Ruangan pekat dengan keremangan lampu yang memusingkan terlihat mencekam. Seorang lelaki dengan kemeja polister hitam tengah duduk di dampingi 3 wanita penghibur yang sibuk membelainya. Dua kancing teratas dibuka. Jenis kemejanya memberi kemudahan, tidak membuatnya berantakan. Namun, tidak dengan rambut hitamnya yang acak-acakan.
Dia menyeringai, tatapannya cukup tajam. Akan tetapi, seisi ruang masih dapat mengendalikan kehadiran mereka. Sama sekali tak takut akan terjadi hal yang buruk.
Sofa di sebelahnya, tergeletak tegak lurus dengan sofa yang diduduki pria pertama, terisi dua pemuda dengan jubah putih khas dokter yang sedang saling memandang. Tidak ingin kalah satu sama lain. Mereka mungkin sedang bersaing dalam suatu hal(?)
Suasana mencekam datang dari orang di single sofa paling berbeda. Jubah hampir selutut warna hijau lumut yang lebih tua ia kenakan. Tatapannya sedikit ramah, tetapi siapa pun yang mengenalnya tahu. Bos mereka hanya sedang menarik kekuatan dominasinya, menyebabkan ruangan ini hanya mencekam. Tidak sanggup membunuh mereka.
Dia mengetukan jari-jarinya di pegangan kursi. Satu asisten setianya berdiri di belakang. Dia menatap jengah salah satu bawahannya yang sibuk bermain dengan wanita, pun jengah melihat dokter miliknya yang saling bersaing ketimbang bekerja sama. Namun, dia cukup bangga. Ketiga orang itu berada di bawahnya, berada dalam bimbingannya dan tahu betul apa misinya.
Gelagar Awan menerima gelas dari salah satu wanitanya. Dia tersenyum lalu membelai tangan putih itu, tak lupa diakhiri kecupan pada punggung tangan si wanita. Satu anggur terbang dari tangan lain. Menerima dengan mulut sambil menggoda tangan lentik itu. Awan sama sekali tak takut dengan Bos di depannya. Ia sangat hormat dan setia, tetapi sikap acuh dan berandalnya tak bisa lepas begitu saja. Bos tak pernah peduli dengan karakter mereka selagi tidak merugikan misi. Jauh di lubuk hati Awan sangat tahu, Bos tidak benar-benar menganggap mereka bawahan, tetapi teman yang seperti keluarga.
Badannya sedikit ditegakan. Dia tersenyum pada asisten bos yang berdiri di belakang sedang menatap tajam.
"Boss!" panggil Gelagar Awan pada lelaki dominan yang nampak dingin itu. "Wanita itu." Awan menggeleng keras. "Lebih tepatnya, gadis itu, dia enggan berbicara. Hanya mengumpat dan tak mau menyerah."
Diam.
Lengang.
Si Bos tampak tenang dan tak peduli dengan hasilnya. Namun Awan tahu betul bos mereka memikirkan gambaran besar. Selalu tepat dan benar dalam segala hal.
Tak pernah gagal.
Seseorang membuka pintu di kejauhan, telinga semua orang bisa mendengar kecuali para wanita penghibur. Bos Besar mengangkat alisnya. Si asisten membungkuk dan berujar lirih, "Tuan Joshua dan Nona Sirait datang."
Lelaki berjubah hijau itu mengangguk. Lorong menuju kotak nampak nyaring dengan langkah kaki keduanya.
Dtang!
Kotak itu terbuka. Kotak hitam, satu di antara sepuluh ruang VIP pelelangan tahunan Palva di Bathavia.
Dua orang datang, lelaki dengan kulit gelap seperti tembaga. Tubuhnya tak kekar, tetapi semua orang tahu dia sebanding kuatnya dengan Gelagar Awan yang terkenal brutal.
Satu lainnya seorang nona dengan pakaian menggugah. Menampakan pinggang ramping yang kecil dengan lekukan tubuh yang nyata. Kacamata hitam mereka kompak di buka. Joshua langsung mendekati bos tanpa salam kepada tiga tokoh lainnya.
