“Kau harus jaga adik-adikmu,” ucap Pangeran Zhao Kong. “Sepertinya Ayah tak bisa menemanimu lagi.”
“Kenapa, Ayah?” tanya Zhao Shing.
“Ingat! Kau harus kuat dan tetap hidup. Apapun yang terjadi,” Pangeran Zhao Kong sengaja tidak menjawab pertanyaan anaknya. “Turuti perintah paman Empat Pendekar Wangi dan jaga adik-adikmu.” Mata Pangeran Zhao Kong mulai berbinar.
“Kenapa, Ayah? Apa karena Paman Pangeran Zhao You akan mencelakai Ayah?” kejarnya.
“Kau hanya perlu tetap hidup! Itu saja,” kata Pangeran Zhao Kong sembari memeluk anaknya. “Dan jaga adik-adikmu,” ucapnya dengan suara berat. Air mata mulai mengalir dari matanya.
Zhao Shing pun menangis kecil. “Aku mengerti, Ayah,” ujarnya di sela-sela tangisannya.
“Pengawal! Bawa pangeran ke kamarnya!” seru Pangeran Zhao Kong. Dia berbalik badan melepaskan pelukannya dan berjalan menjauh tanpa melihat Zhao Shing. Air matanya mengalir deras di pipinya. Hatinya tersayat sedih, tapi apalah daya, inilah yang terbaik bagi mereka.
Zhao Shing melihat punggung ayahnya dengan tangis tanpa suara. Meski baru berusia empat belas tahun, Zhao Shing memiliki kedewasaan di atas rata-rata.
Dia tahu betul kesulitan ayahnya, juga kasih sayangnya. Dia menangis tersedu-sedan memandang tubuh ayahnya yang perlahan menghilang. Dengan sisa tenaganya dia berteriak: “Ayaaah!!!”
****
Setelah Dinasti Tang jatuh pada tahun 907 M, terjadi pepercahan politik yang mematikan. Di era ini terdapat Lima Dinasti dan Sepuluh Kerajaan yang secara bergantian menguasai pusat pemerintahan di Daratan Tengah China.
Peperangan terus berkobar tiada henti, rakyat menjadi sengsara. Kekuasaan ibarat pisau, semakin diasah akan semakin tajam hingga menimbulkan kebanggaan dan kesombongan.
Orang-orang yang berkuasa sejak zaman dulu selalu terkubang dalam dua watak; baik menghasilkan kemakmuran, jahat menambah penderitaan.
Alhasil, dalam kurun waktu 53-54 tahun (907-960 M) rakyat tidak mengenal kesejahteraan. Tapi langit memang baik hati, para dewa mendengar keluh kesah rakyat.
Pada tahun 960 berdirilah Dinasti Song, sekaligus mengakhiri zaman Lima Dinasti dan Sepuluh Kerajaan. Orang yang terbit menjadi pahlawan adalah Zhao Kuangyin, anak seorang pejabat militer, Zhao Hongyin.
Namun, kisah kali ini tidak sedang menceritakan kegemilangan Kaisar Song Taizu (Zhao Kuangyin) mendirikan Kekaisaran Song.
Kisah ini bercerita tentang seorang pemuda yang baru terlahir enam puluh tahunan setelah masa hidup Kaisar Song Taizu. Ya, sudah bisa ditebak, dialah Zhao Shing, salah satu pangeran Dinasti Song.
****
Di pinggiran Ibukota Kekaisaran Song, Bianjing (Kaifeng). Rumah megah berpintu merah berdiri jumawa. Ukir-ukiran naga menambah angker kemegahan rumah itu.
Di depan pintu gerbang, ada beberapa puluh pengawal berjaga-jaga. Tubuh mereka tegap dan kuat. Sepertinya mereka adalah prajurit-prajurit pilihan yang memiliki kepandaian tidak sedikit.
Setiap hari rumah besar itu selalu dijaga ketat, apalagi letaknya jauh dari pusat kota. Dilihat dari struktur bangunannya yang kokoh; tembok beton, atap buatan dan gerbang utama yang besar, tampaknya rumah itu bukan kediaman orang sembarangan.
