Sesungguhnya, Amitha Kanyaah tidak peduli dengan perlakuan mereka terhadapnya. Bagaimana orang di depannya ini akan terus menyiksa dan menyakitinya. Apa boleh buat? Amira hanya penasaran, akankah prediksinya benar? Untuk apa mereka menculiknya?
Ruangan sunyi, si lelaki yang kerap dipanggil Boss itu memainkan topi bundar dan tongkatnya. Rambut hitam kelam dengan rupa paling sempurna di mata Amitha membuat hatinya bergetar.
Amitha Kanyaah menekan dirinya sendiri, rupa yang mempu menyihir itu musuhnya. Dia yang telah menculiknya. Dia pula yang membuat keluarganya menderita. Menggigit pipi bagian dalam, ini kali pertama mata sayu dan tidak berdaya ditunjukan kepada mereka.
"Kenapa kamu menculikku? Kenapa mereka tahu tentang keluargaku. Kamu membunuh mereka!" tuduh Amitha Kanyaah penuh emosi. Bibirnya bergetar, dia tidak mengerti, mengapa kelemahannya ditunjukan kepada Bos Besar ini?
Cakrawala menggeleng. "Kamu akan tahu, beberapa jaket berbulu domba dikenakan para serigala. Sedang serigala yang tak mengerti apa-apa disalahkan karenanya."
"Apa maksudmu!"
"Kamu pintar Kanyaah, kupikir kamu sudah tahu." Perkataannya terlalu acuh dan dingin wajah datarnya kembali menyeringai. "Awan!"
"Ya, Bos!" Awan yang tepat satu langkah di belakangnya menjawab dengan penuh semangat. Tatapan tajam ia layangkan kepada Kanyaah.
Cakrawala membalikan badannya, hendak pergi sembari menitahkan dengan nada datarnya. "Masukan dia ke ruang putih paling selatan!"
"Iy-Bos! Benarkah?"
Lengang. Mengerti maksud dari bosnya, Awan segera patuh tanpa bicara lagi. Kepalanya meneleng dan memberi kode agar tiga orang penyidik membawanya.
Meski bingung mendera mereka, ketiga penyidik itu tetaplah bawahan yang harus patuh tanpa bertanya. Mereka segera membuka rantai di kedua tangan Amitha Kanyaah. Kaki Kanyaah yang hanpir empat bulan berjinjit itu meluruh langsung menjatuhkan tubuhnya ke lantai.
Amitha Kanyaah terkulai, matanya menyipit tajam ke arah lelaki berjas hijau yang sudah melewati pintu. Keningnya mengerut penuh kebingungan.
"Bangun!" bentak salah satu penyidik sembari mengangkat tubuh Amitha Kanyaah, memegang bahunya kasar.
Amitha Kanyaah terpaksa bangun, kakinya yang kering dan penuh luka hari ini menginjak pualam dingin seperti es. Rasa sakit menjalar hingga kepala. Hawa dingin dan asing di sepanjang lorong membuatnya bergidik. Intuisinya cukup tajam, Amitha sudah merasa tidak nyaman. Apa itu ruangan putih?
Tak berapa lama, dia masuk ke ruangan yang ditunjuk Cakrawala. Ruangan itu lebih tertutup. Tidak ada apa pun kecuali putih dan beberapa gambar aneh. Kanyaah didorong kasar dan terjatuh ke dalam ruang. Sempit, putih, terang benderang dan ... menyeramkan.
Mata Amitha Kanyaah melotot. Ada gambar aneh, Amitha berjalan, makin dekat dengan berbagai gambar yang ditempel di dinding makin jelas gambar itu. Semuanya gambar Amitha Kanyaah, sengaja dibuat hitam putih dengan beberapa tambahan tulisan atau bercak merah.
Semuanya tuduhan dan pojokan. 'Amitha Kanyaah pembunuh!' lalu ada pula tulisan, 'kamu bodoh! Kamu Jalang!' dan lain sejenisnya.
