Malam ini malam yang cerah, bulan menggantikan matahari sebagain penerang langit, dan bintang-bintang memenuhi langit malam sebagai hiasan yang indah. Obor-obor dinyalakan di tiang kayu di beberapa titik di desa, menerangi rumah-rumah dan jalan desa. Malam ini keempat anggota kelompok menjaga Desa Leheath dari empat sisi yang berbeda.
Lifnes menjaga sisi utara, Matahari Pagi di sisi timur, Arekh mengawasi sisi selatan, sementara Delthras berjaga di sisi barat desa. Masing-masing dari mereka ditemani oleh 4 orang prajurit penjaga desa, biarpun begitu para prajurit tahu bahwa kemampuan bertarung mereka berada jauh di bawah mereka berempat. Mereka di sini hanya untuk formalitas belaka, atau mungkin karena Amers yang memrintahkan mereka untuk menemani.
Angin dingin berhembus, membuat Delthras sedikit kedinginan. Sayangnya dia bukan keturunan naga penyembur api yang tahan dingin.
"Suasananya dingin ya, Tuan Delthras," ujar salah seorang prajurit pada dragonborn itu, cahaya bulan memantul pada peralatan pelindungnya yang sebenarnya bukan kualitas terbaik.
"Iya, ini cukup dingin untuk musim semi. Padahal beta harap cuaca bisa sedikit lebih hangat. Kalau selalu dingin begini mungkin kita perlu membuat api unggun sekalian," balasnya.
"Saya sih lebih memilih kalau desa kita segera dibuatkan pagar pembatas, Tuan Delthras. Selama ini masih ada hewan liar yang kadang menyerang kandang atau peternakan yang lolos dari penjagaan kita," ujar prajurit yang lain sambil memainkan tombaknya.
"Haha, itu kan baru hewan liar. Kalau ada monster yang mendadak menyerang desa baru kita bisa panik," balas Delthras dengan nada bercanda. Tawa para prajurit pecah saat mendengar candaan Delthras.
KRAK
Suara ranting patah terdengar dari arah barat, menghentikan tawa Delthras dan penjaga. Ada sesuatu yang mendekat, dan mereka langsung bersiaga kalau misalnya itu berbahaya bagi desa.
KRAK KRAK
Suara itu terdengar lagi, kali ini semakin mendekat ke arah desa. Delthras bersiap dalam posisi bertarung, sementara para prajurit mengacungkan tombak ke asal suara.
"Siapa di situ?" tanya Delthras.
Tidak ada yang menjawab, tapi beberapa detik kemudian sebuah sosok mulai terlihat di bawah cahaya bulan.
Itu adalah seorang perempuan dengan rambut hitam pendek yang mengenakan tunik berwarna coklat, mirip warna batang pohon. Ia membawa sebuah tongkat dan perisai kayu, dan juga dia terlihat membawa sebuah tas kecil berisi jamur di pinggangnya. Umurnya masih muda, sekali lihat saja mungkin hanya sekitar 20an tahun. Ekspresi wajahnya terlihat datar, dia tidak terlihat mengancam para prajurit ataupun terancam oleh mereka.
"Beta tanya sekali lagi, siapa kau?" Delthras mengulangi pertanyaannya.
Ekspresi wajah perempuan itu tidak berubah saat dia menjawab, "Aku? harusnya aku yang bertanya pada kalian, siapa kalian? Kalian kan yang pendatang di sini."
"Apa katamu?"
Pertanyaan Delthras berhenti sampai situ karena perempuan itu tidak juga menjawab. Setelah mereka berdua terdiam beberapa saat, Delthras memutuskan untuk bersuara.
"Nama beta Delthras Baltrin. Seorang penyihir Dragonborn yang menjaga Desa Leheath."
"Namaku Talika, aku hanya druid biasa yang tinggal di hutan ini," jawab perempuan itu.
"Druid, huh? Lalu ada urusan apa seorang druid mendatangi desa kami?"
"Tidak ada, aku hanya penasaran. Daerah ini selalu dipenuhi oleh peperangan selama bertahun-tahun, tdan tiba-tiba pertarungan itu berhenti dan baru-baru ini kalian mendirikan sebuah desa. Aku cuma penasaran apa yang terjadi dan memutuskan untuk melihat-lihat."
"Baru sekarang kau memutuskan untuk memeriksa desa kami? Perjanjian damainya sudah cukup lama berlalu."
