Share

Bab 9

Penulis: Nur Avillah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aksa tetap terpaku, matanya menyiratkan keterkejutan yang sulit disembunyikan. Elena yang biasanya tunduk dan patuh kini berdiri di depannya dengan gunting di tangan, mata bersinar penuh dengan tekad dan kemarahan. Seolah-olah seluruh dunia mereka terhenti, hanya menyisakan ketegangan yang menggantung di udara.

Vania, yang semula tampak menikmati situasi ini, kini mulai merasa ada sesuatu yang berubah. Dia melangkah mundur perlahan, mulai memahami bahwa situasinya sudah tidak bisa dikendalikan lagi. Aksa yang biasanya mendominasi kini justru kehilangan kontrol, dan itu membuatnya merasa terancam.

“Elena, jangan lakukan sesuatu yang bodoh,” Aksa berkata dengan suara serak, mencoba mengambil kembali kendali. Namun, suaranya tidak lagi sekuat sebelumnya. Ada keraguan di sana, dan Elena bisa merasakannya.

“Kau yang bodoh, Aksa. Kau pikir aku akan terus membiarkan diriku diperlakukan seperti ini?” Elena membalas, menggertakkan giginya. Tangan yang memegang gunting bergetar, tapi bukan karena takut—melainkan karena adrenalin yang mengalir cepat dalam tubuhnya.

Vania mencoba melangkah maju, suaranya penuh kehati-hatian. “Elena, taruh guntingnya. Ini tidak perlu berakhir seperti ini. Kita bisa bicara, kita bisa mencari jalan keluar yang lebih baik.”

Namun, Elena tidak menoleh sedikitpun ke arah Vania. Fokusnya hanya pada Aksa, yang masih berdiri tidak jauh darinya. “Kalian berdua telah menghancurkan hidupku. Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Aku hanya ingin satu hal—bebas dari kalian.”

Aksa akhirnya mengambil langkah kecil mendekat, meskipun hatinya penuh keraguan. “Elena, letakkan gunting itu. Kita bisa mencari solusi. Aku janji, aku akan berubah, aku akan...”

“Berubah?” Elena memotongnya dengan tawa pendek yang penuh dengan kepahitan. “Kau pikir aku akan percaya padamu setelah semua yang kau lakukan? Tidak, Aksa. Kau sudah kehilangan kesempatan itu.”

Dengan perlahan, Elena mulai melangkah mundur menuju pintu, gunting masih teracung di depan. “Aku akan pergi dari sini, dan kau tidak akan bisa menghentikanku,” lanjutnya dengan tegas, meskipun di dalam hatinya, dia merasa ketakutan mulai mengintai lagi.

Aksa melihat bahwa Elena benar-benar serius, dan untuk pertama kalinya, dia merasa ketakutan. Bukan hanya ketakutan akan keselamatannya sendiri, tetapi ketakutan akan kehilangan kendali yang selama ini dia pegang teguh.

Namun, sebelum dia bisa berpikir lebih jauh, Elena sudah mencapai pintu. Dengan satu gerakan cepat, Aksa menarik tangan Elena kembali hingga membuat Elena kembali menghadapnya.

PLAKK!!! PLAKK!!!

Aksa menampar kedua pipi Elena dengan kuat hingga Elena terbaring di lantai, lehernya dicekik dengan kuat oleh tangan Aksa. Nafasnya tersengal-sengal, matanya mulai berair karena rasa sakit dan kekurangan oksigen.

Pikiran Elena berkabut, sementara tubuhnya berjuang untuk melepaskan diri dari cengkeraman Aksa yang semakin erat. Dia merasakan dunia di sekitarnya mulai memudar, tapi ada suara dalam hatinya yang memerintahnya untuk tidak menyerah, untuk terus melawan.

