Desa Leheath satu hari sesudah Arekh, Lifnes, dan Neca pergi berdagang ke desa tetangga. Para penduduk desa melakukan aktifitas seperti biasanya, baik itu pemburu atau pun petani. Salah seorang petani itu adalah seorang perempuan remaja yang membantu ibunya di sawah. Hal biasa yang dilakukan para wanita sementara pria pergi berburu.
Saat gadis remaja itu sedang bekerja di ladang, mendadak wajahnya menjadi pucat dan dia terjatuh begitu saja.
“Lety! Kau kenapa?” teriak sang Ibu panik ketika melihat anaknya terjatuh.
Saat dia memeriksa dahi anaknya dia langsung merasa kalau anaknya mengalami demam tinggi.
“Aku harus membawanya ke tabib,” ujar si Ibu sebelum menggendong putrinya kembali ke desa.
Rumah tabib itu terlihat mencolok di antara rumah-rumah lain, terutama karena ada banyak pot tanaman obat memenuhi pekarangan depan rumahnya. Tabib Rootena adalah seorang perempuan tua yang sudah melewati jauh lebih banyak musim dingin daripada warga desa yang lain, walau begitu dia tetap terlihat muda untuk ukuran perempuan seusianya, dengan rambut hitam yang indah tergerai sebahu. Rootena sendiri mengklaim kalau ini adalah akibat tanaman obat yang sering dia konsumsi.
“Tabib Rootena, tolong Lety! Dia mendadak jatuh pingsan!” seru sang Ibu dengan suara panik.
“Baringkan dia di dipan!” perintah Rootena.
Sesudah Lety dibaringkan di dipan kayu, Rootena memeriksa suhu tubuhnya. Ia lalu dengan sigap mengambil dua daun tanaman obat, kemudian menggerusnya dengan peralatan yang dia miliki. Setelah itu dia merebus daun yang sudah digerus itu di atas perapian kecil.
Rootena kemudian menghampiri Lety sambil membawa obat yang sudah dimasukkan ke dalam gelas.
“Minumlah,” perintahnya dengan singkat.
Lety menurut, dia meminum obat yang pahit itu dengan perlahan.
“Dia perlu tidur di sini semalam, aku akan mengawasi kondisinya. Kalau obatnya berjalan, dia akan kembali sehat besok,” ujar Tabib Rootena.
Sang ibu yang mendengarnya mulai merasa tenang.
Hari sudah berganit, tapi kondisi Lety bukannya membaik, tapi malah bertambah parah. Sejak semalaman Rootena sudah membuat beberapa macam obat yang berbeda, tapi tidak ada yang bisa menyembuhkan Lety.
Malah sekarang Lety mengeluh kalau pandangannya mulai memutih, seolah-olah dia melihat dari balik kabut putih. Padahal, tidak ada kabut putih di manapun. Selain itu bola matanya juga mulai berubah, secara perlahan matanya mulai berubah memutih.
Rootena yakin apa penyakit Lety, masalahnya adalah dia tidak punya obat untuk menyembuhkannya.
Karena itu dia pergi ke bar. Karena di sanalah dua orang yang bisa dia mintai tolong sedang sarapan. Kebetulan Matahari Pagi dan Delthras sedang menyantap makanan mereka di salah satu meja bar.
“Jadi, karena itulah aku meminta bantuan kalian,” ujar Rootena setelah menceritakan kejadian yang terjadi pada Lety.
“Matanya mulai memutih, nya? Penyakit apa yang bisa membuatnya jadi begitu?” tanya Matahari.
Rootena menghela nafas sebelum menjawab, “Itu adalah penyakit sihir yang langka. Penyakit itu akan membuat penglihatan penderitanya semakin lama semakin memburuk, kalau tidak diobati dengan segera, dia bisa buta.”
“Apa? Kalau begitu kita harus segera mengobatinya!” seru Delthras.
