"Ada apa denganmu Sera? Kenapa sekarang kamu menjadi wanita pembangkang?" Reno mengusap wajahnya kasar, dia kewalahan menghadapi sikap Sera yang sekarang.
Lagi-lagi Sera tersenyum sinis, seolah di sini dirinya yang bersalah.
"Aku sudah pernah menjadi wanita penurut. Lalu apa yang aku dapatkan? Kamu malah mendua Mas, mengkhianati rumah tangga kita. Selingkuh bahkan sampai membuat pelakor itu hamil."
"Aku bukan pelakor!" Andini menyela, tidak terima disebut pelakor oleh Sera.
"Berhentilah berdebat. Sampai kapan kalian berdua begini, aku ingin kalian berdua bisa hidup dengan rukun." Reno pusing melihat kedua wanitanya seperti ini.
"Jangan bermimpi kamu, Mas. Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah sudi menerima wanita itu sebagai maduku. Lebih baik kita berpisah saja!" kata Sera menantang.
"Jaga bicaramu Sera! Sekali lagi kamu mengatakan tentang perpisahan, maka aku tidak akan segan-segan mengabulkan permintaanmu itu." Reno sama sekali tidak takut dengan ancaman sang istri, karena dia tahu Sera mencintainya dan wanita itu hanya mengertaknya saja.
"Aku tidak perduli!" balas Sera sengit.
Lagi-lagi Reno hanya bisa menghela napasnya dengan panjang, dia harus bisa sedikit lebih bersabar menghadapi sikap Sera. Wanita itu masih dalam keadaan marah, perlahan Sera pasti bisa menerima kenyataan tentang rumah tangga mereka.
"Sudahlah, aku tidak ingin berdebat lagi denganmu. Aku minta maaf atas semua kesalahan yang aku lakukan padamu, aku ingin kita berdamai Sera dan aku mohon padamu biarkan Andini tinggal di rumah ini. Kasihan dia sedang hamil, dia butuh tempat yang nyaman."
"Lalu kamu tidak kasihan padaku dan Febian," hardik Sera. Ia menatap Reno berkaca-kaca.
"Kamu hanya memikirkan kenyamanan wanita itu. Lalu bagaimana denganku dan Febian, bahkan saat anakmu masuk rumah sakit kamu sama sekali tidak menunjukkan kepedulianmu. Kamu sibuk menemani gundikmu itu, sementara aku begitu panik seorang diri di rumah memikirkan bagaimana cara membawa Febian ke rumah sakit," tutur Sera menyerukan kekesalannya pada Reno.
"Apa maksudmu Sera? Febian masuk rumah sakit." Reno tampak kaget.
"Kenapa kamu kaget, Mas?" Sera menggeleng, "berulang kali aku menghubungimu. Aku mengirimkan pesan padamu, memintamu untuk segera pulang ke rumah agar membawa Reno ke rumah sakit. Jika aku menunggu sampai kamu pulang, baru membawa Reno ke rumah sakit mungkin nyawa anakku tidak akan bisa tertolong karena memiliki Ayah yang tidak berguna sepertimu."
Reno segera mengeluarkan ponsel dari saku celananya, dia mengecek ponsel miliknya. Tidak ada satupun pesan dan juga panggilan dari Sera. Lagi-lagi istrinya itu membual, Sera tidak pernah bersikap seperti ini sebelumnya.
"Demi apa kamu harus mengatakan kebohongan seperti ini Sera? Coba lihat sendiri, tidak ada satupun pesan ataupun panggilan darimu. Kamu sengaja mengatakan hal seperti itu untuk membuatku menjadi suami dan Ayah yang tidak berguna?" Reno menggelengkan kepalanya, dia marah sekaligus kecewa atas sikap Sera.
"Keterlaluan kamu Sera."
"Tapi aku benar-benar mengirimkan pesan padamu Mas Reno, aku juga menelponmu berulang kali," ujar Sera tidak terima dirinya dianggap berdusta.
"Mana pesan dan juga panggilan darimu Sera? Satupun tidak ada panggilan ataupun pesan darimu." Reno menunjukkan layar ponselnya di hadapan wajah Sera.
