Beberapa hari berlalu sejak didirikannya Desa Leheath. Beberapa bangunan dari kayu sudah mulai dibangun, terutama bangunan-bangunan penting seperti bar, kandang ternak, dan gudang hasil pertanian. Sawah-sawah sudah dibuat di sisi selatan desa, di tepi sungai yang membelah desa ke utara.
Bar juga berfungsi sebagai penginapan untuk para pendatang atau petualang dari luar desa nantinya. Tapi sekarang ini, bar digunakan sebagai tempat tinggal untuk empat petualang yang bertugas menjaga desa.
Pagi ini, Arekh terlihat berlatih Halberd di luar bar. Ia mengayunkan senjatanya dengan teratur dan natural, seolah senjata itu sudah merupakan bagian dari tubuhnya sendiri. Ia mengayunkan senjatanya dari atas ke bawah, kiri ke kanan. Arekh berlatih sambil membayangkan ia melawan musuh imajiner. Ia belajar dari pengalaman sebelumnya sambil berpikir apakah dia bisa mengatasi lawannya dengan lebih efektif.
Keringat menuruni dahinya saat Arekh memutuskan untuk menyudahi latihan. Ia mengambil minum dari botol kulit dan meminumnya untuk menghapus dahaga.
“Pagi-pagi begini kau sudah rajin latihan ya?” ujar sebuah suara perempuan.
Ketika Arekh menoleh, ia melihat seorang perempuan paruh baya berambut panjang mendekati bar.
“ya, karena aku tidak punya kemampuan sihir sama sekali, dan aku harus siap menghadapi musuh seperti apa pun. Termasuk melawan musuh yang lebih kuat dariku. Karena itu, latihan setiap hari adalah hal yang wajar,” jawab Arekh sambil menyeka keringat.
“Aku merasa tenang kalau anak muda berbakat sepertimu yang melindungi kami,” lanjut perempuan itu.
Setelah itu, Arekh berpamitan kepada perempuan itu untuk berpatroli keliling desa. Sesekali angin memainkan jubah zirahnya. Sepanjang jalan, dia melihat rumah-rumah kayu yang sedang dibangun, walau masih ada juga warga yang tinggal di tenda.
Banyak warga desa yang sedang pergi berburu atau sedang menebang pohon di hutan. Mereka harus menghentikan gaya hidup nomaden mereka dan mulai belajar untuk hidup di satu tempat.
Salah satu bangunan yang sudah selesai dibangun adalah tempat penggergajian kayu. Letaknya ada di selatan desa, di tepi sungai. Sebuah roda kayu digerakkan oleh aliran sungai pada akhirnya memutar sebuah gergaji besi yang digunakan untuk memotong pohon yang sudah ditebang oleh penduduk desa.
Arekh menghampiri penggergajian kayu itu. Terlihat seorang pria sedang dengan hati-hati mendorong pohon yang baru ditebang ke gergaji yang sedang berputar.
“Anda pasti sedang sibuk ya?” tanya Arekh dengan santai.
Pria yang diajak bicara menghentikan pekerjaannya sebelum menjawa, “Ah Tuan Arekh. Iya, karena kami membutuhkan banyak kayu untuk membangun rumah-rumah, dan Tuan Amers juga mengatakan kalau dia ingin kita membuat perabotan kayu. Jadi, saat ini saya harus memotong banyak sekali pohon.”
“Tapi aku lihat rumah-rumahnya masih rumah sederhana, apalagi beberapa rumahnya tidak terlihat terlalu kokoh,” ujar Arekh.
“Anda tidak dengar soal ini ya? Tuan Amers memerintahkan kepada warga yang belum menerima pembagian tanah secara resmi untuk tidak membangun rumah yang permanen dulu, karena bisa jadi mereka harus pindah dan harus membongkar rumah mereka.”
Arekh baru ingat bahwa tanah ini memang tanah milik keluarga Boatrice, para penduduk di sini hanya mendapat ijin tinggal dan nantinya harus membayar pajak juga kepada tuan tanah. Mungkin ini juga sebabnya masih banyak warga yang tinggal di dalam tenda.
“Tapi paling tidak beberapa bangunan penting sudah dibangun ya? Seperti bar dan penggergajian kayu ini,” Arekh bertanya lagi.
“Itu benar, Tuan. Selain itu tempat pandai besi juga sudah dibangun dan sedang sibuk membuat panci dan barang-barang lain yang diperlukan.”
“Baiklah kalau begitu, aku tidak ingin mengganggu pekerjaanmu lebih lama. Lanjutkanlah,” ujar Arekh.