Gambar itu berisi foto-foto Amitha Kanyaah saat mengalami penyiksaan. Beberapa terlihat menjijikan, beberapa lainnya terlihat menakutkan, dan sisanya penuh dengan penghinaan.
Jantung Kanyaah berdegup kencang, dia menggeleng menapik semua hal yang dipertontonkan kepadanya. "Sialan! Siapa kamu sebenarnya!" teriaknya kencang. Setelah itu Amitha merangkak ke pojok ruangan, menghadap tembok dan menutup matanya. Berharap semua gambar hilang, berharap semua pikirannya usai, berharap, semua ini hanyalah mimpi yang hendak mencapai ujung.
***
"In-ini, bukankah kamu tertarik padanya, bos?" tanya Awan takut-takut. Dia mengikuti Cakra yang terus berjalan dari lorong. Tegap, memasuki lift khusus ke atas. Meski bingung, Awan tetap mengikutinya.
"Aku hanya ingin tahu garis batasnya." Jawabannya sungguh datar dan dingin. Dia tidak memiliki simpati sedikit pun. Namun, siapa Gelagar Awan? Dia jelas tahu betul itu hanya untuk pengujian.
"Tapi kenapa harus di ruangan putih? Kami jelas tidak butuh untuk menganggu mentalnya bukan?" pikir Awan dengan gelisah. Jika perempuan itu keluar nanti, apa yang akan dilakukan olehnya saat melihat Kanyaah gila?
"Aku menyuruhmu latihan dengan Qi Shaoyun!"
Awan menutup mulutnya rapat, Bos ingin pergi sendirian dan tidak perlu diantar olehnya.
Selepas lift terbuka, Cakrawala melangkah tak diikuti Awan. Saat melihat punggung Bosnya melewati koridor gelap, Awan meminta Jelita menurunkannya ke bagian paling bawah. Saat ini, meninju Shaoyun adalah hal yang paling ingin ia lakukan.
*
"Jelita!"
"Ya Bos Besar!"
Sudut bibirnya terangkat, ia berkata, "Persiapkan jet untukku."
Jelita mengangguk dan mencari seorang pilot terbaik yang ada di gedung Pasak Suram, suaranya seperti anak kecil, menganggu aktivitas pilot yang beristirahat di ruangannya. Gedung itu berisik, lalu mereka menyiapkan diri untuk segera ke lapangan.
Cakrawala dengan cepat keluar dari gedung. Jika dilihat dari atas, hanya ada lima lantai di gedung itu, tetapi, di bawahnya ada lebih banyak ruang dan lebih banyak lantai.
Berjalan cepat menuju lapangan, dia langsung tahu, seseorang dengan kemampuan piloting terbaik sudah menyiapkan jet untuknya. Cakrawala langsung naik dan pergi menuju rumah singgahnya.
Satu jam berlalu dengan cepat, Jawadwipa penuh sesak dengan gedung-gedung pencakar langit. Berbagai menara tersedia, bangunan bergaya klasik pun tersedia.
Itu dia, gedung putih dengan palang merah dan tanda tongkat dilingkari ular. Cakra turun di atap gedung. Dia berjalan cepat menuju lantai VVIP. Segera, lelaki seperempat abad itu berganti pakaian pasien, mendudukan dirinya di kursi roda dan menggunakan keterampilan medis kuno, akupuntur, untuk menekan peredaran darahnya. Kaki kanannya lumpuh total tak bisa bergerak.
Dengan kedua tangannya, dia memutar roda mendekati bagian jendela. Jalanan kota Daha penuh dengan kendaraan bermotor, beberapa bus melayang mengantarkan pulang anak-anak sekolah, beberapa lainnya dipenuhi mobil pribadi orang-orang kaya.
Cklek
"Kamu kembali?" tanya seorang perawat dengan senyuman di bibirnya. "Kemarin ibumu datang, saya mengatakan bahwa Dokter Dom sedang membawanya jalan-jalan keluar. Saat dia menyusul dan mencarimu, kamu tak ditemukan. Yah, dia lalu pulang."
