Sudah tiga hari semenjak pertengkaran mereka pagi itu, Reno tidak pulang ke rumah. Pria itu bahkan tidak memberikan kabar apapun pada istrinya.
Sera sendiri perlahan sudah mulai masa bodoh dengan suaminya, mau Reno pulang atau tidak semua itu sama sekali tidak membuatnya pusing. Fokusnya saat ini hanya ingin mengurus putra semata wayangnya, memberikan yang terbaik pada laki-laki berusia 5 tahun itu.
Febian Reno Dirgantara, anak semata wayang dari pernikahan Sera dan Reno. Terlahir memiliki keterbatasan membuat Sera selama 5 tahun ini fokus untuk kesembuhan putranya agar Febian bisa seperti anak yang lain.
Anaknya yang malang, Sera mengusap kepala sang putra dengan lembut. Tepat 5 tahun yang lalu, kehadiran anak itu sangat ditunggu-tunggu oleh keluarga Reno. Terlebih saat mereka tahu jika anak yang dilahirkan oleh Sera adalah laki-laki.
Namun saat hari bahagia itu tiba, kenyataan pahit justru datang menghampirinya. Putra yang baru dilahirkan divonis oleh dokter menderita penyakit down syndrom.
"Kamu harus kuat sayang. Ibu yakin, suatu saat kamu akan sembuh dan tumbuh seperti anak-anak yang lain," gumam Sera mengecup kening putranya.
Sera tahu kesempatan untuk sembuh hanya seujung kuku, tapi dia tidak akan menyerah. Dia percaya pada doa dan juga takdir, setiap malam dia selalu berdoa agar Tuhan merubah takdir putranya menjadi lebih baik dari saat ini.
Rasa kantuk mulai menyerang, Sera berbaring di samping sang putra. Wanita itu sendiri tidak tahu berapa lama dia sudah tertidur, namun tengah malam dia terbangun saat merasakan tubuh putranya terguncang.
"Febian, kenapa sayang?" Sera panik, ia mendekap erat tubuh putranya. Tangan Sera meraba dahi Febian, suhu tubuh putranya sangat panas.
"Ya Tuhan, apa yang terjadi?" Sera kalang kabut, dia bingung harus melakukan apa.
Terbiasa mengurus Febian seorang diri, namun tetap saja dia sangat panik melihat putranya tiba-tiba saja kejang dan tubuhnya juga demam tinggi.
Sera berusaha untuk tetap tenang, menarik napas panjang-panjang lalu menghembuskannya dengan perlahan. Ia meraba sisi atas nakas, mencari letak ponsel miliknya yang dia letakkan sebelum tidur tadi. Tidak ada pilihan lain, dia harus menghubungi Reno meminta pria itu untuk segera pulang ke rumah.
Sementara itu, di rumah lain tepatnya di rumah mewah lainnya. Seorang wanita berdecak kesal saat ponsel suaminya terus berbunyi. Malam-malam seperti ini, dia menelepon dan menganggu istirahatnya.
Andin menoleh ke arah kamar mandi, Reno masih berada di dalam kamar mandi untuk membersihkan diri setelah kegiatan panas yang mereka lalui beberapa waktu yang lalu.
"Kenapa wanita sialan itu terus saja menelpon! Bikin kesal saja." Andin menggeser tombol merah, menolak panggilan yang terus saja masuk dari Sera.
Satu buah pesan dikirimkan oleh wanita itu saat panggilannya ditolak. Dengan malas Andini membuka pesan yang dikirimkan oleh Sera untuk Reno. Istri pertama dari suaminya itu, mengabarkan jika putra mereka dibawa ke rumah sakit dan Reno diminta untuk segera menyusul Sera ke rumah sakit.
Andin yang tidak ingin berbagi Reno dengan Sera, menghapus pesan yang dikirimkan oleh wanita itu pada suaminya. Reno hanya miliknya, dan pria itu hanya boleh memperhatikan dirinya saja bukan orang lain.
Dengan cepat Andin meletakkan kembali ponsel milik Reno ke tempat semula, ia tersenyum saat pria itu keluar dari dalam kamar mandi dengan rambutnya yang basah.
