Audrey lalu menelepon bunda panti. Dering ketiga telepon itu langsung diangkat.
'Halo Audi sayang.' "Halo bunda, maaf Audi tidak bisa mengikuti acara hari ini. Kak Elang mengajakku keluar jadi aku tidak bisa." 'Ah sayang tidak masalah, bunda senang kamu dan tuan pertama semakin dekat.' bip setelah mengobrol cukup lama Audrey mengakhiri sambungan telepon lalu mulai membershikan tubuhnya. Audrey mulai berkutat mengerjakan tugas rumah selama beberapa jam. 'tok tok tok' "Selamat sore nyonya, bibi Grett telah menunggu anda di dapur sesuai apa yang anda perintahkan." jelas Mia setelah memasuki kamar Audrey. Audrey segera beranjak dari meja belajarnya lalu turun menuju dapur berada. Sesampainya disana terlihat Grett menunggunya dengan beberapa bahan makanan yang sudah disiapkan sesuai perintah Audrey.<Hingga makan malam tiba, Audrey yang baru saja turun dari tangga melihat Elang yang juga baru saja turun menggunakan lift. Audrey hanya melengos langsung menuju meja makan, diikuti Elang yang mengikutinya dengan heran. Audrey dan Elang memakan makanannya dengan tenang, makanan mulai diganti dengan makanan penutup. "Hmm, dessert matcha ini lezat. Siapa yang membuatnya, Grett?" tanya Elang setelah menghabiskan satu wadah dessert itu. Grett terlihat melangkah mendekat, lalu berbisik membuat Elang menatap Audrey yang fokus memakan dessert cokelat. "Apakah benar kau yang membuatnya?" tanyanya memastikan. Audrey menatap tempat dessert yang tidak tersisa dihadapan Elang. "Itu? iya aku membuatnya beberapa." jawabnya Elang mengangguk puas, "Baiklah, kau ingin hadiah apa sebagai
Mobil melaju pelan menyusuri jalan kota yang mulai ramai dengan aktivitas pagi. Audrey duduk di kursi penumpang, sesekali melirik ke arah Elang yang tampak serius mengemudi. Suasana di dalam mobil terasa hening, namun keheningan itu bukanlah hal yang canggung. Ada sesuatu yang nyaman dalam diam mereka berdua. "Kak, kenapa tiba-tiba ingin mengantarku?" tanya Audrey akhirnya, memecah keheningan yang terasa cukup lama. Elang melirik sekilas ke arah Audrey, lalu kembali fokus ke tabletnya. "Aku hanya ingin memastikan kamu sampai dengan aman," jawabnya singkat, namun senyum tipis muncul di sudut bibirnya. Audrey merasa jantungnya berdetak sedikit lebih cepat. Perhatiannya pada hal-hal kecil seperti ini selalu membuat Audrey merasa tersentuh, meski Elang jarang menunjukkan perhatiannya secara terang-terangan. "Aku selalu aman, Kak." Audrey berusaha menggodanya sedikit. Elang tersenyum
Audrey berjalan memasuki gerbang sekolah dengan langkah anggun dan tenang. Di belakangnya, Mia mengikuti sambil membawa beberapa kotak berisi dessert yang telah dibuat oleh Audrey semalam. Sinar matahari pagi menyoroti wajah Audrey yang tampak tenang, meskipun di baliknya, ia menyimpan sedikit rasa bersalah karena tak bisa mengikuti acara di panti asuhan kemarin. Sesampainya di depan kelas, Audrey menoleh ke Mia, "Nanti pas jam istirahat, aku ingin memberikannya pada Salsa. Ini sebagai permintaan maaf." Mia mengangguk sopan, "Tentu, nona." drrt drrt Mia segera merogoh saku rok nya, mengambil handphonenya yang bergetar. Mia menatap Audrey, "Saya ijin mengangkat nona. Silahkan anda memasuki kelas terlebih dahulu." ujarnya lalu membukakan pintu kelas yang masih tertutup. Audrey hanya mengangguk, lalu duduk dengan tenang. Kelas mulai ramai seiring berjalannya waktu, menunggu pembelajaran akan dimu
Pagi itu, Audrey duduk di bangku kelas dengan wajah yang terlihat cerah. Pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian malam sebelumnya ketika ia belajar bersama Elang di perpustakaan. Hatinya berdebar setiap kali mengingat senyum tipis dan suara lembut Elang yang dengan sabar menjelaskan soal-soal matematika. Tidak bisa dipungkiri, ada perasaan hangat yang menyelimuti hatinya. Teman-teman sekelas mungkin tak menyadari, tapi bagi Audrey, kejadian semalam itu sangat istimewa. Ia merasa lebih dekat dengan suaminya, meski semuanya berjalan secara alami, tanpa dipaksakan. Saat bel berbunyi, menandakan akhir jam pelajaran, ia tersadar dari lamunannya. ° Ketika Audrey keluar dari gerbang sekolah, menuju halte bus, dibelakangnya Mia senantiasa mengikutinya. Audrey terlihat kebingungan saat tidak menemukan mobil yang biasa pak Gaga supiri. Mia mendekatkan tubuhnya pada Audrey, "Itu adalah mobil Nyonya besar. Mari saya an