"Aku ini hanyalah seorang penyendiri yang selalu diam di guaku. Aku tidak sadar kalau kalian mendadak berhenti bertarung, hanya saja belakangan ini banyak pemburu yang datang ke hutan. Jadi aku penasaran."
"Kau tinggal di gua? Beta tidak pernah mendengar ada orang yang tinggal di dalam gua di hutan."
"Oh ya? Padahal aku sudah tinggal di dalam hutan cukup lama lho. Sejak suku nomaden masih berperang melawan kerajaan, sejak aku masih dilatih oleh guruku aku sudah menjadi bagian dari hutan ini."
"Begitu? Kalau begitu beta ingin bertanya satu pertanyaan padamu."
"Apa yang mau kau tanyakan?"
"Apakah desa kami merupakan ancaman buatmu?" kali ini Delthras bertanya dengan nada yang lebih serius.
Pada penjaga juga sudah mulai siaga dengan tombak mereka, bersiap kalau misalnya perempuan di depan mereka berniat menyerang.
Perempuan itu tidak langsung menjawab. Awan berarak di langit menutupi sebagian bulan.
akhirnya Talika menjawab, "selama kalian tidak pergi terlalu jauh ke dalam hutan, aku tidak ada masalah. Tapi, jangan sampai kalian mengganggu jamur-jamurku."
"Jamur, katamu?" ujar Delthras kebingungan,
"Benar, aku menumbuhkan jamur di guaku dan di beberapa tempat di hutan. Jangan ambil sembarangan atau aku akan menyerang penduduk desa yang mengambilnya."
"Darimana kita bisa tau yang mana jamur milikmu?"
"Kalian pasti tahu kok, karena itu bukan jamur biasa," jawab Talika.
"Begitu, akan beta sampaikan pada para penduduk desa."
"Ah iya, ada satu lagi," ujar Talika dengan wajah seperti orang yang melupakan sesuatu.
"Apa lagi?" tanya Delthras.
"Sebentar lagi teman-teman druidku akan datang ke guaku. Karena sekarang sudah ada desa kalian kemungkinan besar mereka akan melewati desa kalian, jadi apa mungkin aku bisa minta tolong kalian untuk membiarkan teman-temanku lewat?"
"Selama mereka bisa menuruti aturan desa dan tidak membuat keributan di desa, kami tidak akan mengusir mereka dari desa," jawab Delthras.
"Begitu? Itu sudah cukup untukku. Baiklah, aku rasa aku sudah cukup mengamati kalian. Aku akan kembali ke hutan dulu untuk sekarang. Sampai bertemu lagi, penyihir dragonborn,."
Sesudah mengatakan itu, tubuh Talika perlahan berubah. Badannya perlahan mengecil, pakaian dan semua barang bawaannya juga melebur menjadi satu dengannya. Selain itu bulu burung juga tumbuh di seluruh tubuhnya.
Setelah transformasi itu selesai, Talika sudah berubah menjadi burung hantu. Tak perlu waktu lama, dia membentangkan sayapnya lalu terbang ke dalam kegelapan malam. Delthras dan para penjaga tidak bisa melepaskan mata mereka dari Talika sejak dia berubah hingga dia terbang tinggi ke langit.
Setelah terdiam beberapa saat, Delthras menghembuskan nafasnya.
"Hampir saja. Beta lega karena dia tidak berbuat apa-apa tadi."
"A-apa maksud anda Tuan Delthras?" tanya salah satu prajurit.
Delthras menoleh ke prajurit itu, "apa kau tidak menyadarinya? Druid tadi itu... dia lebih hebat daripada beta. Beta hanya perlu melihatnya saja sudah paham... Kalau dia mau, dia bisa mengalahkan beta dengan mudah, mungkin malah dia lebih kuat dari kami berempat."
Keempat prajurit di sekitarnya hanya bisa terdiam mendengar kata-kata Delthras. Apakah ini berarti mereka beruntung karena druid tadi adalah orang baik? Atau mungkin mereka perlu berhati-hati supaya tidak membuatnya marah?