Sera menggeleng, ini tidak mungkin bisa terjadi. Jelas-jelas tadi malam dia berulang kali menelpon suaminya dan mengirimkan pesan pada Reno, mengabarkan pada pria itu jika Febian dilarikan ke rumah sakit karena demam yang tinggi.
Tatapan Sera tertuju pada Andini, hanya wanita itu yang bisa memanipulasi semuanya. Mungkin Andini sengaja menghapus pesan dan juga panggilan darinya, bisa saja hal itu terjadi karena Pelakor seperti Andini otaknya sangatlah licik.
"Pasti kamu yang merencanakan semuanya kan? Kamu sengaja menghapus pesan dan panggilan dariku di ponselnya Mas Reno!" hardik Sera.
"A-aku." Andini menangis tersedu-sedu, "kenapa kamu setega itu menuduhku, Sera. Aku sama sekali tidak melakukan seperti yang kamu tuduhkan. Febian itu juga putraku, aku tidak mungkin tinggal diam kalau aku tahu dia masuk rumah sakit. Kalau aku tahu Febian masuk rumah sakit, malam itu juga aku pasti akan mengajak Mas Reno segera ke rumah sakit."
"Alah tidak perlu sok baik kamu, Andini. Aku tahu isi di dalam otak wanita sepertimu. Kamu sengaja kan, agar Mas Reno melupakan keluarganya."
Andini menggeleng, dia semakin menangis mendengar semua tuduhan yang dilontarkan oleh Sera untuknya.
"Mas, aku bukan wanita seperti itu. Kamu percaya kan padaku Mas Reno, kamu sangat mengenalku. Mana mungkin aku bisa bersikap sejahat itu pada putra kandungmu," isak Andini.
"Apa yang Andini katakan itu benar. Aku sangat mengenal siapa Andini, dia tidak mungkin melakukan hal sejahat itu. Sengaja menghapus pesan penting yang kamu kirimkan." Reno yakin jika Andini tidak melakukan seperti apa yang Sera tuduhkan.
"Lalu, kamu menganggap aku yang berbohong Mas?" Sera jengah melihat drama pelakor itu, pura-pura menangis untuk menarik simpati Reno. Dia sangat yakin seratus persen jika Andini memang yang melakukannya.
"Bisa saja kamu berbohong Sera, kamu sakit hati pada Andini. Menganggap dia telah merebutku darimu, kamu melakukan segala cara untuk memfitnahnya agar aku membenci Andini."
Sera mengepalkan tangannya kuat, percuma saja dia menjelaskan kepada Reno. Mata dan hati suaminya sudah buta karena cintanya pada Andini. Reno sudah tidak akan bisa melihat kejujuran dari orang lain, dia hanya mengganggap jika Andini adalah yang paling benar dan dia adalah pendusta.
"Kamu akan menyesali semuanya Mas, karena terlalu mempercayai wanita itu. Semoga saja dia memang sebaik yang kamu pikirkan."
"Aku tidak akan pernah salah menilai orang. Jadi sekarang, kamu kemasi barang-barangmu dan ajak Febian untuk tinggal di rumah yang Andini tempati. Sedangkan mulai hari ini, Andini akan tinggal di rumah ini bersama denganku."
"Keterlaluan kamu Mas. Jahat kamu!"
Tubuh Sera rasanya tidak memiliki tenaga untuk berdebat lagi dengan Reno. Dia melihat ke atas untuk menahan air matanya agar tidak tumpah di depan kedua musuhnya itu. Iya, mulai sekarang Sera menganggap Reno adalah musuhnya.
"Febian," lirih Sera saat tatapannya tidak sengaja bersitatap dengan putranya.
Sejak kapan Febian ada di situ? Bukannya putranya itu tidak bisa berjalan? Lalu siapa yang membawa Febian dan membuat putranya melihat pertengkaran yang terjadi diantara kedua orang tuanya.
"Febian awas sayang!" Sera segera berlari untuk menghampiri putranya.
"Tidak!"
Brak ....
Jantung Sera seketika berhenti berdetak saat melihat apa yang terjadi di depan matanya. Febian bersama kursi rodanya jatuh dari lantai dua.