"Hanya ibuku?" gumamnya pelan. Perawat itu mendekat, membuka gorden lebih lebar dan menjawab, "Ya!"
Setelah beberapa waktu diam, perawat itu berjalan menuju nakas. Mengambil Tab putih dan menyerahkannya kepada Cakra. "Saya telah mengidentifikasi beberapa orang tak dikenal yang kemari, mereka membawa dokumen palsu dan beberapa orang mempunyai dokumen ganda, Joshua yang membantuku. Emm, dua hari yang lalu mereka sudah pergi."
"Hari ini jadwalku pulang?" Cakra tidak menanggapi tutur kata perawat, tetapi ia memikirkannya dalam-dalam. Perawat itu pun mengerti dan memahami.
"Ya, jam delapan malam nanti. Kudengar beberapa saudaramu akan menjemput."
Cakra paham. Dia menyerahkan tabnya lagi, memejamkan mata perlahan dan berujar, "Rapikan wajahku."
"Baik, Bos!" ucapnya. Perempuan berambit pendek seperti dora itu segera mengerjakan apa yang diperintahkan. Nyatanya, di depan keluarganya sendiri, Cakra pun menyembunyukan wajah asli. Wajah dengan penuh bekas luka ia tunjukan bahkan kepada ibunya sendiri. Wajah sempurnanya, ia tutupi. Sudah lebih dari satu dekade lamanya.
... mengapa?
Cakrawala Dirgantara Amangku Buana, sosok dingin dengan wajah datar yang tampan penyempurna. Pahatan tubuhnya luar biasa, siapa yang tak ingin merabanya?Dia, kembali dari sosok paling sempurna menjadi buruk rupa, mirip jodohnya princess Bella!Pada masa remajanya, Cakra mengalami kecelakaan. Kakinya lumpuh, wajahnya hancur berantakan. Sebelum kakeknya meninggal, dia mengatakan beberapa rahasia di Pulau Warnadwipa dikenal juga Pulau Borneo, memindahtangankan aset rahasia miliknya yang ratusan kali lipat daripada aset yang diketahui seluruh anggota keluarga.Bukan karena keluarganya gila harta, bukan pula perselisihan antarsaudara. Kakeknya memberi tahu, ada banyak musuh yang lebih besar dan lebih kejam daripada monster yang sering ia lihat di televisi.Oleh karena itu, remaja yang baru saja meninggalkan usia anak-anaknya itu tumbuh lebi
Bug bug bug Dak "Sttt!" "Huh!" Suara bising terdengar dalam ruangan penuh dengan matras. Dua orang sedang saling tinju, mereka memukul dan menghindar. Sesekali meringis jika terpukul pada tempat yang fatal. Keringat menetes, memenuhi tubuh keduanya. Sesekali masuk ke mata, sesekali pula masuk ke mulut, asin! Setelah berlari mengelilingi ruang dengan alokasi jarak lebih dari dua puluh kilometer dengan beban ratusan kilogram, mereka harus berjalan membawa beban dua ratus kilogram. Semuanya cukup melelahkan, tetapi emosi yang tersisa harus disalurkan memalui pertandingan. Begitulah jadinya, Awan dan Shaoyun benar-benar babak belur tidak ada alat pengaman apa pun saat keduanya bertanding. Tidak ada pula was
Empat bulan sudah berlalu sejak Cakra kembali ke rumahnya. Semua orang sibuk bekerja dan dia memiliki sedikit waktu untuk mengatur beberapa presiden perusahaanya yang ia tunjuk untuk bekerja di bawahnya. Dia juga mengatur beberapa menejemen pergerakan Pasak Suram. Akhir-akhir ini, banyak sekali orang pergi ke Warnadwipa, tiket pesawat habis bahkan antrian memanjang. Meski Cakrawala tidak bisa memastikan tujuan mereka, dominan orang-orang ini pasti dikirim untuk menyelidiki tentang Bos Besar Pasak Suram.Menghela napasnya pelan, Cakrawala berjalan mendekati kursi roda. Dia membuka pintu dan menatap ruangan di bawah yang benar-benar lengang. Beberapa pelayan bahkan tidak bisa dan tidak akan pernah berani berjalan di depannya. Menunjukan jati diri mereka saja takut.Cakrawala meminta Domanic untuk datang, dia akan meminta izin kepada keluarga untuk membawa Cakra pergi. Setidaknya dengan begitu dia
