"HUWAAA KAK MERY. SYIFA NGGAK MAU KAK MERY PERGIII," rengek Syifa yang baru saja datang dengan berlari. Gadis berseragam SD itu langsung memeluk Mery.
Mery yang tadinya sibuk memasukkan koper dan barang-barang yang lain ke bagasi terpaksa berbalik kemudian membalas pelukan Syifa. Cewek bershall abu itu mengelus-ngelus punggung sahabatnya. "Cup-cup. Syifa jangan sedih. Kak Mery pasti pulang kok. Kak Mery kan juga punya nomor Syifa. Kita masih bisa kontek-kontekan. Oke?"
Bukannya menjawab, Syifa malah menggeleng dengan bibir mengerucut lucu. Gadis berkepang satu itu mengacungkan kelingkingnya. "Janji yaa."
"Janji," Mery membalas tautan kelingking Syifa. "Syifa mau dibeliin apa? Barang di Amerika nanti bagus-bagus lho. Nanti kakak kirim barangnya. Hmm?"
Setidaknya, jangan tiba-tiba menghilang tanpa alasan, karena itu lebih menyakitkan. -P a r a c e t a l o v e-•••Arga memakirkan motor di pekarangan rumahnya, cowok itu melepas helm kemudian menentengnya dengan satu tangan. Memasuki rumah yang di dominasi warna putih itu dengan tatapan yang lurus ke depan. Mata elangnya tak sedikit pun melirik ke arah sekitar atau ke arah Anggie yang jelas sekali sedang memotong buah di dapur.Anggie merasa ada yang aneh pada anaknya pun mengernyit heran, tak biasanya putranya itu bersikap menyerupai manekin hidup seperti itu. Dulu, kalau kesal ya diam saja, tapi kali ini benar-benar terlihat dingin dan menakutkan.Anggie oke saja jika putranya sedang dalam mode patah hati akibat ditinggal Mery. Namun, kalau reaksinya sampai separah itu Anggie jadi prihatin.
Ternyata kita tidak seperti yang dibayangkan. Tidak pula bahagia. Tidak juga kecewa. Namun, bergantung pada sebuah penjelasan yang tak kunjung datang. ••• Arga meringis pelan bersamaan itu matanya juga terpejam rapat, sesekali mengintip cewek yang tengah bersimpuh membersihkan lukanya menggunakan kapas dengan penuh kehati-hatian. Posisi mereka berbeda, Arga duduk di sofa. Sedangkan cewek itu bersimpuh di depan kakinya yang jenjang. Tak luput dari pandangan Arga, Aileen sesekali tercyduk, senyum-senyum nggak jelas seperti orang gila. "Pelan-pelan, goblok! Sakit!" Arga berucap kesal. Senyum Aileen memudar seketika. Arga sengaja melakukan semua itu, ia tahu Aileen sedang
5 Tahun kemudian...New York, Amerika Serikat. Seorang gadis cantik berpakaian serba putih, berdiri sembari memandangi sebuah foto berbingkai yang terpajang di nakas. Kebiasaan gadis itu jika hendak berangkat kerja atau bepergian meninggalkan apartemennya.Gadis itu adalah Mery Thevania. Setelah akhirnya Lima tahun menempuh pendidikan kedokteran di Amerika, Mery telah resmi menjadi dokter umum. Dan kini, Mery bekerja di salah satu rumah sakit terbesar di kota tersebut.Jika kalian bertanya-tanya, foto siapa yang tadi dipandangi gadis itu, jawabannya tentu saja Dian Sharga Aldizar.Ya, itu Arganya. Mery telah bertahun-tahun memendam rasa rindu pada cowok itu. Namun, ia tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Ia tidak ingin tersakiti kedua kali. Usai lima tahun lalu sering mendapat b
"Tenang, Aileen! Aku mohon tenangg. Kamu nggak sendiri, ada aku di sini..." Dirga berdiri di hadapan Aileen dengan was-was, akan menghindar jika Aileen nekat melempar barang yang menyakiti.Kini, depresi Aileen kambuh lagi. Menyebabkan emosinya sulit dikontrol. Kamar yang tadinya susah payah Dirga rapikan dibuat berantakan lagi oleh gadis itu."Bohong! Kamu pasti juga pergi! Kamu pasti ninggalin aku! Sama kaya mereka! Papa, Mama, Arga. Kalian semua pembohong!" teriak Aileen frustasi. Tangan gadis itu memegang sebuah vas bunga. Bersiap melemparnya tepat ke arah Dirga."TENANG, AILEEN!"Dirga melotot tajam tapi berusaha tenang. Perlahan maju mendekati Aileen. Matanya sesekali melirik vas bunga di tangan gadis itu. Kakinya dengan hati-hati melangkah agar terhindar dari serpihan kaca yang berserakan di lantai."Berhenti atau aku lempar kamu pakai ini?!" ancam Aileen mengacungkan vas bunganya, karen