Sera telat menyelamatkan putranya, Febian yang malang. Kenapa semua ini harus terjadi pada putranya yang tidak berdosa.
"Mas, cepat bawa Febian ke rumah sakit!" teriak Sera panik, Reno pun tak kalah paniknya.
Meskipun kondisi Febian tidak sempurna, namun anak laki-laki itu tetaplah putra kandungnya, darah dagingnya.
Sayangnya, semua tak sesuai harapan mereka.....
"Tidak mungkin!" teriak Sera.Sera menggeleng, apa yang baru saja dia dengar pasti tidak benar, dokter itu pasti berbohong. Putranya tidak mungkin pergi meninggalkan dirinya, mereka berdua sudah berjanji untuk selalu bersama. Sera dan Febian telah berjanji jika mereka akan terus bersama, berjuang bersama melewati penyakit yang Febian derita."Sera, aku turut berduka cita." Adrian mendekati sahabatnya itu, dia ikut syok setelah mendengar kabar yang menimpa putra sahabatnya.Sera memandang Adrian dengan lekat, "tolong Adrian. Lakukan sesuatu untuk putraku. Kamu dokter kan, tolong buat dia bangun lagi. Aku mohon." Sera menakup kedua tangannya, memohon bantuan agar Adrian mengembalikan putranya padanya lagi."Maafkan aku Sera. Aku memang dokter, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa." Adrian menundukkan kepalanya lemah, tidak tega dia melihat Sera memohon seperti itu padanya. Tubuh Sera terkulai lemas, sekarang apa yang harus dia lakukan? Febian putranya, satu-satunya penyemangat hidup yan
Reno memandang Sera bingung, dia baru saja datang setelah memastikan kondisi Andini dan janinnya baik-baik saja. Reno juga khawatir pada kondisi Febian, akan tetapi Andini dan janinnya juga penting bagi Reno. "Sera, ada apa? Aku minta maaf karena telat datang ke sini, aku harus memastikan dulu jika Andini dan janinnya baik-baik saja. Aku minta Sera, kamu jangan marah lagi ya." Reno membujuk istrinya, dia sudah terlalu lelah bertengkar dengan Sera hanya karena masalah sepele."Cih, simpan saja kata maafmu itu Mas Reno! Sejuta kali pun kamu meminta maaf semua tidak akan pernah berubah. Febian tidak akan pernah kembali lagi," ucap Sarah, sorot matanya memerah menatap tajam Reno juga Andini yang sama sekali tidak ingin lepas dari suaminya."A-apa maksudmu Sera?" tanya Reno bingung, dia memandang Adrian dia tahu jika pria itu adalah dokter anaknya."Bagaimana kondisi putraku dokter?"Adrian menghembuskan napasnya kasar, "Febian tidak bisa diselamatkan. Dia kehilangan banyak darah, dokter
Sera menatap tempat tidur yang biasa ditempati oleh putranya, sekarang tidak akan ada lagi Febian yang terbaring di atas tempat tidur itu. Putranya telah beristirahat di tempat sesungguhnya, Sera berusaha untuk ikhlas walaupun sangat sulit untuk melakukan semua itu."Sera," panggil Reno. Sera menoleh, melihat ke arah suaminya yang kini sedang berdiri di ambang pintu seraya menatap dirinya."Ada apa Mas?" tanya Sera acuh."Aku mau bicara sebentar denganmu," jawab Reno, dia mendekat lalu duduk di samping sang istri. "Ikhlaskan kepergian Febian. Mungkin ini adalah yang terbaik untuknya. Febian sudah tenang di sana, dan aku harap kamu jangan terlalu larut dalam kesedihan. Dari atas sana Febian juga akan sangat sedih melihat ibunya juga bersedih."Sera menoleh ke samping, melihat Reno lalu kembali menatap lurus ke arah tempat tidur Febian."Katakan saja apa yang sebenarnya ingin kamu sampaikan, Mas," tutur Sera, dia tahu jika ada hal lain yang ingin Reno sampaikan padanya.Reno menghela n