“Makanya tadi aku bilang aku butuh bantuan kalian,” ujar Rootena sambil membuka secarik kertas di atas meja, “ini adalah Tangan Lumina, tanaman langka ini adalah satu-satunya obat untuk penyakit ini. Karena Nona Lifnes tidak ada di desa, hanya tanaman ini harapan kita untuk menyembuhkan Lety.”
di secarik kertas itu tergambar sketsa tanaman obat lengkap dengan catatan tentang ciri khasnya, daunnya yang bersinar di kegelapan.
“Aku mengerti, jadi kamu ingin kami untuk pergi mencari tanaman obat ini, nya?” tanya Matahari Pagi, menanyakan hal yang sudah jelas.
“Lalu? Di mana tanaman itu bisa ditemukan?” kali ini Delthras yang bertanya.
Rootena berpikir sejenak, mencoba mengingat sebelum menjawab, “Aku hanya pernah mendengar rumornya, tapi tanaman itu bisa ditemukan di hutan di barat desa. Di sebuah tempat yang tidak tersentuh cahaya matahari.”
“Aku paham, nya! Berarti aku harus pergi ke hutan itu dan mencari tanaman obat ini secepat mungkin, nya.”
“Kau mau pergi sendirian? Beta pikir sebaiknya beta juga ikut mencarinya.”
“Tapi aku lebih cepat darimu, dan kita harus cepat mencari tanaman obat ini, nya. Lagipula tadi Rootena bilang kalau tanaman obat ini ada di tempat gelap kan? Mataku ini bisa melihat dalam gelap, beda dengan kalian, nya.”
“Tapi beta tidak bisa diam saja di sini.”
“Tidak apa, lagipula salah satu dari kita harus menjaga desa. Kalau kita berdua pergi, lalu siapa yang akan menjaga desa, nya?”
Delthras tidak bisa membalas argumen Matahari Pagi. Jadi dia diam saja di bar, sementara Matahari Pagi mengambil kertas sketsa tanaman kemudian bergegas pergi ke luar kota.
Sebagai seorang monk dan juga seorang tabaxi, kecepatan lari Matahari Pagi memang jauh lebih cepat dari orang lain. Dengan segera, dia sudah berada di luar desa dan segera memasuki hutan di barat.
Pepohonan tinggi yang monoton memenuhi hutan, dedaunan yang lebat hanya menyisakan sedikit saja celah untuk ditembus oleh cahaya matahari. Rerumputan dan bunga tumbuh di tanah, tapi tempat yang sering dilewati hewan liar terbuka cukup lebar untuk dilewati. Hutan ini adalah salah satu tempat para pemburu Leheath pergi berburu, tapi selain dihuni oleh hewan biasa, hutan ini juga dipenuhi oleh monster.
“Mungkin seharusnya kita cepat-cepat melakukan ekspedisi ke dalam hutan ini, supaya kita tahu tempat yang aman buat penduduk atau bukan, nya.”
walau begitu, hal itu bukanlah prioritas utama Matahari Pagi saat ini. Sekarang dia harus cepat mencari tanaman obat.
Ia dengan cepat menyusuri hutan, mencari-cari di mana kira-kira tanaman itu berada. Hanya saja dia mengalami masalah, dia bukanlah penduduk lokal daerah ini dan hutan ini masih asing baginya. Bagaimana caranya dia mencari tempat yang tidak disinari oleh matahari?
Semakin jauh dia berlari, rasanya seperti semakin masuk ke tengah hutan, tapi selain kelompok rusa, kelinci, dan satu atau dua monster, dia masih tidak menemukan yang dia cari.
“Aaah. Aku masih tidak menemukan di mana Tangan Lumina itu? Bagaimana ini? Hari sudah semakin siang, apa jadinya kalau aku tidak bisa menemukannya hari ini?”
“Apa? Kau sedang mencari Tangan Lumina?”
Matahari Pagi dikagetkan oleh suara itu, suaranya nyaring dan terdengar seperti suara anak kecil. Tapi mana mungkin ada anak kecil di dalam hutan ini?
Matahari Pagi menoleh, dan dia melihat satu makhluk kecil sedang terbang tak jauh darinya. Seorang peri.
“Apa? Apa kau tahu di mana Tangan Lumina, nya?”
Peri itu tertawa kecil sebelum menjawab, “Aku tahu. Memangnya kenapa?”
