Share

Bab 4 - Pemaksaan

Adel menghela napas lega saat melangkah keluar dari gedung Snowfield Group.

Hari ini sungguh tidak terduga, tapi setidaknya situasi dengan pemuda misterius itu sudah mereda. 

Dia membuka pintu Mercedes-nya, bersiap untuk pergi ke pertemuan berikutnya.

Tepat saat dia hendak masuk, pintu penumpang terbuka. Adel terkejut melihat Ryan meluncur masuk dengan santai.

"Hei! Apa yang kau lakukan?" seru Adel, matanya melebar.

Ryan menatapnya dengan serius. Dia bisa melihat aura gelap menyelimuti Adel, tanda adanya bahaya yang mengintai. 

Teknik Matahari Surgawi-nya memperingatkan bahwa gadis ini akan menghadapi ancaman besar dalam waktu dekat.

"Kupikir kau mungkin butuh teman ngobrol dalam perjalanan," jawab Ryan ringan, menyembunyikan kekhawatirannya.

Adel mengangkat alisnya. "Oh, benarkah? Dan sejak kapan kita jadi teman ngobrol?"

Ryan tersenyum. "Sejak aku memutuskan untuk berterima kasih atas bantuanmu tadi."

Adel memutar matanya, tapi ada senyum kecil di bibirnya. "Baiklah, tuan misterius. Tapi jangan berharap bisa menjual formula rahasiamu padaku."

"Formula rahasia?" Ryan bertanya, bingung.

Adel tertawa kecil. "Yah, seorang pria datang ke Snowfield Group beberapa waktu lalu, mengklaim punya formula rahasia untuk produk kecantikan yang akan meningkatkan kehadiran kami di pasar. Kau tidak sedang mencoba hal yang sama, kan?"

Ryan tersenyum, mengamati perubahan Adel. Dulu dia selalu menggodanya karena dadanya yang rata, bahkan membuatnya menangis. Sekarang, bentuk tubuhnya sungguh berbeda.

"Mungkin aku punya sesuatu yang lebih baik dari sekadar formula kecantikan," jawab Ryan dengan nada menggoda.

Adel tertawa. "Oh ya? Dan apa itu?"

"Rahasia untuk membuat malam ini lebih menarik," Ryan menjawab dengan kedipan mata.

Adel menggelengkan kepala, geli. "Kau ini ... baiklah. Malam ini ada acara yang perlu kuhadiri. Ayo kita lihat apa yang bisa kau lakukan. Apa kau bersedia?”

Ryan tersenyum. “Undangan dari seorang wanita cantik, tentu aku tidak akan menolak.”

Jawaban Ryan membuat Adel sedikit merona. Pria itu memang sederhana, tapi patut diakui dia tampan dan pintar memanjakan telinga wanita. 

Berdeham untuk menepis kecanggungan, Adel kembali berkata, “Ngomong-ngomong, aku Adel Weiss, Manajer Pemasaran Snowfield Group."

Dia mengulurkan tangannya, dan Ryan menyambutnya. "Ryan Reynald," balasnya, memutuskan untuk tidak menggunakan nama aslinya.

Adel tersentak sedikit mendengar nama itu, tapi segera rileks kembali. "Wow, namamu mirip sekali dengan teman sekelasku dulu. Aku hampir mengira kau adalah dia ..."

Ryan hanya tersenyum, menyembunyikan perasaannya. “Selalu ada kebetulan mengejutkan di dunia ini.”

Adel tersenyum menanggapi jawaban Ryan.

Kedua orang itu pun terus mengobrol berbagai topik, sampai akhirnya dua puluh menit kemudian, mereka tiba di Hotel Golden River. 

Begitu memasuki restoran, semua mata tertuju pada mereka–atau lebih tepatnya, pada Adel. Kakinya yang jenjang dan tubuhnya yang proporsional menarik perhatian setiap pria di ruangan itu.

Ryan merasakan gelombang ketidaksukaan. Tatapan lapar para pria itu mengingatkannya pada serigala yang mengintai mangsa.

Mereka duduk di meja bundar besar, dikelilingi tujuh atau delapan pria berpakaian mahal. Seorang pria gemuk dengan jas bermerk langsung berdiri.

"Manajer Adel! Sungguh kehormatan Anda bisa hadir. Saya Gerald Austin, pendiri Data Center Nexopolis."

Belum sempat Adel menjawab, pria lain menyela. "Manajer Adel, saya Yovie Surge. Keluarga saya pemilik Hotel Blue Ocean."

