Siang itu, para penduduk desa sedang membangun tembok kayu mengelilingi desa. Sebuah kemajuan setelah akhirnya semua penduduk sudah mendapat jatah lahan mereka masing-masing dan tentu saja bisa membangun rumah mereka, kini mereka bisa membangun tembok permanen di sekliling desa untuk lebih melindungi mereka.
Suara kayu digergaji dan paku yang di palu bisa terdengar di hampir seluruh desa. Pandai besi dan pemotong kayu harus bekerja keras untuk bisa memenuhi kebutuhan bahan yang diperlukan untuk membangun tembok desa.
Di tengah-tengah kesibukan ini, sebuah kereta kuda datang dari arah utara. Kereta kudanya terlihat berbeda dari kereta kuda biasa. Kuda-kuda yang menariknya terlihat sehat, kuat, dan terawat bagus. Sementara kereta kudanya memiliki hiasan yang cantik di atapnya. Terlihat jelas bahwa pemilik kereta ini adalah orang kaya, atau mungkin seorang bangsawan.
Kereta kuda itu berhenti di depan kantor desa. Mansion yang dulu baru setengah dibangun, kini sudah selesai dibangun seluruhnya. Kusir kereta kuda turun dari kursinya kemudian membukakan pintu kereta kuda.
Seorang perempuan berusia akhir 20-an tahun turun dari kereta kuda. Rambut pirang panjangnya diurai dengan indah. Ia mengenakan pakaian gaun biru yang indah dan sepatu hak tinggi. Wajah cantiknya sangat khas kecantikan seorang bangsawan.
Amers berjalan keluar dari mansion, menyambut perempuan itu.
“Kak Andrea, selamat datang. Aku sudah terima surat kakak. Bagaimana perjalanan kakak?”
Perempuan bernama Andrea itu menghela nafas panjang seolah lelah, “desa ini jauh sekali ya. Aku memang dengar kalau tempatnya ada di ujung teritori kerajaan, tapi aku tidak menyangka kalau tempatnya sejauh ini.”
“Bagaimana kalau kakak masuk dulu, biar kuminta pelayan membuatkan secangkir teh hangat khas daerah ini.”
“Oh? Aku harap rasanya enak.”
Amers kemudian mengantar kakaknya ke dalam mansion. Amers membawa kakaknya ke ruangan yang memang diperuntukkan untuk menjamu tamu. Sebuah meja kecil diletakkan di tengah ruangan dengan dua sofa panjang diletakkan di kedua sisi meja itu. Jendela ruangan dibiarkan terbuka untuk melihat pemandangan di luar.
Amers duduk berseberangan dengan Andrea, tak lama sesudah mereka berdua duduk, seorang pelayan membawakan dua cangkir kosong dan satu poci dengan motif bunga. Pelayan itu menuangkan teh ke masing-masing cangkir sebelum berjalan keluar ruangan.
“Jadi ini desa yang jadi wilayahmu? Lebih kecil dari yang aku duga,” ujar Andrea.
“Memang, tempatnya jauh dan wilayahnya sekarang masih kecil. Sebenarnya aku kaget kakak mau datang ke tempat seperti ini.”
“Aku hanya mau tahu bagaimana kamu mengurus tanah yang ayah berikan untukmu. Saudara dan keluarga ayah yang lain sudah mendapat tanah dan wilayah masing-masing. Pilihan yang tersisa hanya aku dan kamu, tapi ayah memilih kamu.”
“Apa kakak marah padaku? Ayah sendiri yang berpikiran kalau perempuan tidak bisa memimpin kota atau desa. Itu alasan ayah memilihku.”
“Huh, padahal kamu sendiri masih tidak punya pengalaman apa-apa. Aku punya lebih banyak pengalaman dibanding kamu.”
Sesudah mengatakan itu, Andrea meminum tehnya.
Sewaktu Amers dan Andrea sedang berbincang-bincang di dalam mansion, kusir kuda Andrea sedang menunggu di luar mansion.
Delthras berjalan mendekati kusir kuda itu, “beta ada informasi untuk Harpers, Roran.”
Kusir bernama Roran itu tersenyum kecil, “itu hal yang bagus. Sudah cukup lama kami tidak mendengar kabar darimu.”
“Bukannya bagus kalau tidak ada berita buruk? Sudahlah, beta ingin memberitahumu tentang seorang druid perempuan yang tinggal di hutan di barat.”
“Druid? Apa ada yang bahaya tentang druid itu?” tanya Roran.
“Namanya Talika. Beta tidak pernah mendengar tentang druid itu, beta juga sudah bertanya ke penduduk desa, dan tidak pernah ada yang tahu tentang druid manusia. Seorang druid lain yang mereka kenal dan pernah tinggal di hutan ini adalah seorang werebear.”
