Pelayan itu hanya menggeleng dengan munundukkan kepalanya takut. Lalu membungkuk-bungkukkan badannya dengan bergumam lirih. "Maafkan saya, Nona. Tolong ampuni saya." Pekik pelayan itu semakin histeris.Audrey yang melihat reaksi pelayan itu semakin mengerut kening. "Ada ap-""Maaf nyonya, silahkan nyonya kembali ke kamar. Saya yang akan menangani pelayan ini." Ujar Grett lalu membawa pergi pelayan itu dengan paksa."Astaga, apa gaya rambut ini tidak cocok denganku? Sepertinya aku harus menggantinya lagi." Ucap Audrey dengan bergegas berlari menuju kamar, guna menelepon Nick, untuk mengabulkan permintaannya.Begitu sampai dikamarnya, ia langsung meraih ponselnya dan menelepon Nick."Nick, bisakah kau atur agar penata rambut datang lagi? Aku merasa gaya ini tidak cocok denganku," ucap Audrey buru-buru, masih merasa tidak nyaman dengan tatapan para pelayan yang ia temui di sepanjang jalan. Juga dengan kejadian yang baru saja terjadiNick terdiam sejenak di telepon sebelum menjawab. "Bai
Maudy tersenyum lembut, memahami perasaan Audrey yang tampak kecewa. "Tidak apa-apa, sayang. Kita bisa merencanakan perjalanan di waktu libur yang lebih panjang nanti," ujarnya dengan suara menenangkan.Audrey mengangguk, merasa sedikit lega. "Mungkin liburan akhir tahun nanti, Mama?""Ya, itu ide yang bagus. Kita bisa mempersiapkannya dari sekarang. Kamu ingin pergi ke mana?" Maudy bertanya dengan antusias, berusaha menghidupkan kembali semangat Audrey.Audrey tersenyum tipis, membayangkan kemungkinan destinasi yang menyenangkan. "Aku selalu ingin ke Jepang, Mama.""Baiklah, kita bisa pertimbangkan Jepang," Maudy menjawab sambil menepuk pelan tangan Audrey. "Yang penting, kamu fokus dulu pada sekolah. Liburan bisa menunggu."Audrey tersenyum, kali ini dengan perasaan hangat di hatinya. Meskipun perjalanan itu belum pasti, perhatian dan dukungan dari Maudy membuatnya merasa lebih baik.Setelah berbincang cukup lama, Maudy akhirnya pulang saat dijemput oleh papa mertuanya.Audrey memut
Audrey tidak nyaman dengan tatapan yang orang-orang layangkan pada mereka. "Ayo kita pergi." ajak Audrey lalu mengiring Salsa keluar dari pekarangan sekolah"Kakak akan mengantarmu pulang okey?" ujar Audrey menatap Salsa.Salsa yang mendengar itu tak bisa melunturkan rasa bahagianya. "Wah, ma-" 'tin tin tin'Audrey dan Salsa sontak menoleh ke sumber suara. Dimana terdapat mobil yang terparkir dihalaman sekolah, sosok pengemudi itu keluar yang membuat beberapa siswi-siswi yang masih berada disekolah memekik melihat sosok pemuda tampan juga tampak kaya raya.Audrey yang melihat itu segera menarik Salsa untuk segera keluar dari halaman sekolah menuju jalan raya. Tanpa mempedulikan Leo yang berteriak memanggilnya.Salsa yang bingung hanya terdiam membiarkannya tubuhnya ditarik oleh kakaknya."Audi, tunggu. Aku akan memberimu tumpangan, sekaligus kita harus membahas beberapa hal." Cegat Leo pada Audrey dan Salsa yang akan menaiki bus.Audrey tersenyum manis. "Tidak perlu Leo, tidak ada ya
Audrey menatap Leo dengan mata yang tajam, tak terpengaruh oleh senyum lebar pria di depannya. “Bu Nina ingin bertemu denganku?” ulangnya, jelas masih meragukan maksud Leo.“Benar, Audi. Bu Nina sangat merindukanmu, hanya kamu yang bisa membantuku.” jawab Leo, berusaha terdengar serius, meski senyum di wajahnya tak pernah pudar.Audrey mendesah pelan. “Leo, kita sudah selesai. Hubunganku dengan orang-orang di perusahaan Mikie juga sudah selesai sejak lama. Kalau memang penting, mereka bisa menghubungiku langsung. Tidak perlu lewat kamu.”Leo tertawa kecil, tampak sedikit canggung. “Audi, kau tahu aku masih peduli padamu. Aku hanya ingin memastikan semuanya berjalan baik untukmu.”Audrey menggelengkan kepalanya, mencoba menahan diri agar tidak memperkeruh suasana. “Pedulimu tidak relevan lagi, Leo. Aku sudah menjalani hidupku tanpa perlu melibatkanmu. Jadi, tolong jangan melibatkan aku lagi dalam kehidupanmu.”Leo terdiam sejenak, matanya
