Kilas balik
"NO, LUCY!!"
Di pagi hari setelah malam itu, Abby yang terbangun karena mimpi buruk di ranjang hotel itu, bangkit dengan raut cemas dan peluh yang membanjiri tubuhnya terutama wajah yang tampak jelas, dan kedua pipinya pun sedikit memerah.
Tangannya terulur memijit kepalanya yang seperti tertimpa palu, pusing yang terasa sakit sekali dan semakin sakit kala menyadari sesuatu.
Ada sesuatu yang bergerak. Batinnya merasakan pergerakan di sebelahnya.
Dan rasa bingung menghampirinya."Ini di— Oh shit" ucapannya terhenti dengan raut kaget yang tampak di wajahnya, terlibih kala melihat punggung kekar milik pria di sampingnya.
"Jangan bilang, damn it?"
Punggung milik pria itu?
"Kau gila Abbbyana!!"
Dan seketika itu pula otaknya di penuhi kerusuhan, tadi malam memang gila tak seharusnya dia mabuk. Abby pun sadar akan keberadaan Gabriel yang lelaki itu lah yang menjadi pelanggannya.
Pertama kali bertatap wajah tentu syok tapi syukurnya Abby bisa mempertahankan raut datar dan dinginnya dan tidak terintimidasi.
Tapi harusnya Abby tidak mabuk biar semua bisa terkendali, tapi kekacauan yang terjadi.
"Dan kenapa juga kau terlena, bodoh!"
Ingat, aku tidak sadar karena mabuk. Satu sisi batinnya membela.
Tanpa basi-basi lagi memutus perang antara kekacauan di batinnya, Abby yang akan bangkit untuk enyah dari hotel ini malah di buat terkejut kala tubuhnya tertarik karena lengan keker di belakangnya.
Yea, Gabriel menariknya sampai terperangkap pada dekapan lelaki itu yang Abby akui terasa hangat.
Dan sekian detik menatap wajah yang berada tepat di hadapannya itu, Abby yang mengira sang nyawa dari pemilik tubuh kekar itu telah terjaga tapi ternyata tidak.
Gabriel masih menutup matanya dengan dengkur halus samar yang masih bisa di tangkap indra pendengarnya.
Sejenak terpaku pada wajah yang ternyata telah sedikit berubah dari terakhir kala dia melihatnya.
Hanya selang beberapa detik tatapan itu terlempar sampai Abby kembali menarik akal sehatnya.
"Kabur Abby, cepat!"
Bangkit setelah akhirnya bisa lepas dari jeratan hewan buas yang masih tertidur itu, Abby yang glasak-glusuk meraih baju celana dan memakainya tak lupa barang-barangnya yang entah kenapa berhamburan di lantai. Apa jatuh?
Tapi Abby tak punya waktu untuk memikirkan alasan, dan segera pergi dari kamar hotel tanpa menyadari ada sebuah foto polaroid kecil yang tertinggal di samping kaki kiri meja nakas berukuran mini samping ranjang.
Dua jam kemudian.
Lelaki berengsek versi Abbyana itu terbangun, dan menyadari kekosongan di sampingnya yang berarti lelaki itu sadar apa yang terjadi semalam.
"Dia pergi, cih." Decaknya yang langsung bangkit dari ranjang, mengacak rambutnya yang berantakan dan menguap.
Tidurnya nyenyak sekali kali ini, pikirnya dengan seulas senyum penuh makna.
Menghampiri sisi ranjang tempat Abby tadi grasak-grusuk. Lelaki itu meraih ponselnya yang tergeletak di meja nakas.
Mengecek sesuatu yang isinya sama saja, bertumpuk perkerjaannya yang setiap hari selalu berdatangan.
Melempar ponselnya ke ranjang, saat akan berbalik untuk menuju kamar mandi karena badannya terasa lengket sekali, tapi Gabriel merasakan sesuatu di telapak kaki kanannya.
Seperti menginjak sesuatu.
Dan saat di cek, ternyata benar,Foto itu...
Meneliti apa yang tergambar di foto tersebut, Gabriel merasakan perasaan yang asing.Gadis kecil?
"Kenapa mirip dengan—"
Berhenti untuk mencerna apa yang ada di otaknya, dan menyadari sesuatu...
