"Tidak mungkin!" teriak Sera.
Sera menggeleng, apa yang baru saja dia dengar pasti tidak benar, dokter itu pasti berbohong. Putranya tidak mungkin pergi meninggalkan dirinya, mereka berdua sudah berjanji untuk selalu bersama. Sera dan Febian telah berjanji jika mereka akan terus bersama, berjuang bersama melewati penyakit yang Febian derita.
"Sera, aku turut berduka cita." Adrian mendekati sahabatnya itu, dia ikut syok setelah mendengar kabar yang menimpa putra sahabatnya.
Sera memandang Adrian dengan lekat, "tolong Adrian. Lakukan sesuatu untuk putraku. Kamu dokter kan, tolong buat dia bangun lagi. Aku mohon." Sera menakup kedua tangannya, memohon bantuan agar Adrian mengembalikan putranya padanya lagi.
"Maafkan aku Sera. Aku memang dokter, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa." Adrian menundukkan kepalanya lemah, tidak tega dia melihat Sera memohon seperti itu padanya.
Tubuh Sera terkulai lemas, sekarang apa yang harus dia lakukan? Febian putranya, satu-satunya penyemangat hidup yang dia miliki telah pergi untuk selamanya meninggalkan dirinya seorang diri.
Kenapa takdir seolah tidak mau berpihak padanya. Dia sudah kehilangan suaminya, lalu sekarang takdir juga telah mengambil putranya. Setega itu Tuhan menggariskan takdir untuk dirinya. Bahkan saat putranya meregang nyawa, Reno justru lebih mengkhawatirkan Andini yang tiba-tiba saja mengeluh pusing juga kram di perutnya.
Sampai dengan saat ini, Sera belum memberitahu Reno tentang kabar Febian. Pria itu hanya mengantarkan mereka ke rumah sakit, lalu membawa Andini ke dokter kandungan untuk memeriksakan kondisi wanita itu.
Febian mengalami cidera di bagian kepalanya, otak kecil anak itu terbentur benda keras. Febian mengalami perdarahan yang begitu banyak di bagian kepala, 30 menit setelah tiba di rumah sakit nyawa Febian tidak tertolong. Sera harus menerima kenyataan jika dia telah kehilangan putranya.
"Sera ...." Adrian hendak mendekat, dia ingin memeluk Sera, tapi dia sadar tentang statusnya. Mereka berdua hanya sekedar berteman, Reno adalah orang yang berhak untuk menenangkan wanita itu.
"Sekarang apa yang harus aku lakukan Adrian? Satu-satunya alasan yang membuatku kuat menghadapi hidup ini adalah Febian. Sekarang aku telah kehilangan dia, hidupku rasanya telah berakhir sampai di sini."
"Jangan bicara seperti itu Sera. Kamu masih punya orang-orang yang menyayangimu. Reno juga pasti akan sama terluka dengan dirimu saat dia tahu Febian telah tiada."
Tapi ngomong-ngomong masalah Reno, dimana pria itu berada sekarang? Seharusnya Reno ada bersama dengan Sera untuk mendampingi istrinya tersebut. Saat Adrian datang, dia hanya melihat Sera seorang diri tengah menangis.
Saat itu Adrian sendiri hendak pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya di rumah sakit tersebut. Namun niatnya itu urung, ketika melihat Sera menangis seorang diri. Ia menghampiri Sera dan wanita itu memberitahunya tentang kondisi Febian.
Adrian sempat melihat langsung Febian di dalam ruangan IGD, anak kecil itu memang sudah bisa tertolong lagi. Darah mengalir dengan sangat banyak dibagian kepala, membuat Febian tidak bisa bertahan meskipun sudah dilakukan tindakan untuk menghentikan perdarahan di bagian otaknya.
"Kamu sudah menghubungi Reno?" tanya Adrian, dia akhirnya tidak tahan untuk tidak bertanya tentang keberadaan suami dari sahabatnya itu.
"Aku akan bawa pulang jasad Febian sekarang. Tidak perlu menunggu Mas Reno," jawab Sera datar.
Adrian mulai menyadari jika ada yang tidak beres dari hubungan rumah tangga sahabatnya itu. Kemarin saat Febian dirawat di rumah sakit, Reno juga tidak terlihat batang hidungnya dan sekarang setelah Febian tiada Reno pun tidak terlihat menemani Sera yang tengah berduka.
