Malam itu suasana di bar lumayan ramai. Para penduduk desa akhirnya bisa bersantai sesudah bekerja keras seharian. Baik itu penebang kayu, pandai besi, atau pemotong kayu. Si Bartender sibuk menuangkan minuman ke dalam gelas-gelas, dan para penduduk desa tertawa di sela canda gurau.
Diantara para penduduk desa yang sedang minum-minum itu, ada seseorang yang terlihat berbeda dari orang lain. Seorang beastman setengah manusia-setengah kucing, atau tabaxi sebutan dalam bahasa lokalnya, sedang memainkan sebuah gitar kecil dengan 10 senar.
Matahari Pagi namanya, baju tunik warna birunya membawa sebuah ciri khas yang menunjukkan bahwa dia adalah seorang monk. Biarpun begitu, dia tetap memainkan gitar kecilnya dengan lihai, bagaikan seorang bard. Para penduduk desa di sekitarnya pun ikut menyanyi di tengah-tengah alunan gitarnya.
Begitu Matahari selesai dengan lagunya, semua orang di sekitarnya langsung bertepuk tangan. Mereka semua menikmati alunan lagu sang Tabaxi. Matahari Pagi tersenyum senang saat tahu mereka semua menyukai penampilannya. Di saat itu, seorang pria dragonborn berjalan memasuki bar, sisik perunggunya memantulkan cahaya obor ketika dia berjalan melalui pintu masuk.
Sewaktu dia melihat rekannya masuk, Matahari Pagi mengembalikan gitar kecil itu kepada pemiliknya lalu berjalan ke bartender.
“Aku pesan susu segelas,” ujarnya kepada bartender.
Si dragonborn juga menghampiri bartender lalu memesan minuman, “Berikan beta Sun’s Glory.”
sang bartender mengambil dua gelas besar lalu membuatkan minum pesanan mereka.
“Kenapa kau memainkan lagu seperti tadi? Kau sudah seperti bard saja?”
“Ah tidak apa-apa kan Delthras? Lagipula semua orang sedang butuh hiburan supaya bisa rileks, nya,” Matahari Pagi menjawab pertanyaan Delthras.
“Tidak apa-apa kok, beta cuma tidak menyangka kamu ternyata sepandai itu memainkan gitarnya. Beta bisa mendengar kemeriahan kalian sejak dari luar bar.”
“Nyaa, lagipula aku juga lagi agak bosan dan kebetulan orang yang main sebelumnya nggak jago, jadi aku merasa ingin meramaikan suasana aja.”
pada saat itu si Bartender sudah selesai membuatkan minuman mereka dan menyodorkannya pada mereka berdua.
“Omong-omong Matahari, ilmu bela dirimu beda dari monk lain yang beta tahu. Kenapa bisa begitu?” tanya Delthras sebelum menyesap minumannya.
“Karena yang aku dengar memang cabang ilmunya tidak terlalu banyak, nya, jadi perguruan yang cara bertarungnya mirip denganku memang sedikit. Lagipula, perguruanku sendiri tempatnya terpencil. Tempatnya di samping gunung berapi, jadi tempatnya panas. Enaknya cuma di sana ada pemandian air panasnya sih,” jawab Matahari Pagi sebelum kemudian meminum susunya.
“Begitu, jadi perguruanmu itu tidak pernah kedatangan pengunjung?”
“Nggak juga, kadang-kadang kami kedatangan pedagang dari ras Azer, mereka itu kan memang sudah pasti tahan sama panasnya gunung berapi, nya.”
“Hoo, jadi kamu itu satu-satunya yang pergi keluar dari perguruanmu itu untuk jadi petualang ya?”
Mataharu Pagi meminum seteguk gelas susu sebelum menjawab, “Nya? Kamu lupa ya? Kan aku sudah pernah cerita kalau aku pergi ini buat mencari guruku. Guruku yang pertama kali pergi dari perguruan.”
“Ah iya… beta ingat sekarang, kamu pernah cerita soal gurumu yang membawa pergi kitab penting dari perguruanmu, kalau tidak salah kamu bilang kitabnya ada hubungannya dengan naga,” balas Delthras dengan suara berat yang terkesan bersalah.
“Iya, nya. Itu karena ribuan tahun yang lalu gunung berapi di samping perguruanku itu memang sarang naga emas lho, nya. Tapi sudah lebih dari seribu tahun berlalu sejak naga emas itu mati,” Matahari Pagi meminum susunya di akhir kalimat.