"Mas kenapa dia masih ada di rumah ini? Bukankah kamu sudah janji padaku jika kamu akan memberikan rumah ini untukku." Andini mengerucutkan bibirnya, masih saja Sera berada di rumah yang dia tempati."Sera tidak mau pergi dari rumah ini. Dia ingin tetap tinggal di sini untuk mengenang Febian yang sudah tiada." Reno memberikan penjelasan, berharap Andini mau mengerti. "Alah, itu hanya alasannya saja Mas yang sebenarnya dia tidak mau melihatku bahagia. Dia ingin tetap tinggal di sini, agar dia bisa menyiksaku dan membuatku kehilangan bayi ini." Andini yakin jika Sera tidak sepolos yang dipikirkan oleh Reno, wanita itu pasti sengaja untuk tetap bertahan tinggal di rumah tersebut. Andini tidak akan membiarkan Sera menang, lihatlah saja nanti dia akan membuat Sera menderita sampai wanita itu tidak tahan tinggal seatap dengannya."Andini, aku sudah lelah. Tolong mengertilah sekali Ini saja, aku tidak ingin berdebat denganmu atau pun dengan Sera. Aku ingin kita hidup rukun, dan berusaha un
"Arrgggh!" Andini berteriak keras, meluapkan segala rasa sakit hati yang sejak tadi pagi dia tahan.Wanita itu ... Dia benar-benar ingin menguji kesabaran Andini. Sera dengan begitu mudahnya mendapatkan uang satu Milyar dari Reno dan karena uang yang Reno berikan untuk Sera dia harus menunda keinginannya untuk membeli perhiasan yang dia inginkan."Minum dulu Nona." Seorang pelayan menyodorkan segelas air putih untuk Andini dan dengan cepat wanita hamil itu menyambar minuman yang diberikan untuknya. "Aku benci wanita itu!" Andini meletakkan gelas bekas air minumnya dengan kasar di atas meja nakas."Nona Andini harus sabar. Kita tidak boleh gegabah, Nyonya Sera tidak selemah yang Nona lihat."Andini memandang pelayan di depannya, kini dia telah berada di rumah. Pulang dari kantor Reno langsung mengantarnya ke rumah, setelah itu pria tersebut pergi mengantar Sera entah kemana."Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tidak bisa lama-lama melihatnya lebih menang dariku. Kamu harus
"Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan Sera?"Wanita berlesung pipi itu bernama Dara, ia menatap curiga ke arah sahabatnya, dia tahu Sera bukanlah orang yang mudah menyerah dengan kekalahan. Akan tetapi, ia penasaran dengan apa yang ingin dilakukan oleh wanita itu pada Reno dan juga selingkuhannya. Apakah Sera akan membalas perbuatan orang-orang yang telah menyakiti hatinya. "Aku akan membuat hidup Mas Reno dan juga Andini hancur sama sepertiku. Aku tidak akan membuat satu hal pun tersisa di dalam hidup Mas Reno." Sera menghela napas panjang, sebenarnya ini tidak seperti rencana awalnya."Awalnya aku ingin bercerai dengan Mas Reno. Tapi saat ini hal itu tidak mungkin bisa aku lakukan." Dara mengerutkan keningnya, "Kenapa?" tanyanya heran."Karena sekarang aku sedang hamil," jawab Sera. "Ha-hamil?" Dara nampak kaget.Sungguh Sera sendiri tidak menyangka jika dia akan hamil anak kedua dari Reno. Sebulan yang lalu hubungan mereka baik-baik saja, Reno masih menjadi suami yang baik
"Kamu darimana saja Mas?" Andini menatap Reno dengan kesal, sejak tadi dia sudah menunggu pria itu pulang tapi Reno malah mengabaikan dirinya."Aku lelah Andini. Di kantor banyak sekali pekerjaan, setelah mengantar Sera ke psikiater aku kembali ke kantor. Ada beberapa klien yang tiba-tiba membatalkan kerjasama dengan perusahaan kita." Reno membuang tas kantornya begitu saja, ia membuka kemeja yang melekat di tubuhnya. Sungguh hari ini hari yang sial baginya, bagaimana bisa mereka yang selama ini jadi klien tetap perusahaannya tiba-tiba membatalkan kerjasama secara sepihak. Pembatalan kerjasama yang tentunya membuat perusahaan akan mengalami kerugian yang sangat besar. Reno bahkan tidak pernah berpikir jika dia akan berada di fase sekarang karena selama ini bisnisnya selalu lancar dalam segala hal baik masalah klien ataupun masalah penjualan di bagian pemasaran."Iya sudah sih Mas, kamu tidak perlu memikirkan tentang hal itu. Kamu bisa mencari klien lain." Andini berucap santai, meng