Sebenarnya apa yang telah terjadi pada rumah tangga Sera dan Reno? Adrian ingin bertanya akan tetapi dia mengurungkan niatnya itu karena sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk menanyakan hal tersebut pada Sera.
"Aku akan urus administrasinya dulu. Kamu tunggu di sini sebentar," ujar Adrian.
Sera mengangguk pelan, lagi-lagi dia bersyukur karena ada Adrian bersamanya sekarang.
"Sera!" panggil seseorang.
Reno datang bersama dengan Andini, keduanya menghampiri Sera dan Adrian.
"Gimana kondisi Febian? Dia baik-baik saja kan?" tanya Reno.
Plak!
Sera melayangkan tamparan di pipi suaminya, rasa kecewa dan marah semakin bertambah besar saat melihat wajah Reno.
"Puas kamu Mas!"
Reno memandang Sera bingung, dia baru saja datang setelah memastikan kondisi Andini dan janinnya baik-baik saja. Reno juga khawatir pada kondisi Febian, akan tetapi Andini dan janinnya juga penting bagi Reno. "Sera, ada apa? Aku minta maaf karena telat datang ke sini, aku harus memastikan dulu jika Andini dan janinnya baik-baik saja. Aku minta Sera, kamu jangan marah lagi ya." Reno membujuk istrinya, dia sudah terlalu lelah bertengkar dengan Sera hanya karena masalah sepele."Cih, simpan saja kata maafmu itu Mas Reno! Sejuta kali pun kamu meminta maaf semua tidak akan pernah berubah. Febian tidak akan pernah kembali lagi," ucap Sarah, sorot matanya memerah menatap tajam Reno juga Andini yang sama sekali tidak ingin lepas dari suaminya."A-apa maksudmu Sera?" tanya Reno bingung, dia memandang Adrian dia tahu jika pria itu adalah dokter anaknya."Bagaimana kondisi putraku dokter?"Adrian menghembuskan napasnya kasar, "Febian tidak bisa diselamatkan. Dia kehilangan banyak darah, dokter
Sera menatap tempat tidur yang biasa ditempati oleh putranya, sekarang tidak akan ada lagi Febian yang terbaring di atas tempat tidur itu. Putranya telah beristirahat di tempat sesungguhnya, Sera berusaha untuk ikhlas walaupun sangat sulit untuk melakukan semua itu."Sera," panggil Reno. Sera menoleh, melihat ke arah suaminya yang kini sedang berdiri di ambang pintu seraya menatap dirinya."Ada apa Mas?" tanya Sera acuh."Aku mau bicara sebentar denganmu," jawab Reno, dia mendekat lalu duduk di samping sang istri. "Ikhlaskan kepergian Febian. Mungkin ini adalah yang terbaik untuknya. Febian sudah tenang di sana, dan aku harap kamu jangan terlalu larut dalam kesedihan. Dari atas sana Febian juga akan sangat sedih melihat ibunya juga bersedih."Sera menoleh ke samping, melihat Reno lalu kembali menatap lurus ke arah tempat tidur Febian."Katakan saja apa yang sebenarnya ingin kamu sampaikan, Mas," tutur Sera, dia tahu jika ada hal lain yang ingin Reno sampaikan padanya.Reno menghela n
"Mas kenapa dia masih ada di rumah ini? Bukankah kamu sudah janji padaku jika kamu akan memberikan rumah ini untukku." Andini mengerucutkan bibirnya, masih saja Sera berada di rumah yang dia tempati."Sera tidak mau pergi dari rumah ini. Dia ingin tetap tinggal di sini untuk mengenang Febian yang sudah tiada." Reno memberikan penjelasan, berharap Andini mau mengerti. "Alah, itu hanya alasannya saja Mas yang sebenarnya dia tidak mau melihatku bahagia. Dia ingin tetap tinggal di sini, agar dia bisa menyiksaku dan membuatku kehilangan bayi ini." Andini yakin jika Sera tidak sepolos yang dipikirkan oleh Reno, wanita itu pasti sengaja untuk tetap bertahan tinggal di rumah tersebut. Andini tidak akan membiarkan Sera menang, lihatlah saja nanti dia akan membuat Sera menderita sampai wanita itu tidak tahan tinggal seatap dengannya."Andini, aku sudah lelah. Tolong mengertilah sekali Ini saja, aku tidak ingin berdebat denganmu atau pun dengan Sera. Aku ingin kita hidup rukun, dan berusaha un