Aksa, dengan tatapan dingin dan penuh amarah, menunduk lebih dekat ke wajah Elena. “Kamu masih istriku, Elena. Kamu tidak akan ke mana-mana tanpa izinku,” desisnya, suaranya begitu rendah dan berbahaya. “Aku bisa membuat hidupmu lebih buruk dari ini, jadi jangan pernah berpikir untuk lari dariku.”

Elena mencoba meronta, tangannya meraba-raba lantai untuk mencari sesuatu yang bisa digunakan sebagai senjata. Tapi kekuatannya semakin melemah, cengkeraman Aksa di lehernya begitu kuat, menghilangkan hampir semua kemampuan Elena untuk melawan. Air mata mulai mengalir dari sudut matanya, bukan hanya karena rasa sakit fisik, tetapi juga karena perasaan putus asa yang semakin mendalam.

“Elena, berhentilah melawan! Kau tak akan menang,” desis Aksa dengan suara rendah dan penuh amarah. Matanya menyala dengan kemarahan yang nyaris tak terkendali, sementara tangannya tetap mencengkeram leher Elena dengan kuat.

Elena berusaha untuk membalas, tapi suaranya keluar hanya sebagai bisikan yang nyaris tak terdengar, “Kau... tidak akan... bisa... mengendalikan aku, Aksa...”

Vania, yang berdiri di dekat mereka, menyaksikan adegan itu dengan tatapan yang datar. Ada rasa puas di wajahnya, seolah melihat Elena yang dulunya menjadi ancaman kini terbaring tak berdaya di bawah kekuasaan Aksa.

Elena berjuang sekuat tenaga untuk tetap sadar, meskipun pandangannya mulai kabur. Di dalam hatinya, dia merasa ketakutan yang mendalam, tetapi juga kemarahan yang mendidih. Dia tidak ingin menyerah, tapi tubuhnya sudah hampir mencapai batasnya. Sebuah suara kecil di dalam benaknya memohon pada dirinya sendiri untuk bertahan, tapi semua mulai terasa sia-sia.

“Lepaskan... aku...” Elena berbisik dengan sisa-sisa kekuatannya. Namun, itu hanya membuat Aksa mempererat cengkeramannya lebih keras.

“Kau tak punya pilihan, Elena,” kata Aksa dengan dingin, matanya menatapnya dengan penuh kebencian. “Kau akan patuh, atau aku akan memastikan kau tidak pernah bisa melawan lagi.”

Tepat ketika Elena hampir kehilangan kesadaran, Aksa tiba-tiba melepaskan cengkeramannya, membuat Elena terbatuk-batuk, berusaha menghirup udara yang sangat dibutuhkannya. “Lihatlah dirimu, begitu lemah,” kata Aksa sambil berdiri, menatap Elena yang tergeletak di lantai dengan tatapan penuh penghinaan.

Elena merosot di lantai, berusaha keras untuk mendapatkan kembali kekuatannya, tetapi tubuhnya terlalu lemah untuk bergerak. Dengan napas yang terengah-engah, dia menatap Aksa dengan penuh kebencian, meskipun tubuhnya sudah hampir menyerah.

“Ini belum berakhir,” bisik Elena, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Aksa. Namun, meski suaranya lemah, ada keteguhan dalam kata-katanya yang menunjukkan bahwa dia belum sepenuhnya menyerah.

Aksa berdiri di atasnya, melihat ke bawah dengan rasa jijik bercampur kemarahan. "Dengar, Elena. Aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja. Mulai sekarang, kamu akan mengikuti semua aturanku. Tidak ada lagi pembangkangan, tidak ada lagi usaha untuk melarikan diri. Jika kamu mencoba lagi, aku akan memastikan kamu benar-benar menyesalinya."

Elena hanya bisa menatapnya dengan pandangan yang penuh kebencian, tapi tubuhnya terlalu lemah untuk melawan atau bahkan untuk merespon. Dia merasa terkunci dalam perangkap yang tidak bisa dia hindari, dan untuk pertama kalinya, dia merasa benar-benar terjebak tanpa jalan keluar.