Sedang gadis itu membuka tas dan mengenakan jubah cokelat, menutupi lekuk tubuhnya. Membuat Gelagar Awan yang hampir meneteskan liur terkesiap. Dia sudah menerima tatapan tajam dari Sirait.
"Be Calm, Babe. Aku juga biasa aja. Engga bakalan ngapa-ngapain!"
"Otak mesum Anda menganggu pekerjaan saya!"
Dua dokter di samping sofanya terkekeh. Tatapan tajam mereka hilang diganti seringai senang sebab Awan dipermalukan.
Ingat akan pekerjaannya, Sirait menghiraukan tatapan tak percaya Awan. Hampir mengatakan sesuatu untuk penjelasan dan maaf, Sirait pergi dan tak peduli. Dia duduk di sebelah Joshua. Sofanya menghadap sofa dua dokter, Domanic Elf dan Wen Ryi.
Sirait mengeluarkan dua sampel cairan dan menunjukannya pada bos. Lalu menyerahkan kepada Dom. Dia menjelaskan bagaimana mendapatkannya.
"Aku baru saja keluar dari markas kumpulan serigala. Mereka tidak mau menyerah, sulit mengidentifikasi mana pesan terselubung dan mana yang hanya gurauan semata. Butuh waktu dua jam sebelum aku tahu di mana mereka menyimpan barang yang akan dilelang. Menurut hasil analisa kami, dua cairan itu adalah cairan yang dibutuhkan Mr X (Sebutan musuh mereka). Mereka sengaja mentransfer lewat pelelangan ini untuk keamanan jejak laju barang."
"Ini sama persis dengan formula yang kita temukan. Formula ini yang menyebabkan pulau Sigaga di timur Warnadwipa meledak tak menyisakan satu makhluk hidup pun."
Bos tersenyum meremehkan. Dia menatap langit-langit ruang sebelum matanya berubah tajam. Hampir mencekik tenggorokan jika dia tak menarik kembali aura dominasinya.
"Tuan!" seakan mengerti. Asisten itu menunjukan tab berisi list barang yang dilelang Palva hari ini.
"Siapkan uang untuk membeli seluruh cairan yang tersedia."
"Baik Tuan!"
"Jo!"
"Siap, Bos. Sudah selesai!" Sedari tadi, Jo sudah mengamati sepuluh kotak ruang VIP di pelangan dan lima kotak ruang VVIP di atas mereka. Dia sudah mengambil alih saluran komunikasi untuk pelengan dengan kotak-kotak itu. Mereka bisa mendapatkan cairan tanpa harus menawar harga yang lebih tinggi. Ini cukup menghemat uang.
"Kalian berdua bisa langsung kembali!" ucap Bos kepada dua dokter itu. Meski enggan, keduanya mengangguk. Bagaimana pun mereka harus meneliti lebih lanjut cairan yang diberikan Sirait.
*
Pelelangan Palva baru dimulai saat kedua dokter pergi. Host lelang yang dikenal dengan Raja Palva memulai dengan barang-barang yang menurut Bos mereka barang receh. Dua benda incaran mereka ternyata tidak masuk tiga barang utama, mungkin untuk mencegah ketertarikan orang-orang berpengaruh seantero Nusantara.
Para manusia yang mengincar benda itu kelabakan. Mereka sudah mengkonfirmasi pihak Palva, tetapi balasannya tak sesuai dengan fakta. Dua benda penting jatuh di kotak VIP dan VVIP. masing-masing orang misterius. Tentu saja sebenarnya itu ulah Joshua. Jelas sekali dua benda itu di tangan Bos Besar.
"Apakah mereka masih tetap di tempat?"
"Ya Tuan!"
Senyum miring terbit. "Aku ingin menawar. Biarkan mereka menghabiskan uang mereka, Jo!"
Jo bersedia. Dia mulai melambungkan harga selangit di benda utama yang menarik perhatian Kawanan Mr X. Setelah dirasa sampai di garis bawah mereka. Jo berhenti. Membuat orang-orang itu mengumpat geram. Hanya bsia menggigit jari.
