Pagi ini para penduduk desa sudah membangun rumah untuk sebagian besar penduduk. Sawah-sawah juga sudah mulai dibuat di tepi sungai di sisi utara kota. Beberapa penduduk juga menggembalakan hewan ternak mereka di padang rumput di luar kota.
Lifnes, sang Centaur Perempuan dengan rambut pirang panjang, juga terlihat di daerah persawahan desa. Dengan sihirnya, ia menggerakkan tanah di sekitar sungai, membuat tanahnya melayang rendah di udara, kemudian membuangnya di samping. Setellah melakukannya beberapa kali, dia membuat sepetak sawah dan saluran irigasi yang mengalirkan air dari sungai ke sawah itu.
Tiga orang petani perempuan menghampiri Lifnes.
“Terima kasih Nona Lifnes, berkat anda, membuat sawah dan saluran irigasi menjadi lebih mudah,” ujar salah satu dari mereka, seorang perempuan berambut coklat.
Lifnes tersenyum sebelum menjawab, “Ini bukan apa-apa kok, aku senang bisa membantu kalian. Omong-omong, kalian berencana menanam apa di sawah ini?”
“Tuan Amers menyuruh kami untuk menanam tanaman yang penting seperti gandum dan tomat, tapi beliau juga meminta kami untuk menanam tanaman yang eksotis dan unik seperti lightfruit dan wonderroots.”
“Lightfruit dan wonderroots? Seingatku itu bukan bahan makanan yang paling enak sih, tapi desa-desa lain jarang menanamnya. Apa dia berniat menjadikan keduanya produk khas daerah ini ya?” Lifnes bertanya-tanya.
“Mungkin saja begitu, Tuan Amers sudah memikirkan banyak hal untuk desa ini.”
“Hmm, dia memang seperti itu sih orangnya. Aku sendiri merasa kita masih harus membuat lumbung di sini untuk persiapan panen nantinya. Dan secara pribadi, aku ingin kita juga mendirikan kuil untuk Dewi Chauntea, biarpun sepertinya itu masih lama untuk bisa diwujudkan.”
“Dewi Chauntea… sang Dewi Pertanian. Kami harap berkah dari Dewi Chauntea bisa memberikan panen yang melimpah. Kami tidak sabar untuk bisa mulai berdagang dengan desa lain,” ujar petani perempuan itu.
Raut wajah Lifnes seperti menyadari sesuatu, “Oh benar juga. Ini pertama kalinya kalian diam di satu tempat dan bertani ya?”
Petani berambut coklat itu mengangguk, “Benar, Nona Lifnes. Sebelumnya kami bergantung pada para pemburu kami sewaktu kami masih nomaden. Selain itu, suku kami selalu berada di tengah-tengah konflik, entah itu perang melawan suku lain atau melawan kerajaan.”
“Tenanglah, sekarang kalian tidak perlu cemas soal itu,” ujar Lifnes sambil tersenyum, “sekarang kalian sudah menjadi bagian dari kerajaan, dan tugas kami untuk melindungi kalian. Sekarang kalian sudah bisa hidup dengan tenang.”
“Anda benar Nona Lifnes, hidup damai seperti inilah yang selalu kami impikan.”
Setelah selesai membantu para petani perempuan, Lifnes berpamitan untuk memantau bagian sawah yang lain.
Tidak begitu lama kemudian, Lifnes sampai di peternakan milik seorang pria paruh baya. Pria itu terlihat sedang memperbaiki pagar yang rusak dengan paku dan palu di tangannya.
Lifnes menghampiri pria itu kemudian bertanya, “Permisi, apakah Anda sedang ada masalah?”
pria itu menoleh ke arahnya lalu menjawab, “Ah Nona Lifnes. Saya baru saja membuat pagar untuk peternakan saya kemarin, tapi pagi ini pagarnya sudah rusak. Mungkin ada babi hutan liar yang tidak tahu kalau di sini ada pagar dan menabraknya dengan keras.”
pagar yang dimaksud oleh pria itu memang terlihat rusak karena serangan hewan, serpihan kayu kecil juga berhamburan di tanah. Pria itu menaruh kayu yang masih bagus di samping serpihan kayu.
“Anda masih belum membuang serpihan kayunya, ya? Serpihan kayu ini masih dari pagar yang lama?” tanya Lifnes.
“Itu benar, Nona Lifnes. Memangnya kenapa?”
“Kalau begitu, saya bisa membantu anda memperbaikinya,” ujar Lifnes sambil mengacungkan tangannya ke pagar yang rusak.