Vania melangkah mendekat, dengan senyum sinis di wajahnya. "Kau dengar, kan, Elena? Sebaiknya kau mulai terbiasa dengan keadaan ini. Tidak ada tempat lain untukmu sekarang."

Elena tidak merespons, hanya terbaring di lantai dengan napas yang tersengal-sengal. Tubuhnya terasa lemah dan pikirannya terasa kosong, tetapi di dalam hatinya, ada tekad yang kecil namun terus menyala. Dia tahu bahwa dia harus bertahan, meskipun hanya dengan sisa-sisa kekuatan yang dimilikinya.

Aksa berbalik dan meninggalkan Elena yang terbaring di lantai, sementara Vania mengikuti di belakangnya. Pintu kamar mereka tertutup dengan keras, meninggalkan Elena sendirian di ruangan yang dingin dan sunyi.

Dengan perlahan, Elena mencoba menggerakkan tubuhnya, meskipun rasa sakit di lehernya begitu hebat. Dia tahu bahwa malam ini bukanlah akhir, meskipun rasanya seperti itu. Dia harus bertahan—dia harus menemukan cara untuk keluar dari neraka ini, bagaimanapun caranya.

Sedetik kemudian, seringai tipis terukir dibibirnya, kemudian ia berkata, "baiklah, jika itu mau kalian. Aku akan tetap bertahan disini, dan aku akan membalikkan keadaan."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Siti Khotipah
gak sesuai dengan judul,kenapa dibiarkan tertindas sampe kelamaan.seakan akan yg jahat selalu menang gak seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pembalasan Istri Mandul Yang Kusia-siakan   Bab 1

    Elena Grace baru saja turun dari taksi, rambut cokelat blonde-nya berkilau di bawah sinar matahari sore. Senyum manisnya, yang selalu tampak di bibir merah delima miliknya itu, memancarkan kebahagiaan yang baru saja dirasakannya. Ia baru saja menerima kabar baik dari dokter kandungan, sesuatu yang sudah lama ia nantikan. Elena sangat bahagia, karena dokter kandungan itu mengatakan kalau dirinya tidak mandul. “Terima kasih, Pak. Kembaliannya untuk Bapak saja,” kata Elena kepada sopir taksi, dengan nada ramah dan penuh syukur. “Wah, terima kasih, Mbak,” jawab sopir itu ramah, sedikit terkejut dengan kemurahan hati Elena. Elena melangkah masuk ke rumah minimalisnya yang terkesan mewah. Dinding putih bersih dan dekorasi modern memberikan kesan elegan, meskipun ruangannya tidak terlalu besar. Dari dalam, terdengar suara tawa suaminya yang sedang berbincang dengan seseorang. Suara itu mengingatkannya pada realita yang harus dihadapinya setiap hari. “Sepertinya ibu dengan Vita datang

  • Pembalasan Istri Mandul Yang Kusia-siakan   Bab 2

    Malam itu, rumah minimalis Elena dipenuhi dengan kesibukan persiapan menyambut tamu istimewa. Namun, yang paling sibuk tentu saja Elena. Ia mulai memasak, menata makanan di meja makan, mengepel, dan membersihkan seluruh rumah. Sementara yang lain hanya sibuk bersolek. Selama mengerjakan semua pekerjaan itu, pikiran Elena terus tertuju pada tamu istimewa yang mereka sebutkan. Siapa sebenarnya tamu istimewa itu? Mengapa perasaannya begitu tidak enak? Tak lama kemudian, ia melihat ayah mertuanya melintas di dekatnya. "Ayah!" panggil Elena. Evan langsung menoleh menatap Elena. Senyum tipis terukir di bibirnya ketika melihat menantunya itu. Entah apa yang ada di pikiran Aksa sampai harus mengabaikan istrinya yang baik hati ini. Ia sebenarnya muak dengan sikap Aksa yang seperti itu, tapi ia sadar bahwa semuanya adalah hasutan dari istrinya. Sudah sering ia menasihati Naomi untuk tidak ikut campur dalam rumah tangga anaknya, tetapi Naomi sangat keras kepala. "Iya, Nak, ada apa?" tanya Ev

