Share

Chapter 6 - Tembakan

Kurang satu minggu menginjakan kaki di tanah Amerika, Gabriel yang di haruskan kembali karena kabar yang mengejutkan dan begitu mendadak.

Padahal urusannya di sini dalam meninjau projek baru belum selesai, terlebih-Jika di pikir-pikir urusannya pun di kota ini akan semakin bertambah dan otamatis akan menetap lama karena kemunculan tak terduga sesorang yang telah berani enyah dari hidupnya dulu.

Terlebih setelah mengetahui ada bagian dirinya yang terbentuk di tubuh sesosok gadis cilik bernama Lucyana-gadis dengan raut dingin yang dia temui sehari setelah malam panas itu.

Di sambut lirikan penasaran dari para ibu-ibu yang tengah berlalu lalang kala pertama menginjakan kakinya di pekarangan luar sekolah dasar, Gabriel melepaskan kacamata hitam yang mambingkai matanya.

"Wanita itu apa tidak salah menyekolahkan di sekolah kecil seperti ini," komentarnya yang di balas delikan Brian.

Cengkem bosnya ini memang benar-benar butuh di sumpal.

"Yang penting niatnya tuan," komentar Brial yang memang selalu ikut kemana pun majikannya pergi.

Gabriel mendengus. "Tetap saja ada keterbatasan, tidak leluasa! Aku tidak mau anakku otaknya setengah-setengah karena sekolahnya ada keterbatasan."

Brian hanya bisa mengelus dada mendengar pikiran tak beraklak itu, ini sama saja lelaki itu meremehkan sekolah kecil.

Sampai kemudian ada sesuatu yang menarik objek dua orang yang tingginya sepantar itu.

"Parasnya memang seperti nyonya, cantik sekali." Komentar Brian dengan tatapan berpusat pada sesosok gadis cilik yang tengah duduk di sebuah bangku di temani teman perempuan sebayanya.

Namun tanpa di duga... 

"Astaga, " Brian terkejut kala melihat bocah yang menjadi pusat dari tatapannya itu merentangkan kaki saat seorang bocah lelaki akan melewatinya yang otomatis bocah lelaki itu terjatuh dengan kepala nyusruk kedepan.

"Untuk wajahnya tidak menghantam tanah, " ngeri Brian. "Tidak salah lagi memang setipe dengan tuan–" ucapan Brian terhenti bersama ringis tak enak kala mendapat delikan tajam Gabriel.

"Lucyana sudah ku bilang jangan..."

Dan perhatian dua orang dewasa itu kembali pada objek awal yang kini telah bertambah sesosok bocah lelaki dengan raut dinginnya tengah berbicara pada Lucy.

"Apa sih, awas ah Giovana!"

"Aku akan bilang ke tante Abby."

Lucy mendelik. "Ishhh dasar cupu, sialan!"

Dan Brian semakin di buat kaget, merasa takjud dengan bocah itu, seakan Brian tengah mengulang dejavu.

Menoleh pada Gabriel, tuannya itu langsung menatapnya dingin.

"Apa?!"

"Lucy lepas, LUCYANA!!"

Dan keributan terjadi, tampak Lucy dan Giovana tengah bertarung sengit, Lucy dengan beringas menjambak rambut pirang Giovana.

"Tuan, anak tu—"

Tanpa menyelesaikan ucapannya, segera Brian beranjak mengikuti sang tuan yang terlebih dulu menghampiri putrinya yang tengah ribut itu.

Astaga ada-ada saja!

Ya, setelah mengetahui fakta mengejutkan itu, bergegas Gabriel langsung mencari seluk beluk Abby dan tentunya Lucyana Metteow-ah apa wanita itu meninggalkan marga belakangnya pada putri mereka?

Kapan dan bagaimana wanita itu mengandung, melahirkan, menjalani kehidupan barunya di negara asing, dan bagaimana dengan begitu sempurna bersembunyi tanpa ketahuan, padahal Gabriel sudah mencarinya dengan segala cara.

Dan ya Gabriel mendapat jawaban akan kesulitan itu? Yap, bakingan, wanita itu punya bakingan di belakangnya.

Sekali lagi Gabriel amat berterima kasih berkat malam itu, fakta besar dia ketahui. Tentang keberadaan Rosaline Abbyana Lucian atau lebih akrab di panggil Abby, setelah pergi darinya lebih dari tujuh tahun yang lalu.