“Naga emas ya? Itu pasti juga yang jadi alasan kenapa ilmu beladirimu unik, naga emas sendiri adalah ras yang langka, apa ada pengaruh naga emas itu ke ilmu beladirimu?”
Matahari mengangguk, “Iya, filosofi naga emas sendiri adalah untuk membasmi kejahatan dan menegakkan keadilan, itu juga yang menjadi filosofi utama di perguruanku. Yah selain jurus-jurusnya sih, nya.”
“Hmm, beta jadi mulai paham kenapa sekarang kamu mencari gurumu.”
“Kamu sendiri bagaimana, nya? Kamu belum pernah cerita kenapa kamu jadi petualang.”
“Heh, beta ini bukan orang dengan sebuah misi sepertimu, atau paling tidak aku masih mencarinya,” Delthras menyisip minumannya sebelum melanjutkan, “hanya saja beta dilahirkan dengan sebuah pertanda. Begitu beta lahir, semua air di rumah langsung membeku, dan susu seketika jadi basi. Ibu beta berkata itu terjadi bersamaan dengan tangisan beta. Dan gara-gara itu, orang tua beta percaya b eta punya sebuah takdir besar di dunia ini, biarpun beta belum tahu apa.”
“Hee, jadi itu juga asal kekuatan sihirmu yang tidak ada aturan seperti itu?”
Delthras menggeleng, “Bukan, beta punya kemampuan sihir ini bukan dari lahir. Tapi sewaktu beta kecil, ada seorang archfey yang secara tidak sengaja melintas dekat desa beta dan beta terkena cipratan energi sihir murninya. Itu sebabnya beta punya kekuatan sihir.”
“Hee, kebetulan banget tuh, nya.”
“Memang kelihatannya seperti itu, tapi menurut beta ini adalah sebuah pertanda. Tanda bahwa beta bisa berbuat sesuatu yang lebih di dunia ini, karena itulah beta menjadi petualang dan berbuat kebaikan di mana pun beta berada.”
“Jadi itu sebabnya kenapa sihirmu liar begitu, nya? Tapi efeknya acak ya, kadang berguna kadang merugikan.”
Delthras tertawa sebelum menjawab pertanyaan Matahari, “Kadang-kadang ada efek yang lucu lho. Sebelum beta bergabung dengan kalian, sihir beta bisa membuat beta tumbuh jenggot dari bulu burung. Beta sampai bersin gara-gara itu. Atau beta sempat melayang setinggi 12 centi sesudah melakukan spell.”
“Ahahahaha, aku jadi ingat sewaktu matamu jadi menyala merah sesudah melakukan spell. Rasanya kamu jadi seperti dragonborn yang jahat, nya.”
“Ya, yang itu memang lucu. Tapi, beta kadang masih kepikiran soal waktu sihir beta jadi berbahaya buat kalian.”
“Ah tenang aja, sihir fireball-mu waktu itu kan tidak kena ke aku. Aku jago menghindar, nya.”
Delthras tersenyum sebelum kemudian meminum habis minumannya. Ia lalu memesan satu gelas minuman lagi kepada bartender.
Di tengah-tengah percakapan mereka berdua, para penduduk desa sedang menyanyi di tengah bar. Atau paling tidak, berusaha menyanyi. Sebagian dari mereka sudah mabuk, sementara yang masih sadar berusaha sebaik mungkin memainkan gitar.
“Ah, mereka payah mainnya nya. Sini, biar aku yang mainkan gitarnya.”
Matahari Pagi beranjak dari kursinya dan mengambil gitar kecil dari tangan salah satu penduduk. Nada-nada indah terdengar ketika jarinya berdansa di senar gitar. Penduduk desa mulai bernyanyi dengan gembira di tengah melodi gitar Matahari.
Sementara itu Delthras merapalkan sihir minor illusion untuk menampilkan seorang penari perempuan di bar. Penari itu memang hanya ilusi, tapi tariannya terlihat seolah nyata. Suara dari para penduduk desa semakin riuh seiring dengan tarian si Penari Ilusi.
Di malam itu, suasana di bar Leheath menjadi sangat ramai dan gembira.