Langit buatan berwarna biru, awan putih tebal yang menyenangkan seperti kapas. Tumbuhan-tunbuhan subur yang menyegarkan. Beberapa daun dipenuhi titik-titik embun. Ini taman dalam ruangan yang menyenagkan. Beberapa kursi terlihat anggun dengan bahan dasar kayu. Ada beberapa alat dari bambu. Ukiran-ukirannya semakin menggugah selera.Harinya dipenuhi dengan kenyamanan. Refleknya mulai kembali normal. Beberapa kali ia berbicara dengan pengawas dan orang-orang yang tinggal di sini. Kebanyakan laki-laki, meski begitu Kanyaah tak curiga pada apa pun. Seminggu dua sampai tiga kali ia akan diperiksa kesehatannya. Itu terjadi selama sebulan.Sekarang ia bebas dan tidak memiliki pekerjaan. Jelita benar-benar bisa diakses meski bersyarat, beberapa hal tidak bisa ia tanyakan atau Jelita yang tak mau menjawabnya.Kadang Kanyaah keluar dari lantai taman, pergi ke pus
Gadis itu masih terdiam kaku menatap marmer kotor penuh dengan noda darah dan beberapa cairan hitam juga cokelat. Beberapa lebih jauh ada butiran nasi yang berantakan.Kedua tangannya terikat, dia berdiri dengan kaki berjinjit. Menunduk lusuh dengan rambut panjang lepek yang tergerai. Lepek bau anyir. Sudut bibirnya lebam diikuti bekas darah yang mengering. Matanya sayu, juga dipenuhi memar. Kedua pipinya merona bukan karena malu, tetapi karena tamparan seseorang. Pakaian putih selututnya kotor, penuh dengan noda pula darahnya.Dia, Amitha Kanyaah, masih menampilkan seringaian. Meski dingin menembus kulit, tidak ada angin. Ruangan ini tertutup rapat, hanya saja tubuhnya berubah ringkih. Dia hanya mengenakan gaun terusan selutut tanpa lengan yang begitu tipis, mempertontonkan keindahan tubuhnya. Hanya ada tali yang mengantung di kedua bahunya.Amitha Kanyaah masih sempat tertawa, beberapa hinaan yang dite
Ruangan pekat dengan keremangan lampu yang memusingkan terlihat mencekam. Seorang lelaki dengan kemeja polister hitam tengah duduk di dampingi 3 wanita penghibur yang sibuk membelainya. Dua kancing teratas dibuka. Jenis kemejanya memberi kemudahan, tidak membuatnya berantakan. Namun, tidak dengan rambut hitamnya yang acak-acakan.Dia menyeringai, tatapannya cukup tajam. Akan tetapi, seisi ruang masih dapat mengendalikan kehadiran mereka. Sama sekali tak takut akan terjadi hal yang buruk.Sofa di sebelahnya, tergeletak tegak lurus dengan sofa yang diduduki pria pertama, terisi dua pemuda dengan jubah putih khas dokter yang sedang saling memandang. Tidak ingin kalah satu sama lain. Mereka mungkin sedang bersaing dalam suatu hal(?)Suasana mencekam datang dari orang di single sofa paling berbeda. Jubah hampir selutut warna hijau lumut yang lebih tua ia kenakan. Tatapannya sedikit ramah, tetapi siapa p