"Fuck! Kau memberiku teka teki mengejutkan baby," tawanya menggema di kamar hotel itu. "Mau bermain-main denganku, oke, akan aku ladeni, my fucking girl!"
Dan segera lelaki itu kembali meraih ponselnya, menugaskan bawahannya untuk mencari informasi penting.
"Kabur saat sedang mengandung anakku?" di akhiri decihan, tatap Gabriel berubah bengis pada sosok cantik dengan rambut terikat kuda di hadapannya itu.
"Kau begitu berani ya!"
Sedangkan Abby hanya bisa menunduk, bukan karena takut tapi karena—dirinya sudah terlalu muak.
Abby pikir lelaki ini masih lah sama,
Playing vitim.
Apa selama kami stay bersama, Abby bahagia? Abby ingin tertawa saja.
Gabriel itu Manifulatif
Lelaki naif, berengsek, semaunya sendiri."Meninggalkan ku kala kekacauan tengah panas-panas—"
"Tutup mulutmu, kau sendiri tau yang memulai kekacauan itu siapa."
Tapi respon lelaki itu semakin membuat geram.
"Dan perlu kau tahu, semua itu, berawal darimu." tekan Gabriel dengan sorot yang mengunas tajam pada sepasang mata biru Abby yang menatapnya.
Aura mencengkeram seketika mengelilingi mereka dengan tatapan yang saling terlempar bak laser yang mampu mematikan di detik pertama.
Sampai kemudian...
"Terserah apa katamu, dan jangan lagi menjadi penganggu hidupku, jauhi Lucy." Ucap Abby mengendurkan aura menegangkan yang tengah berlangsung itu.
"Ah Lucyana, " seakan mendapat topik baru, Gabriel malah tersenyum penuh arti yang membuat Abby antisipasi.
"Berapa tahun bocah itu, 7 tahun?"
Abby hanya diam tidak menyahut.
"Ternyata waktu begitu berlalu dengan cepat sekali. Gadis kecil yang cantik dan... arogan, "
"Dia tidak—" Abby yang tidak terima dengan ucapan diakhir kalimat Gabriel.
"Sepertiku." Tapi Gabriel lebih cepat memotong, dan mengklaim apa yang ada di dirinya dan bocah yang tanpa pernyataan dari Abby, Gabriel sudah tahu dirinya merupakan ayah kandungnya.
"Tidak, dia tidak sepertimu." Dingin Abby menyahut.
"Kau tidak bisa menyangkal itu, baby. Dia sama sepertiku." Ucapnya penuh kemenangan kala wajah Abby semakin suram.
Terkekeh garing lelaki itu menggerakan tangannya pada saku depannya untuk mengambil sesuatu, yang ternyata hanya sebuah permen bergagang.
Tapi Abby merasa ganjal.
Permen itu ada di tas milik putrinya. Yea, Abby menemukannya kala mengecek tas sang putri.
Dan permen itu tidak ada di negara yang saat ini tengah di tinggalinya.
Itu permen dari Italia.
Abby tahu sekali, permen itu adalah Favoritnya.
Tapi mengapa bisa ada di tas putrinya?
"Kau," tatapannya tertuju pada permen yang berada di jari jemari sang lelaki yang kemudian tenggelam di mulutnya.
"Apa?"
"Tidak mungkin kau menemui putriku kan?" Tebaknya.
"Otakmu masih sama, gesit dalam menyimpulkan." Puji Gabriel penuh arti.
"Sialan!"
"Ohh aku rindu umpatanmu, baby." Kekeh Gabriel.
"Stop calling me it, disgusting!"
Gabriel hanya tertawa mendengar itu.
***
Sedangkan di tempat lain.
Wanita yang beberapa jam yang lalu di perbincangkan oleh Gabriel dan Brian, tengah duduk dengan menekuk kakinya di ujung sofa—posisi nyaman andalannya, tubuhnya hanya di balut piyama putih di atas lutut
mengakibatkan paha putihnya yang mulus dan kencang terpang-pang secara gratis, terlebih di hadapan sesosok pria dewasa yang saat ini tengah menyampaikan secarik informasi."Kenapa dia menolak undanganku?" Tanyanya dengan nada dan tatapan dingin.
