Bukannya istirahat di rumah, Mery malah mengajak Arga jalan-jalan. Banyak cara yang gadis itu lakukan untuk membujuk Arga keluar. Salah satunya dengan merengek sambil bergelayut di lengan cowok itu sekarang.
"Ih, boleh yaa. Seharian aku di rumah teruss. Bosen tauuuuu. Kalau jalan-jalan kan bisa lihat pemandangan luar. Main, beli es krim--"
"Es krim di kulkas aku penuh. Kamu tinggal pilih yang mana," Arga berucap datar. Sambil sibuk mengerjakan sesuatu di laptopnya.
Bibir Mery mengerucut. "Nggak mau! Es krim kamu itu-itu aja."
"Yaudah. Kita Delivery. Aku beliin semua jenis yang ada di tokonya sekalian," sahut Arga melirik Mery sekilas.
"Nggak jauh dari rumah aku ya ternyata," ungkap Arga saat mereka memasuki lift dan cowok itu menekan tombol 3 dan 0 setelah pintu tertutup.Mery yang sedang lahap memakan donat hanya manggut-manggut, kedua tangan gadis itu dipenuhi sisa selai berbagai rasa. Membuat Arga mengulum senyumnya gemas. Antara pengen nyubit, meluk, atau cium. Oke, lupakan opsi terakhir. Arga mengusapi turun rambut Mery."Makan yang banyak biar tambah gede," gumam Arga yang sayangnya di dengar oleh Mery.Gadis itu langsung cemberut. "Aku udah gede tau! Kamu ish.""Haha. Iya-iya," Mengalah, Arga malah tertawa lalu geleng-geleng kepala mendapati pipi Mery penuh sisa selai. "Harusnya kalau udah gede makannya nggak sampai cemong gitu dong.""Eh, cemong banget ya?" tanya Mery panik.Arga menganggukan kepala. "Banget. Aku jadi nggak mau deket-deket kamu. Jorok!" godanya. Dalam hati Arga tertawa, ia merasa sena
"Arga, jangan hajar dia!"Pekikan Mery terdengar nyaring di telinga Arga, namun cowok itu tetap mengacuhkannya. Pukulan demi pukulan Arga daratkan di wajah cowok tadi, yang tidak lain adalah... Rendi? Mata Mery membulat, buru-buru ia menghampiri Arga yang sedang kalap. Dapat Mery lihat Arga tidak mau sedikitpun memberi waktu bagi Rendi membalas pukulannya. Melayangkan bogeman bertubi-tubi hingga darah segar menetes dari sudut bibir Rendi."Ga, udah! Kamu kenapa tiba-tiba hajar dia sih?! Dia nggak ngapa-ngapain aku, Ga!" lerai Mery sok tau, menarik ujung sweater cowok itu. Tapi, tidak digubris sama sekali.Sebenarnya, Mery bisa saja menyusup di tengah-tengah mereka. Namun ia takut malah jadi korban pukulan."Lo ngomong apa tadi bangsat? Ulang!" gertak Arga di sela pukulannya. Mata cowok itu penuh kilatan emosi menatap Rendi. "Lo sadar ucapan lo barusan itu bikin gue marah?! Lo sa
"Dan beberapa detik kemudian terdengar pengumuman bahwa mereka berada di ketinggian 38.000 kaki. Seolah semesta sedang mendukung keduanya saat ini."-Paracetalove-•••Kejadian itu berlangsung lumayan lama. Ketika Mery kehabisan napas barulah ia melepaskan bibirnya dari bibir Arga. Arga juga tidak tinggal diam, ia membalas ciuman Mery meski masih terkesan kaku.Kini, Mery menatap lekat mata Arga dengan tangan yang terkalung di leher cowok itu. Tangannya mengusap-ngusap pipi Arga pelan."Maafin aku ya?" lirih Mery. Pandangannya tak lepas sedikitpun dari mata Arga. Cowok itu sendiri tetap diam, membiarkan Mery melanjutkan ucapannya.