Gelagar Awan, satu dari beberapa pemimpin kelompok kecil yang sering merusuh di wilayah Nusantara. Sepanjang pulau Jayabaya, pulau tertimur Nusantara, menuju Javadwipa, sampai ke barat Daha lalu bagian paling utara yaitu Champa. Masing-masing kelompok tidak saling dikaitkan sebab kerusuhan mereka berbeda.Jika Gelegar Awan sering disebut raja Brutal, berbeda dengan beberapa pemimpin lainnya. Lebih banyak dari mereka sering bergerilya. Awan itu masokis. Hobinya dibikin sakit. Gaya bertarungnya cenderung menyerang daripada bertahan. Pertanahannya ya dengan serangan. Dia akan terus menyerang dengan jarak dekat hingga musuh kewalahan. Jika menemui orang yang kuat, maka pilihannya hanya bertahan dengan serangan. Siapa yang lebih sabar dan bugarlah yang menang.Tidak banyak para berandal dan preman yang berani dengannya. Sebab sikapnya yang tak tahu malu dan cukup gila itulah, mereka takut mati hanya dengan sekali bertarung. A
Cakrawala Dirgantara Amangku Buana sedang duduk di sofa. Secara otomatis, sistem membuka tembok di depannya. Kaca tembus pandang satu arah terlihat. Dari sudut Cakra, dia bisa melihat semua hal di dalam ruangan. Dalam sudut ruangan di depannya, mereka jelas hanya melihat tembok tanpa ada perubahan."Mulai!"*Tiga penyidik di bawah Qi Shaoyun menatap gelang perak mereka. Kemudian ketiganya saling menatap dan menoleh sedetik ke arah kanan. Mereka tahu Bos Besar yang mereka hormati ada di sana mengawasi secara langsung kelakuan mereka.Salah satu dari mereka berdehem. Dia mendekati Amitha dan menatapnya geram. Bos ada di sini, ambisinya membuat gadis ini cepat buka mulut menjadi lebih besar.Dia menampar keras pipi Kanyaah. Gadis itu hanya menyipitkan mata, lalu menyeringai. Wajah lebamnya tak menutupi segala kecantikan gadis mungil itu. Amitha Kanyaah memang mungil dan ke
Langit buatan berwarna biru, awan putih tebal yang menyenangkan seperti kapas. Tumbuhan-tunbuhan subur yang menyegarkan. Beberapa daun dipenuhi titik-titik embun. Ini taman dalam ruangan yang menyenagkan. Beberapa kursi terlihat anggun dengan bahan dasar kayu. Ada beberapa alat dari bambu. Ukiran-ukirannya semakin menggugah selera.Harinya dipenuhi dengan kenyamanan. Refleknya mulai kembali normal. Beberapa kali ia berbicara dengan pengawas dan orang-orang yang tinggal di sini. Kebanyakan laki-laki, meski begitu Kanyaah tak curiga pada apa pun. Seminggu dua sampai tiga kali ia akan diperiksa kesehatannya. Itu terjadi selama sebulan.Sekarang ia bebas dan tidak memiliki pekerjaan. Jelita benar-benar bisa diakses meski bersyarat, beberapa hal tidak bisa ia tanyakan atau Jelita yang tak mau menjawabnya.Kadang Kanyaah keluar dari lantai taman, pergi ke pus
Empat bulan sudah berlalu sejak Cakra kembali ke rumahnya. Semua orang sibuk bekerja dan dia memiliki sedikit waktu untuk mengatur beberapa presiden perusahaanya yang ia tunjuk untuk bekerja di bawahnya. Dia juga mengatur beberapa menejemen pergerakan Pasak Suram. Akhir-akhir ini, banyak sekali orang pergi ke Warnadwipa, tiket pesawat habis bahkan antrian memanjang. Meski Cakrawala tidak bisa memastikan tujuan mereka, dominan orang-orang ini pasti dikirim untuk menyelidiki tentang Bos Besar Pasak Suram.Menghela napasnya pelan, Cakrawala berjalan mendekati kursi roda. Dia membuka pintu dan menatap ruangan di bawah yang benar-benar lengang. Beberapa pelayan bahkan tidak bisa dan tidak akan pernah berani berjalan di depannya. Menunjukan jati diri mereka saja takut.Cakrawala meminta Domanic untuk datang, dia akan meminta izin kepada keluarga untuk membawa Cakra pergi. Setidaknya dengan begitu dia