Pagi ini para penduduk desa sudah membangun rumah untuk sebagian besar penduduk. Sawah-sawah juga sudah mulai dibuat di tepi sungai di sisi utara kota. Beberapa penduduk juga menggembalakan hewan ternak mereka di padang rumput di luar kota.Lifnes, sang Centaur Perempuan dengan rambut pirang panjang, juga terlihat di daerah persawahan desa. Dengan sihirnya, ia menggerakkan tanah di sekitar sungai, membuat tanahnya melayang rendah di udara, kemudian membuangnya di samping. Setellah melakukannya beberapa kali, dia membuat sepetak sawah dan saluran irigasi yang mengalirkan air dari sungai ke sawah itu.Tiga orang petani perempuan menghampiri Lifnes.“Terima kasih Nona Lifnes, berkat anda, membuat sawah dan saluran irigasi menjadi lebih mudah,” ujar salah satu dari mereka, seorang perempuan berambut coklat.Lifnes tersenyum sebelum menjawab, “Ini bukan apa-apa kok, aku senang bisa membantu kalian. Omong-omong, kalian berencana menanam apa di sawah ini?”“Tuan Amers menyuruh kami untuk men
Pagi itu para penduduk sibuk memasukkan barang-barang ke dalam kotak-kotak, sebagian besar adalah pakaian tapi ada juga kerajinan tangan kecil yang dibuat dari kayu atau daun yang didapat dari hutan dekat desa. Kotak-kotak itu kemudian diangkut ke sebuah kereta kuda dengan kereta besar untuk mengangkut banyak barang.Amers berjalan menghampiri kereta kuda itu saat kotak terakhinya diangkat ke kereta. Setelan hitamnya yang rapi membuatnya terlihat mencolok di antara para penduduk desa.“Apa semua pakaian dan barang dagangan lainnya sudah diangkut?” tanyanya.“Sudah, Tuan Amers. Kuda-kuda juga sudah siap untuk perjalanan jauh ke desa lain,” jawab seseorang di samping kereta. Rambut pria itu diikat di belakang kepalanya.“Bagus kalau begitu,” sahut Amers, “seperti yang aku yakin sudah bisa kalian duga, desa kita tidak akan bisa bertahan hanya dengan bergantung pada kemampuan kita sendiri. Apalagi waktu panen juga masih lama, jadi kita perlu berdagang dengan desa lain untuk memenuhi kebut
Desa Leheath satu hari sesudah Arekh, Lifnes, dan Neca pergi berdagang ke desa tetangga. Para penduduk desa melakukan aktifitas seperti biasanya, baik itu pemburu atau pun petani. Salah seorang petani itu adalah seorang perempuan remaja yang membantu ibunya di sawah. Hal biasa yang dilakukan para wanita sementara pria pergi berburu.Saat gadis remaja itu sedang bekerja di ladang, mendadak wajahnya menjadi pucat dan dia terjatuh begitu saja.“Lety! Kau kenapa?” teriak sang Ibu panik ketika melihat anaknya terjatuh.Saat dia memeriksa dahi anaknya dia langsung merasa kalau anaknya mengalami demam tinggi.“Aku harus membawanya ke tabib,” ujar si Ibu sebelum menggendong putrinya kembali ke desa.Rumah tabib itu terlihat mencolok di antara rumah-rumah lain, terutama karena ada banyak pot tanaman obat memenuhi pekarangan depan rumahnya. Tabib Rootena adalah seorang perempuan tua yang sudah melewati jauh lebih banyak musim dingin daripada warga desa yang lain, walau begitu dia tetap terlihat
Malam ini malam yang cerah, bulan menggantikan matahari sebagain penerang langit, dan bintang-bintang memenuhi langit malam sebagai hiasan yang indah. Obor-obor dinyalakan di tiang kayu di beberapa titik di desa, menerangi rumah-rumah dan jalan desa. Malam ini keempat anggota kelompok menjaga Desa Leheath dari empat sisi yang berbeda.Lifnes menjaga sisi utara, Matahari Pagi di sisi timur, Arekh mengawasi sisi selatan, sementara Delthras berjaga di sisi barat desa. Masing-masing dari mereka ditemani oleh 4 orang prajurit penjaga desa, biarpun begitu para prajurit tahu bahwa kemampuan bertarung mereka berada jauh di bawah mereka berempat. Mereka di sini hanya untuk formalitas belaka, atau mungkin karena Amers yang memrintahkan mereka untuk menemani.Angin dingin berhembus, membuat Delthras sedikit kedinginan. Sayangnya dia bukan keturunan naga penyembur api yang tahan dingin."Suasananya dingin ya, Tuan Delthras," ujar salah seorang prajurit pada dragonborn itu, cahaya bulan memantul p
