALAN!" Jeritnya memenuhi kamar mandi. Melempar stik di tangannya ke sembarang arah, mengacau rambutnya dengan perasaan campur aduk, dengan berutal juga melempar benda apa saja yang bisa di jangkau tangan kecil kurusnya sampai berhamburan. Rasanya dia ingin merubuhkan kamar mandi ini!BRAK BRAKKKKPRANKK"Abby?"Tok
Membuka matanya kemudian bangkit dalam sekejap mata, Abby meringis kala kepalanya berputar kencang setelahnya. Tapi tidak dia hiraukan karena ada yang lebih penting.Yea, Lucyana. Dimana putrinya? "Lucy?"Tidak ada sahutan.Bergerak bangkit dengan tergesa wanita itu keluar dari kamarnya dan hanya di sapa oleh keheningan."Lucyana?"Masih tidak ada sahutan.Ini benar? Bukan mimpi?Astaga, Abby harus bagaimana?Tadi malam setelah keributan yang terjadi di rumah sakit, permohonannya pada Gabriel, pemberontakannya pada bodyguart lelaki itu, lalu setelahnya tengkuknya terasa di pukul dan setelahnya dia tak ingat apa pun lagi.Dan lelaki itu tadi malam menyuruh bodyguartnya memulangkannya setelah membuatnya pingsan.Astaga. Dasar gila!Menatap sekeliling Abby berlari ke kamar putrinya, mencoba berharap kendati hanya kekosongan yang menyapa.Terduduk lemas di ranjang mini putrinya, Abby memeras kepalanya supaya berpikir—langkah apa yang harus di ambilnya.Tentu saja dia akan mengambil putri
Wynnn vegas, Amerika. 08.45 PM.Langkah kaki yang terbalut flat shoes itu tampak meliuk-liuk dan tergesa di antara puluhan kaki-kaki yang tengah sibuk kesana-kemari. Kedua tangannya pun tampak sibuk dengan nampan yang berisi beberapa gelas minuman. ABBYANA—Perempuan berusia 29 tahun itu—dengan wajah cantiknya yang terlapis makeup tipis, tersenyum kala satu pria paruh baya menyambut sodoran minuman yang di bawanya."Selamat menikmati, tuan." Ramah tamahnya yang memang merupakan tugas dari pekerjaannya."Yea, dan akan sangat menyenangkan jika kau ikut bergabung denganku, cantik." Bersama kalimat itu selesai terucap, Abby tersentak kala merasakan rangkulan mesra di pinggangnya.Dan wajah ini—Shit!Abby tidak menyukainya."Go ahead, mr!" Pria hidung belang bermarga Alexander yang sebisa mungkin selalu di hindarinya, meski hasilnya sia-sia saja karena bagaimana pun tempat kerjanya berhubungan dengan pria itu. Setelah berhasil menghilangkan keterkejutannya, Abby mencoba melebarkan seny
Kring Kring "Ohhh shit!" Umpatan itu lancar sekali terlontar dari bibir mungil seorang gadis kecil. Putri dari Abbyana yang dalam satu bulan kedepan akan menginjak usia 7 tahun— Mendapati jam yang telah menunjukan angka tujuh lebih dua puluh lima pagi.Telat.Tentu saja!Setelah mematikan alarmnya yang memang telah diatur sejak setahun lalu oleh sang Ibu. kendati usianya yang masih sangat belia Lucy sudah di ajarkan mandiri untuk mengarungi dunia yang keras ini.Pekerjaan dengan jam kelalawar yang di miliki sang Ibu sejak dua tahun yang lalu, membuat Lucy ikhlas tidak ikhlas mengiyakan titah sang ibu. Meski terkadang Lucy akan di ungsikan pada teman Abby yang bersebelahan dengan kontrakannya.Pagi hari pukul setengah delapan Lucy berangkat sekolah dan pulang tepat pukul satu siang, dan tentunya di jemput oleh ibunya.Dan dari pukul—ahh mentok jam 6 pagi Ibunya akan luang sekali dan lebih menghabiskan waktunya di rumah sedangkan pada malam hari, wanita yang telah melahirkannya itu
Bunyi ketukan dari sepatu pentofel coklat mengkilap itu terdengar tegas kala menginjak lantai marmer. Sesosok tinggi berwajah eropa dengan rahang tegas dan gaya rambut undercut itu tampak sibuk dengan berkas yang di bolak-balik oleh tangannya."Laporan yang kuminta tadi pagi?" Tanya pria itu setelah menyerahkan berkas di tangannya pada tangan kanannya yang bernama Brian D'obrien."Ini tuan," Brian menyerahkan ipad pada majikannya setelah mengutak-atiknya dengan kilat."Nyonya Alexa telah sampai di D'Hotel."Dan lirikan tajam yang di dapat Brian setelah menginformasikan hal tersebut."Maaf." Sadar situasi yang menegangkan Brian menunduk dengan ringisan samar.Lelaki itu berdecak. "Tidak ada hotel lain kah, lintah itu selalu mengangguku!" gerutunya terus melangkah menuju mobil yang telah terparkir cantik di depan lobby perusahaan pencakar langit yang tampak gagah dengan desain modernnya."Nyonya meminta anda menemaninya di jam makan malam." Meski sudah tau diberi respon tak mengenakan
Kilas balik"NO, LUCY!!"Di pagi hari setelah malam itu, Abby yang terbangun karena mimpi buruk di ranjang hotel itu, bangkit dengan raut cemas dan peluh yang membanjiri tubuhnya terutama wajah yang tampak jelas, dan kedua pipinya pun sedikit memerah. Tangannya terulur memijit kepalanya yang seperti tertimpa palu, pusing yang terasa sakit sekali dan semakin sakit kala menyadari sesuatu. Ada sesuatu yang bergerak. Batinnya merasakan pergerakan di sebelahnya.Dan rasa bingung menghampirinya. "Ini di— Oh shit" ucapannya terhenti dengan raut kaget yang tampak di wajahnya, terlibih kala melihat punggung kekar milik pria di sampingnya. "Jangan bilang, damn it?" Punggung milik pria itu? "Kau gila Abbbyana!!"Dan seketika itu pula otaknya di penuhi kerusuhan, tadi malam memang gila tak seharusnya dia mabuk. Abby pun sadar akan keberadaan Gabriel yang lelaki itu lah yang menjadi pelanggannya. Pertama kali bertatap wajah tentu syok tapi syukurnya Abby bisa mempertahankan raut datar dan