"Sayang, kamu belum tidur?" tanya Reno saat melihat istrinya masih terjaga, dia pikir Andin sudah tertidur pulas karena kegiatan panas mereka tadi.
"Aku belum ngantuk Mas. Aku mau dipeluk, aku tidak mau jauh-jauh dari kamu Mas." ia merentangkan tangan meminta Reno untuk memeluknya.
Reno tersenyum seraya menggelengkan kepalanya pelan melihat kelakuan ibu hamil itu. Memang wanita hamil terlihat sangat manja dan selalu ingin diperhatikan, saat Sera dulu hamil juga sikapnya sama seperti Andin ingin dimanja-manja dan selalu ingin berada di dekatnya.
"Mas, jangan tinggalin aku ya," lirih Andin semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Reno.
"Sayang, tentu saja aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Aku sangat mencintaimu, terlebih kamu mengandung anakku." Reno mencubit pelan hidung sang istri.
"Aku hanya takut saja Mas. Aku takut Sera masih belum bisa menerima kehadiranku dan bayi kita, aku takut jika dia sampai berpikir untuk mencelakai aku dan bayi kita karena rasa sakit hatinya."
"Sera tidak akan pernah berani melakukan hal itu semua padamu sayang."
"Apa kamu yakin Mas? Sera tidak akan pernah berani menyakiti aku dan bayi kita?" Andin mendongak, menatap suaminya dan Reno membalas pertanyaannya dengan anggukan kepala pelan.
"Di depanmu saja dia sudah berani menyakitiku dan hampir mencelakai bayi kita. Aku tidak ingin berpikir negatif tentang orang lain, tapi melihat sikapnya kemarin membuatku sangat takut padanya."
"Kamu jangan takut sayang. Aku tidak akan pernah membiarkan siapapun untuk menyakitimu dan juga bayi kita, termasuk juga Sera."
Andin tersenyum, dia kembali memeluk tubuh suaminya dengan erat. Kini dia benar-benar telah berhasil mendapatkan Reno seutuhnya, dan dia akan membuat pria itu melupakan apapun tentang Sera.
"Mas, boleh aku minta sesuatu padamu. Ini permintaan bayi kita."
"Katakan saja sayang, apa yang kamu inginkan?" tanya Reno.
"Aku ingin pindah ke rumah yang di tempati oleh Sera. Aku ingin kita yang tinggal di sana," jawab Andin dengan enteng.
"Sayang, itu tidak mungkin terjadi," tolak Reno.
"Memangnya kenapa Mas?" Andin mengerucutkan bibirnya, "kamu tidak sayang aku lagi Mas."
"Bukan begitu sayang. Tapi kamu tahu sendiri kan saat ini rumah itu Sera yang menempati, dia tidak akan mungkin mau untuk pindah dari rumah itu."
Andin kesal, selalu saja Reno masih ingin membela Sera. Lagian apa susahnya sih mengabulkan keinginannya, minta saja Sera untuk pindah ke rumah yang mereka tempati sekarang dan dia yang pindah ke rumah yang d tempati oleh Sera.
"Sayang, kamu jangan marah dong." Reno berusaha membujuk istrinya yang kini sedang merajuk.
"Sudahlah Mas, memang sampai kapan pun aku ini tidak akan pernah menang dari Sera. Selamanya aku tetap akan menjadi yang kedua bagimu walaupun aku akan melahirkan anak yang sehat dan juga normal untukmu. Tidak seperti Sera yang melahirkan anak cacat dan membuat kamu malu!" kesal Andin berbaring dan membelakangi Reno.
Reno menghela napas berat, sangat sulit untuk membujuk wanita yang sedang merajuk. Reno ingin Andin melahirkan bayi yang normal, dan dia tidak mau sampai kemarahan Andin mempengaruhi kehamilan wanita itu.
"Kamu jangan marah lagi ya. Besok aku akan bicara sama Sera, kamu bisa pindah ke rumah yang di tempati oleh Sera."
Andin tersenyum, ia berbalik menatap wajah suaminya, "Kamu serius kan, Mas?"