"Kontrol, Ga Kontrol. Lo harus tenang, nggak boleh kelepasan," saran Kevin, uring-uringan di kasur Arga."Bacot! Keluar sana lo! Gue pengen sendiri!""Cuma gara-gara gagal sekali lagi nih ye, gimana sih lo?! Nggak gentle tau nggak kalo kata nenek gue?""Banyak omong! Keluar atau gue tendang lo?!" ancam Arga sembari melotot tajam. Cowok itu sedang duduk di sofa sembari menikmati sebotol minuman. Ya, setelah kehilangan jejak Mery tadi emosi Arga kembali memuncak dan tidak bisa di kontrol. Ia pun memilih melampiaskan amarahnya dengan marah-marah kepada Kevin."Ck, au ah. Bosen gue kalo lo udah mode on gini," sahut Kevin malas kemudian bangkit dari kasur Arga. Lebih baik dia ngemil keripik sambil nonton TV di ruang tamu. Daripada jadi bahan pelampiasan amarah cowok itu. Tiba di ambang pintu Kevin menatap Arga, tersenyum jahil. "Jikalau engkau butuh sesuatu, panggilah aku wahai kasih...""G
"Ka-kamu?" Wajah Mery memucat, gadis itu memundurkan langkahnya beberapa saat. Bahkan, mainan yang Mery pegang untuk menghibur Devan langsung terjatuh ke tanah. Mery spontan menutup mulutnya yang bergetar akibat menahan tangis. Perlahan, Arga mendekati Mery, reaksi tubuhnya masih sama seperti dulu. Jantungnya berdebar-debar dan hatinya yang mendadak menghangat. Arga menatap Mery dengan mata berkaca-kaca. Sayangnya, gadis itu menampilkan respon yang tak terduga sebelumnya oleh Arga. Mery malah melihatnya dengan rasa takut yang tidak bisa dimengerti oleh cowok itu.Sedangkan, Della masih menimbang-nimbang apa yang ingin ia lakukan. Wanita itu malah memandang Arga lamat-lamat. Arga tidak asing di matanya. Ia seperti pernah melihat cowok itu. Tapi dimana?
Arga duduk merenung di kursi dekat jendela kamar Kevin, yang langsung dihadapkan dengan pemandangan jalanan kota Manhattan. Tatapan cowok itu lurus ke depan, kedua tangannya terlipat di depan dada.Sejak berhasil membawa Mery ke sini, Arga mendadak merasa gundah, seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya tapi Arga tidak tahu apa. Ia merasa takut akan terjadi sesuatu pada hubungan mereka, ia juga takut tidak bisa mengontrol emosinya ketika berhadapan dengan Mery. Takut kelepasan berbuat kasar pada gadis itu.Tadi saja, ia bahkan harus membungkam mulut Mery dengan mulutnya, sebelum tangannya ini berhasil mendarati pipi Mery tanpa disadari. Arga akui, ia memang berubah menjadi pemarah semenjak ditinggal Mery. Namun, ia tidak ingin amarahnya itu sampai menyakiti orang yang ia sayangi.Apalagi Mery. Arga tidak akan pernah memaafkan dirinya, jika sampai gadis itu tersakiti karena emosinya yang sulit dikontrol.
Bukannya istirahat di rumah, Mery malah mengajak Arga jalan-jalan. Banyak cara yang gadis itu lakukan untuk membujuk Arga keluar. Salah satunya dengan merengek sambil bergelayut di lengan cowok itu sekarang. "Ih, boleh yaa. Seharian aku di rumah teruss. Bosen tauuuuu. Kalau jalan-jalan kan bisa lihat pemandangan luar. Main, beli es krim--""Es krim di kulkas aku penuh. Kamu tinggal pilih yang mana," Arga berucap datar. Sambil sibuk mengerjakan sesuatu di laptopnya.Bibir Mery mengerucut. "Nggak mau! Es krim kamu itu-itu aja." "Yaudah. Kita Delivery. Aku beliin semua jenis yang ada di tokonya sekalian," sahut Arga melirik Mery sekilas.