"Kenapa?" tanya Bos Besar kepada Sirait yang sedari tadi nampak gelisah. Orang biasa tak bisa melihatnya, tetapi Bos mereka tahu betul semua tentang rekannya--termasuk Sirait. Gadis berjubah cokelat yang berparas cantik itu.
"Bos tidak akan bertindak kepada Kanyaah?"
Bos Besar hanya mengangkat alisnya.
"Dia keras kepala! Sudah sangat jelas dari kejadian di kediamannya, dia bukan bagian dari Departemen Rahasia 889!" Emosi perempuan dikedepankan. seperti itulah mengapa Sirait sedikit kesal saat mengungkapkan ini.
"Jadi?"
"Bunuh jika memang tidak berguna. Dia tidak akan memiliki kesempatan untuk memberi kita manfaat besar."
"NO!" seru Awan. Dia mengibaskan tangan, membuat wanita penghiburnya mundur. Meski tak khawatir mereka mendengar, sebab mereka tuli--cara Palva untuk menyamankan privasi pelanggan mereka. Tak menutup kemungkinan mereka bisa membaca gerak bibir.
Setelah aman, pun Jo yang sudah daritadi menghandle ruang ini. Dia menatap tak suka kepada Sirait. "Berapa kali kamu melihatnya?"
"Kenapa Anda bertanya kepada saya?"
Jo hanya geleng kepala melihat sikap keduanya. Tidak tahu malu, tidak tahu pula tempat!
"Dia cerdas! Dia mungkin jenius. Ketepatan siang dan malam diketahui dengan jelas, perhitungannya oke! Ingatan fotografis jangka panjang. Observasinya luar biasa dan-" Awan berdehem sejenak sebelum lanjut berkata, "Dia lebih cantik darimu!"
"Sialan AWAAAN!"
Gelagar Awan, satu dari beberapa pemimpin kelompok kecil yang sering merusuh di wilayah Nusantara. Sepanjang pulau Jayabaya, pulau tertimur Nusantara, menuju Javadwipa, sampai ke barat Daha lalu bagian paling utara yaitu Champa. Masing-masing kelompok tidak saling dikaitkan sebab kerusuhan mereka berbeda.Jika Gelegar Awan sering disebut raja Brutal, berbeda dengan beberapa pemimpin lainnya. Lebih banyak dari mereka sering bergerilya. Awan itu masokis. Hobinya dibikin sakit. Gaya bertarungnya cenderung menyerang daripada bertahan. Pertanahannya ya dengan serangan. Dia akan terus menyerang dengan jarak dekat hingga musuh kewalahan. Jika menemui orang yang kuat, maka pilihannya hanya bertahan dengan serangan. Siapa yang lebih sabar dan bugarlah yang menang.Tidak banyak para berandal dan preman yang berani dengannya. Sebab sikapnya yang tak tahu malu dan cukup gila itulah, mereka takut mati hanya dengan sekali bertarung. A
Cakrawala Dirgantara Amangku Buana sedang duduk di sofa. Secara otomatis, sistem membuka tembok di depannya. Kaca tembus pandang satu arah terlihat. Dari sudut Cakra, dia bisa melihat semua hal di dalam ruangan. Dalam sudut ruangan di depannya, mereka jelas hanya melihat tembok tanpa ada perubahan."Mulai!"*Tiga penyidik di bawah Qi Shaoyun menatap gelang perak mereka. Kemudian ketiganya saling menatap dan menoleh sedetik ke arah kanan. Mereka tahu Bos Besar yang mereka hormati ada di sana mengawasi secara langsung kelakuan mereka.Salah satu dari mereka berdehem. Dia mendekati Amitha dan menatapnya geram. Bos ada di sini, ambisinya membuat gadis ini cepat buka mulut menjadi lebih besar.Dia menampar keras pipi Kanyaah. Gadis itu hanya menyipitkan mata, lalu menyeringai. Wajah lebamnya tak menutupi segala kecantikan gadis mungil itu. Amitha Kanyaah memang mungil dan ke