"Iya sayang. Demi kamu dan bayi kita, apapun aku akan turuti."
"Suamimu belum bisa di hubungi juga?" tanya seorang pria pada Sera.Pria berbalut jas putih itu menatap wanita di depannya. Wajahnya putus asa, tidak ada pancaran kehidupan dari wajah cantik itu."Mungkin dia sedang sibuk," jawab Sera seraya menghela napas panjang dan hal itu dia lakukan berulang kali."Kalian berdua baik-baik saja kan?" Pria itu menatap Sera penuh selidik.Sera memaksa senyuman terbit di wajahnya, "Kami baik-baik saja. Seperti yang kamu lihat," jawab Sera berdusta."Syukurlah. Aku bahagia melihatmu bahagia bersama pria yang kamu cintai.""Terima kasih Adrian." Sera tersenyum tulus, "Gimana kondisi Febian? Apa anakku bisa sembuh?""Berdoalah, semoga ada keajaiban. Panasnya juga sudah lumayan turun, setelah diberi obat biarkan dia istirahat.""Terima kasih Adrian. Selama ini kamu sudah banyak membantuku."Adrian menganggukkan kepalanya, "Aku hanya melakukan tugasku sebagai dokter. Kamu ibu yang kuat Sera dan selalu berdoa semoga saja keajaiban itu datang pada putramu."
"Ada apa denganmu Sera? Kenapa sekarang kamu menjadi wanita pembangkang?" Reno mengusap wajahnya kasar, dia kewalahan menghadapi sikap Sera yang sekarang.Lagi-lagi Sera tersenyum sinis, seolah di sini dirinya yang bersalah."Aku sudah pernah menjadi wanita penurut. Lalu apa yang aku dapatkan? Kamu malah mendua Mas, mengkhianati rumah tangga kita. Selingkuh bahkan sampai membuat pelakor itu hamil.""Aku bukan pelakor!" Andini menyela, tidak terima disebut pelakor oleh Sera. "Berhentilah berdebat. Sampai kapan kalian berdua begini, aku ingin kalian berdua bisa hidup dengan rukun." Reno pusing melihat kedua wanitanya seperti ini."Jangan bermimpi kamu, Mas. Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah sudi menerima wanita itu sebagai maduku. Lebih baik kita berpisah saja!" kata Sera menantang."Jaga bicaramu Sera! Sekali lagi kamu mengatakan tentang perpisahan, maka aku tidak akan segan-segan mengabulkan permintaanmu itu." Reno sama sekali tidak takut dengan ancaman sang istri, karena dia ta
"Tidak mungkin!" teriak Sera.Sera menggeleng, apa yang baru saja dia dengar pasti tidak benar, dokter itu pasti berbohong. Putranya tidak mungkin pergi meninggalkan dirinya, mereka berdua sudah berjanji untuk selalu bersama. Sera dan Febian telah berjanji jika mereka akan terus bersama, berjuang bersama melewati penyakit yang Febian derita."Sera, aku turut berduka cita." Adrian mendekati sahabatnya itu, dia ikut syok setelah mendengar kabar yang menimpa putra sahabatnya.Sera memandang Adrian dengan lekat, "tolong Adrian. Lakukan sesuatu untuk putraku. Kamu dokter kan, tolong buat dia bangun lagi. Aku mohon." Sera menakup kedua tangannya, memohon bantuan agar Adrian mengembalikan putranya padanya lagi."Maafkan aku Sera. Aku memang dokter, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa." Adrian menundukkan kepalanya lemah, tidak tega dia melihat Sera memohon seperti itu padanya. Tubuh Sera terkulai lemas, sekarang apa yang harus dia lakukan? Febian putranya, satu-satunya penyemangat hidup yan
