Wynnn vegas, Amerika. 08.45 PM.Langkah kaki yang terbalut flat shoes itu tampak meliuk-liuk dan tergesa di antara puluhan kaki-kaki yang tengah sibuk kesana-kemari. Kedua tangannya pun tampak sibuk dengan nampan yang berisi beberapa gelas minuman. ABBYANA—Perempuan berusia 29 tahun itu—dengan wajah cantiknya yang terlapis makeup tipis, tersenyum kala satu pria paruh baya menyambut sodoran minuman yang di bawanya."Selamat menikmati, tuan." Ramah tamahnya yang memang merupakan tugas dari pekerjaannya."Yea, dan akan sangat menyenangkan jika kau ikut bergabung denganku, cantik." Bersama kalimat itu selesai terucap, Abby tersentak kala merasakan rangkulan mesra di pinggangnya.Dan wajah ini—Shit!Abby tidak menyukainya."Go ahead, mr!" Pria hidung belang bermarga Alexander yang sebisa mungkin selalu di hindarinya, meski hasilnya sia-sia saja karena bagaimana pun tempat kerjanya berhubungan dengan pria itu. Setelah berhasil menghilangkan keterkejutannya, Abby mencoba melebarkan seny
Kring Kring "Ohhh shit!" Umpatan itu lancar sekali terlontar dari bibir mungil seorang gadis kecil. Putri dari Abbyana yang dalam satu bulan kedepan akan menginjak usia 7 tahun— Mendapati jam yang telah menunjukan angka tujuh lebih dua puluh lima pagi.Telat.Tentu saja!Setelah mematikan alarmnya yang memang telah diatur sejak setahun lalu oleh sang Ibu. kendati usianya yang masih sangat belia Lucy sudah di ajarkan mandiri untuk mengarungi dunia yang keras ini.Pekerjaan dengan jam kelalawar yang di miliki sang Ibu sejak dua tahun yang lalu, membuat Lucy ikhlas tidak ikhlas mengiyakan titah sang ibu. Meski terkadang Lucy akan di ungsikan pada teman Abby yang bersebelahan dengan kontrakannya.Pagi hari pukul setengah delapan Lucy berangkat sekolah dan pulang tepat pukul satu siang, dan tentunya di jemput oleh ibunya.Dan dari pukul—ahh mentok jam 6 pagi Ibunya akan luang sekali dan lebih menghabiskan waktunya di rumah sedangkan pada malam hari, wanita yang telah melahirkannya itu
Bunyi ketukan dari sepatu pentofel coklat mengkilap itu terdengar tegas kala menginjak lantai marmer. Sesosok tinggi berwajah eropa dengan rahang tegas dan gaya rambut undercut itu tampak sibuk dengan berkas yang di bolak-balik oleh tangannya."Laporan yang kuminta tadi pagi?" Tanya pria itu setelah menyerahkan berkas di tangannya pada tangan kanannya yang bernama Brian D'obrien."Ini tuan," Brian menyerahkan ipad pada majikannya setelah mengutak-atiknya dengan kilat."Nyonya Alexa telah sampai di D'Hotel."Dan lirikan tajam yang di dapat Brian setelah menginformasikan hal tersebut."Maaf." Sadar situasi yang menegangkan Brian menunduk dengan ringisan samar.Lelaki itu berdecak. "Tidak ada hotel lain kah, lintah itu selalu mengangguku!" gerutunya terus melangkah menuju mobil yang telah terparkir cantik di depan lobby perusahaan pencakar langit yang tampak gagah dengan desain modernnya."Nyonya meminta anda menemaninya di jam makan malam." Meski sudah tau diberi respon tak mengenakan
Kilas balik"NO, LUCY!!"Di pagi hari setelah malam itu, Abby yang terbangun karena mimpi buruk di ranjang hotel itu, bangkit dengan raut cemas dan peluh yang membanjiri tubuhnya terutama wajah yang tampak jelas, dan kedua pipinya pun sedikit memerah. Tangannya terulur memijit kepalanya yang seperti tertimpa palu, pusing yang terasa sakit sekali dan semakin sakit kala menyadari sesuatu. Ada sesuatu yang bergerak. Batinnya merasakan pergerakan di sebelahnya.Dan rasa bingung menghampirinya. "Ini di— Oh shit" ucapannya terhenti dengan raut kaget yang tampak di wajahnya, terlibih kala melihat punggung kekar milik pria di sampingnya. "Jangan bilang, damn it?" Punggung milik pria itu? "Kau gila Abbbyana!!"Dan seketika itu pula otaknya di penuhi kerusuhan, tadi malam memang gila tak seharusnya dia mabuk. Abby pun sadar akan keberadaan Gabriel yang lelaki itu lah yang menjadi pelanggannya. Pertama kali bertatap wajah tentu syok tapi syukurnya Abby bisa mempertahankan raut datar dan