Si pemotong kayu itu pun kembali kepada kesibukan pekerjaannya. Baru saja Arekh akan meninggalkan penggergajian kayu, tapi beberapa orang laki-laki mendatangi penggergajian kayu sambil membawa pohon yang sudah ditebang.
“Ah, Tuan Arekh. Sedang berpatroli kah? Terima kasih anda mau repot-repot melakukannya. Kami merasa tenang kalau Anda yang menjaga desa ini,” ujar seorang pria dengan brewok tebal sambil meletakkan pohon yang dibawanya.
Arekh berusaha merendah dengan menjawab, “Tapi saya juga tidak sehebat itu.”
“Anda tidak perlu merendah, Tuan Arekh. Kami sudah mendengar cerita tentang Anda, sang Zirah Merah, dalam pertempuran melawan sekelompok hobgoblin.”
“Saya bukanlah satu-satunya petualang yang ikut bertarung dalam pertempuran itu,” Arekh masih berusaha merendah.
“Memang, tapi Anda satu-satunya yang selamat. Karena itulah kami merasa tenang. Kalau Anda yang melindungi kami, desa ini pasti bisa bertahan dari serangan monster.”
tiba-tiba terdengar suara riang anak kecil, terlihat dua orang anak laki-laki sedang bermain pedang-pedangan dengan pedang kayu di dekat penggergajian kayu.
“Hei kalian berdua, jangan main terlalu dekat dengan tempat penggergajian kayu, sudah ayah bilang kan kalau ini bahaya,” ujar pria yang tadi membawa kayu.
Salah seorang anak melihat halberd yang dibawa oleh Arekh, dan anak itu mendadak bersemangat.
“Waah, paman senjatanya keren! Boleh liat nggak? Apa nama senjatanya paman?” anak itu berteriak-teriak dengan semangat.
“Hei, jangan mengganggu Tuan Arekh.”
Arekh menggelengkan kepalanya, “Ah tidak apa-apa kok. Saya tidak keberatan menjawabnya.”
Arekh menoleh ke anak kecil itu saat menjawab, “Senjata ini namanya halberd. Keren kan? Senjata ini memang gabungan antara tombak dan kapak, karena itu senjata ini sangat berguna baik untuk menusuk ataupun untuk menebas lawan.”
“Kenapa paman tidak pakai pedang saja?” tanya anak yang satu lagi.
“Senjata ini punya kelebihan daripada pedang lho. Yang pertama dari jarak serangnya yang lebih jauh daripada pedang, dan seperti yang tadi sudah aku bilang, senjata ini sangat bagus untuk menebas dan menusuk. Beda dengan pedang yang tergantung dari pembuatannya bisa jadi cuma unggul di satu bidang saja.”
“Aku nggak ngerti tapi kayaknya keren!” ujar anak itu. Arekh hanya tersenyum mendengarnya.
“Dari mana paman belajar cara bertarung? Apa paman punya guru?” tanya anak satunya.
“Tidak, aku tidak punya guru yang mengajariku bertarung. Semua ilmu bertarungku aku pelajari sendiri. Sejak dulu aku selalu bisa langsung tau cara menggunakan sebuah senjata,” jawab Arekh.
“Tuan Arekh, sebenarnya saya juga ingin bertanya tentang simbol di jubah Anda, kalau Anda tidak keberatan,” ujar seorang pria.
Jubah Arekh yang menempel di zirahnya itu menutupi punggungnya hingga hampir ke mata kaki. Di jubah itu tergambar sebuah simbol: pedang yang bersilangan di depan gerbang kota yang ditutup.
“Ah jubah ini. Aku mendapatkannya sebagai bentuk terima kasih dari penduduk desa yang aku tolong dulu. Dia bilang ini adalah peninggalan almarhum ayahnya, dan simbol ini melambangkan kekuatan yang melindungi, dilambangkan dengan melindungi desa. Aku juga berharap semoga kekuatanku juga bisa untuk melindungi orang-orang. Karena itu, aku akan berusaha sekuat mungkin supaya tidak mengecewakan simbol ini.”