Reno memandang Sera bingung, dia baru saja datang setelah memastikan kondisi Andini dan janinnya baik-baik saja. Reno juga khawatir pada kondisi Febian, akan tetapi Andini dan janinnya juga penting bagi Reno. "Sera, ada apa? Aku minta maaf karena telat datang ke sini, aku harus memastikan dulu jika Andini dan janinnya baik-baik saja. Aku minta Sera, kamu jangan marah lagi ya." Reno membujuk istrinya, dia sudah terlalu lelah bertengkar dengan Sera hanya karena masalah sepele."Cih, simpan saja kata maafmu itu Mas Reno! Sejuta kali pun kamu meminta maaf semua tidak akan pernah berubah. Febian tidak akan pernah kembali lagi," ucap Sarah, sorot matanya memerah menatap tajam Reno juga Andini yang sama sekali tidak ingin lepas dari suaminya."A-apa maksudmu Sera?" tanya Reno bingung, dia memandang Adrian dia tahu jika pria itu adalah dokter anaknya."Bagaimana kondisi putraku dokter?"Adrian menghembuskan napasnya kasar, "Febian tidak bisa diselamatkan. Dia kehilangan banyak darah, dokter
Sera menatap tempat tidur yang biasa ditempati oleh putranya, sekarang tidak akan ada lagi Febian yang terbaring di atas tempat tidur itu. Putranya telah beristirahat di tempat sesungguhnya, Sera berusaha untuk ikhlas walaupun sangat sulit untuk melakukan semua itu."Sera," panggil Reno. Sera menoleh, melihat ke arah suaminya yang kini sedang berdiri di ambang pintu seraya menatap dirinya."Ada apa Mas?" tanya Sera acuh."Aku mau bicara sebentar denganmu," jawab Reno, dia mendekat lalu duduk di samping sang istri. "Ikhlaskan kepergian Febian. Mungkin ini adalah yang terbaik untuknya. Febian sudah tenang di sana, dan aku harap kamu jangan terlalu larut dalam kesedihan. Dari atas sana Febian juga akan sangat sedih melihat ibunya juga bersedih."Sera menoleh ke samping, melihat Reno lalu kembali menatap lurus ke arah tempat tidur Febian."Katakan saja apa yang sebenarnya ingin kamu sampaikan, Mas," tutur Sera, dia tahu jika ada hal lain yang ingin Reno sampaikan padanya.Reno menghela n
"Mas kenapa dia masih ada di rumah ini? Bukankah kamu sudah janji padaku jika kamu akan memberikan rumah ini untukku." Andini mengerucutkan bibirnya, masih saja Sera berada di rumah yang dia tempati."Sera tidak mau pergi dari rumah ini. Dia ingin tetap tinggal di sini untuk mengenang Febian yang sudah tiada." Reno memberikan penjelasan, berharap Andini mau mengerti. "Alah, itu hanya alasannya saja Mas yang sebenarnya dia tidak mau melihatku bahagia. Dia ingin tetap tinggal di sini, agar dia bisa menyiksaku dan membuatku kehilangan bayi ini." Andini yakin jika Sera tidak sepolos yang dipikirkan oleh Reno, wanita itu pasti sengaja untuk tetap bertahan tinggal di rumah tersebut. Andini tidak akan membiarkan Sera menang, lihatlah saja nanti dia akan membuat Sera menderita sampai wanita itu tidak tahan tinggal seatap dengannya."Andini, aku sudah lelah. Tolong mengertilah sekali Ini saja, aku tidak ingin berdebat denganmu atau pun dengan Sera. Aku ingin kita hidup rukun, dan berusaha un
"Arrgggh!" Andini berteriak keras, meluapkan segala rasa sakit hati yang sejak tadi pagi dia tahan.Wanita itu ... Dia benar-benar ingin menguji kesabaran Andini. Sera dengan begitu mudahnya mendapatkan uang satu Milyar dari Reno dan karena uang yang Reno berikan untuk Sera dia harus menunda keinginannya untuk membeli perhiasan yang dia inginkan."Minum dulu Nona." Seorang pelayan menyodorkan segelas air putih untuk Andini dan dengan cepat wanita hamil itu menyambar minuman yang diberikan untuknya. "Aku benci wanita itu!" Andini meletakkan gelas bekas air minumnya dengan kasar di atas meja nakas."Nona Andini harus sabar. Kita tidak boleh gegabah, Nyonya Sera tidak selemah yang Nona lihat."Andini memandang pelayan di depannya, kini dia telah berada di rumah. Pulang dari kantor Reno langsung mengantarnya ke rumah, setelah itu pria tersebut pergi mengantar Sera entah kemana."Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tidak bisa lama-lama melihatnya lebih menang dariku. Kamu harus
"Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan Sera?"Wanita berlesung pipi itu bernama Dara, ia menatap curiga ke arah sahabatnya, dia tahu Sera bukanlah orang yang mudah menyerah dengan kekalahan. Akan tetapi, ia penasaran dengan apa yang ingin dilakukan oleh wanita itu pada Reno dan juga selingkuhannya. Apakah Sera akan membalas perbuatan orang-orang yang telah menyakiti hatinya. "Aku akan membuat hidup Mas Reno dan juga Andini hancur sama sepertiku. Aku tidak akan membuat satu hal pun tersisa di dalam hidup Mas Reno." Sera menghela napas panjang, sebenarnya ini tidak seperti rencana awalnya."Awalnya aku ingin bercerai dengan Mas Reno. Tapi saat ini hal itu tidak mungkin bisa aku lakukan." Dara mengerutkan keningnya, "Kenapa?" tanyanya heran."Karena sekarang aku sedang hamil," jawab Sera. "Ha-hamil?" Dara nampak kaget.Sungguh Sera sendiri tidak menyangka jika dia akan hamil anak kedua dari Reno. Sebulan yang lalu hubungan mereka baik-baik saja, Reno masih menjadi suami yang baik
"Kamu darimana saja Mas?" Andini menatap Reno dengan kesal, sejak tadi dia sudah menunggu pria itu pulang tapi Reno malah mengabaikan dirinya."Aku lelah Andini. Di kantor banyak sekali pekerjaan, setelah mengantar Sera ke psikiater aku kembali ke kantor. Ada beberapa klien yang tiba-tiba membatalkan kerjasama dengan perusahaan kita." Reno membuang tas kantornya begitu saja, ia membuka kemeja yang melekat di tubuhnya. Sungguh hari ini hari yang sial baginya, bagaimana bisa mereka yang selama ini jadi klien tetap perusahaannya tiba-tiba membatalkan kerjasama secara sepihak. Pembatalan kerjasama yang tentunya membuat perusahaan akan mengalami kerugian yang sangat besar. Reno bahkan tidak pernah berpikir jika dia akan berada di fase sekarang karena selama ini bisnisnya selalu lancar dalam segala hal baik masalah klien ataupun masalah penjualan di bagian pemasaran."Iya sudah sih Mas, kamu tidak perlu memikirkan tentang hal itu. Kamu bisa mencari klien lain." Andini berucap santai, meng
"Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan Sera?"Wanita berlesung pipi itu bernama Dara, ia menatap curiga ke arah sahabatnya, dia tahu Sera bukanlah orang yang mudah menyerah dengan kekalahan. Akan tetapi, ia penasaran dengan apa yang ingin dilakukan oleh wanita itu pada Reno dan juga selingkuhannya. Apakah Sera akan membalas perbuatan orang-orang yang telah menyakiti hatinya. "Aku akan membuat hidup Mas Reno dan juga Andini hancur sama sepertiku. Aku tidak akan membuat satu hal pun tersisa di dalam hidup Mas Reno." Sera menghela napas panjang, sebenarnya ini tidak seperti rencana awalnya."Awalnya aku ingin bercerai dengan Mas Reno. Tapi saat ini hal itu tidak mungkin bisa aku lakukan." Dara mengerutkan keningnya, "Kenapa?" tanyanya heran."Karena sekarang aku sedang hamil," jawab Sera. "Ha-hamil?" Dara nampak kaget.Sungguh Sera sendiri tidak menyangka jika dia akan hamil anak kedua dari Reno. Sebulan yang lalu hubungan mereka baik-baik saja, Reno masih menjadi suami yang baik