"Arrgggh!" Andini berteriak keras, meluapkan segala rasa sakit hati yang sejak tadi pagi dia tahan.Wanita itu ... Dia benar-benar ingin menguji kesabaran Andini. Sera dengan begitu mudahnya mendapatkan uang satu Milyar dari Reno dan karena uang yang Reno berikan untuk Sera dia harus menunda keinginannya untuk membeli perhiasan yang dia inginkan."Minum dulu Nona." Seorang pelayan menyodorkan segelas air putih untuk Andini dan dengan cepat wanita hamil itu menyambar minuman yang diberikan untuknya. "Aku benci wanita itu!" Andini meletakkan gelas bekas air minumnya dengan kasar di atas meja nakas."Nona Andini harus sabar. Kita tidak boleh gegabah, Nyonya Sera tidak selemah yang Nona lihat."Andini memandang pelayan di depannya, kini dia telah berada di rumah. Pulang dari kantor Reno langsung mengantarnya ke rumah, setelah itu pria tersebut pergi mengantar Sera entah kemana."Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tidak bisa lama-lama melihatnya lebih menang dariku. Kamu harus
"Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan Sera?"Wanita berlesung pipi itu bernama Dara, ia menatap curiga ke arah sahabatnya, dia tahu Sera bukanlah orang yang mudah menyerah dengan kekalahan. Akan tetapi, ia penasaran dengan apa yang ingin dilakukan oleh wanita itu pada Reno dan juga selingkuhannya. Apakah Sera akan membalas perbuatan orang-orang yang telah menyakiti hatinya. "Aku akan membuat hidup Mas Reno dan juga Andini hancur sama sepertiku. Aku tidak akan membuat satu hal pun tersisa di dalam hidup Mas Reno." Sera menghela napas panjang, sebenarnya ini tidak seperti rencana awalnya."Awalnya aku ingin bercerai dengan Mas Reno. Tapi saat ini hal itu tidak mungkin bisa aku lakukan." Dara mengerutkan keningnya, "Kenapa?" tanyanya heran."Karena sekarang aku sedang hamil," jawab Sera. "Ha-hamil?" Dara nampak kaget.Sungguh Sera sendiri tidak menyangka jika dia akan hamil anak kedua dari Reno. Sebulan yang lalu hubungan mereka baik-baik saja, Reno masih menjadi suami yang baik
"Kamu darimana saja Mas?" Andini menatap Reno dengan kesal, sejak tadi dia sudah menunggu pria itu pulang tapi Reno malah mengabaikan dirinya."Aku lelah Andini. Di kantor banyak sekali pekerjaan, setelah mengantar Sera ke psikiater aku kembali ke kantor. Ada beberapa klien yang tiba-tiba membatalkan kerjasama dengan perusahaan kita." Reno membuang tas kantornya begitu saja, ia membuka kemeja yang melekat di tubuhnya. Sungguh hari ini hari yang sial baginya, bagaimana bisa mereka yang selama ini jadi klien tetap perusahaannya tiba-tiba membatalkan kerjasama secara sepihak. Pembatalan kerjasama yang tentunya membuat perusahaan akan mengalami kerugian yang sangat besar. Reno bahkan tidak pernah berpikir jika dia akan berada di fase sekarang karena selama ini bisnisnya selalu lancar dalam segala hal baik masalah klien ataupun masalah penjualan di bagian pemasaran."Iya sudah sih Mas, kamu tidak perlu memikirkan tentang hal itu. Kamu bisa mencari klien lain." Andini berucap santai, meng
Hidangan makan malam sudah tersedia di atas meja, Andini memanggil Reno untuk mengajak pria itu makan malam bersamanya. Makanan yang terlihat mengunggah selera, Andini sudah tidak sabar untuk segera mencicipi masakan Sera tersebut."Mas, semua ini aku yang masak untukmu. Aku harap kamu suka dengan masakanku," kata Andini tersenyum malu-malu, mengakui apa yang di masak oleh Sera sebagai masakannya."Terima kasih sayang. Kamu memang yang terbaik." Reno memuji karena dia tahu selama mengenal Andini, wanita itu memang sangat pintar memanjakan perutnya.Selain karena Andini cantik, wanita tersebut pintar dalam segala hal. Andini wanita mandiri dan juga pekerja keras, tak hanya itu saja Andini sangat pandai perihal masalah rumah tangga dia pintar memasak, terlebih urusan ranjang. Reno menganggap jika wanita itu bisa dikatakan nyaris sempurna. "Pih, makanan apa ini Andini? Rasanya sangat asin dan sangat tidak enak sekali." Reno melepeh makanan yang sudah masuk ke mulutnya."Mas, kamu yakin?