“Begitu... jadi dia orang baru di daerah ini? Kenapa kita harus peduli padanya?”
“Beta yakin dia orang yang kuat. Kalau dia mau, dia bisa saja menghancurkan desa ini dan beta tidak bisa menghalanginya. Masalahnya adalah kita tidak tahu apakah dia kawan atau lawan, beta kira kita harus waspada.”
Roran menggosok dagunya, “memang... selama kita tidak tahu motif seseorang, kita tidak bisa memanipulasi orang itu. Terima kasih untuk informasinya, akan kusampaikan pada anggota Harpers yang lain. Terus lakukan tugasmu di sini.”
“Beta mengerti.”
Mendadak Matahari Pagi muncul di belakang Delthras. Itu bukan karena sihir, tapi karena gerakannya saja yang cepat.
“Delthras, Arekh ingin kita berempat kumpul di selatan desa, nya.”
“Eh? Matahari Pagi? Kenapa Arekh memanggil kita?”
“Nanti dia akan jelaskan, sekarang kamu cepat pergi ke tempatnya Arekh. Aku akan memanggil Lifnes, nya.”
Sesudah mengatakan itu, Matahari Pagi berlari dengan cepat sehingga dia hanya terlihat seperti kelebatan saja.
Delthras langsung berlari secepatnya ke selatan Desa. Untuk sampai keselatan desa, Delthras harus keluar dari gerbang barat kemudian berlari ke selatan. Walaupun dia berangkat lebih dulu, tapi Matahari Pagi dan Lifnes tiba bersamaan dengannya di sisi selatan desa.
Arekh yang sudah menunggu mereka berkata, “aku senang kalian datang dengan cepat. Ada sesuatu yang harus kalian lihat.”
Arekh menunjuk ke selatan, dan mereka bisa melihat enam goblin sekitar 50 meter dari mereka sedang mendekati desa dengan perlahan.
“Cuma enam goblin saja, aku yakin mereka adalah scout dari kelompok besar mereka. Kalau mereka berniat mengintai kita, kemungkinan mereka berniat untuk menyerang desa ini,” ujar Arekh.
“Itu gak bisa dibiarkan, nya. Harus kita cegah mulai sekarang, nya.”
“Beta setuju. Kalau boleh, beta akan mulai menyerang sekarang.”
Arekh mengangguk, “boleh saja, Delthras. Matahari, cegah mereka melarikan diri sebelum kami mendekat.”
Dengan percaya diri Matahari Pagi menjawab, “serahkan padaku, nya.”
Begitu seleseai mengatakan itu, Matahari Pagi langsung berlari dengan cepat hingga dirinya hanya terlihat sekelebatan saja. Dalam waktu kurang dari 6 detik, dia sudah berada di belakang para goblin.
“Kalian kaget?” tanyanya sambil menghajar satu goblin.
Sesudah itu, Delthras mengumpulkan energi sihir. Tangan kanannya berpendar sedikit sebelum dia menembakkan sihirnya.
“Eldritch Blast!”
Sebuah energi sihir berwarna ungu gelap melesat keluar dari tangan Delthras, mengenai salah satu goblin dari jarak 50 meter jauhnya.
Arekh dan Lifnes berlari secepat mereka ke tempat para goblin, tapi mereka tidak cukup cepat. Goblin-goblin itu juga mulai menyerang Matahari Pagi, tapi Matahari Pagi masih sempat menghajar salah satu goblin. Delthras juga masih menembakkan satu Eldritch Blast lagi.
Begitu Arekh sampai ke tempat para goblin itu, dia menyerang dengan halberd-nya, dengan segera membunuh salah satu goblin. Lifnes menggunakan sihirnya untuk menyembuhkan Matahai Pagi.
Tidak butuh waktu lama bagi mereka berempat untuk menghabisi nyawa para goblin itu. Dengan ini, tidak ada informasi soal desa yang kembali ke kawanan goblin lain.
Pertarungan singkat itu tidak luput dari perhatian Amers dan Andrea. Mereka berdua berdiri di atas gerbang selatan, dari tempat penjaga biasanya mengawasi sisi luar kota.
“Kamu sepertinya sudah memilih orang-orang yang tepat untuk dipercayai ya, Amers,” ujar Andrea.
Amers tersenyum sambil membalas, “tentu saja kak. Aku yakin selama ada mereka, desa ini pasti akan aman.”