Bug bug bug Dak "Sttt!" "Huh!" Suara bising terdengar dalam ruangan penuh dengan matras. Dua orang sedang saling tinju, mereka memukul dan menghindar. Sesekali meringis jika terpukul pada tempat yang fatal. Keringat menetes, memenuhi tubuh keduanya. Sesekali masuk ke mata, sesekali pula masuk ke mulut, asin! Setelah berlari mengelilingi ruang dengan alokasi jarak lebih dari dua puluh kilometer dengan beban ratusan kilogram, mereka harus berjalan membawa beban dua ratus kilogram. Semuanya cukup melelahkan, tetapi emosi yang tersisa harus disalurkan memalui pertandingan. Begitulah jadinya, Awan dan Shaoyun benar-benar babak belur tidak ada alat pengaman apa pun saat keduanya bertanding. Tidak ada pula was
Cakrawala Dirgantara Amangku Buana, sosok dingin dengan wajah datar yang tampan penyempurna. Pahatan tubuhnya luar biasa, siapa yang tak ingin merabanya?Dia, kembali dari sosok paling sempurna menjadi buruk rupa, mirip jodohnya princess Bella!Pada masa remajanya, Cakra mengalami kecelakaan. Kakinya lumpuh, wajahnya hancur berantakan. Sebelum kakeknya meninggal, dia mengatakan beberapa rahasia di Pulau Warnadwipa dikenal juga Pulau Borneo, memindahtangankan aset rahasia miliknya yang ratusan kali lipat daripada aset yang diketahui seluruh anggota keluarga.Bukan karena keluarganya gila harta, bukan pula perselisihan antarsaudara. Kakeknya memberi tahu, ada banyak musuh yang lebih besar dan lebih kejam daripada monster yang sering ia lihat di televisi.Oleh karena itu, remaja yang baru saja meninggalkan usia anak-anaknya itu tumbuh lebi
Sesungguhnya, Amitha Kanyaah tidak peduli dengan perlakuan mereka terhadapnya. Bagaimana orang di depannya ini akan terus menyiksa dan menyakitinya. Apa boleh buat? Amira hanya penasaran, akankah prediksinya benar? Untuk apa mereka menculiknya?Ruangan sunyi, si lelaki yang kerap dipanggil Boss itu memainkan topi bundar dan tongkatnya. Rambut hitam kelam dengan rupa paling sempurna di mata Amitha membuat hatinya bergetar.Amitha Kanyaah menekan dirinya sendiri, rupa yang mempu menyihir itu musuhnya. Dia yang telah menculiknya. Dia pula yang membuat keluarganya menderita. Menggigit pipi bagian dalam, ini kali pertama mata sayu dan tidak berdaya ditunjukan kepada mereka."Kenapa kamu menculikku? Kenapa mereka tahu tentang keluargaku. Kamu membunuh mereka!" tuduh Amitha Kanyaah penuh emosi. Bibirnya bergetar, dia tidak mengerti, mengapa kelemahannya ditunj
Flashback, akhir tahun kemarin.Langit begitu cerah berawan, sebuah kapal besar menampung ribuan orang berlayar di tengah lautan. Deburan ombak tak tampak di kejauhan, hanya gelombang sunyi dan deru mesin yang merdu. Beberapa kali terdengar burung menggagak, lumba-lumba menampilkan kemahirannya dan ... oh! Betapa indahnya dunia laut di bawah sana.Gadis itu, dengan rambut ikal di ujung lurusnya, membuka kacamata. Mengagumi bagaimana Tuhan menciptakan alam semesta. Menikmati bagaimana Tuhan menciptakan semilir angin yang menggoda. Bajunya tipis, bercorak bunga, mengantung dari bahu hingga batas lututnya. Lengan putih langsat itu mempesona, tampak cantik senada rupa. Lentik bulu mata, makin menggoda dengan bibir penuh yang merona.Dia tersenyum, menggetarkan mata khalayak umum. Bahkan anak kecil yang polos saja iri dengan kemegahan itu. Matahari bersinar, terangnya menyorot penuh padanya. Seakan semesta memberi tahu, hanya dia yang pantas menjadi sorotan.&