  • Pembalasan Istri Mandul Yang Kusia-siakan   Bab 3

    “Dia siapa, Jeng?” tanya Kirana sambil menunjuk Elena yang lusuh itu dengan dagunya, bahkan matanya menatap jijik ke arah Elena.Naomi melototkan matanya menatap Elena, sementara mata Evan seolah ingin menerkam istrinya. Tega sekali Naomi menjodohkan Aksa sementara dia sudah memiliki istri.“Dia...” Baru saja Evan akan membuka mulut untuk memberitahukan status Elena, tiba-tiba saja Aksa menyerobot ucapan ayahnya.“Dia pembantu di rumah ini,” sahut Aksa sambil menatap tajam pada Elena. Aksa mengkode Elena untuk masuk ke dapur saja, namun Elena masih tetap berdiri di tempatnya dengan air mata yang mengalir deras.“M-Mas...” ucap Elena lirih, hatinya semakin sakit saat mendengar suaminya sendiri mengatakan bahwa dia adalah seorang pembantu. Melihat Elena yang akan membuka suara lagi, tiba-tiba Naomi langsung memotong ucapannya.“Oh ya Mbok, cepat beresin semua pecahan gelas ini dan bawa yang baru,” perintah Naomi berusaha bersikap lembut, namun tatapan matanya seolah ingin menerkam Elena

  • Pembalasan Istri Mandul Yang Kusia-siakan   Bab 4

    Aksa kembali bergabung dengan mereka yang ada di ruang tamu. Ia melihat ayahnya juga sudah tidak ada di ruangan itu. Aksa tahu ayahnya pasti kecewa dengan keputusannya, tapi ia juga tidak ingin mengecewakan ibunya yang sudah mengatur semua rencana perjodohan itu.Vania menatap lekat wajah Aksa yang tampan itu, senyum manis terukir di bibirnya. Aksa yang ditatap seperti itu juga tersenyum manis pada Vania."Ya ampun, belum sah udah senyum-senyum aja nih!" goda Jovita yang duduk di dekat Vania.Naomi tertawa pelan, "Oke, karena Aksa sudah ada di sini, bagaimana kalau kita tentukan saja hari pernikahan mereka?" usul Naomi yang sudah tidak sabar punya menantu kaya raya.Kirana menganggukkan kepalanya sambil menatap Aksa dan Vania bergantian. Ia kemudian berucap, "Bagaimana kalau satu minggu lagi? Menurutku, lebih cepat lebih baik," saran Kirana.Vania dan Aksa mengangguk setuju, begitu pun dengan Jovita dan Naomi. Mereka berdua tersenyum lebar. Sebentar lagi mereka akan jadi orang kaya, b

  • Pembalasan Istri Mandul Yang Kusia-siakan   Bab 5

    Satu minggu kemudianAksa menatap Vania dengan mata berbinar, tangan gemetar memegang mikrofon. Napasnya terasa berat seiring dengan detak jantung yang kencang.Dengan suara yang berusaha dikendalikan namun tetap lantang, ia melafalkan, "Saya terima nikah dan kawinnya Vania Clarista binti Arya Adipati dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai!" Ruangan itu seakan menahan napas, menyaksikan janji suci yang terucap."Bagaimana, para saksi? Sah!""SAAHH!!!""Alhamdulillah......."Tatapan kosong Elena Grace yang berada di antara para tamu undangan menyaksikan suaminya yang selama ini ia cintai bersanding dengan perempuan lain. Tak ada air mata yang terjatuh dari pelupuk matanya, hanya ada tatapan pasrah menatap punggung Aksa yang telah selesai mengucapkan ijab qabul dengan lantang.Di sisi lain, Naomi dan Jovita tersenyum lebar. Sebentar lagi mereka akan menjadi orang kaya, dan pasti orang lain akan segan pada keluarga mereka. Kirana dikenal sebagai janda anak satu dengan kekayaan meli