Tapi sang penyampai informasi itu malah tampak gugup untuk menjawab.
"Dimana dia? Kau melacaknya?"
"Ya nyonya."
"Dimana?"
"Club Whyy, tuan berada di sana saat ini."
Dan tawa crepy memenuhi ruang hotel itu. "... dia lebih memilih ke club dari pada bersenang-senang denganku? SIALAN!" Umpatnya di akhir kalimat yang membuat lelaki dewasa itu meringis, sudah maklum menyaksikan ketantruman majikannya terlebih jika itu berurusan dengan majikan lelakinya.
Dan sepeninggalan bawahannya itu, sang nyonya yang sendari tadi menahan geram melempar kasar gelas wine di tangannya sampai pecah berhamburan mengotori lantai.
Meraih ponselnya yang berada di meja, segera dengan gesit tangan lentik itu menekan-nekan.
Tentu menghubungi sosok yang telah membuatnya geram saat ini.
Dret
Dret
"Gabriel Matteow, untuk kesekian kalinya kau memancing emosiku!" Geramnya kala teleponnya tak juga di angkat.
TIdak sabar, ponsel pipih nan mahal tersebut pun ikut menjadi korban, terlempar dengan penuh kekuatan ke arah dinding dan jatuh dengan kacanya yang pecah berhamburan. Tampak mengenaskan sekali.
***
"Kembali padaku atau aku akan mengambil hak asuh Lucyana, "
Abby mendengus tak percaya mendengar penawaran gila itu.
"Bagaimana?"
"Fuck! Enyah lah dari kehidupanku berengsek!"
Gila saja Abby harus kembali pada lingkaran setan yang di buat Gabriel. Tidak sudi!
"Kalau begitu Lucyana akan aku ambil,"
"Kau—" Abby melotot pada sosok di hadapannya itu.
"... kau sendari dulu tahu bagaimana aku. Kau tau semampu apa keinginanku untuk terwujud." Ucapnya penuh arti, mendekat dan dengan gerakan kilat menarik pinggang Abby sampai menabrak dada bidangnya yang keras.
Bibir lelaki itu di bawa menuju telinga Abby, yang hanya bisa merasakan detak jantungnya menggila terlebih dengan nafas hangat beraroma khas seorang Gabriel Matteow— yang dulu pernah menjadi aroma favoritnya.
Dan sialan—kilas masa lalu itu menghampiri otaknya!
"Lucyana sudah masuk tritorialku, dan tidak mungkin aku membiarkannya menjadi yatim karena seorang ayah. Jika mau akan ku balikan sesuai apa yang kau lakukan, yaitu—"
Abby hanya bisa menahan nafasnya mendengar kalimat penuh penekanan plus mengerikan itu.
"Menghilangkanmu dari kehidupannya, dan hanya ada aku seorang sebagai orang tuanya."
"Gila!" Menyentak dengan tenaga penuh akhirnya Abby terlepas dari dekapan yang membuat sesak itu.Sorotnya yang tajam dan tersirat kebenciaan begitu menghunas pada sepasang mata biru langit di hadapannya.Tidak habis pikir dengan kerja otak lelaki itu, sangat tidak memiliki perasaan, bisa-bisanya merencanakan untuk memisahkan ibu dan anak yang sendari bayi merah bersama.Setelah perjuangannya mengandung melahirkan dan membesarkan tentu saja Abby tidak akan sudi akan tawaran gila lelaki sialan ini."Aku tau kau memang kejam tapi aku tidak berpikir kau berencana memisahkan ku dengan putriku sendiri hanya karena menolak tawaranmu!"Dan Gabriel hanya mengendikan bahunya seakan tak peduli."Kau yang memperumitnya, aku jelas menawarkan hal simpel," ucapnya dengan tangan yang kini terulur menuju pipi halus sang little girlnya, mengelusnya seringai bulu."... Kembali padaku, kau akan tetap bersama anak kita dan melepaskan pekerjaan ini, tapi jika kau tak mau maka sebaliknya."Abby Mengepalka