Lifnes merapal sihir, serpihan-serpihan kayu itu bergerak pelan. Perlahan tapi pasti mereka melayang ke pagar yang rusak, menempati ruang yang kosong seolah-olah setiap potong kayu ingat di mana mereka sebelumnya. Sesudah sihirnya selesai, pagar itu sudah menempel kuat lagi seperti baru.
“Oh! Ini sihir yang sangat berguna, terima kasih banyak Nona Lifnes,” ujar pria itu berterima kasih.
Lifnes menjawab sambil tersenyum, “Ini bukan apa-apa. Omong-omong, hewan apa yang Anda ternakkan di sini?”
“Ah, hanya beberapa ekor sapi dan domba. Kalau peternakan ini cuma diserang babi hutan, saya tidak terlalu khawatir. Yang saya cemaskan adalah serigala.”
Mendadak terdengar suara ribut-ribut dari arah barat. Itu adalah arah hutan di luar kota, tempat para penebang kayu menebang pohon, dan juga hutan tempat para pemburu pergi berburu.
Setelah Lifnes melihat dengan seksama, dia bisa melihat sekelompok orang kembali ke arah desa, dilihat dari senjata yang mereka bawa mereka pasti pemburu. Kemungkinan, mereka adalah rombongan pemburu yang pergi tadi pagi buta. Akan tetapi, terlihat ada sesuatu yang aneh dari rombongan ini.
Salah satu dari mereka menggendong rusa yang mereka buru, tapi yang menarik perhatian Lifnes adalah dua orang pria yang tampak terluka, masing-masing berjalan sambil dibopong oleh seorang lain.
Lifnes langsung bergegas menghampiri rombongan itu, “Apa yang terjadi? Kenapa mereka terluka?”
“Kami diserang monster, Nona Lifnes. Untungnya kami berhasil kabur tapi mereka berdua terluka,” jawab seorang pria yang membopong rekannya.
“Cepat rebahkan mereka di tanah, biar aku obati mereka berdua!” perintah Lifnes dengan tegas.
Para pemburu iru menuruti omongan Lifnes, mereka merebahkan dua orang yang terluka dengan perlahan di atas rumput.
Lifnes memeriksa kondisi mereka sejenak, “Dia terluka meski tidak parah. Sementara orang ini,” Lifnes memeriksa pemburu yang satu lagi, “racun? Dia terkena racun monster. Untungnya bukan jenis racun yang terlalu mematikan. Aku bisa menyembuhkan mereka berdua.”
Lifnes merapal sihirnya sambil menyentuh pemburu yang pertama. Aliran energi sihir mengalir dari dirinya ke pria itu. Luka di tubuhnya menutup dengan cepat, pendarahan pun terhenti.
“Kau sudah sembuh seperti semula, berikutnya orang ini.”
Lifnes lagi-lagi merapal sihirnya, tapi kali ini sihir yang lain. Saat ia menyentuh pemburu yang terkena racun, energi sihirnya mengalir seperti sebelumnya. Hanya saja, kali ini efeknya berbeda. Sihirnya tidak menyembuhkan luka, tapi membuat pucat di wajah pemburu itu hilang.
“Sekarang racun di tubuhmu sudah hilang. Untunglah racunnya tidak terlalu kuat,” Lifnes bersyukur.
Kedua pemburu yang terluka tadi bangkit berdiri, wajah mereka tampak tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
“Luar biasa Nona Lifnes! Kami kira kami harus dibawa ke rumah tabib, tapi sepertinya itu tidak perlu. Terima kasih banyak Nona Lifnes!” ujar salah satu pemburu. Orang itu tetap menghujani Lifnes dengan ucapan terima kasih selama beberapa menit.
Lifnes memberi saran pada mereka untuk tidak pergi terlalu jauh atau ke tempat yang terlalu bahaya. Hutan di sini masih banyak yang belum diexksplorasi, jadi mereka tidak tahu bahaya apa yang bersembunyi di dalamnya.