“Beri tahu aku di mana tempatnya! Ada seseorang yang sedang butuh tanaman obat itu!”
“Hm… kasih tau nggak yaaa?” ujar si Peri itu dengan nada nakal.
“Tolonglah! Kalau kamu tahu, beritahu aku, nya!”
“haduh, kok memaksa sih. Lagipula, apa untungnya buatku membantumu? Hm… oh iya! Bagaimana kalau kita bermain. Kalau kamu menang, akan aku beritahu di mana tempatnya.”
Sifat nakal dan suka bermain si Peri ini mulai keluar. Sebenarnya Matahari Pagi tidak kaget kalau bangsa peri suka iseng dan bermain-main, hanya saja mereka biasanya suka menipu korbannya. Tapi kali ini, Matahari Pagi tidak punya pilihan lain.
“Baiklah, kita main apa?”
Peri itu tersenyum nakal lalu menjawab, “Teka-teki. Aturannya gampang: aku akan beri kamu sebuah teka-teki, kamu punya tiga kesempatan menjawab. Kalau kamu bisa menjawab sekali saja kamu menang. Kalau tidak, berarti aku yang menang.”
“Aku terima, apa teka-tekimu?”
“Apa yang harus kamu pegang sesudah kamu berikan ke orang lain?”
Harus kamu pegang sesudah kamu berikan pada orang lain? Matahari Pagi berpikir keras, sebelum menjawab.
“Gelang?”
“Salah.”
“Cincin pernikahan?”
“Itu juga salah. Kamu punya satu kesempatan lagi.”
Matahari Pagi berusaha berpikir lebih keras, kemudian menjawab, “Ilmu yang berguna.”
“Salah lagi. Jawabannya adalah… janji. Hehehe.”
Peri itu tertawa setelah memberitau jawabannya, seolah senang dia telah menang. Setelah itu si Peri perlahan terbang menjauh.
“Kaerna kamu kalah, aku tidak harus menjawab pertanyaanmu, jadi sampai jum-.”
“Tunggu! Giliranku masih belum nya!” Matahari Pagi memotong omongan peri.
“Hah? Apa maksudmu? Giliran apa?”
“Ini permainan kan? Berarti harusnya aku juga punya kesempatan untuk memberimu pertanyaan. Kalau kamu tidak bisa menjawab, berarti aku yang menang.”
Peri itu tersenyum tertantang, “Hoo. Kamu kira kamu bisa menang teka-teki dariku? Boleh juga. Berikan teka-tekimu.”
“Aku hidup tanpa menghembuskan nafas, tubuhku dingin seperti mati, terbungkus dalam zirah tanpa logam, selalu minum tapi tak pernah haus. Apakah aku?”
“Hm… hewan yang mati di air.”
“Salah.”
“Patung di tengah hujan.”
“Juga salah. Sekarang kamu cuma punya satu kesempatan.”
“Katak peliharaan penyihir.”
“Itu juga salah. Jawabannya adalah ikan.”
“Tidak kusangka aku kalah oleh teka-teki darimu. Tapi yah, aku memang kalah, jadi akan kuberitahu. Selatan dari sini ada sebuah gua di tepi tebing. Tanaman obat yang kamu cari ada di gua itu.”
“Terima kasih!” Matahari Pagi langsung berlari ke arah yang ditunjukkan oleh peri.
Tak butuh waktu lama baginya untuk menemukan gua yang dimaksud. Gua itu tidak terlalu besar, tapi lokasinya memang sulit ditemukan kecuali seseorang mencari gua itu.
Matahari Pagi memasuki gua itu, dan hanya beberapa meter dari mulut gua yang seharusnya gelap, tempat itu diterangi oleh tanaman kecil di lantai gua. Itu adalah Tangan Lumina, daunnya bercahaya biru dan menerangi gua.
Matahari Pagi mengerti sekarang, karena posisi gua yang sulit ditemukan juga membuat gua ini benar-benar tidak bisa dijangkau oleh cahaya matahari.
Matahari Pagi memetik sebagian tanaman obat itu, lalu bergegas kembali ke desa.