  • Pembalasan Istri Mandul Yang Kusia-siakan   Bab 6

    Keesokan paginya, Aksa dan Vania membereskan barang-barangnya untuk pindah ke apartemen yang telah diberikan oleh Kirana. Begitu pula dengan Elena, ia dengan santai dan raut malas menyiapkan barang-barangnya. Saat ini Elena sudah tidak tidur bersama dengan Aksa melainkan ia pindah kamar, tentu saja atas perintah Naomi.Tok... Tok... Tok...Suara pintu kamarnya diketuk dari luar. Elena dengan langkah malas berjalan untuk membuka pintu itu. Ia menghembuskan napas kasar di balik pintu kemudian membukanya. Ia mendatarkan wajahnya saat melihat Aksa yang berdiri di depan pintu kamarnya, tentu saja bersama dengan Vania yang bergelayut manja di lengan Aksa.“Udah selesai? Lama banget sih!” ketus Aksa dengan nada datar, sementara Vania tersenyum tipis menatap Elena.Elena menangkap pandangan tanda cinta yang menghiasi leher Vania, seakan-akan gadis itu sengaja mengenakan tank top untuk memancing emosinya. Tak hanya itu, tanda merah di leher Aksa juga tampak begitu mencolok. Dada Elena terasa s

  • Pembalasan Istri Mandul Yang Kusia-siakan   Bab 7

    Elena kembali pulang ke apartemen tempatnya tinggal. Saat ia membuka pintu, ternyata Aksa dan Vania sedang bercumbu mesra di atas sofa depan TV. Elena terdiam sejenak, kemudian melanjutkan langkahnya ke dalam kamar dengan raut datar. “Elena! Dari mana saja kamu?” tanya Aksa, menghentikan langkah Elena. Elena berhenti, mengambil napas dalam-dalam sebelum berbalik menghadap Aksa dan Vania. “Aku hanya keluar sebentar, mencari udara segar,” jawabnya dengan nada tenang. Namun, di dalam hatinya, perasaannya bergemuruh. Ternyata, tidak semudah itu menghilangkan rasa cinta sepenuhnya pada Aksa, dan ia baru menyadarinya. "Kenapa kamu keluar, tidak pamit sama aku, hah?!" desis Aksa dengan nada tajam, membuat Elena mengernyitkan dahinya. "Pamit?" Elena menatap Aksa dengan tajam, mencoba menahan amarah yang mendidih di dalam dirinya. "Pamit untuk apa? Toh, kamu lagi sibuk bercumbu dengan istri barumu itu, gak usah terlalu membatasi ku mulai saat ini!" jawabnya dengan nada yang tegas dan d

  • Pembalasan Istri Mandul Yang Kusia-siakan   Bab 8

    Aksa terdiam, wajahnya memerah karena amarah yang membuncah, tapi ada kilatan keraguan di matanya. Sebelum ia bisa merespons, Vania muncul di ambang pintu dapur, wajahnya cemas. “Sayang, sudahlah. Kita bisa bicarakan masalah ini baik-baik,” katanya dengan suara yang dilembut-lembutkan, membuat Elena jijik melihatnya. Elena dengan napas masih memburu, memandang Vania dengan tatapan dingin. "Kau bilang bicara baik-baik? Lucu, karena seingatku, kau tak pernah memberi kesempatan untuk berbicara sebelum merebut suamiku," kata Elena dengan tajam, lalu berbalik untuk melanjutkan memasak, seolah ingin menutup pembicaraan.Namun, Aksa tidak bisa menahan amarahnya lagi. Dengan gerakan cepat, dia meraih lengan Elena dan menariknya keras hingga tubuh Elena berputar menghadapnya. “Jangan berpura-pura jadi korban, Elena! Kamu tahu apa yang terjadi! Kamu yang tak bisa memberikan aku anak! Kau pikir aku bisa terus bersabar?!" Aksa membentak, napasnya berat karena emosi yang tak terkendali.Elena men