Cakrawala Dirgantara Amangku Buana sedang duduk di sofa. Secara otomatis, sistem membuka tembok di depannya. Kaca tembus pandang satu arah terlihat. Dari sudut Cakra, dia bisa melihat semua hal di dalam ruangan. Dalam sudut ruangan di depannya, mereka jelas hanya melihat tembok tanpa ada perubahan."Mulai!"*Tiga penyidik di bawah Qi Shaoyun menatap gelang perak mereka. Kemudian ketiganya saling menatap dan menoleh sedetik ke arah kanan. Mereka tahu Bos Besar yang mereka hormati ada di sana mengawasi secara langsung kelakuan mereka.Salah satu dari mereka berdehem. Dia mendekati Amitha dan menatapnya geram. Bos ada di sini, ambisinya membuat gadis ini cepat buka mulut menjadi lebih besar.Dia menampar keras pipi Kanyaah. Gadis itu hanya menyipitkan mata, lalu menyeringai. Wajah lebamnya tak menutupi segala kecantikan gadis mungil itu. Amitha Kanyaah memang mungil dan ke
Gelagar Awan, satu dari beberapa pemimpin kelompok kecil yang sering merusuh di wilayah Nusantara. Sepanjang pulau Jayabaya, pulau tertimur Nusantara, menuju Javadwipa, sampai ke barat Daha lalu bagian paling utara yaitu Champa. Masing-masing kelompok tidak saling dikaitkan sebab kerusuhan mereka berbeda.Jika Gelegar Awan sering disebut raja Brutal, berbeda dengan beberapa pemimpin lainnya. Lebih banyak dari mereka sering bergerilya. Awan itu masokis. Hobinya dibikin sakit. Gaya bertarungnya cenderung menyerang daripada bertahan. Pertanahannya ya dengan serangan. Dia akan terus menyerang dengan jarak dekat hingga musuh kewalahan. Jika menemui orang yang kuat, maka pilihannya hanya bertahan dengan serangan. Siapa yang lebih sabar dan bugarlah yang menang.Tidak banyak para berandal dan preman yang berani dengannya. Sebab sikapnya yang tak tahu malu dan cukup gila itulah, mereka takut mati hanya dengan sekali bertarung. A
Ruangan pekat dengan keremangan lampu yang memusingkan terlihat mencekam. Seorang lelaki dengan kemeja polister hitam tengah duduk di dampingi 3 wanita penghibur yang sibuk membelainya. Dua kancing teratas dibuka. Jenis kemejanya memberi kemudahan, tidak membuatnya berantakan. Namun, tidak dengan rambut hitamnya yang acak-acakan.Dia menyeringai, tatapannya cukup tajam. Akan tetapi, seisi ruang masih dapat mengendalikan kehadiran mereka. Sama sekali tak takut akan terjadi hal yang buruk.Sofa di sebelahnya, tergeletak tegak lurus dengan sofa yang diduduki pria pertama, terisi dua pemuda dengan jubah putih khas dokter yang sedang saling memandang. Tidak ingin kalah satu sama lain. Mereka mungkin sedang bersaing dalam suatu hal(?)Suasana mencekam datang dari orang di single sofa paling berbeda. Jubah hampir selutut warna hijau lumut yang lebih tua ia kenakan. Tatapannya sedikit ramah, tetapi siapa p