Flashback, akhir tahun kemarin.Langit begitu cerah berawan, sebuah kapal besar menampung ribuan orang berlayar di tengah lautan. Deburan ombak tak tampak di kejauhan, hanya gelombang sunyi dan deru mesin yang merdu. Beberapa kali terdengar burung menggagak, lumba-lumba menampilkan kemahirannya dan ... oh! Betapa indahnya dunia laut di bawah sana.Gadis itu, dengan rambut ikal di ujung lurusnya, membuka kacamata. Mengagumi bagaimana Tuhan menciptakan alam semesta. Menikmati bagaimana Tuhan menciptakan semilir angin yang menggoda. Bajunya tipis, bercorak bunga, mengantung dari bahu hingga batas lututnya. Lengan putih langsat itu mempesona, tampak cantik senada rupa. Lentik bulu mata, makin menggoda dengan bibir penuh yang merona.Dia tersenyum, menggetarkan mata khalayak umum. Bahkan anak kecil yang polos saja iri dengan kemegahan itu. Matahari bersinar, terangnya menyorot penuh padanya. Seakan semesta memberi tahu, hanya dia yang pantas menjadi sorotan.&
Sesungguhnya, Amitha Kanyaah tidak peduli dengan perlakuan mereka terhadapnya. Bagaimana orang di depannya ini akan terus menyiksa dan menyakitinya. Apa boleh buat? Amira hanya penasaran, akankah prediksinya benar? Untuk apa mereka menculiknya?Ruangan sunyi, si lelaki yang kerap dipanggil Boss itu memainkan topi bundar dan tongkatnya. Rambut hitam kelam dengan rupa paling sempurna di mata Amitha membuat hatinya bergetar.Amitha Kanyaah menekan dirinya sendiri, rupa yang mempu menyihir itu musuhnya. Dia yang telah menculiknya. Dia pula yang membuat keluarganya menderita. Menggigit pipi bagian dalam, ini kali pertama mata sayu dan tidak berdaya ditunjukan kepada mereka."Kenapa kamu menculikku? Kenapa mereka tahu tentang keluargaku. Kamu membunuh mereka!" tuduh Amitha Kanyaah penuh emosi. Bibirnya bergetar, dia tidak mengerti, mengapa kelemahannya ditunj
Cakrawala Dirgantara Amangku Buana, sosok dingin dengan wajah datar yang tampan penyempurna. Pahatan tubuhnya luar biasa, siapa yang tak ingin merabanya?Dia, kembali dari sosok paling sempurna menjadi buruk rupa, mirip jodohnya princess Bella!Pada masa remajanya, Cakra mengalami kecelakaan. Kakinya lumpuh, wajahnya hancur berantakan. Sebelum kakeknya meninggal, dia mengatakan beberapa rahasia di Pulau Warnadwipa dikenal juga Pulau Borneo, memindahtangankan aset rahasia miliknya yang ratusan kali lipat daripada aset yang diketahui seluruh anggota keluarga.Bukan karena keluarganya gila harta, bukan pula perselisihan antarsaudara. Kakeknya memberi tahu, ada banyak musuh yang lebih besar dan lebih kejam daripada monster yang sering ia lihat di televisi.Oleh karena itu, remaja yang baru saja meninggalkan usia anak-anaknya itu tumbuh lebi
Bug bug bug Dak "Sttt!" "Huh!" Suara bising terdengar dalam ruangan penuh dengan matras. Dua orang sedang saling tinju, mereka memukul dan menghindar. Sesekali meringis jika terpukul pada tempat yang fatal. Keringat menetes, memenuhi tubuh keduanya. Sesekali masuk ke mata, sesekali pula masuk ke mulut, asin! Setelah berlari mengelilingi ruang dengan alokasi jarak lebih dari dua puluh kilometer dengan beban ratusan kilogram, mereka harus berjalan membawa beban dua ratus kilogram. Semuanya cukup melelahkan, tetapi emosi yang tersisa harus disalurkan memalui pertandingan. Begitulah jadinya, Awan dan Shaoyun benar-benar babak belur tidak ada alat pengaman apa pun saat keduanya bertanding. Tidak ada pula was
