Salsa berlari sekuat tenaga, namun mobil yang dinaiki pemuda itu sudah mulai menjauh. "Aduh, kenapa sih dia cepat sekali?" Keluh Salsa, sambil terus berlari hingga mobil itu menghilang dari pandangannya.
Salsa terengah-engah, berhenti di pinggir jalan sambil mengatur napas. Ia memandang ke arah mobil yang semakin jauh, merasa kecewa dan kesal. Jepit bunga yang diambil oleh pemuda itu sangat berharga baginya, dan kehilangan itu membuatnya merasa frustasi. "Kakiku sakit lagi." Gumamnya menatap nanar kakinya yang terluka karena goresan bebatuan juga beberapa pasir. Dengan rasa kesal, Salsa kembali ke panti asuhan, dan langsung menuju kamar Audrey mengabaikan kakinya yang terluka. “Kak, ada yang aneh tadi. Sasa kehilangan jepit, dan ada seorang pemuda yang mengambilnya!” Ucap Salsa, mencoba menjelaskan dengan cepat kepada Audrey yang sedang bersiap-siap. Audrey mendengarkan dengan seksama, lalu mengernyitkan dahi. “Pemuda itu seperti apa? Apakah kamu mengenalnya? Kamu tidak terluka kan” Tanya Audrey sambil menunjukkan perhatian dan kepedulian. Salsa menggelengkan kepala. “Tidak, kak. Tapi dia tampak aneh dan tidak mau menjelaskan siapa dia atau namanya. Dan dia sangat cepat, sampai Sasa tidak bisa mengejar.” Audrey menghela napas dan mencoba menenangkan adiknya. “Syukurlah jika tidak terluka, kita akan cari tahu lebih lanjut nanti. Sekarang kakak harus fokus pada persiapan pernikahan." Mereka berdua pun keluar dari kamar, tetapi dalam hati Audrey merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan kejadian ini. Audrey segera mengenyahkan pemikirannya anehnya dan segera keluar setelah dipanggil oleh ibu Ningsih. "Kakak berangkat dulu ya, Sa." Pamit Audrey setelah melihat mobil keluarga calon suaminya. Karena hari ini adalah waktunya ia fitting baju pernikahan. Salsa memberengut tidak rela. "Baiklah kak, pulangnya jangan lupa beliin Sasa takoyaki ya hehe." Seru Salsa yang diangguki oleh Audrey lalu memasuki mobil. Salsa menatap mobil yang sudah melaju meninggalkan pekarangan panti asuhan. Salsa melambaikan tangan pada mobil Audrey hingga menghilang dari pandangan. Setelah itu, ia memutuskan untuk kembali ke dalam panti asuhan dan mencoba melupakan kejadian yang tadi terjadi dengan pemuda misterius. Di dalam panti, suasana tampak sibuk dengan berbagai aktivitas. Anak-anak panti kembali berlarian bermain, sementara beberapa staf membersihkan dan menyiapkan area untuk acara pernikahan yang akan datang. Salsa merasa suasana panti yang penuh kesibukan ini sedikit menghiburnya. Ketika dia berjalan menuju ruang tengah, Salsa melihat Ibu Ningsih berbicara dengan salah satu staf. Dia memutuskan untuk mendekati Ibu Ningsih dan bertanya, "Ibu, ada pekerjaan tambahan yang bisa Sasa bantu hari ini?" Ibu Ningsih tersenyum lembut. "Tentu, Salsa. Kamu bisa membantu merapikan ruang tamu dan memeriksa dekorasi yang akan dipasang untuk acara pernikahan nanti. Kami butuh tangan tambahan." Salsa mengangguk penuh semangat. "Baik, Ibu. Sasa akan segera melakukannya." Salsa pun mulai bekerja, mencoba untuk mengalihkan pikirannya dari kejadian tadi dan fokus pada tugasnya. Dia mengatur kursi, menata bunga, dan memastikan semua persiapan berjalan lancar. Meskipun pikirannya masih sedikit terganggu, dia berusaha keras untuk tetap produktif dan membantu persiapan pernikahan sang kakak sebaik mungkin. Beberapa karyawan yang bekerja merenovasi panti pun sibuk dengan tugas masing-masing. •• Audrey menatap jalanan dari jendela setelah bertegur sapa dengan pria paruh baya yang ia yakini supir. Setelah perjalanan kurang lebih 30menit akhirnya mereka sampai disebuah toko. Audrey mengerutkan keningnya heran, saat melihat toko butik yang terlihat mewah dan megah itu sepi tidak ada pengunjung. "Apa butik ini sedang tutup? jadi sepi belum