"Mery, sudah siap?" tanya Arga yang berada di ambang pintu kamar mereka. Cowok itu sudah selesai bersiap-siap untuk menemani Mery check up sore ini."Belum, Ga. Tunggu bentar lagi." Mery mendelik sekilas Arga, tangannya sibuk memilah pakaian yang berjejer di kasur. Sesekali gadis itu mencocokkan bajunya di cermin. Lagi-lagi, Mery dibuat heran karena banyak dress kesukaannya menjadi terasa sesak saat dipakai. Padahal, sebagian dari dress itu baru ia beli minggu kemarin.Mery mendengus, satu lagi dress putih yang ia coba terasa sesak dibagian lengan. Ditambah bagian perutnya terlihat lebih menonjol. Sadar akan sesuatu, Mery membulatkan mata lalu memekik heboh. "HUWAA ARGA AKU GENDUTANNNN," teriaknya.
Mery menjilat bibir bawahnya ketika melihat isi kulkas, banyak sekali es krim, donat, pancake dan makanan dingin yang lain tersusun rapi di dalam sana. Ya, siapa lagi yang membelikannya kalo bukan Arga. Suaminya itu selalu menyiapkan persediaan makanan bahkan sebelum habis.Mery menyipitkan matanya sambil mengetuk telunjuk ke dagu, memilih makanan mana yang akan ia bawa ke ruang tamu. Semuanya tampak enak dan membangkitkan jiwa rakusnya. Rasanya Mery ingin membawa kulkasnya sekalian, jadi dia tidak perlu capek-capek bolak-balik ke ruang makan."Kamu mau yang mana sih, nak? Enak semua ini," tanya Mery sambil mengelus perutnya yang mulai membuncit. Ia terkikik, seolah bayi dalam perutnya bisa menjawab pertanyaanya.Efek ngidam membuat nafsu makannya melonjak. Bahkan, setiap jam Mery merasa lapar, ia ingin makan nasi lagi tapi takut perutnya yang sudah buncit ini makin tambah buncit. Sehingga Mery takut bayinya nanti kesesakan d
Hari yang ditunggu-tunggu tiba. Hari dimana dua insan yang saling mencintai akan hidup bersama melalui ikatan yang sah. Saling menyayangi. Saling menjaga apa pun keadaannya. Mereka adalah Mery dan Arga. Waktu bergulir begitu cepat. Perasaan, baru kemarin mereka bertemu di sekolah yang sama, lalu lama-kelamaan perasaan cinta perlahan tumbuh di hati keduanya. Dan hari ini, Mery mengambil keputusan untuk menerima Arga menjadi pasangan hidupnya. Dulu, Mery membenci cowok itu karena sifatnya yang begitu gengsi, dingin, galak, judes dan menyebalkan. Tapi sekarang, ia mencintai semua yang ada pada diri Arga. Toh, hati manusia tidak ada yang tahu, 'kan? Cinta Mery akan bertambah atau berkurang? Semua itu hanya diketahui oleh Tuhan. Yang pasti, Mery akan mencintai dan menyayangi Arga semampu dan setulus hatinya.
"Aku memang pengen punya pacar lagi. Tapi ceweknya kamu. Mau?"Deg. Perkataan itu sukses membuat Mery mematung di tempat. Pipinya bersemu merah bak kepiting rebus. Kedua sudut bibirnya bergetar menahan senyuman. Andai dia berada di kasur, Mery pasti guling-guling saking senangnya.Jantungnya sendiri? Jangan ditanya lagi. Jedag-jedug tidak karuan. Mery bungkam. Lidahnya dibuat kelu untuk mengucap satu kata pun."Mery. Mau nggak? Atau permintaan aku kurang jelas?" tanya Arga sebab Mery belum menjawab permintaannya.Dengan mata terpejam, Mery berbalik menatap Arga yang masih duduk. "Ih iya-iya! Aku mauuu!Aku mau kita balikannn!"Arga mengulum senyum melihat tingkah gadis itu. "Bukan balikan. Tapi jadi pacar aku lagi. Anggap kita nggak pernah jadi mantan. Setuju?""Kenapa gitu?" Mery membuka matanya."Karena... aku mau kita mulai awal yang baru. Dan ja