Malam itu suasana di bar lumayan ramai. Para penduduk desa akhirnya bisa bersantai sesudah bekerja keras seharian. Baik itu penebang kayu, pandai besi, atau pemotong kayu. Si Bartender sibuk menuangkan minuman ke dalam gelas-gelas, dan para penduduk desa tertawa di sela canda gurau.Diantara para penduduk desa yang sedang minum-minum itu, ada seseorang yang terlihat berbeda dari orang lain. Seorang beastman setengah manusia-setengah kucing, atau tabaxi sebutan dalam bahasa lokalnya, sedang memainkan sebuah gitar kecil dengan 10 senar.Matahari Pagi namanya, baju tunik warna birunya membawa sebuah ciri khas yang menunjukkan bahwa dia adalah seorang monk. Biarpun begitu, dia tetap memainkan gitar kecilnya dengan lihai, bagaikan seorang bard. Para penduduk desa di sekitarnya pun ikut menyanyi di tengah-tengah alunan gitarnya.Begitu Matahari selesai dengan lagunya, semua orang di sekitarnya langsung bertepuk tangan. Mereka semua menikmati alunan lagu sang Tabaxi. Matahari Pagi tersenyum
Pagi ini para penduduk desa sudah membangun rumah untuk sebagian besar penduduk. Sawah-sawah juga sudah mulai dibuat di tepi sungai di sisi utara kota. Beberapa penduduk juga menggembalakan hewan ternak mereka di padang rumput di luar kota.Lifnes, sang Centaur Perempuan dengan rambut pirang panjang, juga terlihat di daerah persawahan desa. Dengan sihirnya, ia menggerakkan tanah di sekitar sungai, membuat tanahnya melayang rendah di udara, kemudian membuangnya di samping. Setellah melakukannya beberapa kali, dia membuat sepetak sawah dan saluran irigasi yang mengalirkan air dari sungai ke sawah itu.Tiga orang petani perempuan menghampiri Lifnes.“Terima kasih Nona Lifnes, berkat anda, membuat sawah dan saluran irigasi menjadi lebih mudah,” ujar salah satu dari mereka, seorang perempuan berambut coklat.Lifnes tersenyum sebelum menjawab, “Ini bukan apa-apa kok, aku senang bisa membantu kalian. Omong-omong, kalian berencana menanam apa di sawah ini?”“Tuan Amers menyuruh kami untuk men
Pagi itu para penduduk sibuk memasukkan barang-barang ke dalam kotak-kotak, sebagian besar adalah pakaian tapi ada juga kerajinan tangan kecil yang dibuat dari kayu atau daun yang didapat dari hutan dekat desa. Kotak-kotak itu kemudian diangkut ke sebuah kereta kuda dengan kereta besar untuk mengangkut banyak barang.Amers berjalan menghampiri kereta kuda itu saat kotak terakhinya diangkat ke kereta. Setelan hitamnya yang rapi membuatnya terlihat mencolok di antara para penduduk desa.“Apa semua pakaian dan barang dagangan lainnya sudah diangkut?” tanyanya.“Sudah, Tuan Amers. Kuda-kuda juga sudah siap untuk perjalanan jauh ke desa lain,” jawab seseorang di samping kereta. Rambut pria itu diikat di belakang kepalanya.“Bagus kalau begitu,” sahut Amers, “seperti yang aku yakin sudah bisa kalian duga, desa kita tidak akan bisa bertahan hanya dengan bergantung pada kemampuan kita sendiri. Apalagi waktu panen juga masih lama, jadi kita perlu berdagang dengan desa lain untuk memenuhi kebut
Desa Leheath satu hari sesudah Arekh, Lifnes, dan Neca pergi berdagang ke desa tetangga. Para penduduk desa melakukan aktifitas seperti biasanya, baik itu pemburu atau pun petani. Salah seorang petani itu adalah seorang perempuan remaja yang membantu ibunya di sawah. Hal biasa yang dilakukan para wanita sementara pria pergi berburu.Saat gadis remaja itu sedang bekerja di ladang, mendadak wajahnya menjadi pucat dan dia terjatuh begitu saja.“Lety! Kau kenapa?” teriak sang Ibu panik ketika melihat anaknya terjatuh.Saat dia memeriksa dahi anaknya dia langsung merasa kalau anaknya mengalami demam tinggi.“Aku harus membawanya ke tabib,” ujar si Ibu sebelum menggendong putrinya kembali ke desa.Rumah tabib itu terlihat mencolok di antara rumah-rumah lain, terutama karena ada banyak pot tanaman obat memenuhi pekarangan depan rumahnya. Tabib Rootena adalah seorang perempuan tua yang sudah melewati jauh lebih banyak musim dingin daripada warga desa yang lain, walau begitu dia tetap terlihat