Sera menatap penampilan dirinya di cermin, hidupnya sekarang telah berubah 180 derajat. Dia yang dulu telah menyerahkan seluruh hidupnya untuk suami dan keluarganya sama sekali tidak dihargai. Sekarang, tidak ada lagi yang ingin dia pertahankan lagi. Cintanya telah terkubur bersama dengan jasad Febian di dalam tanah. Selangkah lagi, semuanya akan segera terwujud Sera akan membalas orang-orang yang sudah menyakiti dirinya."Sera!" panggil Reno, pria itu masuk ke dalam kamar dengan menampilkan wajah marah."Kenapa Mas?" jawab Sera santai.Reno menatap penampilan istrinya dari atas sampai bawah, akhir-akhir ini dia memang sudah sangat jarang sekali menghabiskan waktu bersama dengan Sera, kehamilan Andini menyita lebih banyak waktunya."Apa seperti ini kelakuanmu di belakangku Sera. Diam-diam kamu sudah mengkhianati pernikahan kita!" Reno masih belum memutuskan pandangannya dari Sera, penampilan istrinya sudah sangat jauh berbeda dari biasanya dan Reno baru menyadari semua itu sekarang.
Andini berjalan mondar-mandir di dalam kamar, menunggu kembalinya Reno setelah dia menceritakan pada pria itu tentang Sera yang dia lihat bersama seorang pria.Tidak hanya menuduh tanpa bukti, Andini juga menunjukkan foto-foto kebersamaan Sera dengan Adrian pada Reno. Bagaimana pria itu memeluk Sera dan menenangkan wanita itu, terlihat sangat jelas jika Adrian menyukai Sera."Mas, kamu sudah bicara dengan Sera?" tanya Andini, dia langsung menghampiri Reno ketika melihat pria itu masuk ke dalam kamar."Aku tidak ingin membahas tentang Sera, Andini," jawab Reno, ia merebahkan kepalanya di sofa memijit keningnya yang terasa sangat pening. Perubahan sikap Sera sungguh membuatnya tidak tenang."Mas ...." Andini menghampiri Reno, ini tidak seperti yang ia harapkan. Dia ingin melihat Reno memarahi Sera, bahkan sampai pria itu menceraikan wanita tersebut karena dianggap sudah berkhianat."Semua bukti sudah jelas jika Mbak Sera diam-diam menjalin hubungan dengan dokter itu di belakangmu. Aku m
Sera menatap penampilan dirinya di cermin, hidupnya sekarang telah berubah 180 derajat. Dia yang dulu telah menyerahkan seluruh hidupnya untuk suami dan keluarganya sama sekali tidak dihargai. Sekarang, tidak ada lagi yang ingin dia pertahankan lagi. Cintanya telah terkubur bersama dengan jasad Febian di dalam tanah. Selangkah lagi, semuanya akan segera terwujud Sera akan membalas orang-orang yang sudah menyakiti dirinya."Sera!" panggil Reno, pria itu masuk ke dalam kamar dengan menampilkan wajah marah."Kenapa Mas?" jawab Sera santai.Reno menatap penampilan istrinya dari atas sampai bawah, akhir-akhir ini dia memang sudah sangat jarang sekali menghabiskan waktu bersama dengan Sera, kehamilan Andini menyita lebih banyak waktunya."Apa seperti ini kelakuanmu di belakangku Sera. Diam-diam kamu sudah mengkhianati pernikahan kita!" Reno masih belum memutuskan pandangannya dari Sera, penampilan istrinya sudah sangat jauh berbeda dari biasanya dan Reno baru menyadari semua itu sekarang.