Siang itu, para penduduk desa sedang membangun tembok kayu mengelilingi desa. Sebuah kemajuan setelah akhirnya semua penduduk sudah mendapat jatah lahan mereka masing-masing dan tentu saja bisa membangun rumah mereka, kini mereka bisa membangun tembok permanen di sekliling desa untuk lebih melindungi mereka.Suara kayu digergaji dan paku yang di palu bisa terdengar di hampir seluruh desa. Pandai besi dan pemotong kayu harus bekerja keras untuk bisa memenuhi kebutuhan bahan yang diperlukan untuk membangun tembok desa.Di tengah-tengah kesibukan ini, sebuah kereta kuda datang dari arah utara. Kereta kudanya terlihat berbeda dari kereta kuda biasa. Kuda-kuda yang menariknya terlihat sehat, kuat, dan terawat bagus. Sementara kereta kudanya memiliki hiasan yang cantik di atapnya. Terlihat jelas bahwa pemilik kereta ini adalah orang kaya, atau mungkin seorang bangsawan.Kereta kuda itu berhenti di depan kantor desa. Mansion yang dulu baru setengah dibangun, kini sudah selesai dibangun selur
Pagi ini Arekh mengumpulkan anggota party-nya di alun-alun desa. Mereka sedang mempersiapkan tas ransel untuk perbekalan bepergian. Matahari Pagi juga membawa peralatan untuk membuat obat dari tanaman herbal. Beberapa penduduk desa mengelilingi mereka, termasuk seorang pria tua yang masih terlihat berotot.“Baiklah, akan aku jabarkan rencananya sekali lagi,” ujar Arekh, “karena kemarin desa kita baru saja diserang monster, dan untuk mengantisipasi serangan monster berikutnya, kita akan menyisir daerah sekitar desa. Pertama-tama kita akan pergi ke selatan dan kita akan membasmi monster-monster di selatan. Setelah itu kita akan kembali ke desa, kemudian kita akan melakukan hal yang sama ke timur.”Omongan Arekh itu masuk akal. Tidak ada ancaman dari utara karena itu adalah arah kerajaan. Hutan di barat juga biarpun ada monsternya, tapi kebanyakan monster itu tidak pergi ke luar hutan. Mungkin yang keluar hutan hanya hewan-hewan liar yang penasaran. Berarti daerah yang harus mereka sisir
Matahari mulai condong ke ufuk barat ketika Arekh dan yang lainnya kembali ke Leheath. Sudah empat hari berlalu sejak mereka pergi menyisir daerah selatan. Para penjaga kota menyambut mereka dengan gembira.“Selamat datang kembali Tuan Arekh, Tuan Delthras, Nona Lifnes, dan Nona Matahari Pagi. Kami senang kalian semua berhasil kembali dengan selamat,” ujar salah satu penjaga.Arekh membalas sapaan penjaga itu, “bagaimana dengan desa selama kami pergi? Apa ada masalah?”Penjaga itu menggelengkan kepala, “tidak ada masalah sama sekali, Tuan Arekh. Kami berhasil menjaga desa dari serangan hewan buas. Hanya saja, ada seorang petualang yang datang dari timur, seorang druid.”“Oh, jarang sekali ada petualang yang mampir ke desa? Itu jarang sekali terjadi, apa ada masalah dengan druid itu?”“Tidak ada, Tuan Arekh. Si druid hanya keheranan karena ada desa baru di tempat yang sebelumnya Cuma padang rumput. Dia sempat mengunjungi bar sejenak, tapi tidak membuat masalah.”“Apa druid itu masih di
Pagi hari beberapa minggu setelah Arekh dan yang lainnya menemukan kota mati dengan piramida di pusatnya. Mereka sudah menyebarkan berita tentang adanya sebuah piramida yang belum terjamah ke kota-kota lain. Baik itu melalui permintaan misi yang dipasang di bar di kota lain, ataupun hanya sekadar berbagi kabar dengan pedagang lain.Di pagi yang cerah di tepi Kerajaan Rivala, desa kecil yang sebelumnya diacuhkan kini berubah menjadi sarang kegembiraan dan kegaduhan. Kabut tipis pagi masih menyelimuti atap-atap rumah yang terbuat dari jerami dan batu, namun semangat yang berkobar tidak bisa ditutupi. Suara keramaian mulai terdengar dari jalan-jalan setapak yang sempit, dihiasi oleh pedagang yang berteriak menawarkan perbekalan dan peralatan untuk para petualang yang berlalu lalang.Adventurer dari berbagai penjuru datang dengan baju zirah yang berkilauan dan senjata yang terhunus, berbaur dengan penduduk desa yang penasaran. Anak-anak desa berlarian di antara kaki-kaki kuda, tertawa ria