Bab terbaru

  • Pembalasan Istri Mandul Yang Kusia-siakan   Bab 9

    Aksa tetap terpaku, matanya menyiratkan keterkejutan yang sulit disembunyikan. Elena yang biasanya tunduk dan patuh kini berdiri di depannya dengan gunting di tangan, mata bersinar penuh dengan tekad dan kemarahan. Seolah-olah seluruh dunia mereka terhenti, hanya menyisakan ketegangan yang menggantung di udara.Vania, yang semula tampak menikmati situasi ini, kini mulai merasa ada sesuatu yang berubah. Dia melangkah mundur perlahan, mulai memahami bahwa situasinya sudah tidak bisa dikendalikan lagi. Aksa yang biasanya mendominasi kini justru kehilangan kontrol, dan itu membuatnya merasa terancam.“Elena, jangan lakukan sesuatu yang bodoh,” Aksa berkata dengan suara serak, mencoba mengambil kembali kendali. Namun, suaranya tidak lagi sekuat sebelumnya. Ada keraguan di sana, dan Elena bisa merasakannya.“Kau yang bodoh, Aksa. Kau pikir aku akan terus membiarkan diriku diperlakukan seperti ini?” Elena membalas, menggertakkan giginya. Tangan yang memegang gunting bergetar, tapi bukan kare

  • Pembalasan Istri Mandul Yang Kusia-siakan   Bab 8

    Aksa terdiam, wajahnya memerah karena amarah yang membuncah, tapi ada kilatan keraguan di matanya. Sebelum ia bisa merespons, Vania muncul di ambang pintu dapur, wajahnya cemas. “Sayang, sudahlah. Kita bisa bicarakan masalah ini baik-baik,” katanya dengan suara yang dilembut-lembutkan, membuat Elena jijik melihatnya. Elena dengan napas masih memburu, memandang Vania dengan tatapan dingin. "Kau bilang bicara baik-baik? Lucu, karena seingatku, kau tak pernah memberi kesempatan untuk berbicara sebelum merebut suamiku," kata Elena dengan tajam, lalu berbalik untuk melanjutkan memasak, seolah ingin menutup pembicaraan.Namun, Aksa tidak bisa menahan amarahnya lagi. Dengan gerakan cepat, dia meraih lengan Elena dan menariknya keras hingga tubuh Elena berputar menghadapnya. “Jangan berpura-pura jadi korban, Elena! Kamu tahu apa yang terjadi! Kamu yang tak bisa memberikan aku anak! Kau pikir aku bisa terus bersabar?!" Aksa membentak, napasnya berat karena emosi yang tak terkendali.Elena men

  • Pembalasan Istri Mandul Yang Kusia-siakan   Bab 7

    Elena kembali pulang ke apartemen tempatnya tinggal. Saat ia membuka pintu, ternyata Aksa dan Vania sedang bercumbu mesra di atas sofa depan TV. Elena terdiam sejenak, kemudian melanjutkan langkahnya ke dalam kamar dengan raut datar. “Elena! Dari mana saja kamu?” tanya Aksa, menghentikan langkah Elena. Elena berhenti, mengambil napas dalam-dalam sebelum berbalik menghadap Aksa dan Vania. “Aku hanya keluar sebentar, mencari udara segar,” jawabnya dengan nada tenang. Namun, di dalam hatinya, perasaannya bergemuruh. Ternyata, tidak semudah itu menghilangkan rasa cinta sepenuhnya pada Aksa, dan ia baru menyadarinya. "Kenapa kamu keluar, tidak pamit sama aku, hah?!" desis Aksa dengan nada tajam, membuat Elena mengernyitkan dahinya. "Pamit?" Elena menatap Aksa dengan tajam, mencoba menahan amarah yang mendidih di dalam dirinya. "Pamit untuk apa? Toh, kamu lagi sibuk bercumbu dengan istri barumu itu, gak usah terlalu membatasi ku mulai saat ini!" jawabnya dengan nada yang tegas dan d