Mery mengecek sekali lagi penampilannya di cermin. Siang ini dia akan pergi ke studio milik Arga. Mery sangat berharap cowok itu mau diajak balikan olehnya. Nyaris satu bulan mereka memiliki kedekatan, namun statusnya hanya teman. Entah, Arga yang memang tidak ingin menjalin hubungan lagi dengannya atau dirinya yang terlalu banyak berharap.Akan tetapi, Mery tidak akan menyerah. Dia harus berusaha meraih hati Arga lagi meskipun rasanya susah."Oke, perfect!" gumam Mery. Senyum mengembang di wajah cantiknya. Gadis itu memakai rok sebatas lutut dan juga kaos.Di tengah kesibukannya memoles bedak, Aileen tiba-tiba muncul
Arga galau. Ia masih tak percaya hubungannya berakhir secepat ini. Apalagi dengan cara bertengkar hebat kemarin sore. Semalaman, cowok itu hanya bisa tidur kurang lebih dua jam. Selebihnya Arga menggunakan waktu tidurnya untuk melamun, sesekali memandangi kalung MeryDian di genggaman tangannya.Tidak sedikitpun Arga berniat menghubungi Mery, pasalnya ia ingin memberikan waktu gadis itu menenangkan diri.Mungkin, Mery benar. Mereka sudah tidak cocok lagi. Sehingga hubungan ini tidak pantas dilanjutkan.Arga meringkuk di kasurnya seperti orang kedinginan. Jangan katakan ia lemah. Karena cowok itu sekarang sedang,menangis dalam diam.☆☆☆Mery sesegukan. Setelah mendengar semua fakta yang diceritakan Marina tentang Aileen dan Arga. Gadis itu tak dapat menahan air matanya. Mery terguncang, sy
Mery terus berlari. Ia tak peduli pada Arga yang mengejar dan meneriaki namanya di belakang. Air mata gadis itu bercucuran. Ia bahkan tak segan menabrak bahu siapa pun yang menghalanginya.Tiba di luar apartemen, Mery semakin mempercepat langkahnya. Pandangannya memburam oleh air mata. Tanpa gadis itu sadari bahwa di depannya adalah jalan besar. Mery pun menerobos jalan itu dan ternyata..."MERY!!"Sempat mengira ia akan tetabrak, beruntung tangan Mery diraih cepat oleh Arga, sehingga tubuh cewek itu berakhir dalam dekapannya.Mery yang syok hanya pasrah ketika Arga memeluk lalu memarahinya."KAMU GILA?! KAMU HAMPIR AJA KETABRAK, RY!" tanya Arga membentak. "BISA NGGAK SIH KAMU NGGAK USAH LARI-LARI?! KALO AKU TELAT SEDIKIT AJA KAMU UDAH DITABRAK TRUK ITU, MERY!""Biarin! Biarin aku mati, Ga! Memang siapa
Jika hubungan yang tidak cocok terus dipaksakan, maka hanya akan menimbulkan kesakitan.•••Ada satu hal yang membuat Arga bisa menghembuskan napas lega sekarang, yaitu kabar bahwa Aileen diperbolehkan pulang. Meski begitu, Aileen belum pulih penuh. Ia masih butuh perawatan."Aku pulangnya kemana?" tanya Aileen pada Marina. Gadis itu duduk di kursi roda. Sementara Marina mengemas semua pakaian Aileen ke dalam tas miliknya. "Ke rumah tante?"Dipanggil seperti itu, Marina lantas menoleh. Ia tersenyum samar. "Hari ini kamu tinggal di apartemen kamu dulu ya. Besok baru deh kita tinggal bareng-bareng.""Bedua?"Marina menggeleng. Satu tangannya tergerak mengusap rambut Aileen. "Nambah satu lagi. Mery. Dia, 'kan adik kamu," ujarnya lembut.Aileen langsung membuang muka. Tidak suka.
Setidaknya, katakan jika kamu sudah bosan. Supaya aku tidak mengharapkan yang lebih lagi. Karena itu menyakitkan.-Ignore-•••Mery lelah.Bukan lelah batinnya saja, tapi hatinya lebih.Gadis itu menyandarkan punggung ke sandaran kursi bertepatan ketika mobil Dirga berhenti di depan pagar rumahnya.Dirga paham, Mery sedang kecewa. Ia tahu betapa sakitnya diabaikan oleh orang yang kita cinta secara perlahan."Ry," panggil Dirga.Sejurus kemudian Mery menoleh. Senyum paksa terukir di bibir mungilnya."Thanks udah nganterin, Kak," ucap Mery. Sebelum turun, dia melepas jaket Dirga namun ditahan oleh cowok itu."Pake aja, lagian masih gerimis. Jarak antara mobil gue sama teras rumah lo lumayan jauh tuh," titah Di