ada pengunjung." Gumamnya pelan namun enggan bertanya pada wanita paruh baya yang menuntunnya memasuki sebuah ruangan. "Sayang, maaf ya mama tidak ikut menjemput kamu. Apakah dijalan tadi baik-baik saja?" Sapa Maudy-calon mama mertuanya dengan memeluk tubuhnya. Audrey tersenyum lembut, sedikit merasa canggung dengan pelukan hangat dari calon ibu mertuanya. "Ya, Ma, perjalanan tadi baik-baik saja. Tidak ada masalah." Maudy tersenyum puas dan mengangguk. "Baguslah. Kami ingin memastikan semuanya berjalan lancar untuk persiapan pernikahan." Saat itu, beberapa staf butik mulai berdatangan untuk membantu Audrey dengan persiapan fitting gaun pernikahannya. Mereka memandu Audrey ke ruang ganti yang didekorasi dengan indah dan penuh dengan gaun pernikahan. Audrey yang ingin bertanya, dimana sosok calon pengantin laki-laki yang seharusnya ikut fitting baju, namun Audrey tak kuasa bertanya. Sambil melihat-lihat gaun-gaun yang menggantung, Audrey bertanya, "Apakah ada hal lain yang perlu aku persiapkan atau lakukan hari ini?" Maudy menggelengkan kepala. "Tidak ada, sayang. Kamu hanya perlu fokus pada fitting dan memastikan gaun yang kamu pilih sesuai dengan keinginanmu. Setelah ini, kita bisa makan siang bersama dan membahas detail pernikahan lebih lanjut." Audrey mengangguk, mencoba meredakan kecemasan yang ada di hatinya. Dia merasa lebih tenang setelah mendapat arahan yang jelas. "Baiklah, Ma. Aku mengerti." Dengan itu, Audrey memasuki ruang ganti untuk memulai fitting gaunnya, berharap semuanya berjalan sesuai rencana. Setelah beberapa jam mereka habiskan dibutik, akhirnya mereka mengisi perut dengan makan di restoran. "Sayang, apakah kamu memiliki alergi makanan, atau sesuatu?" Tanya Maudy memastikan kesehatan calon menantunya sebelum memesankan makanan yang akan mereka makan. Audrey menggeleng. "Tidak ada ma, hanya tidak suka matcha saja." Jawab Audrey menanggapi dengan sedikit kaku, lantaran panggilan 'mama' yang masih terasa asing dibenaknya. Maudy tersenyum lembut mendengar jawaban Audrey. "Baiklah, berarti kita akan menghindari makanan yang mengandung matcha. Terima kasih sudah memberitahu, sayang." Setelah memastikan pesanan makanan mereka sesuai dengan preferensi Audrey, Maudy melanjutkan percakapan. "Mama ingin tahu lebih banyak tentang kamu, Audi. Apa yang kamu suka lakukan di waktu senggangmu? Hobi atau kegiatan favoritmu?" Audrey sedikit terkejut dengan pertanyaan itu, tapi segera tersenyum. "Aku suka membaca buku dan kadang-kadang menggambar. Dan tentunya, aku juga suka menghabiskan waktu dengan anak-anak di panti." Maudy mengangguk dengan antusiasme. "Wah, itu sangat menyenangkan. Mama sangat senang bisa mengenalmu lebih dekat. Aku yakin kamu akan menjadi bagian yang luar biasa dari keluarga kami." Pembicaraan mereka terus berlanjut dengan hangat, membuat Audrey merasa sedikit lebih nyaman dengan suasana yang baru ini. Sore menjelang malam pun tiba, entah bagi Audrey menghabiskan waktu bersama calon mama mertuanya tidaklah seburuk itu, ia justru merasa bahagia. "Mama, boleh aku mampir sebentar ditempat makanan? aku ingin membeli makanan untuk anak panti lainnya." Ujar Audrey sedikit ragu, takut akan respon yang akan diberi oleh calon mama mertuanya. Maudy menatap Audrey dengan penuh pengertian dan senyum lembut. "Tentu saja, sayang. Itu adalah hal yang sangat baik. Kita bisa mampir sebentar dan membeli makanan yang kamu inginkan." Audrey tersenyum lega mendengar itu. BersambungMaudy kemudian menambahkan dengan nada yang penuh dukungan. "Bagaimana kalau kita ajak mereka makan malam bersama? Ini bisa menjadi kesempatan baik untuk mengenal satu sama lain lebih dekat." Audrey merasa lega mendengar respon positif dari Maudy. "Terima kasih, Mama. Itu akan sangat berarti bagi mereka." Benar, tidak semua