Audrey dan Maudy tengah sibuk berbelanja, mengitari berbagai toko dengan penuh semangat. Ketika tiba-tiba Maudy memekik kaget, “Nina?!” Audrey menoleh dan melihat seorang wanita elegan, Nina, berjalan mendekat dengan senyum lebar. Maudy bergegas menghampiri dan memeluknya erat. “Ya ampun, sudah lama sekali tidak bertemu!” Nina balas memeluk Maudy dengan hangat. "Maudy! Betapa menyenangkan bisa bertemu di sini! Sudah bertahun-tahun rasanya." Setelah berpelukan, Maudy langsung mengajak Nina untuk makan bersama. "Ayo kita makan, Nina. Sudah lama kita tidak berbicara banyak." Mereka lalu menuju restoran terdekat. Audrey mengikuti, tetap tenang, meski merasa asing dengan pertemuan ini. Ketika mereka duduk, Nina menyapa Audrey dengan senyum hangat. "Audrey, ya? Senang bertemu lagi. Apa kamu tidak bersekolah hari ini?" tanya Nina dengan nada santai, melihat Audrey yang mengenakan pakaian kasual alih-
Setelah makan malam sendirian, Elang berjalan menuju perpustakaan di mansion, di mana Audrey sudah menunggunya. Audrey duduk di depan meja besar dengan beberapa buku matematika terbuka di hadapannya. Ia terlihat serius menyiapkan catatan, meski sesekali terlihat melamun. Elang membuka pintu dan melangkah masuk dengan tenang, suaranya rendah namun cukup untuk menarik perhatian Audrey. "Siap untuk belajar malam ini?" Audrey menoleh, tersenyum tipis. "Tentu saja. Aku sudah menyiapkan semua buku dan soal-soal yang perlu kupelajari." Elang duduk di samping Audrey, memandang buku-buku yang berserakan. "Baiklah, kita mulai dari mana? Fungsi atau trigonometri?" Audrey menghela napas. "Trigonometri mungkin? Aku masih merasa sedikit bingung dengan konsep sinus dan kosinus." Elang mengangguk, mengambil sebatang pensil dan mulai menjelaskan. Dengan sabar, ia menjelaskan konsep dasar trigonom
Sepulang sekolah, Audrey langsung mengganti seragamnya dengan pakaian olahraga kasual dan memulai sesi jogging sore di sekitar halaman mansion. Langit senja tampak indah, memberikan suasana yang menenangkan. Langkah-langkah kecilnya berirama, seiring dengan detak jantung yang semakin cepat. Setelah berlari beberapa putaran, ia memutuskan untuk berhenti dan kembali ke kamar. Setelah membersihkan diri, Audrey merebahkan tubuhnya di sofa empuk di dalam kamarnya. Tubuhnya yang lelah terasa segar setelah mandi, namun ia tetap merasakan sedikit keletihan. Dengan malas, tangannya meraih ponsel di atas meja samping, membuka sosial media sekadar untuk membuang waktu. Tak ada yang menarik, hanya foto-foto dan video biasa dari teman-temannya. Hatinya masih terbayang kejadian di sekolah tadi, terutama hasil ujiannya yang membuatnya bahagia. Tak terasa, waktu makan malam tiba. Audrey turun ke ruang makan, di mana Elang sudah duduk d
Langit senja perlahan memudar, mewarnai taman dengan cahaya orange yang lembut. Seorang gadis berdiri di balik semak-semak, tubuhnya kaku, sementara tatapannya terpaku pada dua sosok di bangku taman. "Kamu yakin nggak ada yang tahu?" Tanya wanita itu dengan suara lembut, sambil bersandar di bahu pria yang ia kenal begitu baik. "Tenang saja. Semua aman." Jawab pria itu, tersenyum tipis, lalu meraih tangan wanita di sebelahnya. Sentuhan itu, yang dulu selalu membuatnya merasa aman, kini menjadi pisau yang menusuk jantungnya. Tangannya gemetar saat dia mengangkat ponsel, menekan tombol rekam dengan tangan yang dingin. Air mata menggenang, kabur di pelupuk matanya, tapi dia berusaha menahannya. Isak tangis tertahan di tenggorokan, seolah jika ia mengeluarkannya, segalanya akan runtuh tak terkendali. “Ini... benar-benar terjadi.”Gumamnya dalam hati, nyaris tak percaya pada apa yang baru saja ia lihat. Mata Audrey sontak melebar, napasnya terhenti di tenggorokan. Di depannya, keka