Empat bulan sudah berlalu sejak Cakra kembali ke rumahnya. Semua orang sibuk bekerja dan dia memiliki sedikit waktu untuk mengatur beberapa presiden perusahaanya yang ia tunjuk untuk bekerja di bawahnya. Dia juga mengatur beberapa menejemen pergerakan Pasak Suram. Akhir-akhir ini, banyak sekali orang pergi ke Warnadwipa, tiket pesawat habis bahkan antrian memanjang. Meski Cakrawala tidak bisa memastikan tujuan mereka, dominan orang-orang ini pasti dikirim untuk menyelidiki tentang Bos Besar Pasak Suram.Menghela napasnya pelan, Cakrawala berjalan mendekati kursi roda. Dia membuka pintu dan menatap ruangan di bawah yang benar-benar lengang. Beberapa pelayan bahkan tidak bisa dan tidak akan pernah berani berjalan di depannya. Menunjukan jati diri mereka saja takut.Cakrawala meminta Domanic untuk datang, dia akan meminta izin kepada keluarga untuk membawa Cakra pergi. Setidaknya dengan begitu dia
Langit buatan berwarna biru, awan putih tebal yang menyenangkan seperti kapas. Tumbuhan-tunbuhan subur yang menyegarkan. Beberapa daun dipenuhi titik-titik embun. Ini taman dalam ruangan yang menyenagkan. Beberapa kursi terlihat anggun dengan bahan dasar kayu. Ada beberapa alat dari bambu. Ukiran-ukirannya semakin menggugah selera.Harinya dipenuhi dengan kenyamanan. Refleknya mulai kembali normal. Beberapa kali ia berbicara dengan pengawas dan orang-orang yang tinggal di sini. Kebanyakan laki-laki, meski begitu Kanyaah tak curiga pada apa pun. Seminggu dua sampai tiga kali ia akan diperiksa kesehatannya. Itu terjadi selama sebulan.Sekarang ia bebas dan tidak memiliki pekerjaan. Jelita benar-benar bisa diakses meski bersyarat, beberapa hal tidak bisa ia tanyakan atau Jelita yang tak mau menjawabnya.Kadang Kanyaah keluar dari lantai taman, pergi ke pus
Langit buatan berwarna biru, awan putih tebal yang menyenangkan seperti kapas. Tumbuhan-tunbuhan subur yang menyegarkan. Beberapa daun dipenuhi titik-titik embun. Ini taman dalam ruangan yang menyenagkan. Beberapa kursi terlihat anggun dengan bahan dasar kayu. Ada beberapa alat dari bambu. Ukiran-ukirannya semakin menggugah selera.Harinya dipenuhi dengan kenyamanan. Refleknya mulai kembali normal. Beberapa kali ia berbicara dengan pengawas dan orang-orang yang tinggal di sini. Kebanyakan laki-laki, meski begitu Kanyaah tak curiga pada apa pun. Seminggu dua sampai tiga kali ia akan diperiksa kesehatannya. Itu terjadi selama sebulan.Sekarang ia bebas dan tidak memiliki pekerjaan. Jelita benar-benar bisa diakses meski bersyarat, beberapa hal tidak bisa ia tanyakan atau Jelita yang tak mau menjawabnya.Kadang Kanyaah keluar dari lantai taman, pergi ke pus
Empat bulan sudah berlalu sejak Cakra kembali ke rumahnya. Semua orang sibuk bekerja dan dia memiliki sedikit waktu untuk mengatur beberapa presiden perusahaanya yang ia tunjuk untuk bekerja di bawahnya. Dia juga mengatur beberapa menejemen pergerakan Pasak Suram. Akhir-akhir ini, banyak sekali orang pergi ke Warnadwipa, tiket pesawat habis bahkan antrian memanjang. Meski Cakrawala tidak bisa memastikan tujuan mereka, dominan orang-orang ini pasti dikirim untuk menyelidiki tentang Bos Besar Pasak Suram.Menghela napasnya pelan, Cakrawala berjalan mendekati kursi roda. Dia membuka pintu dan menatap ruangan di bawah yang benar-benar lengang. Beberapa pelayan bahkan tidak bisa dan tidak akan pernah berani berjalan di depannya. Menunjukan jati diri mereka saja takut.Cakrawala meminta Domanic untuk datang, dia akan meminta izin kepada keluarga untuk membawa Cakra pergi. Setidaknya dengan begitu dia