orang seperti keluarga Leo. Dengan itu, mereka melanjutkan perjalanan menuju tempat makanan yang ingin dikunjungi Audrey, membuat perjalanan sore itu terasa lebih berarti dan hangat. ^^^ Setelah beberapa saat mereka membeli makanan, akhirnya mobil memasuki pekarangan panti asuhan. Audrey turun diikuti Maudy juga sopir yang sibuk mengeluarkan barang-barang yang sudah mereka beli untuk anak panti. "Sepertinya mama tidak bisa makan malam bersama dengan kalian, Audi. Papa menelepon mama, jadi mama harus segera pulang." Jelas Maudy setelah mendapat telepon singkat dari sang suami. Audrey tampak kecewa mendengar hal itu. "Baiklah, Mama. Terima kasih untuk h
Tatapan Audrey terus mencari, bertanya-tanya apakah ia akan segera bertemu pria yang akan menjadi suaminya. Namun, sebelum ia bisa melanjutkan pemikirannya, suara lembut dari Devan membuyarkan lamunannya. "Sudah sampai, Nak. Tetaplah tenang, semuanya akan baik-baik saja." Kepergian Devan, membuat kegugupan Audrey semakin meningkat. Hingga kedatangan sosok pria tampan yang mengenakan setelan pengantin. "Dia sangat tampan." Batin Audrey menatap sosok pria yang akan menjadi suaminya. Audrey menarik napas dalam, mencoba menenangkan jantungnya yang berdebar kencang. Sosok pria tampan yang akan menjadi suaminya berdiri gagah di sampingnya, membuat kegugupan bercampur dengan kekaguman yang tak bisa ia tolak. "Apakah dia benar-benar orang yang tepat untukku?" Pikir Audrey, masih meraba perasaannya sendiri. Suara pembawa acara mulai terdengar, memecah keheningan saat mereka akan memulai prosesi. "Baiklah, karena kedua mempelai sudah hadir. Mari ki
"Sebentar, Nyonya." Nick terlihat menekan tombol yang berada dimeja sofa ruang tamu. Hingga kedatangan wanita paruh baya yang berlari mendekati mereka. "Selamat siang, Tuan Nick. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya pelayan yang memakai seragam maid dengan simbol berbentuk hewan dengan warna emas di dadanya. Nick hanya mengangguk. "Ini adalah istri dari Tuan Elang, Nyonya Audrey. Mulai saat ini dia akan menjadi Nyonya rumah ini, kau paham Gret?" Jelas Nick pada Grett- Kepala pelayan dimansion Elang.Pelayan yang dipanggil Grett itu mengangguk sopan. "Selamat datang, Nyonya di mansion ini. Mari saya antarkan ke kamar anda." "Terima kasih, Grett." jawab Audrey dengan suara lembut, meski dalam hatinya masih merasa canggung berada di lingkungan baru ini.Grett segera memimpin jalan menuju lift mansion yang tampak elegan. Setiap sudut rumah ini memancarkan kemewahan, namun juga memberi perasaan dingin dan jauh dari kehangatan. Setelah bebe
Elang tetap tenang, meskipun sorot matanya menunjukkan bahwa ia tidak ingin membahas masalah ini lebih lama. "Tidak ada ruang untuk menolak, Audrey. Ini soal kesepakatan antara kau dan aku, yang wajib kita lakukan." Audrey terdiam sejenak, merasakan beban yang semakin berat di pundaknya. Tidak ada jalan keluar dari situasi ini, dan meskipun hatinya menolak, ia tahu bahwa ia tidak punya pilihan lain. "Baiklah." Jawaban Audrey membuat Elang segera memberi bulpoint agar gadis itu segera bertanda tangan. "Sekarang kau boleh pergi." Usir Elang dengan mengibas-ngibaskan tangannya lalu kembali fokus pada pekerjaannya. Audrey segera keluar tanpa berucap apapun dengan tangan memegang dokumen itu. Audrey berjeringkit terkejut, saat baru saja membuka pintu. Sosok pelayan yang tadinya mengantarnya ternyata menunggunya. "Maafkan saya, Nyonya." Ucap pelayan itu saat tidak sengaja mengejutkan majikannya. Audrey tersenyum. "Tidak masalah, boleh antarkan aku ke kamar?" Pinta Audrey yang j