  • Pembalasan Istri Mandul Yang Kusia-siakan   Bab 6

    Keesokan paginya, Aksa dan Vania membereskan barang-barangnya untuk pindah ke apartemen yang telah diberikan oleh Kirana. Begitu pula dengan Elena, ia dengan santai dan raut malas menyiapkan barang-barangnya. Saat ini Elena sudah tidak tidur bersama dengan Aksa melainkan ia pindah kamar, tentu saja atas perintah Naomi.Tok... Tok... Tok...Suara pintu kamarnya diketuk dari luar. Elena dengan langkah malas berjalan untuk membuka pintu itu. Ia menghembuskan napas kasar di balik pintu kemudian membukanya. Ia mendatarkan wajahnya saat melihat Aksa yang berdiri di depan pintu kamarnya, tentu saja bersama dengan Vania yang bergelayut manja di lengan Aksa.“Udah selesai? Lama banget sih!” ketus Aksa dengan nada datar, sementara Vania tersenyum tipis menatap Elena.Elena menangkap pandangan tanda cinta yang menghiasi leher Vania, seakan-akan gadis itu sengaja mengenakan tank top untuk memancing emosinya. Tak hanya itu, tanda merah di leher Aksa juga tampak begitu mencolok. Dada Elena terasa s

  • Pembalasan Istri Mandul Yang Kusia-siakan   Bab 5

    Satu minggu kemudianAksa menatap Vania dengan mata berbinar, tangan gemetar memegang mikrofon. Napasnya terasa berat seiring dengan detak jantung yang kencang.Dengan suara yang berusaha dikendalikan namun tetap lantang, ia melafalkan, "Saya terima nikah dan kawinnya Vania Clarista binti Arya Adipati dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai!" Ruangan itu seakan menahan napas, menyaksikan janji suci yang terucap."Bagaimana, para saksi? Sah!""SAAHH!!!""Alhamdulillah......."Tatapan kosong Elena Grace yang berada di antara para tamu undangan menyaksikan suaminya yang selama ini ia cintai bersanding dengan perempuan lain. Tak ada air mata yang terjatuh dari pelupuk matanya, hanya ada tatapan pasrah menatap punggung Aksa yang telah selesai mengucapkan ijab qabul dengan lantang.Di sisi lain, Naomi dan Jovita tersenyum lebar. Sebentar lagi mereka akan menjadi orang kaya, dan pasti orang lain akan segan pada keluarga mereka. Kirana dikenal sebagai janda anak satu dengan kekayaan meli

  • Pembalasan Istri Mandul Yang Kusia-siakan   Bab 4

    Aksa kembali bergabung dengan mereka yang ada di ruang tamu. Ia melihat ayahnya juga sudah tidak ada di ruangan itu. Aksa tahu ayahnya pasti kecewa dengan keputusannya, tapi ia juga tidak ingin mengecewakan ibunya yang sudah mengatur semua rencana perjodohan itu.Vania menatap lekat wajah Aksa yang tampan itu, senyum manis terukir di bibirnya. Aksa yang ditatap seperti itu juga tersenyum manis pada Vania."Ya ampun, belum sah udah senyum-senyum aja nih!" goda Jovita yang duduk di dekat Vania.Naomi tertawa pelan, "Oke, karena Aksa sudah ada di sini, bagaimana kalau kita tentukan saja hari pernikahan mereka?" usul Naomi yang sudah tidak sabar punya menantu kaya raya.Kirana menganggukkan kepalanya sambil menatap Aksa dan Vania bergantian. Ia kemudian berucap, "Bagaimana kalau satu minggu lagi? Menurutku, lebih cepat lebih baik," saran Kirana.Vania dan Aksa mengangguk setuju, begitu pun dengan Jovita dan Naomi. Mereka berdua tersenyum lebar. Sebentar lagi mereka akan jadi orang kaya, b