Sesampainya di Leheath, Rootena segera membuat obat dari Tangan Lumina yang dibawa Matahari Pagi. Lety meminum obat itu, kemudian kondisi tubuhnya dengan cepat membaik. Panasnya menurun dan pandangannya mulai pulih.
Setelah dia sembuh, Lety mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Matahari Pagi karena telah mencari tanaman obat untuk menyembuhkannya.
Malam ini malam yang cerah, bulan menggantikan matahari sebagain penerang langit, dan bintang-bintang memenuhi langit malam sebagai hiasan yang indah. Obor-obor dinyalakan di tiang kayu di beberapa titik di desa, menerangi rumah-rumah dan jalan desa. Malam ini keempat anggota kelompok menjaga Desa Leheath dari empat sisi yang berbeda.Lifnes menjaga sisi utara, Matahari Pagi di sisi timur, Arekh mengawasi sisi selatan, sementara Delthras berjaga di sisi barat desa. Masing-masing dari mereka ditemani oleh 4 orang prajurit penjaga desa, biarpun begitu para prajurit tahu bahwa kemampuan bertarung mereka berada jauh di bawah mereka berempat. Mereka di sini hanya untuk formalitas belaka, atau mungkin karena Amers yang memrintahkan mereka untuk menemani.Angin dingin berhembus, membuat Delthras sedikit kedinginan. Sayangnya dia bukan keturunan naga penyembur api yang tahan dingin."Suasananya dingin ya, Tuan Delthras," ujar salah seorang prajurit pada dragonborn itu, cahaya bulan memantul p
Siang itu, para penduduk desa sedang membangun tembok kayu mengelilingi desa. Sebuah kemajuan setelah akhirnya semua penduduk sudah mendapat jatah lahan mereka masing-masing dan tentu saja bisa membangun rumah mereka, kini mereka bisa membangun tembok permanen di sekliling desa untuk lebih melindungi mereka.Suara kayu digergaji dan paku yang di palu bisa terdengar di hampir seluruh desa. Pandai besi dan pemotong kayu harus bekerja keras untuk bisa memenuhi kebutuhan bahan yang diperlukan untuk membangun tembok desa.Di tengah-tengah kesibukan ini, sebuah kereta kuda datang dari arah utara. Kereta kudanya terlihat berbeda dari kereta kuda biasa. Kuda-kuda yang menariknya terlihat sehat, kuat, dan terawat bagus. Sementara kereta kudanya memiliki hiasan yang cantik di atapnya. Terlihat jelas bahwa pemilik kereta ini adalah orang kaya, atau mungkin seorang bangsawan.Kereta kuda itu berhenti di depan kantor desa. Mansion yang dulu baru setengah dibangun, kini sudah selesai dibangun selur
Pagi ini Arekh mengumpulkan anggota party-nya di alun-alun desa. Mereka sedang mempersiapkan tas ransel untuk perbekalan bepergian. Matahari Pagi juga membawa peralatan untuk membuat obat dari tanaman herbal. Beberapa penduduk desa mengelilingi mereka, termasuk seorang pria tua yang masih terlihat berotot.“Baiklah, akan aku jabarkan rencananya sekali lagi,” ujar Arekh, “karena kemarin desa kita baru saja diserang monster, dan untuk mengantisipasi serangan monster berikutnya, kita akan menyisir daerah sekitar desa. Pertama-tama kita akan pergi ke selatan dan kita akan membasmi monster-monster di selatan. Setelah itu kita akan kembali ke desa, kemudian kita akan melakukan hal yang sama ke timur.”Omongan Arekh itu masuk akal. Tidak ada ancaman dari utara karena itu adalah arah kerajaan. Hutan di barat juga biarpun ada monsternya, tapi kebanyakan monster itu tidak pergi ke luar hutan. Mungkin yang keluar hutan hanya hewan-hewan liar yang penasaran. Berarti daerah yang harus mereka sisir