"Jahat kamu, Mas," ucap Sera.Sera menatap nanar ke arah suaminya, pria itu membawa seorang wanita ke rumah mereka. Wanita yang diperkenalkan sebagai istri sirihnya.Reno baru saja menikahi Andin yang merupakan teman sekantornya. Mereka berdua diam-diam menjalani hubungan di belakang Sera. Cinta itu datang begitu saja seiring mereka bersama. Saat pertama kali melihat Andin, Reno langsung jatuh hati pada pesona bawahannya itu. Bersama Andin, Reno bisa mendapatkan apa yang tidak bisa dia dapatkan dari Sera, istrinya.Bertahun-tahun mereka menikah, Reno rasa hubungan rumah tangganya dengan Sera terasa hambar terlebih istrinya sudah tidak secantik dulu. Sera kurang pandai merawat diri, wanita itu juga tidak bisa memuaskannya lagi di ranjang seperti awal-awal mereka baru pertama menikah dulu. Saat Reno merasa hubungannya dan Sera sudah tidak harmonis dulu, Andin hadir mengisi kekosongan itu. Andin yang cantik dan juga mempesona, membuatnya terpikat tidak hanya dengan paras semata tapi An
"Kamu darimana saja Mas?" Andini menatap Reno dengan kesal, sejak tadi dia sudah menunggu pria itu pulang tapi Reno malah mengabaikan dirinya."Aku lelah Andini. Di kantor banyak sekali pekerjaan, setelah mengantar Sera ke psikiater aku kembali ke kantor. Ada beberapa klien yang tiba-tiba membatalkan kerjasama dengan perusahaan kita." Reno membuang tas kantornya begitu saja, ia membuka kemeja yang melekat di tubuhnya. Sungguh hari ini hari yang sial baginya, bagaimana bisa mereka yang selama ini jadi klien tetap perusahaannya tiba-tiba membatalkan kerjasama secara sepihak. Pembatalan kerjasama yang tentunya membuat perusahaan akan mengalami kerugian yang sangat besar. Reno bahkan tidak pernah berpikir jika dia akan berada di fase sekarang karena selama ini bisnisnya selalu lancar dalam segala hal baik masalah klien ataupun masalah penjualan di bagian pemasaran."Iya sudah sih Mas, kamu tidak perlu memikirkan tentang hal itu. Kamu bisa mencari klien lain." Andini berucap santai, meng
"Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan Sera?"Wanita berlesung pipi itu bernama Dara, ia menatap curiga ke arah sahabatnya, dia tahu Sera bukanlah orang yang mudah menyerah dengan kekalahan. Akan tetapi, ia penasaran dengan apa yang ingin dilakukan oleh wanita itu pada Reno dan juga selingkuhannya. Apakah Sera akan membalas perbuatan orang-orang yang telah menyakiti hatinya. "Aku akan membuat hidup Mas Reno dan juga Andini hancur sama sepertiku. Aku tidak akan membuat satu hal pun tersisa di dalam hidup Mas Reno." Sera menghela napas panjang, sebenarnya ini tidak seperti rencana awalnya."Awalnya aku ingin bercerai dengan Mas Reno. Tapi saat ini hal itu tidak mungkin bisa aku lakukan." Dara mengerutkan keningnya, "Kenapa?" tanyanya heran."Karena sekarang aku sedang hamil," jawab Sera. "Ha-hamil?" Dara nampak kaget.Sungguh Sera sendiri tidak menyangka jika dia akan hamil anak kedua dari Reno. Sebulan yang lalu hubungan mereka baik-baik saja, Reno masih menjadi suami yang baik