Hidangan makan malam sudah tersedia di atas meja, Andini memanggil Reno untuk mengajak pria itu makan malam bersamanya. Makanan yang terlihat mengunggah selera, Andini sudah tidak sabar untuk segera mencicipi masakan Sera tersebut."Mas, semua ini aku yang masak untukmu. Aku harap kamu suka dengan masakanku," kata Andini tersenyum malu-malu, mengakui apa yang di masak oleh Sera sebagai masakannya."Terima kasih sayang. Kamu memang yang terbaik." Reno memuji karena dia tahu selama mengenal Andini, wanita itu memang sangat pintar memanjakan perutnya.Selain karena Andini cantik, wanita tersebut pintar dalam segala hal. Andini wanita mandiri dan juga pekerja keras, tak hanya itu saja Andini sangat pandai perihal masalah rumah tangga dia pintar memasak, terlebih urusan ranjang. Reno menganggap jika wanita itu bisa dikatakan nyaris sempurna. "Pih, makanan apa ini Andini? Rasanya sangat asin dan sangat tidak enak sekali." Reno melepeh makanan yang sudah masuk ke mulutnya."Mas, kamu yakin?
"Kamu darimana saja Mas?" Andini menatap Reno dengan kesal, sejak tadi dia sudah menunggu pria itu pulang tapi Reno malah mengabaikan dirinya."Aku lelah Andini. Di kantor banyak sekali pekerjaan, setelah mengantar Sera ke psikiater aku kembali ke kantor. Ada beberapa klien yang tiba-tiba membatalkan kerjasama dengan perusahaan kita." Reno membuang tas kantornya begitu saja, ia membuka kemeja yang melekat di tubuhnya. Sungguh hari ini hari yang sial baginya, bagaimana bisa mereka yang selama ini jadi klien tetap perusahaannya tiba-tiba membatalkan kerjasama secara sepihak. Pembatalan kerjasama yang tentunya membuat perusahaan akan mengalami kerugian yang sangat besar. Reno bahkan tidak pernah berpikir jika dia akan berada di fase sekarang karena selama ini bisnisnya selalu lancar dalam segala hal baik masalah klien ataupun masalah penjualan di bagian pemasaran."Iya sudah sih Mas, kamu tidak perlu memikirkan tentang hal itu. Kamu bisa mencari klien lain." Andini berucap santai, meng
"Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan Sera?"Wanita berlesung pipi itu bernama Dara, ia menatap curiga ke arah sahabatnya, dia tahu Sera bukanlah orang yang mudah menyerah dengan kekalahan. Akan tetapi, ia penasaran dengan apa yang ingin dilakukan oleh wanita itu pada Reno dan juga selingkuhannya. Apakah Sera akan membalas perbuatan orang-orang yang telah menyakiti hatinya. "Aku akan membuat hidup Mas Reno dan juga Andini hancur sama sepertiku. Aku tidak akan membuat satu hal pun tersisa di dalam hidup Mas Reno." Sera menghela napas panjang, sebenarnya ini tidak seperti rencana awalnya."Awalnya aku ingin bercerai dengan Mas Reno. Tapi saat ini hal itu tidak mungkin bisa aku lakukan." Dara mengerutkan keningnya, "Kenapa?" tanyanya heran."Karena sekarang aku sedang hamil," jawab Sera. "Ha-hamil?" Dara nampak kaget.Sungguh Sera sendiri tidak menyangka jika dia akan hamil anak kedua dari Reno. Sebulan yang lalu hubungan mereka baik-baik saja, Reno masih menjadi suami yang baik