Matahari mulai condong ke ufuk barat ketika Arekh dan yang lainnya kembali ke Leheath. Sudah empat hari berlalu sejak mereka pergi menyisir daerah selatan. Para penjaga kota menyambut mereka dengan gembira.“Selamat datang kembali Tuan Arekh, Tuan Delthras, Nona Lifnes, dan Nona Matahari Pagi. Kami senang kalian semua berhasil kembali dengan selamat,” ujar salah satu penjaga.Arekh membalas sapaan penjaga itu, “bagaimana dengan desa selama kami pergi? Apa ada masalah?”Penjaga itu menggelengkan kepala, “tidak ada masalah sama sekali, Tuan Arekh. Kami berhasil menjaga desa dari serangan hewan buas. Hanya saja, ada seorang petualang yang datang dari timur, seorang druid.”“Oh, jarang sekali ada petualang yang mampir ke desa? Itu jarang sekali terjadi, apa ada masalah dengan druid itu?”“Tidak ada, Tuan Arekh. Si druid hanya keheranan karena ada desa baru di tempat yang sebelumnya Cuma padang rumput. Dia sempat mengunjungi bar sejenak, tapi tidak membuat masalah.”“Apa druid itu masih di
Pagi hari beberapa minggu setelah Arekh dan yang lainnya menemukan kota mati dengan piramida di pusatnya. Mereka sudah menyebarkan berita tentang adanya sebuah piramida yang belum terjamah ke kota-kota lain. Baik itu melalui permintaan misi yang dipasang di bar di kota lain, ataupun hanya sekadar berbagi kabar dengan pedagang lain.Di pagi yang cerah di tepi Kerajaan Rivala, desa kecil yang sebelumnya diacuhkan kini berubah menjadi sarang kegembiraan dan kegaduhan. Kabut tipis pagi masih menyelimuti atap-atap rumah yang terbuat dari jerami dan batu, namun semangat yang berkobar tidak bisa ditutupi. Suara keramaian mulai terdengar dari jalan-jalan setapak yang sempit, dihiasi oleh pedagang yang berteriak menawarkan perbekalan dan peralatan untuk para petualang yang berlalu lalang.Adventurer dari berbagai penjuru datang dengan baju zirah yang berkilauan dan senjata yang terhunus, berbaur dengan penduduk desa yang penasaran. Anak-anak desa berlarian di antara kaki-kaki kuda, tertawa ria
Fajar menyingsing di desa yang terlelap, cahaya merah muda dan oranye perlahan menari di atas atap rumah-rumah kayu. Kabut tipis menggantung rendah di atas ladang, dan suara ayam jantan berkokok memecah kesunyian pagi. Desa terpencil ini mulai terbangun.Tiba-tiba, dari tepi hutan, muncul sosok yang berjalan dengan langkah gontai. Itu adalah Ren, pemburu desa yang gagah berani, yang kemarin pergi berburu dan tidak kembali. Desas-desus tentang nasibnya telah menyebar, dan istrinya bahkan berdoa untuk keselamatannya di kuil desa.Busur dan tabung anak panahnya masih dia bawa di punggungnya. Langkah kakinya lambat, wajahnya yang biasanya terlihat penuh semangat itu kini lesu dan pucat. Seakan-akan sesuatu telah terjadi padanya ketika dia menghilang di hutan.Penjaga kota menyapanya santai ketika dia mendekat, “hey Ren apa kau tidak apa-apa? Kami semua khawatir ketika kau mendadak menghilang.”Ren tidak menjawab, tapi dia mengambil busur panahnya kemudian memanah si penjaga. Anak panah it
Kerajaan Rivala adalah sebuah kerjaan yang terletak di daerah selatan Benua Contena. Ujung selatan benua ini belum terpetakan karena daerah itu masih liar dan berbahaya untuk kebanyakan petualang. Mulai dari monster yang berbahaya hingga suku-suku barbarian yang nomaden memenuhi selatan kerajaan, bahkan Kerajaan Rivala sudah beberapa kali berperang dengan suku barbarian ini.Salah satu suku nomaden yang sudah beberapa kali kontak senjata dengan Kerajaan Rivala adalah Suku Leheath. Akan tetapi, itu semua adalah masa lalu. Pagi ini, di padang rumput di selatan Rivala, sejarah baru sedang ditulis.Sebuah sungai mengalir dari selatan hingga utara, pagi ini banyak orang berkumpul di lapangan luas di tepi sungai. Semua orang itu terlihat jelas terbagi dalam dua kelompok: satu kelompok adalah suku barbarian yang terlihat dari pakaian dari kulit hewan yang mereka kenakan, dan yang satu lagi adalah orang-orang yang lebih berbudaya dengan pakaian dari kain dan juga baju zirah, mereka adalah par