"Gila!" Menyentak dengan tenaga penuh akhirnya Abby terlepas dari dekapan yang membuat sesak itu.Sorotnya yang tajam dan tersirat kebenciaan begitu menghunas pada sepasang mata biru langit di hadapannya.Tidak habis pikir dengan kerja otak lelaki itu, sangat tidak memiliki perasaan, bisa-bisanya merencanakan untuk memisahkan ibu dan anak yang sendari bayi merah bersama.Setelah perjuangannya mengandung melahirkan dan membesarkan tentu saja Abby tidak akan sudi akan tawaran gila lelaki sialan ini."Aku tau kau memang kejam tapi aku tidak berpikir kau berencana memisahkan ku dengan putriku sendiri hanya karena menolak tawaranmu!"Dan Gabriel hanya mengendikan bahunya seakan tak peduli."Kau yang memperumitnya, aku jelas menawarkan hal simpel," ucapnya dengan tangan yang kini terulur menuju pipi halus sang little girlnya, mengelusnya seringai bulu."... Kembali padaku, kau akan tetap bersama anak kita dan melepaskan pekerjaan ini, tapi jika kau tak mau maka sebaliknya."Abby Mengepalka
Kurang satu minggu menginjakan kaki di tanah Amerika, Gabriel yang di haruskan kembali karena kabar yang mengejutkan dan begitu mendadak. Padahal urusannya di sini dalam meninjau projek baru belum selesai, terlebih-Jika di pikir-pikir urusannya pun di kota ini akan semakin bertambah dan otamatis akan menetap lama karena kemunculan tak terduga sesorang yang telah berani enyah dari hidupnya dulu.Terlebih setelah mengetahui ada bagian dirinya yang terbentuk di tubuh sesosok gadis cilik bernama Lucyana-gadis dengan raut dingin yang dia temui sehari setelah malam panas itu. Di sambut lirikan penasaran dari para ibu-ibu yang tengah berlalu lalang kala pertama menginjakan kakinya di pekarangan luar sekolah dasar, Gabriel melepaskan kacamata hitam yang mambingkai matanya. "Wanita itu apa tidak salah menyekolahkan di sekolah kecil seperti ini," komentarnya yang di balas delikan Brian. Cengkem bosnya ini memang benar-benar butuh di sumpal. "Yang penting niatnya tuan," komentar Brial yang
Tepat pukul sembilan lebih tiga puluh menit di kediaman kecil Abbyana. Prank "Mom, are you oke?" Lucyana yang baru turun dengan muka bantalnya terkejut kala Ibunya menjatuhkan sebuah gelas hingga pecah berkeping menabrak lantai. Sedangkan Abby sendiri mengerutkan keningnya, ada yang terasa aneh dan tidak mengenakan menyerang dadanya, tapi sebab apa? "Mommy?!" Lucyana kembali berseru sedikit menaikan nadanya, karena Ibunya itu malah tampak melamun. "Hah, ya?" terkejut Abby kala melihat Lucy. "Kenapa gelasnya jatuh, Mommy tidak apa-apa?" "Oke, Mommy oke kok, tadi tidak sengaja kesenggol." Abby menyahut setelah tersadar dari lamunannya yang aneh. Lucyana hanya berdecak. "Duduk sana, Mommy siapkan sarapannya." Well, sarapan yang bisa di sebut kesiangan. Menurut, bocah itu segera menuju meja makan sedang yang kursinya hanya ada dua. "Telur lagi," cebik sang bocah kala menu sarapan hari ini lagi-lagi telur dadar sebagai lauknya. Sudah merasa bosan tiga hari ini hanya telur teru
Bruk Bunyi hempasan pelan bersama ringisan Gabriel keluar kan kala tubuhnya sudah terbaring di berangkar yang tersedia di ruang medis di bandara tersebut. Di bagian perut kanannya yang tertutupi kemeja putih polos yang saat ini tampak mengerikan dengan noda merah yang terus keluar tak karuan di bawah telapak tangan besarnya yang tengah menahan lanjuan cairan bernama darah segar tersebut. "Tuan," Brian dengan raut wajah paniknya, baru memasuki ruangan. Brian menatap ngeri sang tuan yang tampak berantakan dengan pakaian yang 80% di penuhi noda darah. Sebelum di evakusi memang Gabriel sempat terkena tembakan karena ingin menghampiri Ayahnya yang sudah tergeletak mengenaskan, tapi sayangnya peluru dari musuhnya berhasil mampir di bagian perut kanannya yang saat itu langsung membuat Gabriel tumbang, dan belum selesai dengan itu dua hujaman peluru kembali dia terima di bagian bahunya yang untungnya saja meleset dan hanya meninggalkan goresan. Selang detik kemudian, sang penyerang pun m