"Arrgggh!" Andini berteriak keras, meluapkan segala rasa sakit hati yang sejak tadi pagi dia tahan.Wanita itu ... Dia benar-benar ingin menguji kesabaran Andini. Sera dengan begitu mudahnya mendapatkan uang satu Milyar dari Reno dan karena uang yang Reno berikan untuk Sera dia harus menunda keinginannya untuk membeli perhiasan yang dia inginkan."Minum dulu Nona." Seorang pelayan menyodorkan segelas air putih untuk Andini dan dengan cepat wanita hamil itu menyambar minuman yang diberikan untuknya. "Aku benci wanita itu!" Andini meletakkan gelas bekas air minumnya dengan kasar di atas meja nakas."Nona Andini harus sabar. Kita tidak boleh gegabah, Nyonya Sera tidak selemah yang Nona lihat."Andini memandang pelayan di depannya, kini dia telah berada di rumah. Pulang dari kantor Reno langsung mengantarnya ke rumah, setelah itu pria tersebut pergi mengantar Sera entah kemana."Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tidak bisa lama-lama melihatnya lebih menang dariku. Kamu harus
"Mas kenapa dia masih ada di rumah ini? Bukankah kamu sudah janji padaku jika kamu akan memberikan rumah ini untukku." Andini mengerucutkan bibirnya, masih saja Sera berada di rumah yang dia tempati."Sera tidak mau pergi dari rumah ini. Dia ingin tetap tinggal di sini untuk mengenang Febian yang sudah tiada." Reno memberikan penjelasan, berharap Andini mau mengerti. "Alah, itu hanya alasannya saja Mas yang sebenarnya dia tidak mau melihatku bahagia. Dia ingin tetap tinggal di sini, agar dia bisa menyiksaku dan membuatku kehilangan bayi ini." Andini yakin jika Sera tidak sepolos yang dipikirkan oleh Reno, wanita itu pasti sengaja untuk tetap bertahan tinggal di rumah tersebut. Andini tidak akan membiarkan Sera menang, lihatlah saja nanti dia akan membuat Sera menderita sampai wanita itu tidak tahan tinggal seatap dengannya."Andini, aku sudah lelah. Tolong mengertilah sekali Ini saja, aku tidak ingin berdebat denganmu atau pun dengan Sera. Aku ingin kita hidup rukun, dan berusaha un
Sera menatap tempat tidur yang biasa ditempati oleh putranya, sekarang tidak akan ada lagi Febian yang terbaring di atas tempat tidur itu. Putranya telah beristirahat di tempat sesungguhnya, Sera berusaha untuk ikhlas walaupun sangat sulit untuk melakukan semua itu."Sera," panggil Reno. Sera menoleh, melihat ke arah suaminya yang kini sedang berdiri di ambang pintu seraya menatap dirinya."Ada apa Mas?" tanya Sera acuh."Aku mau bicara sebentar denganmu," jawab Reno, dia mendekat lalu duduk di samping sang istri. "Ikhlaskan kepergian Febian. Mungkin ini adalah yang terbaik untuknya. Febian sudah tenang di sana, dan aku harap kamu jangan terlalu larut dalam kesedihan. Dari atas sana Febian juga akan sangat sedih melihat ibunya juga bersedih."Sera menoleh ke samping, melihat Reno lalu kembali menatap lurus ke arah tempat tidur Febian."Katakan saja apa yang sebenarnya ingin kamu sampaikan, Mas," tutur Sera, dia tahu jika ada hal lain yang ingin Reno sampaikan padanya.Reno menghela n
Reno memandang Sera bingung, dia baru saja datang setelah memastikan kondisi Andini dan janinnya baik-baik saja. Reno juga khawatir pada kondisi Febian, akan tetapi Andini dan janinnya juga penting bagi Reno. "Sera, ada apa? Aku minta maaf karena telat datang ke sini, aku harus memastikan dulu jika Andini dan janinnya baik-baik saja. Aku minta Sera, kamu jangan marah lagi ya." Reno membujuk istrinya, dia sudah terlalu lelah bertengkar dengan Sera hanya karena masalah sepele."Cih, simpan saja kata maafmu itu Mas Reno! Sejuta kali pun kamu meminta maaf semua tidak akan pernah berubah. Febian tidak akan pernah kembali lagi," ucap Sarah, sorot matanya memerah menatap tajam Reno juga Andini yang sama sekali tidak ingin lepas dari suaminya."A-apa maksudmu Sera?" tanya Reno bingung, dia memandang Adrian dia tahu jika pria itu adalah dokter anaknya."Bagaimana kondisi putraku dokter?"Adrian menghembuskan napasnya kasar, "Febian tidak bisa diselamatkan. Dia kehilangan banyak darah, dokter