"Arrgggh!" Andini berteriak keras, meluapkan segala rasa sakit hati yang sejak tadi pagi dia tahan.Wanita itu ... Dia benar-benar ingin menguji kesabaran Andini. Sera dengan begitu mudahnya mendapatkan uang satu Milyar dari Reno dan karena uang yang Reno berikan untuk Sera dia harus menunda keinginannya untuk membeli perhiasan yang dia inginkan."Minum dulu Nona." Seorang pelayan menyodorkan segelas air putih untuk Andini dan dengan cepat wanita hamil itu menyambar minuman yang diberikan untuknya. "Aku benci wanita itu!" Andini meletakkan gelas bekas air minumnya dengan kasar di atas meja nakas."Nona Andini harus sabar. Kita tidak boleh gegabah, Nyonya Sera tidak selemah yang Nona lihat."Andini memandang pelayan di depannya, kini dia telah berada di rumah. Pulang dari kantor Reno langsung mengantarnya ke rumah, setelah itu pria tersebut pergi mengantar Sera entah kemana."Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tidak bisa lama-lama melihatnya lebih menang dariku. Kamu harus
"Mas kenapa dia masih ada di rumah ini? Bukankah kamu sudah janji padaku jika kamu akan memberikan rumah ini untukku." Andini mengerucutkan bibirnya, masih saja Sera berada di rumah yang dia tempati."Sera tidak mau pergi dari rumah ini. Dia ingin tetap tinggal di sini untuk mengenang Febian yang sudah tiada." Reno memberikan penjelasan, berharap Andini mau mengerti. "Alah, itu hanya alasannya saja Mas yang sebenarnya dia tidak mau melihatku bahagia. Dia ingin tetap tinggal di sini, agar dia bisa menyiksaku dan membuatku kehilangan bayi ini." Andini yakin jika Sera tidak sepolos yang dipikirkan oleh Reno, wanita itu pasti sengaja untuk tetap bertahan tinggal di rumah tersebut. Andini tidak akan membiarkan Sera menang, lihatlah saja nanti dia akan membuat Sera menderita sampai wanita itu tidak tahan tinggal seatap dengannya."Andini, aku sudah lelah. Tolong mengertilah sekali Ini saja, aku tidak ingin berdebat denganmu atau pun dengan Sera. Aku ingin kita hidup rukun, dan berusaha un
Sera menatap tempat tidur yang biasa ditempati oleh putranya, sekarang tidak akan ada lagi Febian yang terbaring di atas tempat tidur itu. Putranya telah beristirahat di tempat sesungguhnya, Sera berusaha untuk ikhlas walaupun sangat sulit untuk melakukan semua itu."Sera," panggil Reno. Sera menoleh, melihat ke arah suaminya yang kini sedang berdiri di ambang pintu seraya menatap dirinya."Ada apa Mas?" tanya Sera acuh."Aku mau bicara sebentar denganmu," jawab Reno, dia mendekat lalu duduk di samping sang istri. "Ikhlaskan kepergian Febian. Mungkin ini adalah yang terbaik untuknya. Febian sudah tenang di sana, dan aku harap kamu jangan terlalu larut dalam kesedihan. Dari atas sana Febian juga akan sangat sedih melihat ibunya juga bersedih."Sera menoleh ke samping, melihat Reno lalu kembali menatap lurus ke arah tempat tidur Febian."Katakan saja apa yang sebenarnya ingin kamu sampaikan, Mas," tutur Sera, dia tahu jika ada hal lain yang ingin Reno sampaikan padanya.Reno menghela n
Reno memandang Sera bingung, dia baru saja datang setelah memastikan kondisi Andini dan janinnya baik-baik saja. Reno juga khawatir pada kondisi Febian, akan tetapi Andini dan janinnya juga penting bagi Reno. "Sera, ada apa? Aku minta maaf karena telat datang ke sini, aku harus memastikan dulu jika Andini dan janinnya baik-baik saja. Aku minta Sera, kamu jangan marah lagi ya." Reno membujuk istrinya, dia sudah terlalu lelah bertengkar dengan Sera hanya karena masalah sepele."Cih, simpan saja kata maafmu itu Mas Reno! Sejuta kali pun kamu meminta maaf semua tidak akan pernah berubah. Febian tidak akan pernah kembali lagi," ucap Sarah, sorot matanya memerah menatap tajam Reno juga Andini yang sama sekali tidak ingin lepas dari suaminya."A-apa maksudmu Sera?" tanya Reno bingung, dia memandang Adrian dia tahu jika pria itu adalah dokter anaknya."Bagaimana kondisi putraku dokter?"Adrian menghembuskan napasnya kasar, "Febian tidak bisa diselamatkan. Dia kehilangan banyak darah, dokter