"Arrgggh!" Andini berteriak keras, meluapkan segala rasa sakit hati yang sejak tadi pagi dia tahan.Wanita itu ... Dia benar-benar ingin menguji kesabaran Andini. Sera dengan begitu mudahnya mendapatkan uang satu Milyar dari Reno dan karena uang yang Reno berikan untuk Sera dia harus menunda keinginannya untuk membeli perhiasan yang dia inginkan."Minum dulu Nona." Seorang pelayan menyodorkan segelas air putih untuk Andini dan dengan cepat wanita hamil itu menyambar minuman yang diberikan untuknya. "Aku benci wanita itu!" Andini meletakkan gelas bekas air minumnya dengan kasar di atas meja nakas."Nona Andini harus sabar. Kita tidak boleh gegabah, Nyonya Sera tidak selemah yang Nona lihat."Andini memandang pelayan di depannya, kini dia telah berada di rumah. Pulang dari kantor Reno langsung mengantarnya ke rumah, setelah itu pria tersebut pergi mengantar Sera entah kemana."Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tidak bisa lama-lama melihatnya lebih menang dariku. Kamu harus
"Mas kenapa dia masih ada di rumah ini? Bukankah kamu sudah janji padaku jika kamu akan memberikan rumah ini untukku." Andini mengerucutkan bibirnya, masih saja Sera berada di rumah yang dia tempati."Sera tidak mau pergi dari rumah ini. Dia ingin tetap tinggal di sini untuk mengenang Febian yang sudah tiada." Reno memberikan penjelasan, berharap Andini mau mengerti. "Alah, itu hanya alasannya saja Mas yang sebenarnya dia tidak mau melihatku bahagia. Dia ingin tetap tinggal di sini, agar dia bisa menyiksaku dan membuatku kehilangan bayi ini." Andini yakin jika Sera tidak sepolos yang dipikirkan oleh Reno, wanita itu pasti sengaja untuk tetap bertahan tinggal di rumah tersebut. Andini tidak akan membiarkan Sera menang, lihatlah saja nanti dia akan membuat Sera menderita sampai wanita itu tidak tahan tinggal seatap dengannya."Andini, aku sudah lelah. Tolong mengertilah sekali Ini saja, aku tidak ingin berdebat denganmu atau pun dengan Sera. Aku ingin kita hidup rukun, dan berusaha un
Sera menatap tempat tidur yang biasa ditempati oleh putranya, sekarang tidak akan ada lagi Febian yang terbaring di atas tempat tidur itu. Putranya telah beristirahat di tempat sesungguhnya, Sera berusaha untuk ikhlas walaupun sangat sulit untuk melakukan semua itu."Sera," panggil Reno. Sera menoleh, melihat ke arah suaminya yang kini sedang berdiri di ambang pintu seraya menatap dirinya."Ada apa Mas?" tanya Sera acuh."Aku mau bicara sebentar denganmu," jawab Reno, dia mendekat lalu duduk di samping sang istri. "Ikhlaskan kepergian Febian. Mungkin ini adalah yang terbaik untuknya. Febian sudah tenang di sana, dan aku harap kamu jangan terlalu larut dalam kesedihan. Dari atas sana Febian juga akan sangat sedih melihat ibunya juga bersedih."Sera menoleh ke samping, melihat Reno lalu kembali menatap lurus ke arah tempat tidur Febian."Katakan saja apa yang sebenarnya ingin kamu sampaikan, Mas," tutur Sera, dia tahu jika ada hal lain yang ingin Reno sampaikan padanya.Reno menghela n
Reno memandang Sera bingung, dia baru saja datang setelah memastikan kondisi Andini dan janinnya baik-baik saja. Reno juga khawatir pada kondisi Febian, akan tetapi Andini dan janinnya juga penting bagi Reno. "Sera, ada apa? Aku minta maaf karena telat datang ke sini, aku harus memastikan dulu jika Andini dan janinnya baik-baik saja. Aku minta Sera, kamu jangan marah lagi ya." Reno membujuk istrinya, dia sudah terlalu lelah bertengkar dengan Sera hanya karena masalah sepele."Cih, simpan saja kata maafmu itu Mas Reno! Sejuta kali pun kamu meminta maaf semua tidak akan pernah berubah. Febian tidak akan pernah kembali lagi," ucap Sarah, sorot matanya memerah menatap tajam Reno juga Andini yang sama sekali tidak ingin lepas dari suaminya."A-apa maksudmu Sera?" tanya Reno bingung, dia memandang Adrian dia tahu jika pria itu adalah dokter anaknya."Bagaimana kondisi putraku dokter?"Adrian menghembuskan napasnya kasar, "Febian tidak bisa diselamatkan. Dia kehilangan banyak darah, dokter