Bug bug bug Dak "Sttt!" "Huh!" Suara bising terdengar dalam ruangan penuh dengan matras. Dua orang sedang saling tinju, mereka memukul dan menghindar. Sesekali meringis jika terpukul pada tempat yang fatal. Keringat menetes, memenuhi tubuh keduanya. Sesekali masuk ke mata, sesekali pula masuk ke mulut, asin! Setelah berlari mengelilingi ruang dengan alokasi jarak lebih dari dua puluh kilometer dengan beban ratusan kilogram, mereka harus berjalan membawa beban dua ratus kilogram. Semuanya cukup melelahkan, tetapi emosi yang tersisa harus disalurkan memalui pertandingan. Begitulah jadinya, Awan dan Shaoyun benar-benar babak belur tidak ada alat pengaman apa pun saat keduanya bertanding. Tidak ada pula was
Cakrawala Dirgantara Amangku Buana, sosok dingin dengan wajah datar yang tampan penyempurna. Pahatan tubuhnya luar biasa, siapa yang tak ingin merabanya?Dia, kembali dari sosok paling sempurna menjadi buruk rupa, mirip jodohnya princess Bella!Pada masa remajanya, Cakra mengalami kecelakaan. Kakinya lumpuh, wajahnya hancur berantakan. Sebelum kakeknya meninggal, dia mengatakan beberapa rahasia di Pulau Warnadwipa dikenal juga Pulau Borneo, memindahtangankan aset rahasia miliknya yang ratusan kali lipat daripada aset yang diketahui seluruh anggota keluarga.Bukan karena keluarganya gila harta, bukan pula perselisihan antarsaudara. Kakeknya memberi tahu, ada banyak musuh yang lebih besar dan lebih kejam daripada monster yang sering ia lihat di televisi.Oleh karena itu, remaja yang baru saja meninggalkan usia anak-anaknya itu tumbuh lebi
Sesungguhnya, Amitha Kanyaah tidak peduli dengan perlakuan mereka terhadapnya. Bagaimana orang di depannya ini akan terus menyiksa dan menyakitinya. Apa boleh buat? Amira hanya penasaran, akankah prediksinya benar? Untuk apa mereka menculiknya?Ruangan sunyi, si lelaki yang kerap dipanggil Boss itu memainkan topi bundar dan tongkatnya. Rambut hitam kelam dengan rupa paling sempurna di mata Amitha membuat hatinya bergetar.Amitha Kanyaah menekan dirinya sendiri, rupa yang mempu menyihir itu musuhnya. Dia yang telah menculiknya. Dia pula yang membuat keluarganya menderita. Menggigit pipi bagian dalam, ini kali pertama mata sayu dan tidak berdaya ditunjukan kepada mereka."Kenapa kamu menculikku? Kenapa mereka tahu tentang keluargaku. Kamu membunuh mereka!" tuduh Amitha Kanyaah penuh emosi. Bibirnya bergetar, dia tidak mengerti, mengapa kelemahannya ditunj