Pagi ini Arekh mengumpulkan anggota party-nya di alun-alun desa. Mereka sedang mempersiapkan tas ransel untuk perbekalan bepergian. Matahari Pagi juga membawa peralatan untuk membuat obat dari tanaman herbal. Beberapa penduduk desa mengelilingi mereka, termasuk seorang pria tua yang masih terlihat berotot.“Baiklah, akan aku jabarkan rencananya sekali lagi,” ujar Arekh, “karena kemarin desa kita baru saja diserang monster, dan untuk mengantisipasi serangan monster berikutnya, kita akan menyisir daerah sekitar desa. Pertama-tama kita akan pergi ke selatan dan kita akan membasmi monster-monster di selatan. Setelah itu kita akan kembali ke desa, kemudian kita akan melakukan hal yang sama ke timur.”Omongan Arekh itu masuk akal. Tidak ada ancaman dari utara karena itu adalah arah kerajaan. Hutan di barat juga biarpun ada monsternya, tapi kebanyakan monster itu tidak pergi ke luar hutan. Mungkin yang keluar hutan hanya hewan-hewan liar yang penasaran. Berarti daerah yang harus mereka sisir
Matahari mulai condong ke ufuk barat ketika Arekh dan yang lainnya kembali ke Leheath. Sudah empat hari berlalu sejak mereka pergi menyisir daerah selatan. Para penjaga kota menyambut mereka dengan gembira.“Selamat datang kembali Tuan Arekh, Tuan Delthras, Nona Lifnes, dan Nona Matahari Pagi. Kami senang kalian semua berhasil kembali dengan selamat,” ujar salah satu penjaga.Arekh membalas sapaan penjaga itu, “bagaimana dengan desa selama kami pergi? Apa ada masalah?”Penjaga itu menggelengkan kepala, “tidak ada masalah sama sekali, Tuan Arekh. Kami berhasil menjaga desa dari serangan hewan buas. Hanya saja, ada seorang petualang yang datang dari timur, seorang druid.”“Oh, jarang sekali ada petualang yang mampir ke desa? Itu jarang sekali terjadi, apa ada masalah dengan druid itu?”“Tidak ada, Tuan Arekh. Si druid hanya keheranan karena ada desa baru di tempat yang sebelumnya Cuma padang rumput. Dia sempat mengunjungi bar sejenak, tapi tidak membuat masalah.”“Apa druid itu masih di
Pagi hari beberapa minggu setelah Arekh dan yang lainnya menemukan kota mati dengan piramida di pusatnya. Mereka sudah menyebarkan berita tentang adanya sebuah piramida yang belum terjamah ke kota-kota lain. Baik itu melalui permintaan misi yang dipasang di bar di kota lain, ataupun hanya sekadar berbagi kabar dengan pedagang lain.Di pagi yang cerah di tepi Kerajaan Rivala, desa kecil yang sebelumnya diacuhkan kini berubah menjadi sarang kegembiraan dan kegaduhan. Kabut tipis pagi masih menyelimuti atap-atap rumah yang terbuat dari jerami dan batu, namun semangat yang berkobar tidak bisa ditutupi. Suara keramaian mulai terdengar dari jalan-jalan setapak yang sempit, dihiasi oleh pedagang yang berteriak menawarkan perbekalan dan peralatan untuk para petualang yang berlalu lalang.Adventurer dari berbagai penjuru datang dengan baju zirah yang berkilauan dan senjata yang terhunus, berbaur dengan penduduk desa yang penasaran. Anak-anak desa berlarian di antara kaki-kaki kuda, tertawa ria
Fajar menyingsing di desa yang terlelap, cahaya merah muda dan oranye perlahan menari di atas atap rumah-rumah kayu. Kabut tipis menggantung rendah di atas ladang, dan suara ayam jantan berkokok memecah kesunyian pagi. Desa terpencil ini mulai terbangun.Tiba-tiba, dari tepi hutan, muncul sosok yang berjalan dengan langkah gontai. Itu adalah Ren, pemburu desa yang gagah berani, yang kemarin pergi berburu dan tidak kembali. Desas-desus tentang nasibnya telah menyebar, dan istrinya bahkan berdoa untuk keselamatannya di kuil desa.Busur dan tabung anak panahnya masih dia bawa di punggungnya. Langkah kakinya lambat, wajahnya yang biasanya terlihat penuh semangat itu kini lesu dan pucat. Seakan-akan sesuatu telah terjadi padanya ketika dia menghilang di hutan.Penjaga kota menyapanya santai ketika dia mendekat, “hey Ren apa kau tidak apa-apa? Kami semua khawatir ketika kau mendadak menghilang.”Ren tidak menjawab, tapi dia mengambil busur panahnya kemudian memanah si penjaga. Anak panah it