Keyakinan itu semakin kuat saat mengetahui di dalam rumah itu ada Empat Pendekar Wangi sedang duduk santai menikmati arak. Empat Pendekar Wangi dikenal di kalangan dunia persilatan karena kelihaian mereka memainkan pedang.
Jika dilihat dari gerakannya yang kadang cepat dan seketika lambat, jurus pedang mereka berasal dari luar perbatasan. Jurus pedang mereka terbilang unik, sangat berbeda dengan jurus pedang yang berasal dari Wuling, Mufu, Liangzi, ataupun Jingshan.
Empat Pendekar Wangi semakin tersohor saat berhasil mengalahkan Lima Pendekar Utara yang terkenal bengis. Pertarungan di Xingyuan yang berlangsung ketat itu telah menjadi buah bibir rakyat Xi Xia, bahkan dipentaskan dalam opera-opera mini di sana.
Tapi yang jadi persoalan, kenapa mereka berada di rumah besar itu? Empat Pendekar Wangi terkenal tidak pernah mau turut campur masalah kerajaan, apalagi yang bukan berasal dari wilayanya. Maka, itu sungguh mengherankan.
Pria berpakaian paling kelimis dengan wajah tampan tersenyum. Dia adalah kakak pertama dari empat bersaudara itu. Namanya adalah Bu Peng. Katanya: “Selama ini kita mengasingkan diri dari urusan kekaisaran, tapi kali ini tidak mungkin lagi mengelak.”
“Benar, mau tidak mau kita mesti terlibat,” kata Bu Liak, adik terakhir dari Empat Pendekar Wangi. Dia dikenal paling cerdas dalam bersikap.
“Ya, memanglah demikian adanya, mau tidak mau,” sambung saudara kedua, Bu Sengku.
“Aku kira inilah yang patut kita lakukan, Pangeran Ketiga adalah saudara angkat kita. Dia pun orang yang berbudi. Kita harus membantunya,” giliran Bu Huang, saudara ketiga dari Empat Pendekar Wangi.
Keempat jago persilatan yang sangat tersohor ini terlihat gugup. Mereka datang atas permintaan Pangeran Ketiga dari Kekaisaran Song, Zhao Kong. Empat Pendekar Wangi dan Pangeran Zhao Kong merupakan saudara angkat.
Pangeran Zhao Kong adalah putra Kaisar Song Renzong dari Selir Cao. Meskipun Zhao Kong seorang putra raja, dia lebih senang hidup mengembara di luar istana.
Sejak kecil dia sudah menyukai seni bela diri. Kegemaran itulah yang membuatnya gemar berkeliling mencari ahli silat dan belajar darinya.
Di usia yang terbilang muda, Pangeran Zhao Kong telah mencapai tingkat luar biasa dalam ilmu silat, meski belum setara dengan Delapan Raja Dunia Persilatan.
Di dunia persilatan dikenal istilah Delapan Raja Dunia Persilatan karena kemampuan mereka cenderung seimbang.
Mereka adalah Ketua Agung Sekte Istana Air, Xiao Bojing; Ketua Perguruan Wuling, Kong Kuanyin; Ketua Perguruan Mufu, He Jinhai; Ketua Perguruan Danau Liangzi, Jia Lihua; Ketua Lembah Naga Biru, Mu Long Bui; Kepala Kuil Qishi, Biksu Liu Sing Ming; Ketua Lembah Ular, Da Bolin, dan Ketua Sekte Hutan Batu yang telah lama menghilang, Fu Gang.
Di antara mereka, hanya Jia Lihua yang seorang perempuan, dan berusia paling muda.
Saat ini entah bagaimana Pangeran Zhao Kong harus bersikap, bahagia atau khawatir? Beberapa hari yang lalu, Kaisar Renzong, ayahnya, mengangkatnya sebagai Putra Mahkota. Dia yakin kakaknya, Zhao You tidak senang dan akan melakukan tindakan gila.
Pangeran Zhao Kong tahu betul watak keras saudara tuanya. Apalagi dia hanya anak seorang selir, sementara kakaknya putra permaesuri. Karena itulah, kemarin sore dia bersama tiga anaknya memilih meninggalkan istana dan pindah ke pinggiran kota.