Keesokan harinyaa..."Ry, ayo bangunn. Kita sudah sampai," ucap Arga, setelah awak kabin pesawat mengumumkan bahwa seluruh penumpang diperbolehkan turun. Cowok itu menepuk pelan pipi Mery. Gadis itu tertidur pulas sembari bersandar di bahunya. Menimbulkan sedikit pegal tapi, itu bukan masalah untuk Arga.Mery bergumam khas orang bangun tidur. Lain halnya untuk Kevin, Arga telah membangunkan sahabatnya itu berkali-kali, namun Kevin tak kunjung bangun. Malah tidurnya semakin pulas."Udah lama ya sampainya?" tanya Mery, ia menegakkan punggung, mendapati banyak kursi telah kosong."Lumayan," sahut Arga. "Sekitar lima menitan.""Kenapa baru bangunin aku?" Mery cemberut.Arga tersenyum manis, senyum yang hanya ia ukir jika berhadapan dengan Mery. "Nggak tega. Kamu tidurnya pulas banget. Lagian turunnya pasti pake desak-desakkan. Jadi kita belakangan aja."Resp
Pukul satu siang, ketika Arga selesai menemani Mery makan di rumah gadis itu, Marina memintanya pergi ke rumah sakit untuk menemui seseorang.Dan kini, cowok itu sedang mengendarai mobil dengan kecepatan laju. Sebab, orang yang akan ditemuinya dalam keadaan darurat. Arga tidak mengerti, mengapa harus ia yang menemui orang itu? Mengapa harus ia yang membujuk orang itu agar melakukan apa pun? Memang, ia sudah terikat janji dengan Riko untuk menjaga orang itu. Namun, jika tahu keadaannya seperti ini Arga tidak akan pernah mau.Tiba di rumah sakit, Arga segera menuju kamar tempat orang itu dirawat. Sesampainya di sana ia mendapati Marina dan Dirga duduk di kursi tunggu. Ekspresi mereka sama, cemas. Terutama Marina. Wanita itu menangis, Dirga menenangkan seraya mengusap-ngusap bahunya.Dengan cepat, Arga menghampiri mereka. Cowok itu semakin heran apa yang terjadi barusan."Bun, kenapa?" tanya Arga. Marina mendonga
Mery mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil berwarna biru pemberian Arga, ia baru saja selesai mandi sore ini. Kini, gadis itu duduk di bibir kasur. Tubuh mungilnya masih terbalut bathrobe putih. Matanya menatap keluar jendela kamar.Lagi-lagi, perasaan sepi itu menghampiri Mery. Mengingat ia di rumah hanya sendiri. Tasya dan Raya memiliki kesibukan masing-masing sekarang. Tasya mengurus cafe milik papanya sementara Raya membantu menjalankan butik milik ibunya.Dan dirinya? Jangan ditanya lagi, ia sekarang berstatus pengangguran. Arga melarangnya bekerja seminggu ke depan. Cowok itu bilang akan mencarikan rumah sakit yang cocok untuknya bekerja.Tapi, nggak papa sih, Mery juga pengen leha-leha dulu, menikmati waktu liburnya dengan bermalas-malasan. Hehe;)Ting.Gawainya di nakas berbunyi, Mery mengambil benda pipih itu, ternyata chat masuk dari Arga.
Bersalah. Itu yang melanda hati Arga sekarang. Ia terlambat datang ke rumah Mery. Semua ini gara-gara Aileen yang sok mengulur waktu dan mengajaknya berbincang lebih lama.Jika bukan karena Marina Arga tidak akan pernah mau. Tapi, ia bisa apa? Ia tak pantas untuk menyalahkan siapa pun. Ia juga sudah terikat janji dengan Riko supaya menjaga Aileen. Sial! Benar-benar sial!Arga membunyikan klaksonnya, keadaan jalanan macet parah ditambah hujan yang begitu deras membuat Arga ingin marah. Belum lagi, bunyi klakson terdengar dari sana-sini, membuat telinganya terasa pengang.Ia juga telah menelpon Mery berulang kali, tetapi nomor gadis itu mendadak tidak aktif. Arga mengusap wajah gusar. "Shit!"Setengah jam kemudian, Arga berhasil keluar dari kemacetan itu. Ia segera melajukan mobilnya secepat mungkin menuju rumah Mery.Sesampainya di sana, Arga memakirkan mobilnya setelah satpam membukakan pagar.