Kerajaan Rivala adalah sebuah kerjaan yang terletak di daerah selatan Benua Contena. Ujung selatan benua ini belum terpetakan karena daerah itu masih liar dan berbahaya untuk kebanyakan petualang. Mulai dari monster yang berbahaya hingga suku-suku barbarian yang nomaden memenuhi selatan kerajaan, bahkan Kerajaan Rivala sudah beberapa kali berperang dengan suku barbarian ini.Salah satu suku nomaden yang sudah beberapa kali kontak senjata dengan Kerajaan Rivala adalah Suku Leheath. Akan tetapi, itu semua adalah masa lalu. Pagi ini, di padang rumput di selatan Rivala, sejarah baru sedang ditulis.Sebuah sungai mengalir dari selatan hingga utara, pagi ini banyak orang berkumpul di lapangan luas di tepi sungai. Semua orang itu terlihat jelas terbagi dalam dua kelompok: satu kelompok adalah suku barbarian yang terlihat dari pakaian dari kulit hewan yang mereka kenakan, dan yang satu lagi adalah orang-orang yang lebih berbudaya dengan pakaian dari kain dan juga baju zirah, mereka adalah par
Beberapa hari berlalu sejak didirikannya Desa Leheath. Beberapa bangunan dari kayu sudah mulai dibangun, terutama bangunan-bangunan penting seperti bar, kandang ternak, dan gudang hasil pertanian. Sawah-sawah sudah dibuat di sisi selatan desa, di tepi sungai yang membelah desa ke utara. Bar juga berfungsi sebagai penginapan untuk para pendatang atau petualang dari luar desa nantinya. Tapi sekarang ini, bar digunakan sebagai tempat tinggal untuk empat petualang yang bertugas menjaga desa. Pagi ini, Arekh terlihat berlatih Halberd di luar bar. Ia mengayunkan senjatanya dengan teratur dan natural, seolah senjata itu sudah merupakan bagian dari tubuhnya sendiri. Ia mengayunkan senjatanya dari atas ke bawah, kiri ke kanan. Arekh berlatih sambil membayangkan ia melawan musuh imajiner. Ia belajar dari pengalaman sebelumnya sambil berpikir apakah dia bisa mengatasi lawannya dengan lebih efektif. Keringat menuruni dahinya saat Arekh memutuskan untuk menyudahi latihan. Ia mengambil minum dar
Malam itu suasana di bar lumayan ramai. Para penduduk desa akhirnya bisa bersantai sesudah bekerja keras seharian. Baik itu penebang kayu, pandai besi, atau pemotong kayu. Si Bartender sibuk menuangkan minuman ke dalam gelas-gelas, dan para penduduk desa tertawa di sela canda gurau.Diantara para penduduk desa yang sedang minum-minum itu, ada seseorang yang terlihat berbeda dari orang lain. Seorang beastman setengah manusia-setengah kucing, atau tabaxi sebutan dalam bahasa lokalnya, sedang memainkan sebuah gitar kecil dengan 10 senar.Matahari Pagi namanya, baju tunik warna birunya membawa sebuah ciri khas yang menunjukkan bahwa dia adalah seorang monk. Biarpun begitu, dia tetap memainkan gitar kecilnya dengan lihai, bagaikan seorang bard. Para penduduk desa di sekitarnya pun ikut menyanyi di tengah-tengah alunan gitarnya.Begitu Matahari selesai dengan lagunya, semua orang di sekitarnya langsung bertepuk tangan. Mereka semua menikmati alunan lagu sang Tabaxi. Matahari Pagi tersenyum
Pagi ini para penduduk desa sudah membangun rumah untuk sebagian besar penduduk. Sawah-sawah juga sudah mulai dibuat di tepi sungai di sisi utara kota. Beberapa penduduk juga menggembalakan hewan ternak mereka di padang rumput di luar kota.Lifnes, sang Centaur Perempuan dengan rambut pirang panjang, juga terlihat di daerah persawahan desa. Dengan sihirnya, ia menggerakkan tanah di sekitar sungai, membuat tanahnya melayang rendah di udara, kemudian membuangnya di samping. Setellah melakukannya beberapa kali, dia membuat sepetak sawah dan saluran irigasi yang mengalirkan air dari sungai ke sawah itu.Tiga orang petani perempuan menghampiri Lifnes.“Terima kasih Nona Lifnes, berkat anda, membuat sawah dan saluran irigasi menjadi lebih mudah,” ujar salah satu dari mereka, seorang perempuan berambut coklat.Lifnes tersenyum sebelum menjawab, “Ini bukan apa-apa kok, aku senang bisa membantu kalian. Omong-omong, kalian berencana menanam apa di sawah ini?”“Tuan Amers menyuruh kami untuk men