Pangeran Zhao Kong sudah mencium bau tidak sedap. Bisa dikatakan dia sudah meyakini tindakan yang akan dilakukan kakaknya. Untuk memastikan takhta raja, kakaknya akan melakukan apapun, bahkan membunuh seluruh keluarga adiknya.
Hal yang paling mengganggu pikiran Pangeran Zhao Kong adalah keselamatan ketiga anaknya; Zhao Shing, Zhao Rong dan Zhao Ming.
Pangeran Zhao Sing sudah berusia empat belas tahun, sementara kedua adiknya masih berusia lima tahun. Mereka adalah kembar dengan kelamin berbeda, Zhao Rong perempuan dan Zhao Ming laki-laki.
Sementara ibu mereka, Putri Li Ming telah meninggal satu tahun yang lalu sebab penyakit misterius. Banyak yang percaya bahwa Putri Li Ming diracun oleh Permaesuri Yi Thing, ibu Pangeran Zhao You.
Pintu tergebrak, seorang pria tua berpakaian pelayan lari ke arah Empat Pendekar Wangi. Disusul tujuh pengawal yang berjaga di luar. Empat Pendekar Wangi dan para pelayan berdiri. Wajah mereka pias karena cemas. Mereka telah mengerti apa yang terjadi di luar.
Pelayan tua itu menjura dengan nafas tersengal-sengal, “Gawat, Tuan, orang-orang suruhan Pangeran Zhao You telah menggempur di depan!”
Setelah mendengar laporan pelayan, Bu Peng memicingkan matanya. Tiba-tiba dia menghela nafas dan menggeleng-geleng. Ujarnya: “Akhirnya kecemasan Pangeran Zhao Kong terbukti.”“Lalu apa yang hendak kita lakukan?” Bu Hung Chen tidak sabar terus berdiam diri.Bu Peng masih diam. Dia mengerutkan dahinya berpikir jauh. Lalu kembali menggelengkan kepalanya. “Kita hadapi meski mempertaruhkan nyawa,” katanya.Dari dalam rumah seorang penuh wibawa keluar dengan tenang. Dia melayangkan senyum hangat. Empat Pendekar Wangi heran melihat gelagat Pangeran Zhao Kong. Kenapa dia bisa setenang itu dalam kegentingan seperti ini?“Saudaraku, sebaiknya kau pergi, biar kami yang menghadapi mereka,” Bu Sengku memegang pundak Zhao Kong.“Tidak, kalian lah yang pergi, biar aku tetap di sini.”“Tidak, tidak boleh! Sehebat apapun ilmu silatmu, kau tidak akan mampu mengalahkan dua puluh lebih pendekar tangguh dalam satu waktu,” Bu Liak tidak bisa menerima ini.“Aku tahu. Pergi atau tidak, aku akan lebih berguna
Setelah sedikit bersajak, Pangeran Zhao Kong tersenyum dan bersiap untuk menyerang lagi.“Omong kosong. Rupanya begini cara seorang terpelajar menghadapi kematian,” kata Gu Buchou dengan mengertak giginya.Hahahahaha.....Hahahaha......Pangeran Zhao Kong tertawa keras tiada henti. Dia terus-menerus tertawa seperti orang gila.“Aku pergi,” tiba-tiba Duan Fang You berkata demikian. Tanpa mempedulikan orang-orang di sekitarnya dia melangkah keluar. Melihat kejadian itu, tawa Pangeran Zhao Kong bertambah keras.“Diam kau pangeran sial!” kutuk Chiu Sek, lalu dengan sedikit berlari dia mendekati Duan Fang You dan memegang bahu kanannya. Katanya: “Kenapa? Kita hampir menyelesaikan tugas kita?”Duan Fang You menghelas nafas, “Aku tak tertarik. Lagipula aku di sini tidak untuk menjalankan tugas. Aku datang untuk menguji kemampuannya dan membalaskan kematian sepupuku. Setelah tahu dia tidak bisa menggunakan tenaga dalam, kenapa harus kulanjutkan. Lagipula, aku juga bukan orang suruhan seperti k