Yeah, Abbyana adalah Istrinya secara sah di mata agama dan hukum, pernikahan mereka terdaftar di negara, hanya saja ada hitam di atas putih yang mengawasi pernikahan tersebut.

Tidak ada perjodohan, namun sendari awal hanya ada kekacauan dalam kehidupan rumah tangganya, terlebih kala dua keluarga terpandang yang saling bermusuhan di buat geram dengan kabar yang tiba-tiba di bawa Gabriel.

Musuh yang berakhir menikah?

Lelucon macam apa itu dan yang lebih penting-Mereka pun bukan pasangan yang saling jatuh cinta kala itu.

Gabriel tertawa mengingat masa lalu konyolnya yang berakhir dirinya yang kalah juga.

Yeah, pertempuran antara dirinya dan Abby-istrinya itu lah pemenangnya!

Dan Gabriel bersumpah tidak akan melepaskan wanita itu lagi, akan dia kejar kemana pun wanita itu pergi. Akan dia kurung wanita itu dan menjadi miliknya sampai ruhnya tak menetep lagi di raga.

Dret

Meraih ponselnya yang berada di saku jas, Gabriel mendapati pesan dari,

Pak tua bangka :

Kau lama sekali!

Mendengus setelah membaca pesan tersebut, Gabriel kemudian mengajukan pertanyaan pada sang tangan kanan tanpa menatapnya.

"Daddy?"

Dirinya di LA memang di dampingi Ayahnya yang katanya ingin holiday-dan pak tua yang baru memasuki usia pertengahan abad itu memang berlibur, menikmati hari tuanya yang masih bergelut di dunia kerja-ahh terkadang pun membantunya juga meski lebih banyak merecokinya dengan ide-ide konyol.

Namun Gabriel tidak meragukan potesi ayahnya itu.

"Tuan Aldrik sudah tiba dan tengah menunggu anda di landasan penerbangan."

Tanpa menjawab, Gabriel hanya melempar tatap datarnya pada pemandangan luar yang di lewati mobil yang tengah membawanya itu.

Beberapa menit kemudian mereka pun tiba di tempat tujuan.

"Silahkan tuan," ucap sang sopir yang telah membukakan pintu penumpang.

Dengan kacamata hitam yang membingkai kedua matanya, lelaki itu pun bergerak keluar, lalu berjalan memasuki gedung pencakar langit di hadapannya yang banyak sekali orang berlalu-lalang. Sedangkan para ajudannya mengikuti di belakang.

Tanpa buang-buang waktu dalam pemeriksaan, lelaki itu langsung menuju rute yang terkhusus untuknya.

"Bocah nakal!"

Gabriel menatap sinis pada sesosok pria bertubuh besar dan tinggi-well, mereka sepantaran yang berbeda hanya wajah kencang Gabriel dan wajah sedikitberkerut sang lelaki terlebih di bagian bawah matanya, dan yaps, siapa lagi kalau bukan Aldrik Matteow, Ayah kandungnya.

Pak tua itu tanpa canggung merangkulkan tangannya pada pinggang seorang pegawai bandara-well, terlihat dari seragamnya, kala dari balik kacamata minnya melihat kehadiran sang putra.

"Kakekmu itu menyebalkan sekali, menghadap sang kuasa tanpa tahu waktu padahal Daddymu ini sedang menikmati waktu liburannya." Aldrik membuka topik pembicaraan, gayanya teramat santai sekali dengan kabar duka yang beberapa jam yang lalu di beritahukan.

"Kalau begitu kenapa tidak tetap tinggal saja di sini dan menikmati liburanmu dengan para jalang-jalang itu." sahut Gabriel tanpa menutupi nada sinisnya.

Tapi kekehan khas bapak-bapak sekali yang menggema kemudian.

"Kau ini, tetap saja aku harus menghormati kakekmu, demi ibumu, right?"

"Terserah." Nada Gabriel terdengar malas sekali, berjalan menuju sofa dan menghempaskan bokongnya dengan nyaman. Di ikuti sang Ayah yang duduk berhadapan dengannya.

"Bisa kau mengenyahkannya dari pandanganku?" dingin Daniel menatap sang Ayah dan perempuan sexy di sebelahnya.

Di keadaan begini bisa-bisanya pak tua itu!

"Why?"

"Perlu kau tanyakan?" sinis Gabriel.

Aldrik hanya menyeringai, "Seperti kau tidak pernah saja-"

"Kau tidak malu dengan umur?" Gabriel berdecak memotong ocehan ayahnya itu.