Kurang satu minggu menginjakan kaki di tanah Amerika, Gabriel yang di haruskan kembali karena kabar yang mengejutkan dan begitu mendadak. Padahal urusannya di sini dalam meninjau projek baru belum selesai, terlebih-Jika di pikir-pikir urusannya pun di kota ini akan semakin bertambah dan otamatis akan menetap lama karena kemunculan tak terduga sesorang yang telah berani enyah dari hidupnya dulu.Terlebih setelah mengetahui ada bagian dirinya yang terbentuk di tubuh sesosok gadis cilik bernama Lucyana-gadis dengan raut dingin yang dia temui sehari setelah malam panas itu. Di sambut lirikan penasaran dari para ibu-ibu yang tengah berlalu lalang kala pertama menginjakan kakinya di pekarangan luar sekolah dasar, Gabriel melepaskan kacamata hitam yang mambingkai matanya. "Wanita itu apa tidak salah menyekolahkan di sekolah kecil seperti ini," komentarnya yang di balas delikan Brian. Cengkem bosnya ini memang benar-benar butuh di sumpal. "Yang penting niatnya tuan," komentar Brial yang
Tepat pukul sembilan lebih tiga puluh menit di kediaman kecil Abbyana. Prank "Mom, are you oke?" Lucyana yang baru turun dengan muka bantalnya terkejut kala Ibunya menjatuhkan sebuah gelas hingga pecah berkeping menabrak lantai. Sedangkan Abby sendiri mengerutkan keningnya, ada yang terasa aneh dan tidak mengenakan menyerang dadanya, tapi sebab apa? "Mommy?!" Lucyana kembali berseru sedikit menaikan nadanya, karena Ibunya itu malah tampak melamun. "Hah, ya?" terkejut Abby kala melihat Lucy. "Kenapa gelasnya jatuh, Mommy tidak apa-apa?" "Oke, Mommy oke kok, tadi tidak sengaja kesenggol." Abby menyahut setelah tersadar dari lamunannya yang aneh. Lucyana hanya berdecak. "Duduk sana, Mommy siapkan sarapannya." Well, sarapan yang bisa di sebut kesiangan. Menurut, bocah itu segera menuju meja makan sedang yang kursinya hanya ada dua. "Telur lagi," cebik sang bocah kala menu sarapan hari ini lagi-lagi telur dadar sebagai lauknya. Sudah merasa bosan tiga hari ini hanya telur teru
Bruk Bunyi hempasan pelan bersama ringisan Gabriel keluar kan kala tubuhnya sudah terbaring di berangkar yang tersedia di ruang medis di bandara tersebut. Di bagian perut kanannya yang tertutupi kemeja putih polos yang saat ini tampak mengerikan dengan noda merah yang terus keluar tak karuan di bawah telapak tangan besarnya yang tengah menahan lanjuan cairan bernama darah segar tersebut. "Tuan," Brian dengan raut wajah paniknya, baru memasuki ruangan. Brian menatap ngeri sang tuan yang tampak berantakan dengan pakaian yang 80% di penuhi noda darah. Sebelum di evakusi memang Gabriel sempat terkena tembakan karena ingin menghampiri Ayahnya yang sudah tergeletak mengenaskan, tapi sayangnya peluru dari musuhnya berhasil mampir di bagian perut kanannya yang saat itu langsung membuat Gabriel tumbang, dan belum selesai dengan itu dua hujaman peluru kembali dia terima di bagian bahunya yang untungnya saja meleset dan hanya meninggalkan goresan. Selang detik kemudian, sang penyerang pun m
Sudah berpindah ke rumah sakit terdekat dari bandara. Gabriel yang tengah bersandar di berangkarnya, tampak serius melihat berlembar-lembar foto jepretan di tangan kanannya, padahal ada luka yang sekarang telah di perban di area bahunya, tapi seakan tidak merasakan rasa sakit pria itu bergerak luas membolak balik foto tersebut.Lembaran foto yang di tangkap cctv, pelaku-pelaku yang beberapa waktu lalu menyerangnya. Wajah orang-orang berpakaian serba hitam itu tertutup topi dan masker, yang mungkin beberapa dari mereka telah menjadi mayat karena baku tembak tadi, apa lagi Gabriel yang saat itu tidak pandang bulu menembak mati kepala sang lawan."Oh, oke. Terus cari infomasinya lebih detail."Gabriel melirik sang ajudannya—Brian, yang tengah bertelepon. Sampai lelaki itu selesai, lalu melaporkan informasi yang baru di dengarnya."Dari beberapa yang kita dapatkan, dari yang telah tewas atau masih hidup adalah— sebagian besar pembunuh bayaran," ucap Brian sambil menyerahkan ipadnya setela