Siang itu, para penduduk desa sedang membangun tembok kayu mengelilingi desa. Sebuah kemajuan setelah akhirnya semua penduduk sudah mendapat jatah lahan mereka masing-masing dan tentu saja bisa membangun rumah mereka, kini mereka bisa membangun tembok permanen di sekliling desa untuk lebih melindungi mereka.Suara kayu digergaji dan paku yang di palu bisa terdengar di hampir seluruh desa. Pandai besi dan pemotong kayu harus bekerja keras untuk bisa memenuhi kebutuhan bahan yang diperlukan untuk membangun tembok desa.Di tengah-tengah kesibukan ini, sebuah kereta kuda datang dari arah utara. Kereta kudanya terlihat berbeda dari kereta kuda biasa. Kuda-kuda yang menariknya terlihat sehat, kuat, dan terawat bagus. Sementara kereta kudanya memiliki hiasan yang cantik di atapnya. Terlihat jelas bahwa pemilik kereta ini adalah orang kaya, atau mungkin seorang bangsawan.Kereta kuda itu berhenti di depan kantor desa. Mansion yang dulu baru setengah dibangun, kini sudah selesai dibangun selur
Pagi ini Arekh mengumpulkan anggota party-nya di alun-alun desa. Mereka sedang mempersiapkan tas ransel untuk perbekalan bepergian. Matahari Pagi juga membawa peralatan untuk membuat obat dari tanaman herbal. Beberapa penduduk desa mengelilingi mereka, termasuk seorang pria tua yang masih terlihat berotot.“Baiklah, akan aku jabarkan rencananya sekali lagi,” ujar Arekh, “karena kemarin desa kita baru saja diserang monster, dan untuk mengantisipasi serangan monster berikutnya, kita akan menyisir daerah sekitar desa. Pertama-tama kita akan pergi ke selatan dan kita akan membasmi monster-monster di selatan. Setelah itu kita akan kembali ke desa, kemudian kita akan melakukan hal yang sama ke timur.”Omongan Arekh itu masuk akal. Tidak ada ancaman dari utara karena itu adalah arah kerajaan. Hutan di barat juga biarpun ada monsternya, tapi kebanyakan monster itu tidak pergi ke luar hutan. Mungkin yang keluar hutan hanya hewan-hewan liar yang penasaran. Berarti daerah yang harus mereka sisir
Matahari mulai condong ke ufuk barat ketika Arekh dan yang lainnya kembali ke Leheath. Sudah empat hari berlalu sejak mereka pergi menyisir daerah selatan. Para penjaga kota menyambut mereka dengan gembira.“Selamat datang kembali Tuan Arekh, Tuan Delthras, Nona Lifnes, dan Nona Matahari Pagi. Kami senang kalian semua berhasil kembali dengan selamat,” ujar salah satu penjaga.Arekh membalas sapaan penjaga itu, “bagaimana dengan desa selama kami pergi? Apa ada masalah?”Penjaga itu menggelengkan kepala, “tidak ada masalah sama sekali, Tuan Arekh. Kami berhasil menjaga desa dari serangan hewan buas. Hanya saja, ada seorang petualang yang datang dari timur, seorang druid.”“Oh, jarang sekali ada petualang yang mampir ke desa? Itu jarang sekali terjadi, apa ada masalah dengan druid itu?”“Tidak ada, Tuan Arekh. Si druid hanya keheranan karena ada desa baru di tempat yang sebelumnya Cuma padang rumput. Dia sempat mengunjungi bar sejenak, tapi tidak membuat masalah.”“Apa druid itu masih di
Pagi hari beberapa minggu setelah Arekh dan yang lainnya menemukan kota mati dengan piramida di pusatnya. Mereka sudah menyebarkan berita tentang adanya sebuah piramida yang belum terjamah ke kota-kota lain. Baik itu melalui permintaan misi yang dipasang di bar di kota lain, ataupun hanya sekadar berbagi kabar dengan pedagang lain.Di pagi yang cerah di tepi Kerajaan Rivala, desa kecil yang sebelumnya diacuhkan kini berubah menjadi sarang kegembiraan dan kegaduhan. Kabut tipis pagi masih menyelimuti atap-atap rumah yang terbuat dari jerami dan batu, namun semangat yang berkobar tidak bisa ditutupi. Suara keramaian mulai terdengar dari jalan-jalan setapak yang sempit, dihiasi oleh pedagang yang berteriak menawarkan perbekalan dan peralatan untuk para petualang yang berlalu lalang.Adventurer dari berbagai penjuru datang dengan baju zirah yang berkilauan dan senjata yang terhunus, berbaur dengan penduduk desa yang penasaran. Anak-anak desa berlarian di antara kaki-kaki kuda, tertawa ria