Pagi itu para penduduk sibuk memasukkan barang-barang ke dalam kotak-kotak, sebagian besar adalah pakaian tapi ada juga kerajinan tangan kecil yang dibuat dari kayu atau daun yang didapat dari hutan dekat desa. Kotak-kotak itu kemudian diangkut ke sebuah kereta kuda dengan kereta besar untuk mengangkut banyak barang.Amers berjalan menghampiri kereta kuda itu saat kotak terakhinya diangkat ke kereta. Setelan hitamnya yang rapi membuatnya terlihat mencolok di antara para penduduk desa.“Apa semua pakaian dan barang dagangan lainnya sudah diangkut?” tanyanya.“Sudah, Tuan Amers. Kuda-kuda juga sudah siap untuk perjalanan jauh ke desa lain,” jawab seseorang di samping kereta. Rambut pria itu diikat di belakang kepalanya.“Bagus kalau begitu,” sahut Amers, “seperti yang aku yakin sudah bisa kalian duga, desa kita tidak akan bisa bertahan hanya dengan bergantung pada kemampuan kita sendiri. Apalagi waktu panen juga masih lama, jadi kita perlu berdagang dengan desa lain untuk memenuhi kebut
Desa Leheath satu hari sesudah Arekh, Lifnes, dan Neca pergi berdagang ke desa tetangga. Para penduduk desa melakukan aktifitas seperti biasanya, baik itu pemburu atau pun petani. Salah seorang petani itu adalah seorang perempuan remaja yang membantu ibunya di sawah. Hal biasa yang dilakukan para wanita sementara pria pergi berburu.Saat gadis remaja itu sedang bekerja di ladang, mendadak wajahnya menjadi pucat dan dia terjatuh begitu saja.“Lety! Kau kenapa?” teriak sang Ibu panik ketika melihat anaknya terjatuh.Saat dia memeriksa dahi anaknya dia langsung merasa kalau anaknya mengalami demam tinggi.“Aku harus membawanya ke tabib,” ujar si Ibu sebelum menggendong putrinya kembali ke desa.Rumah tabib itu terlihat mencolok di antara rumah-rumah lain, terutama karena ada banyak pot tanaman obat memenuhi pekarangan depan rumahnya. Tabib Rootena adalah seorang perempuan tua yang sudah melewati jauh lebih banyak musim dingin daripada warga desa yang lain, walau begitu dia tetap terlihat
Malam ini malam yang cerah, bulan menggantikan matahari sebagain penerang langit, dan bintang-bintang memenuhi langit malam sebagai hiasan yang indah. Obor-obor dinyalakan di tiang kayu di beberapa titik di desa, menerangi rumah-rumah dan jalan desa. Malam ini keempat anggota kelompok menjaga Desa Leheath dari empat sisi yang berbeda.Lifnes menjaga sisi utara, Matahari Pagi di sisi timur, Arekh mengawasi sisi selatan, sementara Delthras berjaga di sisi barat desa. Masing-masing dari mereka ditemani oleh 4 orang prajurit penjaga desa, biarpun begitu para prajurit tahu bahwa kemampuan bertarung mereka berada jauh di bawah mereka berempat. Mereka di sini hanya untuk formalitas belaka, atau mungkin karena Amers yang memrintahkan mereka untuk menemani.Angin dingin berhembus, membuat Delthras sedikit kedinginan. Sayangnya dia bukan keturunan naga penyembur api yang tahan dingin."Suasananya dingin ya, Tuan Delthras," ujar salah seorang prajurit pada dragonborn itu, cahaya bulan memantul p
Siang itu, para penduduk desa sedang membangun tembok kayu mengelilingi desa. Sebuah kemajuan setelah akhirnya semua penduduk sudah mendapat jatah lahan mereka masing-masing dan tentu saja bisa membangun rumah mereka, kini mereka bisa membangun tembok permanen di sekliling desa untuk lebih melindungi mereka.Suara kayu digergaji dan paku yang di palu bisa terdengar di hampir seluruh desa. Pandai besi dan pemotong kayu harus bekerja keras untuk bisa memenuhi kebutuhan bahan yang diperlukan untuk membangun tembok desa.Di tengah-tengah kesibukan ini, sebuah kereta kuda datang dari arah utara. Kereta kudanya terlihat berbeda dari kereta kuda biasa. Kuda-kuda yang menariknya terlihat sehat, kuat, dan terawat bagus. Sementara kereta kudanya memiliki hiasan yang cantik di atapnya. Terlihat jelas bahwa pemilik kereta ini adalah orang kaya, atau mungkin seorang bangsawan.Kereta kuda itu berhenti di depan kantor desa. Mansion yang dulu baru setengah dibangun, kini sudah selesai dibangun selur