Flashback, akhir tahun kemarin.Langit begitu cerah berawan, sebuah kapal besar menampung ribuan orang berlayar di tengah lautan. Deburan ombak tak tampak di kejauhan, hanya gelombang sunyi dan deru mesin yang merdu. Beberapa kali terdengar burung menggagak, lumba-lumba menampilkan kemahirannya dan ... oh! Betapa indahnya dunia laut di bawah sana.Gadis itu, dengan rambut ikal di ujung lurusnya, membuka kacamata. Mengagumi bagaimana Tuhan menciptakan alam semesta. Menikmati bagaimana Tuhan menciptakan semilir angin yang menggoda. Bajunya tipis, bercorak bunga, mengantung dari bahu hingga batas lututnya. Lengan putih langsat itu mempesona, tampak cantik senada rupa. Lentik bulu mata, makin menggoda dengan bibir penuh yang merona.Dia tersenyum, menggetarkan mata khalayak umum. Bahkan anak kecil yang polos saja iri dengan kemegahan itu. Matahari bersinar, terangnya menyorot penuh padanya. Seakan semesta memberi tahu, hanya dia yang pantas menjadi sorotan.&
Cakrawala Dirgantara Amangku Buana sedang duduk di sofa. Secara otomatis, sistem membuka tembok di depannya. Kaca tembus pandang satu arah terlihat. Dari sudut Cakra, dia bisa melihat semua hal di dalam ruangan. Dalam sudut ruangan di depannya, mereka jelas hanya melihat tembok tanpa ada perubahan."Mulai!"*Tiga penyidik di bawah Qi Shaoyun menatap gelang perak mereka. Kemudian ketiganya saling menatap dan menoleh sedetik ke arah kanan. Mereka tahu Bos Besar yang mereka hormati ada di sana mengawasi secara langsung kelakuan mereka.Salah satu dari mereka berdehem. Dia mendekati Amitha dan menatapnya geram. Bos ada di sini, ambisinya membuat gadis ini cepat buka mulut menjadi lebih besar.Dia menampar keras pipi Kanyaah. Gadis itu hanya menyipitkan mata, lalu menyeringai. Wajah lebamnya tak menutupi segala kecantikan gadis mungil itu. Amitha Kanyaah memang mungil dan ke
Gelagar Awan, satu dari beberapa pemimpin kelompok kecil yang sering merusuh di wilayah Nusantara. Sepanjang pulau Jayabaya, pulau tertimur Nusantara, menuju Javadwipa, sampai ke barat Daha lalu bagian paling utara yaitu Champa. Masing-masing kelompok tidak saling dikaitkan sebab kerusuhan mereka berbeda.Jika Gelegar Awan sering disebut raja Brutal, berbeda dengan beberapa pemimpin lainnya. Lebih banyak dari mereka sering bergerilya. Awan itu masokis. Hobinya dibikin sakit. Gaya bertarungnya cenderung menyerang daripada bertahan. Pertanahannya ya dengan serangan. Dia akan terus menyerang dengan jarak dekat hingga musuh kewalahan. Jika menemui orang yang kuat, maka pilihannya hanya bertahan dengan serangan. Siapa yang lebih sabar dan bugarlah yang menang.Tidak banyak para berandal dan preman yang berani dengannya. Sebab sikapnya yang tak tahu malu dan cukup gila itulah, mereka takut mati hanya dengan sekali bertarung. A
Ruangan pekat dengan keremangan lampu yang memusingkan terlihat mencekam. Seorang lelaki dengan kemeja polister hitam tengah duduk di dampingi 3 wanita penghibur yang sibuk membelainya. Dua kancing teratas dibuka. Jenis kemejanya memberi kemudahan, tidak membuatnya berantakan. Namun, tidak dengan rambut hitamnya yang acak-acakan.Dia menyeringai, tatapannya cukup tajam. Akan tetapi, seisi ruang masih dapat mengendalikan kehadiran mereka. Sama sekali tak takut akan terjadi hal yang buruk.Sofa di sebelahnya, tergeletak tegak lurus dengan sofa yang diduduki pria pertama, terisi dua pemuda dengan jubah putih khas dokter yang sedang saling memandang. Tidak ingin kalah satu sama lain. Mereka mungkin sedang bersaing dalam suatu hal(?)Suasana mencekam datang dari orang di single sofa paling berbeda. Jubah hampir selutut warna hijau lumut yang lebih tua ia kenakan. Tatapannya sedikit ramah, tetapi siapa p