"Tidak mungkin!" teriak Sera.Sera menggeleng, apa yang baru saja dia dengar pasti tidak benar, dokter itu pasti berbohong. Putranya tidak mungkin pergi meninggalkan dirinya, mereka berdua sudah berjanji untuk selalu bersama. Sera dan Febian telah berjanji jika mereka akan terus bersama, berjuang bersama melewati penyakit yang Febian derita."Sera, aku turut berduka cita." Adrian mendekati sahabatnya itu, dia ikut syok setelah mendengar kabar yang menimpa putra sahabatnya.Sera memandang Adrian dengan lekat, "tolong Adrian. Lakukan sesuatu untuk putraku. Kamu dokter kan, tolong buat dia bangun lagi. Aku mohon." Sera menakup kedua tangannya, memohon bantuan agar Adrian mengembalikan putranya padanya lagi."Maafkan aku Sera. Aku memang dokter, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa." Adrian menundukkan kepalanya lemah, tidak tega dia melihat Sera memohon seperti itu padanya. Tubuh Sera terkulai lemas, sekarang apa yang harus dia lakukan? Febian putranya, satu-satunya penyemangat hidup yan
"Ada apa denganmu Sera? Kenapa sekarang kamu menjadi wanita pembangkang?" Reno mengusap wajahnya kasar, dia kewalahan menghadapi sikap Sera yang sekarang.Lagi-lagi Sera tersenyum sinis, seolah di sini dirinya yang bersalah."Aku sudah pernah menjadi wanita penurut. Lalu apa yang aku dapatkan? Kamu malah mendua Mas, mengkhianati rumah tangga kita. Selingkuh bahkan sampai membuat pelakor itu hamil.""Aku bukan pelakor!" Andini menyela, tidak terima disebut pelakor oleh Sera. "Berhentilah berdebat. Sampai kapan kalian berdua begini, aku ingin kalian berdua bisa hidup dengan rukun." Reno pusing melihat kedua wanitanya seperti ini."Jangan bermimpi kamu, Mas. Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah sudi menerima wanita itu sebagai maduku. Lebih baik kita berpisah saja!" kata Sera menantang."Jaga bicaramu Sera! Sekali lagi kamu mengatakan tentang perpisahan, maka aku tidak akan segan-segan mengabulkan permintaanmu itu." Reno sama sekali tidak takut dengan ancaman sang istri, karena dia ta
"Suamimu belum bisa di hubungi juga?" tanya seorang pria pada Sera.Pria berbalut jas putih itu menatap wanita di depannya. Wajahnya putus asa, tidak ada pancaran kehidupan dari wajah cantik itu."Mungkin dia sedang sibuk," jawab Sera seraya menghela napas panjang dan hal itu dia lakukan berulang kali."Kalian berdua baik-baik saja kan?" Pria itu menatap Sera penuh selidik.Sera memaksa senyuman terbit di wajahnya, "Kami baik-baik saja. Seperti yang kamu lihat," jawab Sera berdusta."Syukurlah. Aku bahagia melihatmu bahagia bersama pria yang kamu cintai.""Terima kasih Adrian." Sera tersenyum tulus, "Gimana kondisi Febian? Apa anakku bisa sembuh?""Berdoalah, semoga ada keajaiban. Panasnya juga sudah lumayan turun, setelah diberi obat biarkan dia istirahat.""Terima kasih Adrian. Selama ini kamu sudah banyak membantuku."Adrian menganggukkan kepalanya, "Aku hanya melakukan tugasku sebagai dokter. Kamu ibu yang kuat Sera dan selalu berdoa semoga saja keajaiban itu datang pada putramu."