Beberapa hari berlalu sejak didirikannya Desa Leheath. Beberapa bangunan dari kayu sudah mulai dibangun, terutama bangunan-bangunan penting seperti bar, kandang ternak, dan gudang hasil pertanian. Sawah-sawah sudah dibuat di sisi selatan desa, di tepi sungai yang membelah desa ke utara. Bar juga berfungsi sebagai penginapan untuk para pendatang atau petualang dari luar desa nantinya. Tapi sekarang ini, bar digunakan sebagai tempat tinggal untuk empat petualang yang bertugas menjaga desa. Pagi ini, Arekh terlihat berlatih Halberd di luar bar. Ia mengayunkan senjatanya dengan teratur dan natural, seolah senjata itu sudah merupakan bagian dari tubuhnya sendiri. Ia mengayunkan senjatanya dari atas ke bawah, kiri ke kanan. Arekh berlatih sambil membayangkan ia melawan musuh imajiner. Ia belajar dari pengalaman sebelumnya sambil berpikir apakah dia bisa mengatasi lawannya dengan lebih efektif. Keringat menuruni dahinya saat Arekh memutuskan untuk menyudahi latihan. Ia mengambil minum dar
Fajar menyingsing di desa yang terlelap, cahaya merah muda dan oranye perlahan menari di atas atap rumah-rumah kayu. Kabut tipis menggantung rendah di atas ladang, dan suara ayam jantan berkokok memecah kesunyian pagi. Desa terpencil ini mulai terbangun.Tiba-tiba, dari tepi hutan, muncul sosok yang berjalan dengan langkah gontai. Itu adalah Ren, pemburu desa yang gagah berani, yang kemarin pergi berburu dan tidak kembali. Desas-desus tentang nasibnya telah menyebar, dan istrinya bahkan berdoa untuk keselamatannya di kuil desa.Busur dan tabung anak panahnya masih dia bawa di punggungnya. Langkah kakinya lambat, wajahnya yang biasanya terlihat penuh semangat itu kini lesu dan pucat. Seakan-akan sesuatu telah terjadi padanya ketika dia menghilang di hutan.Penjaga kota menyapanya santai ketika dia mendekat, “hey Ren apa kau tidak apa-apa? Kami semua khawatir ketika kau mendadak menghilang.”Ren tidak menjawab, tapi dia mengambil busur panahnya kemudian memanah si penjaga. Anak panah it
Pagi hari beberapa minggu setelah Arekh dan yang lainnya menemukan kota mati dengan piramida di pusatnya. Mereka sudah menyebarkan berita tentang adanya sebuah piramida yang belum terjamah ke kota-kota lain. Baik itu melalui permintaan misi yang dipasang di bar di kota lain, ataupun hanya sekadar berbagi kabar dengan pedagang lain.Di pagi yang cerah di tepi Kerajaan Rivala, desa kecil yang sebelumnya diacuhkan kini berubah menjadi sarang kegembiraan dan kegaduhan. Kabut tipis pagi masih menyelimuti atap-atap rumah yang terbuat dari jerami dan batu, namun semangat yang berkobar tidak bisa ditutupi. Suara keramaian mulai terdengar dari jalan-jalan setapak yang sempit, dihiasi oleh pedagang yang berteriak menawarkan perbekalan dan peralatan untuk para petualang yang berlalu lalang.Adventurer dari berbagai penjuru datang dengan baju zirah yang berkilauan dan senjata yang terhunus, berbaur dengan penduduk desa yang penasaran. Anak-anak desa berlarian di antara kaki-kaki kuda, tertawa ria