Seorang gadis cantik melangkah terburu-buru di trotoar jalan, rambutnya berayun seiring langkah yang semakin cepat.Beruntung, langit memahami kondisi gentingnya saat ini. Tidak terlalu panas, tidak juga mendung. Cerah tapi berawan. Gadis itu tidak lain adalah Mery, dia terpaksa jalan kaki akibat bangun kesiangan pagi tadi. Alhasil, Mery tidak menemukan satu taksi pun yang bisa mengantarnya sampai ke rumah sakit yang menjadi tujuan pertamanya.Tak apa, jarak rumah sakit itu dan rumahnya juga tidak terlalu jauh. Mery pun memutuskan memesan transportasi online. Namun lagi, kesialan menimpanya. Mobil yang ia tumpangi tiba-tiba mengalami kebocoran ban. Dan memperbaikinya butuh waktu lumayan lama.Akibatnya, jalan kaki adalah pilihan terakhir Mery. Toh, rumah sakitnya juga tinggal beberapa meter lagi."Huh capek." N
"Mery, sudah siap?" tanya Arga yang berada di ambang pintu kamar mereka. Cowok itu sudah selesai bersiap-siap untuk menemani Mery check up sore ini."Belum, Ga. Tunggu bentar lagi." Mery mendelik sekilas Arga, tangannya sibuk memilah pakaian yang berjejer di kasur. Sesekali gadis itu mencocokkan bajunya di cermin. Lagi-lagi, Mery dibuat heran karena banyak dress kesukaannya menjadi terasa sesak saat dipakai. Padahal, sebagian dari dress itu baru ia beli minggu kemarin.Mery mendengus, satu lagi dress putih yang ia coba terasa sesak dibagian lengan. Ditambah bagian perutnya terlihat lebih menonjol. Sadar akan sesuatu, Mery membulatkan mata lalu memekik heboh. "HUWAA ARGA AKU GENDUTANNNN," teriaknya.
Mery menjilat bibir bawahnya ketika melihat isi kulkas, banyak sekali es krim, donat, pancake dan makanan dingin yang lain tersusun rapi di dalam sana. Ya, siapa lagi yang membelikannya kalo bukan Arga. Suaminya itu selalu menyiapkan persediaan makanan bahkan sebelum habis.Mery menyipitkan matanya sambil mengetuk telunjuk ke dagu, memilih makanan mana yang akan ia bawa ke ruang tamu. Semuanya tampak enak dan membangkitkan jiwa rakusnya. Rasanya Mery ingin membawa kulkasnya sekalian, jadi dia tidak perlu capek-capek bolak-balik ke ruang makan."Kamu mau yang mana sih, nak? Enak semua ini," tanya Mery sambil mengelus perutnya yang mulai membuncit. Ia terkikik, seolah bayi dalam perutnya bisa menjawab pertanyaanya.Efek ngidam membuat nafsu makannya melonjak. Bahkan, setiap jam Mery merasa lapar, ia ingin makan nasi lagi tapi takut perutnya yang sudah buncit ini makin tambah buncit. Sehingga Mery takut bayinya nanti kesesakan d
Hari yang ditunggu-tunggu tiba. Hari dimana dua insan yang saling mencintai akan hidup bersama melalui ikatan yang sah. Saling menyayangi. Saling menjaga apa pun keadaannya. Mereka adalah Mery dan Arga. Waktu bergulir begitu cepat. Perasaan, baru kemarin mereka bertemu di sekolah yang sama, lalu lama-kelamaan perasaan cinta perlahan tumbuh di hati keduanya. Dan hari ini, Mery mengambil keputusan untuk menerima Arga menjadi pasangan hidupnya. Dulu, Mery membenci cowok itu karena sifatnya yang begitu gengsi, dingin, galak, judes dan menyebalkan. Tapi sekarang, ia mencintai semua yang ada pada diri Arga. Toh, hati manusia tidak ada yang tahu, 'kan? Cinta Mery akan bertambah atau berkurang? Semua itu hanya diketahui oleh Tuhan. Yang pasti, Mery akan mencintai dan menyayangi Arga semampu dan setulus hatinya.