Para pelayan dengan sigap langsung membersihkan meja, merasa malu terpergok majikan, bahwa mereka tengah mengintip. Juga tidak adanya, Grett yang biasa memarahi mereka. Audrey masih terdiam di tempatnya, mencoba memahami kemarahan Elang yang tiba-tiba meledak. Pikirannya berkecamuk, merasa bingung dan terluka. "Kenapa dia begitu marah hanya karena aku menyiram bunga?" batinnya, berusaha menenangkan diri. Air matanya mulai menetes, namun segera dihapus dengan cepat, tidak ingin terlihat rapuh di hadapan para pelayan. Setelah meja makan dibersihkan, Audrey berjalan perlahan ke kamarnya, mencoba menenangkan diri dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. “Ada apa dengan taman itu? Apa ada sesuatu yang aku tidak tahu?” pikirnya. Di dalam kamar, Audrey mencoba menenangkan perasaannya. "Aku harus mencari tahu kenapa dia begitu marah. Aku tidak bisa terus-terusan hidup dalam kebingungan seperti ini." gumamnya pada diri sendiri. Tiba-tiba saja ketukan di pintu membuat Audrey seger
Pelayan itu hanya menggeleng dengan munundukkan kepalanya takut. Lalu membungkuk-bungkukkan badannya dengan bergumam lirih. "Maafkan saya, Nona. Tolong ampuni saya." Pekik pelayan itu semakin histeris.Audrey yang melihat reaksi pelayan itu semakin mengerut kening. "Ada ap-""Maaf nyonya, silahkan nyonya kembali ke kamar. Saya yang akan menangani pelayan ini." Ujar Grett lalu membawa pergi pelayan itu dengan paksa."Astaga, apa gaya rambut ini tidak cocok denganku? Sepertinya aku harus menggantinya lagi." Ucap Audrey dengan bergegas berlari menuju kamar, guna menelepon Nick, untuk mengabulkan permintaannya.Begitu sampai dikamarnya, ia langsung meraih ponselnya dan menelepon Nick."Nick, bisakah kau atur agar penata rambut datang lagi? Aku merasa gaya ini tidak cocok denganku," ucap Audrey buru-buru, masih merasa tidak nyaman dengan tatapan para pelayan yang ia temui di sepanjang jalan. Juga dengan kejadian yang baru saja terjadiNick terdiam sejenak di telepon sebelum menjawab. "Bai
Maudy tersenyum lembut, memahami perasaan Audrey yang tampak kecewa. "Tidak apa-apa, sayang. Kita bisa merencanakan perjalanan di waktu libur yang lebih panjang nanti," ujarnya dengan suara menenangkan.Audrey mengangguk, merasa sedikit lega. "Mungkin liburan akhir tahun nanti, Mama?""Ya, itu ide yang bagus. Kita bisa mempersiapkannya dari sekarang. Kamu ingin pergi ke mana?" Maudy bertanya dengan antusias, berusaha menghidupkan kembali semangat Audrey.Audrey tersenyum tipis, membayangkan kemungkinan destinasi yang menyenangkan. "Aku selalu ingin ke Jepang, Mama.""Baiklah, kita bisa pertimbangkan Jepang," Maudy menjawab sambil menepuk pelan tangan Audrey. "Yang penting, kamu fokus dulu pada sekolah. Liburan bisa menunggu."Audrey tersenyum, kali ini dengan perasaan hangat di hatinya. Meskipun perjalanan itu belum pasti, perhatian dan dukungan dari Maudy membuatnya merasa lebih baik.Setelah berbincang cukup lama, Maudy akhirnya pulang saat dijemput oleh papa mertuanya.Audrey memut
Audrey tidak nyaman dengan tatapan yang orang-orang layangkan pada mereka. "Ayo kita pergi." ajak Audrey lalu mengiring Salsa keluar dari pekarangan sekolah"Kakak akan mengantarmu pulang okey?" ujar Audrey menatap Salsa.Salsa yang mendengar itu tak bisa melunturkan rasa bahagianya. "Wah, ma-" 'tin tin tin'Audrey dan Salsa sontak menoleh ke sumber suara. Dimana terdapat mobil yang terparkir dihalaman sekolah, sosok pengemudi itu keluar yang membuat beberapa siswi-siswi yang masih berada disekolah memekik melihat sosok pemuda tampan juga tampak kaya raya.Audrey yang melihat itu segera menarik Salsa untuk segera keluar dari halaman sekolah menuju jalan raya. Tanpa mempedulikan Leo yang berteriak memanggilnya.Salsa yang bingung hanya terdiam membiarkannya tubuhnya ditarik oleh kakaknya."Audi, tunggu. Aku akan memberimu tumpangan, sekaligus kita harus membahas beberapa hal." Cegat Leo pada Audrey dan Salsa yang akan menaiki bus.Audrey tersenyum manis. "Tidak perlu Leo, tidak ada ya