  • Pembalasan Istri Mandul Yang Kusia-siakan   Bab 3

    “Dia siapa, Jeng?” tanya Kirana sambil menunjuk Elena yang lusuh itu dengan dagunya, bahkan matanya menatap jijik ke arah Elena.Naomi melototkan matanya menatap Elena, sementara mata Evan seolah ingin menerkam istrinya. Tega sekali Naomi menjodohkan Aksa sementara dia sudah memiliki istri.“Dia...” Baru saja Evan akan membuka mulut untuk memberitahukan status Elena, tiba-tiba saja Aksa menyerobot ucapan ayahnya.“Dia pembantu di rumah ini,” sahut Aksa sambil menatap tajam pada Elena. Aksa mengkode Elena untuk masuk ke dapur saja, namun Elena masih tetap berdiri di tempatnya dengan air mata yang mengalir deras.“M-Mas...” ucap Elena lirih, hatinya semakin sakit saat mendengar suaminya sendiri mengatakan bahwa dia adalah seorang pembantu. Melihat Elena yang akan membuka suara lagi, tiba-tiba Naomi langsung memotong ucapannya.“Oh ya Mbok, cepat beresin semua pecahan gelas ini dan bawa yang baru,” perintah Naomi berusaha bersikap lembut, namun tatapan matanya seolah ingin menerkam Elena

  • Pembalasan Istri Mandul Yang Kusia-siakan   Bab 2

    Malam itu, rumah minimalis Elena dipenuhi dengan kesibukan persiapan menyambut tamu istimewa. Namun, yang paling sibuk tentu saja Elena. Ia mulai memasak, menata makanan di meja makan, mengepel, dan membersihkan seluruh rumah. Sementara yang lain hanya sibuk bersolek. Selama mengerjakan semua pekerjaan itu, pikiran Elena terus tertuju pada tamu istimewa yang mereka sebutkan. Siapa sebenarnya tamu istimewa itu? Mengapa perasaannya begitu tidak enak? Tak lama kemudian, ia melihat ayah mertuanya melintas di dekatnya. "Ayah!" panggil Elena. Evan langsung menoleh menatap Elena. Senyum tipis terukir di bibirnya ketika melihat menantunya itu. Entah apa yang ada di pikiran Aksa sampai harus mengabaikan istrinya yang baik hati ini. Ia sebenarnya muak dengan sikap Aksa yang seperti itu, tapi ia sadar bahwa semuanya adalah hasutan dari istrinya. Sudah sering ia menasihati Naomi untuk tidak ikut campur dalam rumah tangga anaknya, tetapi Naomi sangat keras kepala. "Iya, Nak, ada apa?" tanya Ev

  • Pembalasan Istri Mandul Yang Kusia-siakan   Bab 1

    Elena Grace baru saja turun dari taksi, rambut cokelat blonde-nya berkilau di bawah sinar matahari sore. Senyum manisnya, yang selalu tampak di bibir merah delima miliknya itu, memancarkan kebahagiaan yang baru saja dirasakannya. Ia baru saja menerima kabar baik dari dokter kandungan, sesuatu yang sudah lama ia nantikan. Elena sangat bahagia, karena dokter kandungan itu mengatakan kalau dirinya tidak mandul. “Terima kasih, Pak. Kembaliannya untuk Bapak saja,” kata Elena kepada sopir taksi, dengan nada ramah dan penuh syukur. “Wah, terima kasih, Mbak,” jawab sopir itu ramah, sedikit terkejut dengan kemurahan hati Elena. Elena melangkah masuk ke rumah minimalisnya yang terkesan mewah. Dinding putih bersih dan dekorasi modern memberikan kesan elegan, meskipun ruangannya tidak terlalu besar. Dari dalam, terdengar suara tawa suaminya yang sedang berbincang dengan seseorang. Suara itu mengingatkannya pada realita yang harus dihadapinya setiap hari. “Sepertinya ibu dengan Vita datang

DMCA.com Protection Status