Fajar menyingsing di desa yang terlelap, cahaya merah muda dan oranye perlahan menari di atas atap rumah-rumah kayu. Kabut tipis menggantung rendah di atas ladang, dan suara ayam jantan berkokok memecah kesunyian pagi. Desa terpencil ini mulai terbangun.Tiba-tiba, dari tepi hutan, muncul sosok yang berjalan dengan langkah gontai. Itu adalah Ren, pemburu desa yang gagah berani, yang kemarin pergi berburu dan tidak kembali. Desas-desus tentang nasibnya telah menyebar, dan istrinya bahkan berdoa untuk keselamatannya di kuil desa.Busur dan tabung anak panahnya masih dia bawa di punggungnya. Langkah kakinya lambat, wajahnya yang biasanya terlihat penuh semangat itu kini lesu dan pucat. Seakan-akan sesuatu telah terjadi padanya ketika dia menghilang di hutan.Penjaga kota menyapanya santai ketika dia mendekat, “hey Ren apa kau tidak apa-apa? Kami semua khawatir ketika kau mendadak menghilang.”Ren tidak menjawab, tapi dia mengambil busur panahnya kemudian memanah si penjaga. Anak panah it
Kerajaan Rivala adalah sebuah kerjaan yang terletak di daerah selatan Benua Contena. Ujung selatan benua ini belum terpetakan karena daerah itu masih liar dan berbahaya untuk kebanyakan petualang. Mulai dari monster yang berbahaya hingga suku-suku barbarian yang nomaden memenuhi selatan kerajaan, bahkan Kerajaan Rivala sudah beberapa kali berperang dengan suku barbarian ini.Salah satu suku nomaden yang sudah beberapa kali kontak senjata dengan Kerajaan Rivala adalah Suku Leheath. Akan tetapi, itu semua adalah masa lalu. Pagi ini, di padang rumput di selatan Rivala, sejarah baru sedang ditulis.Sebuah sungai mengalir dari selatan hingga utara, pagi ini banyak orang berkumpul di lapangan luas di tepi sungai. Semua orang itu terlihat jelas terbagi dalam dua kelompok: satu kelompok adalah suku barbarian yang terlihat dari pakaian dari kulit hewan yang mereka kenakan, dan yang satu lagi adalah orang-orang yang lebih berbudaya dengan pakaian dari kain dan juga baju zirah, mereka adalah par
Beberapa hari berlalu sejak didirikannya Desa Leheath. Beberapa bangunan dari kayu sudah mulai dibangun, terutama bangunan-bangunan penting seperti bar, kandang ternak, dan gudang hasil pertanian. Sawah-sawah sudah dibuat di sisi selatan desa, di tepi sungai yang membelah desa ke utara. Bar juga berfungsi sebagai penginapan untuk para pendatang atau petualang dari luar desa nantinya. Tapi sekarang ini, bar digunakan sebagai tempat tinggal untuk empat petualang yang bertugas menjaga desa. Pagi ini, Arekh terlihat berlatih Halberd di luar bar. Ia mengayunkan senjatanya dengan teratur dan natural, seolah senjata itu sudah merupakan bagian dari tubuhnya sendiri. Ia mengayunkan senjatanya dari atas ke bawah, kiri ke kanan. Arekh berlatih sambil membayangkan ia melawan musuh imajiner. Ia belajar dari pengalaman sebelumnya sambil berpikir apakah dia bisa mengatasi lawannya dengan lebih efektif. Keringat menuruni dahinya saat Arekh memutuskan untuk menyudahi latihan. Ia mengambil minum dar
Malam itu suasana di bar lumayan ramai. Para penduduk desa akhirnya bisa bersantai sesudah bekerja keras seharian. Baik itu penebang kayu, pandai besi, atau pemotong kayu. Si Bartender sibuk menuangkan minuman ke dalam gelas-gelas, dan para penduduk desa tertawa di sela canda gurau.Diantara para penduduk desa yang sedang minum-minum itu, ada seseorang yang terlihat berbeda dari orang lain. Seorang beastman setengah manusia-setengah kucing, atau tabaxi sebutan dalam bahasa lokalnya, sedang memainkan sebuah gitar kecil dengan 10 senar.Matahari Pagi namanya, baju tunik warna birunya membawa sebuah ciri khas yang menunjukkan bahwa dia adalah seorang monk. Biarpun begitu, dia tetap memainkan gitar kecilnya dengan lihai, bagaikan seorang bard. Para penduduk desa di sekitarnya pun ikut menyanyi di tengah-tengah alunan gitarnya.Begitu Matahari selesai dengan lagunya, semua orang di sekitarnya langsung bertepuk tangan. Mereka semua menikmati alunan lagu sang Tabaxi. Matahari Pagi tersenyum