Hari baru akhirnya tiba, Audrey dengan semangat memakan sarapannya dengan cepat guna mempersingkat waktu untuk segera berangkat sekolah.Elang yang juga hari itu sarapan bersama terlihat santai tak berpengaruh melihat Audrey yang terburu-buru."Sekarang, kau memiliki pelayan pribadi." ujar Elang membuat Audrey yang tadinya beranjak dari tempat duduknya segera menatap Elang."Tapi untuk apa ya kak?" tanya Audrey sembari mendudukan bokongnya pada kursi lagi."Nick." balas Elang singkat lalu segera keluar menuju perusahaannya meniggalkan Audrey yang tampak bingung dengan apa yang Elang maksud.Grett yang berdiri tidak jauh dari itu segera mendekati Audrey. "Makna dari ucapan tuan adalah nyonya bisa menanyakan hal itu kepada tuan Nick." jelas Grett.Audrey terlihat mengangguk-anggukkan kepala dengan bibir membentuk huruf o, "Terima kasih, Grett." ucap Audrey lalu segera pergi menuju tempat mobil berada.Audrey semakin mempercepat laju jalannya saat mobil yang dikemudi pak Gaga terlihat, "
Audrey merasa semakin penasaran setelah percakapannya dengan Nick. Meskipun ia sudah menduga bahwa kehadiran Mia ada hubungannya dengan keselamatan dirinya, Audrey masih tidak puas karena alasan spesifiknya tidak diberikan. Di dalam lift, pikirannya melayang-layang, mencoba menebak apa yang sedang dipikirkan Elang.Ketika pintu lift terbuka, "Apakah semuanya berjalan lancar, Nyo—eh, Audi?" Mia memperbaiki ucapannya dengan cepat, mencoba mengikuti permintaan Audrey untuk memanggilnya lebih santai saat di luar mansion.Audrey tersenyum kecil, menghargai usaha Mia. "Ya, semuanya baik-baik saja, tapi aku belum mendapatkan jawaban yang jelas." ujarnya sambil berjalan menuju mobil yang telah dipersiapkan.Sepanjang perjalanan pulang, Audrey tidak bisa berhenti berpikir. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa kakaknya tiba-tiba merasa perlu memberikan pelayan pribadi? Apakah ada sesuatu yang sedang ia lindungi?"Kita lihat saja nanti, aku akan bicara langs
6 bulan kemudianKehidupan Audrey tampak damai tentram dan selesainya ujian tengah semester yang sudah ia lakukan. Membuat Audrey merasa bebas dari beban juga bahagia.Malam tahun baru ini, mereka habiskan dengan keluarga juga sahabat dari mertuanya.Audrey tampak berbincang dengan Melani- putri bungsu Sisil dan Dio.Kembang api yang mulai dinyalakan membuat semua orang berkumpul dilatar taman menatap langit, tak jarang juga ada yang mengabadikan dengan merekam kembang api yang akan keluar dengan indah. Malam itu, suasana terasa hangat dan penuh kebahagiaan. Audrey berdiri di samping Melani, menikmati percakapan ringan sambil sesekali melirik ke arah langit, menunggu ledakan kembang api berikutnya. Suara tawa dan canda keluarga serta sahabat mengisi malam, membuat Audrey merasa sangat bersyukur. Ujian dan beban pikirannya, seolah menghilang selama malam perayaan ini."Langit malam ini indah sekali." ujar Melani, menoleh ke Audre
Kicauan burung dan matahari yang mulai terbit tidak membuat Audrey terbangun dari tidurnya yang pulas. Begadang malam sebelumnya membuat Audrey tertidur nyenyak, sama halnya dengan Elang yang masih terlelap di sebelahnya.Di depan kamar mereka, Maudy tampak ragu untuk mengetuk pintu. Namun, baru saja ingin memutar kenop, ia terkejut ketika dipeluk dari belakang. Maudy memegang dadanya, terkejut, dan langsung bertanya kesal. "Ada apa sih, Yang?" sambil menoleh ke Peter.Peter tertawa pelan, lalu menggendong Maudy menjauh dari kamar Elang dan Audrey. "Jangan ganggu mereka. Lebih baik kita turun, yang lain sudah menunggu." jelas Peter, tak ingin Maudy mengganggu putra dan menantunya.Maudy akhirnya menurut, dan mereka bergabung untuk sarapan bersama yang lain. Waktu terus berlalu hingga pukul sembilan, saat Audrey dan Elang akhirnya turun menuju dapur. Mereka melewati ruang santai, di mana semua orang sudah berkumpul.Darren, yang selalu usil, berdeh