Gabriel melirik Brian dengan bengis setelah mendengar alasan dari keberhasilannya membawa istrinya itu.Sedangkan yang di tatap hanya bisa meringis. "Kata tuan apa pun alasannya yang penting bisa membawa madam kesini.""Tapi tidak dengan mengatakan—damn! sudah lah, pergi sana!" Gabriel yang akhirnya mendengus dan tak memperpanjang lagi protesannya mengusir Brian yang langsung mendengus samar."Kebiasaan seenaknya terima kasih saja tidak, cih.""Apa katamu?"Deg Ah mati dia! Sepertinya ucapannya tadi bukan dari batin."Brian?!""Ahh tidak tidak. Saya undur diri saja. Selamat menimati reuni nya, dan jangan berantem. Malu sama anak kecil." Tunjuknya pada Lucy yang tengah menyandarkan tubuh mungilnya pada sisi perut kiri Daddynya yang tidak terluka. Dan sebelum kembali di semprot lelaki iti lebih dulu kabur meninggalkan umpatan nyaring Gabriel."Heh mulut!" Yang langsung di protes Abby.Wanita itu hanya bisa mengelus dada karena contoh buruk putrinya sepertinya bertambah. Dan pula tanpa
"Damn!" Menatap stik mini di antara jarinya, Abbyana yang kala itu masih berusia sembilan belas tahun terbelalak. Rasa panik, takut dan marah menyerbunya kala mendapati dua garis merah terpang-pang nyata. "Bagaimana bisa?" Lirih dengan kepala penuh. Ternyata tanda-tanda mual, pusing, mood sawing yang menyebalkan beberapa hari lalu itu ini penyebabnya? Dan bagaimana bisa? TENTU SAJA KARENA DIA BERSETUBUH DENGAN MAKHLUK HIDUP! Dan kecebong si MAKHLUK HIDUP ITU mendapatkan sel telurnya. SIALAN ABBYANA!Dia masih sembilan belas tahun, amat sangat belum siap terlebih keadaan saat ini sangat kacau. Dan bajingan itu... Ini semua kesalahan BAJINGAN itu! "GABRIEL METTEOW SIALAN!" Jeritnya memenuhi kamar mandi. Melempar stik di tangannya ke sembarang arah, mengacau rambutnya dengan perasaan campur aduk, dengan berutal juga melempar benda apa saja yang bisa di jangkau tangan kecil kurusnya sampai berhamburan. Rasanya dia ingin merubuhkan kamar mandi ini!BRAK BRAKKKKPRANKK"Abby?"Tok
Membuka matanya kemudian bangkit dalam sekejap mata, Abby meringis kala kepalanya berputar kencang setelahnya. Tapi tidak dia hiraukan karena ada yang lebih penting.Yea, Lucyana. Dimana putrinya? "Lucy?"Tidak ada sahutan.Bergerak bangkit dengan tergesa wanita itu keluar dari kamarnya dan hanya di sapa oleh keheningan."Lucyana?"Masih tidak ada sahutan.Ini benar? Bukan mimpi?Astaga, Abby harus bagaimana?Tadi malam setelah keributan yang terjadi di rumah sakit, permohonannya pada Gabriel, pemberontakannya pada bodyguart lelaki itu, lalu setelahnya tengkuknya terasa di pukul dan setelahnya dia tak ingat apa pun lagi.Dan lelaki itu tadi malam menyuruh bodyguartnya memulangkannya setelah membuatnya pingsan.Astaga. Dasar gila!Menatap sekeliling Abby berlari ke kamar putrinya, mencoba berharap kendati hanya kekosongan yang menyapa.Terduduk lemas di ranjang mini putrinya, Abby memeras kepalanya supaya berpikir—langkah apa yang harus di ambilnya.Tentu saja dia akan mengambil putri