Malam ini malam yang cerah, bulan menggantikan matahari sebagain penerang langit, dan bintang-bintang memenuhi langit malam sebagai hiasan yang indah. Obor-obor dinyalakan di tiang kayu di beberapa titik di desa, menerangi rumah-rumah dan jalan desa. Malam ini keempat anggota kelompok menjaga Desa Leheath dari empat sisi yang berbeda.Lifnes menjaga sisi utara, Matahari Pagi di sisi timur, Arekh mengawasi sisi selatan, sementara Delthras berjaga di sisi barat desa. Masing-masing dari mereka ditemani oleh 4 orang prajurit penjaga desa, biarpun begitu para prajurit tahu bahwa kemampuan bertarung mereka berada jauh di bawah mereka berempat. Mereka di sini hanya untuk formalitas belaka, atau mungkin karena Amers yang memrintahkan mereka untuk menemani.Angin dingin berhembus, membuat Delthras sedikit kedinginan. Sayangnya dia bukan keturunan naga penyembur api yang tahan dingin."Suasananya dingin ya, Tuan Delthras," ujar salah seorang prajurit pada dragonborn itu, cahaya bulan memantul p
Siang itu, para penduduk desa sedang membangun tembok kayu mengelilingi desa. Sebuah kemajuan setelah akhirnya semua penduduk sudah mendapat jatah lahan mereka masing-masing dan tentu saja bisa membangun rumah mereka, kini mereka bisa membangun tembok permanen di sekliling desa untuk lebih melindungi mereka.Suara kayu digergaji dan paku yang di palu bisa terdengar di hampir seluruh desa. Pandai besi dan pemotong kayu harus bekerja keras untuk bisa memenuhi kebutuhan bahan yang diperlukan untuk membangun tembok desa.Di tengah-tengah kesibukan ini, sebuah kereta kuda datang dari arah utara. Kereta kudanya terlihat berbeda dari kereta kuda biasa. Kuda-kuda yang menariknya terlihat sehat, kuat, dan terawat bagus. Sementara kereta kudanya memiliki hiasan yang cantik di atapnya. Terlihat jelas bahwa pemilik kereta ini adalah orang kaya, atau mungkin seorang bangsawan.Kereta kuda itu berhenti di depan kantor desa. Mansion yang dulu baru setengah dibangun, kini sudah selesai dibangun selur
Pagi ini Arekh mengumpulkan anggota party-nya di alun-alun desa. Mereka sedang mempersiapkan tas ransel untuk perbekalan bepergian. Matahari Pagi juga membawa peralatan untuk membuat obat dari tanaman herbal. Beberapa penduduk desa mengelilingi mereka, termasuk seorang pria tua yang masih terlihat berotot.“Baiklah, akan aku jabarkan rencananya sekali lagi,” ujar Arekh, “karena kemarin desa kita baru saja diserang monster, dan untuk mengantisipasi serangan monster berikutnya, kita akan menyisir daerah sekitar desa. Pertama-tama kita akan pergi ke selatan dan kita akan membasmi monster-monster di selatan. Setelah itu kita akan kembali ke desa, kemudian kita akan melakukan hal yang sama ke timur.”Omongan Arekh itu masuk akal. Tidak ada ancaman dari utara karena itu adalah arah kerajaan. Hutan di barat juga biarpun ada monsternya, tapi kebanyakan monster itu tidak pergi ke luar hutan. Mungkin yang keluar hutan hanya hewan-hewan liar yang penasaran. Berarti daerah yang harus mereka sisir
Matahari mulai condong ke ufuk barat ketika Arekh dan yang lainnya kembali ke Leheath. Sudah empat hari berlalu sejak mereka pergi menyisir daerah selatan. Para penjaga kota menyambut mereka dengan gembira.“Selamat datang kembali Tuan Arekh, Tuan Delthras, Nona Lifnes, dan Nona Matahari Pagi. Kami senang kalian semua berhasil kembali dengan selamat,” ujar salah satu penjaga.Arekh membalas sapaan penjaga itu, “bagaimana dengan desa selama kami pergi? Apa ada masalah?”Penjaga itu menggelengkan kepala, “tidak ada masalah sama sekali, Tuan Arekh. Kami berhasil menjaga desa dari serangan hewan buas. Hanya saja, ada seorang petualang yang datang dari timur, seorang druid.”“Oh, jarang sekali ada petualang yang mampir ke desa? Itu jarang sekali terjadi, apa ada masalah dengan druid itu?”“Tidak ada, Tuan Arekh. Si druid hanya keheranan karena ada desa baru di tempat yang sebelumnya Cuma padang rumput. Dia sempat mengunjungi bar sejenak, tapi tidak membuat masalah.”“Apa druid itu masih di