Yang juga di balas decakan malas oleh Aldrik, tapi meski begitu memang tidak bisa di tapik, jika lelaki setengah abad itu masih tampak gagah dengan otot yang terbentuk teratur di bagian-bagian penting tubuhnya, terlebih ketampanannya yang akhirnya menurun pada Gabriel tidak perlu di tanyakan lagi.

"Tuan mari, kita sudah siap," Brian menghampiri Ayah anak yang tengah berdebat itu, memberitahukan bahwa mereka siap lepas landar dalam beberapa menit lagi.

Dan tepat pukul 7.30 PM waktu LA, dua orang itu pun beranjak dari duduknya.

Mereka memasuki lapangan penerbangan, namun belum juga sampai di kaki pesawat sesuatu yang mengerikan terjadi di iringi bunyi letupan yang memekikan telinga.

Dor

Dor

Tembakan itu secara beruntung mengarah pada Gabriel dan orang-orangnya yang langsung siaga, dan balas melayangkan perlawanan.

"Tuan, Anda tidak apa-apa?" Tanya Brian yang panik sambil mengarahkan pistolnya kesegala arah sebelum kemudian menoleh pada majikannya yang terjatuh tadi, untuknya peluru yang di layangkan musuh meleset.

"Tuan?!"

Dor

Satu tembakan kembali terdengar, Gabriel dengan raut dinginnya yang ternyata melayangkan tembakan pada seorang manusia berseragam pilot dari arah barat berjarak 2 meter darinya.

"Fokus, atau kalian akan mati!" Desisnya tersirat kemurkaan.

"Dan bisa-bisanya kalian kecolongan, sialan!?" Geramnya berang, mengedarkan pandangannya kesegala arah, dan...

Sial

Sial

Dasar sialan!

Umpatan itu memenuhi kepalanya, bersama detak jatungnya yang seakan terhenti, ada darah yang di tangkap indra penglihatnya.

"Daddy,"

Ya, darah yang di lihatnya itu adalah darah Ayahnya yang saat ini tak jauh darinya telah tergeletak dengan di kekelilingi para bodyguart.

***

Sedangkan di tempat lain, dengan raut geramnya yang tidak bisa di tutupi Alexa menghardik pada sepasang bawahannya. "Keluar!" Usirnya dengan tatap dingin.

Dan sepeninggalan pengawal-pengawalnya itu, Alexa kembali mencebik-cebikan mulutnya.

"Si berengsek itu tidak menghadiri undanganku, malah kembali pulang ke Italia karena kabar duka yang tiba-tiba, sialannya aku tidak bisa ikut kembali Haisss!" Gerutunya akan ultimatum tentang dirinya yang di sampaikan oleh Gabriel beberapa waktu lalu.

"Oh gosh, akhirnya kau menerima teleponku sialan!"

"Aku harus kembali,"

Alexa yang mendengarnya mengernyit, tak mengerti.

"Maksud-"

"Italia, Grandpa dead."

"What?!"

Mendengar itu Alexa mengangga terkejut, benar-benar berita yang mengejutkan padahal terakhir kali berintraksi lelaki yang memang akan mendekati usia seabad itu masih tampak baik-baik saja.

"K-kalau begitu aku juga mau pulang,"

Belum juga Alexa menyelesaikan ucapannya terlebih dulu di potong.

"Tidak. Kau tetap di sini. Aku tidak peduli kau kemari karena perkerjaan atau mengititku, yang pasti untuk saat ini aku butuh bantuanmu untuk menghendel sisa perkerjaanku."

"A-apa katamu?" tanya mendelik tak percaya.

"Kau berpengalaman dengan segala yang berurusan denganmu, right?"

"GABRIEL!"

"Ah whatever, pokonya kau tetap di sini sebelum aku kembali. Deril akan mendampingmu."

Dan tut-

Telepon terputus sepihak meninggalkan kegeraman untuk Alexandra.

Lelaki itu-

"OUHHHH!" Gemanya semakin berkobar api kekesalannya kala mengingat percakapan di telepon itu.

"Nyonya, yang anda minta." Seorang lelaki yang merupakan Deril memasuki kamar hotel, langsung menyerahkan sebuah dokumen.

Menerimanya dengan malas Alexa langsung mencampakan dokumen-dokumen itu di meja di hadapannya. Kemudian beranjak dengan senyum penuh arti yang terlempar pada sesosok manusia yang menjulang kaku bak patung di hadapannya.

"Kau..."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status