"Aku memang pengen punya pacar lagi. Tapi ceweknya kamu. Mau?"Deg. Perkataan itu sukses membuat Mery mematung di tempat. Pipinya bersemu merah bak kepiting rebus. Kedua sudut bibirnya bergetar menahan senyuman. Andai dia berada di kasur, Mery pasti guling-guling saking senangnya.Jantungnya sendiri? Jangan ditanya lagi. Jedag-jedug tidak karuan. Mery bungkam. Lidahnya dibuat kelu untuk mengucap satu kata pun."Mery. Mau nggak? Atau permintaan aku kurang jelas?" tanya Arga sebab Mery belum menjawab permintaannya.Dengan mata terpejam, Mery berbalik menatap Arga yang masih duduk. "Ih iya-iya! Aku mauuu!Aku mau kita balikannn!"Arga mengulum senyum melihat tingkah gadis itu. "Bukan balikan. Tapi jadi pacar aku lagi. Anggap kita nggak pernah jadi mantan. Setuju?""Kenapa gitu?" Mery membuka matanya."Karena... aku mau kita mulai awal yang baru. Dan ja
Mery mengecek sekali lagi penampilannya di cermin. Siang ini dia akan pergi ke studio milik Arga. Mery sangat berharap cowok itu mau diajak balikan olehnya. Nyaris satu bulan mereka memiliki kedekatan, namun statusnya hanya teman. Entah, Arga yang memang tidak ingin menjalin hubungan lagi dengannya atau dirinya yang terlalu banyak berharap.Akan tetapi, Mery tidak akan menyerah. Dia harus berusaha meraih hati Arga lagi meskipun rasanya susah."Oke, perfect!" gumam Mery. Senyum mengembang di wajah cantiknya. Gadis itu memakai rok sebatas lutut dan juga kaos.Di tengah kesibukannya memoles bedak, Aileen tiba-tiba muncul
Arga galau. Ia masih tak percaya hubungannya berakhir secepat ini. Apalagi dengan cara bertengkar hebat kemarin sore. Semalaman, cowok itu hanya bisa tidur kurang lebih dua jam. Selebihnya Arga menggunakan waktu tidurnya untuk melamun, sesekali memandangi kalung MeryDian di genggaman tangannya.Tidak sedikitpun Arga berniat menghubungi Mery, pasalnya ia ingin memberikan waktu gadis itu menenangkan diri.Mungkin, Mery benar. Mereka sudah tidak cocok lagi. Sehingga hubungan ini tidak pantas dilanjutkan.Arga meringkuk di kasurnya seperti orang kedinginan. Jangan katakan ia lemah. Karena cowok itu sekarang sedang,menangis dalam diam.☆☆☆Mery sesegukan. Setelah mendengar semua fakta yang diceritakan Marina tentang Aileen dan Arga. Gadis itu tak dapat menahan air matanya. Mery terguncang, sy
Mery terus berlari. Ia tak peduli pada Arga yang mengejar dan meneriaki namanya di belakang. Air mata gadis itu bercucuran. Ia bahkan tak segan menabrak bahu siapa pun yang menghalanginya.Tiba di luar apartemen, Mery semakin mempercepat langkahnya. Pandangannya memburam oleh air mata. Tanpa gadis itu sadari bahwa di depannya adalah jalan besar. Mery pun menerobos jalan itu dan ternyata..."MERY!!"Sempat mengira ia akan tetabrak, beruntung tangan Mery diraih cepat oleh Arga, sehingga tubuh cewek itu berakhir dalam dekapannya.Mery yang syok hanya pasrah ketika Arga memeluk lalu memarahinya."KAMU GILA?! KAMU HAMPIR AJA KETABRAK, RY!" tanya Arga membentak. "BISA NGGAK SIH KAMU NGGAK USAH LARI-LARI?! KALO AKU TELAT SEDIKIT AJA KAMU UDAH DITABRAK TRUK ITU, MERY!""Biarin! Biarin aku mati, Ga! Memang siapa
Jika hubungan yang tidak cocok terus dipaksakan, maka hanya akan menimbulkan kesakitan.•••Ada satu hal yang membuat Arga bisa menghembuskan napas lega sekarang, yaitu kabar bahwa Aileen diperbolehkan pulang. Meski begitu, Aileen belum pulih penuh. Ia masih butuh perawatan."Aku pulangnya kemana?" tanya Aileen pada Marina. Gadis itu duduk di kursi roda. Sementara Marina mengemas semua pakaian Aileen ke dalam tas miliknya. "Ke rumah tante?"Dipanggil seperti itu, Marina lantas menoleh. Ia tersenyum samar. "Hari ini kamu tinggal di apartemen kamu dulu ya. Besok baru deh kita tinggal bareng-bareng.""Bedua?"Marina menggeleng. Satu tangannya tergerak mengusap rambut Aileen. "Nambah satu lagi. Mery. Dia, 'kan adik kamu," ujarnya lembut.Aileen langsung membuang muka. Tidak suka.
Setidaknya, katakan jika kamu sudah bosan. Supaya aku tidak mengharapkan yang lebih lagi. Karena itu menyakitkan.-Ignore-•••Mery lelah.Bukan lelah batinnya saja, tapi hatinya lebih.Gadis itu menyandarkan punggung ke sandaran kursi bertepatan ketika mobil Dirga berhenti di depan pagar rumahnya.Dirga paham, Mery sedang kecewa. Ia tahu betapa sakitnya diabaikan oleh orang yang kita cinta secara perlahan."Ry," panggil Dirga.Sejurus kemudian Mery menoleh. Senyum paksa terukir di bibir mungilnya."Thanks udah nganterin, Kak," ucap Mery. Sebelum turun, dia melepas jaket Dirga namun ditahan oleh cowok itu."Pake aja, lagian masih gerimis. Jarak antara mobil gue sama teras rumah lo lumayan jauh tuh," titah Di