Pagi ini Arekh mengumpulkan anggota party-nya di alun-alun desa. Mereka sedang mempersiapkan tas ransel untuk perbekalan bepergian. Matahari Pagi juga membawa peralatan untuk membuat obat dari tanaman herbal. Beberapa penduduk desa mengelilingi mereka, termasuk seorang pria tua yang masih terlihat berotot.“Baiklah, akan aku jabarkan rencananya sekali lagi,” ujar Arekh, “karena kemarin desa kita baru saja diserang monster, dan untuk mengantisipasi serangan monster berikutnya, kita akan menyisir daerah sekitar desa. Pertama-tama kita akan pergi ke selatan dan kita akan membasmi monster-monster di selatan. Setelah itu kita akan kembali ke desa, kemudian kita akan melakukan hal yang sama ke timur.”Omongan Arekh itu masuk akal. Tidak ada ancaman dari utara karena itu adalah arah kerajaan. Hutan di barat juga biarpun ada monsternya, tapi kebanyakan monster itu tidak pergi ke luar hutan. Mungkin yang keluar hutan hanya hewan-hewan liar yang penasaran. Berarti daerah yang harus mereka sisir
Matahari mulai condong ke ufuk barat ketika Arekh dan yang lainnya kembali ke Leheath. Sudah empat hari berlalu sejak mereka pergi menyisir daerah selatan. Para penjaga kota menyambut mereka dengan gembira.“Selamat datang kembali Tuan Arekh, Tuan Delthras, Nona Lifnes, dan Nona Matahari Pagi. Kami senang kalian semua berhasil kembali dengan selamat,” ujar salah satu penjaga.Arekh membalas sapaan penjaga itu, “bagaimana dengan desa selama kami pergi? Apa ada masalah?”Penjaga itu menggelengkan kepala, “tidak ada masalah sama sekali, Tuan Arekh. Kami berhasil menjaga desa dari serangan hewan buas. Hanya saja, ada seorang petualang yang datang dari timur, seorang druid.”“Oh, jarang sekali ada petualang yang mampir ke desa? Itu jarang sekali terjadi, apa ada masalah dengan druid itu?”“Tidak ada, Tuan Arekh. Si druid hanya keheranan karena ada desa baru di tempat yang sebelumnya Cuma padang rumput. Dia sempat mengunjungi bar sejenak, tapi tidak membuat masalah.”“Apa druid itu masih di
Pagi hari beberapa minggu setelah Arekh dan yang lainnya menemukan kota mati dengan piramida di pusatnya. Mereka sudah menyebarkan berita tentang adanya sebuah piramida yang belum terjamah ke kota-kota lain. Baik itu melalui permintaan misi yang dipasang di bar di kota lain, ataupun hanya sekadar berbagi kabar dengan pedagang lain.Di pagi yang cerah di tepi Kerajaan Rivala, desa kecil yang sebelumnya diacuhkan kini berubah menjadi sarang kegembiraan dan kegaduhan. Kabut tipis pagi masih menyelimuti atap-atap rumah yang terbuat dari jerami dan batu, namun semangat yang berkobar tidak bisa ditutupi. Suara keramaian mulai terdengar dari jalan-jalan setapak yang sempit, dihiasi oleh pedagang yang berteriak menawarkan perbekalan dan peralatan untuk para petualang yang berlalu lalang.Adventurer dari berbagai penjuru datang dengan baju zirah yang berkilauan dan senjata yang terhunus, berbaur dengan penduduk desa yang penasaran. Anak-anak desa berlarian di antara kaki-kaki kuda, tertawa ria
Fajar menyingsing di desa yang terlelap, cahaya merah muda dan oranye perlahan menari di atas atap rumah-rumah kayu. Kabut tipis menggantung rendah di atas ladang, dan suara ayam jantan berkokok memecah kesunyian pagi. Desa terpencil ini mulai terbangun.Tiba-tiba, dari tepi hutan, muncul sosok yang berjalan dengan langkah gontai. Itu adalah Ren, pemburu desa yang gagah berani, yang kemarin pergi berburu dan tidak kembali. Desas-desus tentang nasibnya telah menyebar, dan istrinya bahkan berdoa untuk keselamatannya di kuil desa.Busur dan tabung anak panahnya masih dia bawa di punggungnya. Langkah kakinya lambat, wajahnya yang biasanya terlihat penuh semangat itu kini lesu dan pucat. Seakan-akan sesuatu telah terjadi padanya ketika dia menghilang di hutan.Penjaga kota menyapanya santai ketika dia mendekat, “hey Ren apa kau tidak apa-apa? Kami semua khawatir ketika kau mendadak menghilang.”Ren tidak menjawab, tapi dia mengambil busur panahnya kemudian memanah si penjaga. Anak panah it