Ryan mengamati bagaimana Adel menangani situasi ini dengan anggun, menjawab setiap sapaan dengan senyum profesional. Namun, dia bisa melihat ketegangan di balik topeng sopannya.

Pesta dimulai, dan Ryan mengawasi bagaimana para pria itu terus-menerus mencoba membuat Adel minum. Namun, Adel dengan cerdik mengelak dari setiap upaya, membatasi dirinya hanya pada segelas anggur merah kecil.

"Ayolah, Manajer Adel," salah satu pria mendesak. "Satu gelas lagi tidak akan menyakiti siapa pun."

Adel tersenyum sopan. "Maaf, tapi saya harus mengemudi pulang nanti. Keselamatan adalah prioritas."

Ryan mencoba beberapa kali untuk mengambil alih minuman Adel, tapi dia selalu menolak dengan halus. Dia tahu Adel harus menjaga image perusahaannya.

Tiba-tiba, suasana ruangan berubah. Seorang pria dengan jas mewah berdiri dari meja utama, dua gelas anggur di tangannya. Wajahnya memancarkan kesombongan yang tak terbantahkan.

Ryan merasakan Adel menegang di sampingnya. Dia bisa melihat ketakutan di mata Adel saat pria itu mendekat.

"Nona Adel," pria itu berkata dengan nada mengancam. "Anda cukup kasar pergi tanpa kata terakhir kali. Saya rasa Anda berutang setidaknya satu toast sebagai permintaan maaf kepada saya, Effendy Shaw."

Effendy Shaw, Ryan kenal dengan pria ini. Dia adalah putra tunggal keluarga Shaw. Selaku pewaris tunggal keluarga terpandang di Golden river, tidak heran dia bersikap arogan dan bisa menekan seorang Adel Weiss. 

Akan tetapi, dari cara Adel bersikap, sepertinya pria itu pernah berusaha melakukan sesuatu yang tidak terbayangkan kepadanya.

Adel berusaha keras menjaga suaranya tetap tenang. "Tuan Muda Effendy, maafkan saya. Seperti yang saya katakan, saya mengemudi malam ini. Mungkin kita bisa bersulang dengan teh sebagai gantinya?"

Effendy mendengus. "Jangan cari-cari alasan! Aku sudah pesan Presidential Suite di atas. Jika kau mabuk, kau bisa saja bermalam di sana." Matanya berkilat berbahaya.

Ryan menautkan alisnya tidak suka. Jika Adel bermalam di ruangan yang pria itu pesan, bukankah itu sama saja dengan masuk ke lubang buaya? Adel sama saja menyerahkan dirinya untuk dipermainkan pria tersebut!

Walau ancaman terselubung dalam kata-kata Effendy sangat jelas, tapi Ryan bisa melihat bagaimana pria-pria lain di meja itu mundur. Posisi Effendy di tempat ini begitu tinggi, tidak ada yang berani menentangnya.

Sebaliknya, mereka wajib mendukungnya.

"Ayolah, Manajer Adel," salah satu pria berkata. "Ini kehormatan Tuan Muda Effendy mau bersulang dengan Anda. Minum saja!"

"Benar," yang lain menimpali. "Hanya segelas. Apa yang bisa terjadi?"

Ryan melihat keraguan di mata Adel saat dia menatap gelas yang disodorkan Effendy. Dia tahu Adel sedang menimbang risikonya.

Effendy mendekatkan wajahnya ke Adel, suaranya rendah dan berbahaya. "Adel sayang, jangan membuatku kehilangan kesabaran. Kau tahu betapa berharganya proyek baru Snowfield Group itu bagi Rindy, bukan? Akan sangat disayangkan jika sesuatu terjadi padanya." Ia menyeringai. "Ingatlah, ini Golden River, wilayahku. Bahkan CEO terhormat seperti Rindy Snowfield pun tahu batas-batasnya di sini. Jadi, bagaimana? Segelas anggur ini, atau masa depan perusahaan pelindungmu yang dipertaruhkan?"

Ruangan itu menjadi sunyi. Adel berdiri diam, matanya mulai berkaca-kaca. Ryan bisa melihat perjuangan di wajahnya — antara harga diri dan ketakutan akan konsekuensinya.

Perlahan, dengan tangan gemetar, Adel mengulurkan tangannya ke arah gelas itu. Effendy tersenyum penuh kemenangan, membayangkan apa yang akan terjadi malam ini.

Tepat saat jari Adel hampir menyentuh gelas, sebuah suara dingin memecah ketegangan.

"Kau pikir kau siapa? Beraninya kau memaksanya minum di depanku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status