"Tidak mungkin!" teriak Sera.Sera menggeleng, apa yang baru saja dia dengar pasti tidak benar, dokter itu pasti berbohong. Putranya tidak mungkin pergi meninggalkan dirinya, mereka berdua sudah berjanji untuk selalu bersama. Sera dan Febian telah berjanji jika mereka akan terus bersama, berjuang bersama melewati penyakit yang Febian derita."Sera, aku turut berduka cita." Adrian mendekati sahabatnya itu, dia ikut syok setelah mendengar kabar yang menimpa putra sahabatnya.Sera memandang Adrian dengan lekat, "tolong Adrian. Lakukan sesuatu untuk putraku. Kamu dokter kan, tolong buat dia bangun lagi. Aku mohon." Sera menakup kedua tangannya, memohon bantuan agar Adrian mengembalikan putranya padanya lagi."Maafkan aku Sera. Aku memang dokter, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa." Adrian menundukkan kepalanya lemah, tidak tega dia melihat Sera memohon seperti itu padanya. Tubuh Sera terkulai lemas, sekarang apa yang harus dia lakukan? Febian putranya, satu-satunya penyemangat hidup yan
"Ada apa denganmu Sera? Kenapa sekarang kamu menjadi wanita pembangkang?" Reno mengusap wajahnya kasar, dia kewalahan menghadapi sikap Sera yang sekarang.Lagi-lagi Sera tersenyum sinis, seolah di sini dirinya yang bersalah."Aku sudah pernah menjadi wanita penurut. Lalu apa yang aku dapatkan? Kamu malah mendua Mas, mengkhianati rumah tangga kita. Selingkuh bahkan sampai membuat pelakor itu hamil.""Aku bukan pelakor!" Andini menyela, tidak terima disebut pelakor oleh Sera. "Berhentilah berdebat. Sampai kapan kalian berdua begini, aku ingin kalian berdua bisa hidup dengan rukun." Reno pusing melihat kedua wanitanya seperti ini."Jangan bermimpi kamu, Mas. Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah sudi menerima wanita itu sebagai maduku. Lebih baik kita berpisah saja!" kata Sera menantang."Jaga bicaramu Sera! Sekali lagi kamu mengatakan tentang perpisahan, maka aku tidak akan segan-segan mengabulkan permintaanmu itu." Reno sama sekali tidak takut dengan ancaman sang istri, karena dia ta
"Suamimu belum bisa di hubungi juga?" tanya seorang pria pada Sera.Pria berbalut jas putih itu menatap wanita di depannya. Wajahnya putus asa, tidak ada pancaran kehidupan dari wajah cantik itu."Mungkin dia sedang sibuk," jawab Sera seraya menghela napas panjang dan hal itu dia lakukan berulang kali."Kalian berdua baik-baik saja kan?" Pria itu menatap Sera penuh selidik.Sera memaksa senyuman terbit di wajahnya, "Kami baik-baik saja. Seperti yang kamu lihat," jawab Sera berdusta."Syukurlah. Aku bahagia melihatmu bahagia bersama pria yang kamu cintai.""Terima kasih Adrian." Sera tersenyum tulus, "Gimana kondisi Febian? Apa anakku bisa sembuh?""Berdoalah, semoga ada keajaiban. Panasnya juga sudah lumayan turun, setelah diberi obat biarkan dia istirahat.""Terima kasih Adrian. Selama ini kamu sudah banyak membantuku."Adrian menganggukkan kepalanya, "Aku hanya melakukan tugasku sebagai dokter. Kamu ibu yang kuat Sera dan selalu berdoa semoga saja keajaiban itu datang pada putramu."