Matahari mulai condong ke ufuk barat ketika Arekh dan yang lainnya kembali ke Leheath. Sudah empat hari berlalu sejak mereka pergi menyisir daerah selatan. Para penjaga kota menyambut mereka dengan gembira.“Selamat datang kembali Tuan Arekh, Tuan Delthras, Nona Lifnes, dan Nona Matahari Pagi. Kami senang kalian semua berhasil kembali dengan selamat,” ujar salah satu penjaga.Arekh membalas sapaan penjaga itu, “bagaimana dengan desa selama kami pergi? Apa ada masalah?”Penjaga itu menggelengkan kepala, “tidak ada masalah sama sekali, Tuan Arekh. Kami berhasil menjaga desa dari serangan hewan buas. Hanya saja, ada seorang petualang yang datang dari timur, seorang druid.”“Oh, jarang sekali ada petualang yang mampir ke desa? Itu jarang sekali terjadi, apa ada masalah dengan druid itu?”“Tidak ada, Tuan Arekh. Si druid hanya keheranan karena ada desa baru di tempat yang sebelumnya Cuma padang rumput. Dia sempat mengunjungi bar sejenak, tapi tidak membuat masalah.”“Apa druid itu masih di
Pagi ini Arekh mengumpulkan anggota party-nya di alun-alun desa. Mereka sedang mempersiapkan tas ransel untuk perbekalan bepergian. Matahari Pagi juga membawa peralatan untuk membuat obat dari tanaman herbal. Beberapa penduduk desa mengelilingi mereka, termasuk seorang pria tua yang masih terlihat berotot.“Baiklah, akan aku jabarkan rencananya sekali lagi,” ujar Arekh, “karena kemarin desa kita baru saja diserang monster, dan untuk mengantisipasi serangan monster berikutnya, kita akan menyisir daerah sekitar desa. Pertama-tama kita akan pergi ke selatan dan kita akan membasmi monster-monster di selatan. Setelah itu kita akan kembali ke desa, kemudian kita akan melakukan hal yang sama ke timur.”Omongan Arekh itu masuk akal. Tidak ada ancaman dari utara karena itu adalah arah kerajaan. Hutan di barat juga biarpun ada monsternya, tapi kebanyakan monster itu tidak pergi ke luar hutan. Mungkin yang keluar hutan hanya hewan-hewan liar yang penasaran. Berarti daerah yang harus mereka sisir
Siang itu, para penduduk desa sedang membangun tembok kayu mengelilingi desa. Sebuah kemajuan setelah akhirnya semua penduduk sudah mendapat jatah lahan mereka masing-masing dan tentu saja bisa membangun rumah mereka, kini mereka bisa membangun tembok permanen di sekliling desa untuk lebih melindungi mereka.Suara kayu digergaji dan paku yang di palu bisa terdengar di hampir seluruh desa. Pandai besi dan pemotong kayu harus bekerja keras untuk bisa memenuhi kebutuhan bahan yang diperlukan untuk membangun tembok desa.Di tengah-tengah kesibukan ini, sebuah kereta kuda datang dari arah utara. Kereta kudanya terlihat berbeda dari kereta kuda biasa. Kuda-kuda yang menariknya terlihat sehat, kuat, dan terawat bagus. Sementara kereta kudanya memiliki hiasan yang cantik di atapnya. Terlihat jelas bahwa pemilik kereta ini adalah orang kaya, atau mungkin seorang bangsawan.Kereta kuda itu berhenti di depan kantor desa. Mansion yang dulu baru setengah dibangun, kini sudah selesai dibangun selur
Malam ini malam yang cerah, bulan menggantikan matahari sebagain penerang langit, dan bintang-bintang memenuhi langit malam sebagai hiasan yang indah. Obor-obor dinyalakan di tiang kayu di beberapa titik di desa, menerangi rumah-rumah dan jalan desa. Malam ini keempat anggota kelompok menjaga Desa Leheath dari empat sisi yang berbeda.Lifnes menjaga sisi utara, Matahari Pagi di sisi timur, Arekh mengawasi sisi selatan, sementara Delthras berjaga di sisi barat desa. Masing-masing dari mereka ditemani oleh 4 orang prajurit penjaga desa, biarpun begitu para prajurit tahu bahwa kemampuan bertarung mereka berada jauh di bawah mereka berempat. Mereka di sini hanya untuk formalitas belaka, atau mungkin karena Amers yang memrintahkan mereka untuk menemani.Angin dingin berhembus, membuat Delthras sedikit kedinginan. Sayangnya dia bukan keturunan naga penyembur api yang tahan dingin."Suasananya dingin ya, Tuan Delthras," ujar salah seorang prajurit pada dragonborn itu, cahaya bulan memantul p
Desa Leheath satu hari sesudah Arekh, Lifnes, dan Neca pergi berdagang ke desa tetangga. Para penduduk desa melakukan aktifitas seperti biasanya, baik itu pemburu atau pun petani. Salah seorang petani itu adalah seorang perempuan remaja yang membantu ibunya di sawah. Hal biasa yang dilakukan para wanita sementara pria pergi berburu.Saat gadis remaja itu sedang bekerja di ladang, mendadak wajahnya menjadi pucat dan dia terjatuh begitu saja.“Lety! Kau kenapa?” teriak sang Ibu panik ketika melihat anaknya terjatuh.Saat dia memeriksa dahi anaknya dia langsung merasa kalau anaknya mengalami demam tinggi.“Aku harus membawanya ke tabib,” ujar si Ibu sebelum menggendong putrinya kembali ke desa.Rumah tabib itu terlihat mencolok di antara rumah-rumah lain, terutama karena ada banyak pot tanaman obat memenuhi pekarangan depan rumahnya. Tabib Rootena adalah seorang perempuan tua yang sudah melewati jauh lebih banyak musim dingin daripada warga desa yang lain, walau begitu dia tetap terlihat
Pagi itu para penduduk sibuk memasukkan barang-barang ke dalam kotak-kotak, sebagian besar adalah pakaian tapi ada juga kerajinan tangan kecil yang dibuat dari kayu atau daun yang didapat dari hutan dekat desa. Kotak-kotak itu kemudian diangkut ke sebuah kereta kuda dengan kereta besar untuk mengangkut banyak barang.Amers berjalan menghampiri kereta kuda itu saat kotak terakhinya diangkat ke kereta. Setelan hitamnya yang rapi membuatnya terlihat mencolok di antara para penduduk desa.“Apa semua pakaian dan barang dagangan lainnya sudah diangkut?” tanyanya.“Sudah, Tuan Amers. Kuda-kuda juga sudah siap untuk perjalanan jauh ke desa lain,” jawab seseorang di samping kereta. Rambut pria itu diikat di belakang kepalanya.“Bagus kalau begitu,” sahut Amers, “seperti yang aku yakin sudah bisa kalian duga, desa kita tidak akan bisa bertahan hanya dengan bergantung pada kemampuan kita sendiri. Apalagi waktu panen juga masih lama, jadi kita perlu berdagang dengan desa lain untuk memenuhi kebut
Pagi ini para penduduk desa sudah membangun rumah untuk sebagian besar penduduk. Sawah-sawah juga sudah mulai dibuat di tepi sungai di sisi utara kota. Beberapa penduduk juga menggembalakan hewan ternak mereka di padang rumput di luar kota.Lifnes, sang Centaur Perempuan dengan rambut pirang panjang, juga terlihat di daerah persawahan desa. Dengan sihirnya, ia menggerakkan tanah di sekitar sungai, membuat tanahnya melayang rendah di udara, kemudian membuangnya di samping. Setellah melakukannya beberapa kali, dia membuat sepetak sawah dan saluran irigasi yang mengalirkan air dari sungai ke sawah itu.Tiga orang petani perempuan menghampiri Lifnes.“Terima kasih Nona Lifnes, berkat anda, membuat sawah dan saluran irigasi menjadi lebih mudah,” ujar salah satu dari mereka, seorang perempuan berambut coklat.Lifnes tersenyum sebelum menjawab, “Ini bukan apa-apa kok, aku senang bisa membantu kalian. Omong-omong, kalian berencana menanam apa di sawah ini?”“Tuan Amers menyuruh kami untuk men