“Pangeran! Pangeran!”Zhao Shing yang tiba-tiba tidak sadarkan diri membuat para Pendekar Wangi panik. Di sela-sela kepanikan mereka, terdengar suara angin kencang berlari ke arah mereka.Lalu dengan nafas terengah-engah Bu Liak keluar dari semak-semak hutan. Katanya: “Kakak Pertama, kita harus cepat pergi dari sini. Orang-orang Pangeran Zhao You sedang menuju ke mari.”“Kita tidak punya pilihan lain. Kita harus meninggalkan tempat ini.” Bu Peng tampak cemas, tapi memang beginilah adanya, tiada pilihan lain selain lari. "Berikan obat ini kepada Pangeran Zhao Ming dan Putri Zhao Rong. Jangan sampai tangisan mereka terdengar."Meski berat, Bu Peng harus melakukannya demi keselamatan mereka bertiga.“Bagaimana dengan Pangeran Zhao Shing? Dia tidak sadarkan diri,” tukas Bu Huang.Bu Liak terkaget mendengar keadaan Pangeran Zhao Shing. Baru saja sebentar dia pergi, keadaan telah berubah demikian terbalik.“Kita tidak punya pilihan. Biar aku yang menggendongnya. Kalian bawa Putri Zhao Rong
“Tenanglah, jangan sampai kau membangunkan Pangeran Zhao Ming dan Putri Zhao Rong,” Bu Sengku mengingatkan.“Aku tak tahu lagi harus bagaimana? Keadaan Pangeran Zhao Shing dan adik keempat membuatku sangat cemas.”“Ya, ya, aku mengerti. Satu-satunya tugas kita sekarang adalah mengantarkan mereka ke Taiyuan secepat mungkin. Di sana Pangeran Zhao Shing akan mendapat pengobatan lebih baik. Itulah satu-satunya harapan kita,” kata Bu Peng.“Semoga Pangeran Zhao Shing dapat bertahan,” ucap Bu Huang sambil menggelengkan kepala.“Aku akan mencari kereta kuda untuk mengangkut mereka,” tanpa menunggu persetujuan dari saudara-saudaranya, Bu Sengku langsung berdiri dan bergegas pergi.Bu Peng berdiri dan berkata setengah berteriak, “Tunggu!”Tepat di pintu kamar penginapan, seketika Bu Sengku berhenti. Dia membalikkan badannya dan bertanya, “Ada apa?”“Kau harus berhati-hati dan cepat kembali. Kita akan berangkat tengah malam nanti,” Bu Peng mendekati Bu Sengku dan menepuk-nepuk bahunya.“Jangan
Kegelisah tampak di wajah Bu Peng. Dia kebingungan bagaimana caranya bisa melewati gerbang itu. Jarak antara kereta kuda yang dihentikannya dan gerbang terakhir kota masih cukup jauh. Dia melihat pintu gerbang besar dengan benteng hitam disesaki para prajurit kerajaan.Perlahan-lahan gelap telah menjadi lebih gelap. Kemilau hitamnya perlahan mulai habis diterkam malam. Meski dibantu gelap, mereka tidak berani melangkahkan keretanya melewati gerbang itu. Karena cahaya lampion masih nyaman menyala.Menanggapi tindakan kakaknya yang tiba-tiba ini, Bu Sengku menyibak tirai yang menutupi pintu kereta. “Ada apa, Kakak pertama?” tanyanya.“Aku merasa cemas, Adik kedua. Aku khawatir kita gagal melindungi para pangeran. Penjagaan begitu ketat,” ujarnya dengan mata dipenuhi kecemasan.Bu Sengku menghela nafas panjang-panjang. Dia keluar dari kereta dan duduk tepat di samping kakaknya. “Lalu apa lagi yang bisa kita lakukan? Tidak ada jalan lain,” katanya dengan kepala tertunduk lemas.Mereka pun
Degup jantung Bu Peng berdetak lebih cepat mendengar kata ‘tunggu’. Dia takut para pengawal gerbang kota itu menggeledah bagian dalam keretanya. Belum sempat dia menjawab, terdengar suara lantang menghardik.“Kurang ajar!” hardik Jenderal Tai Kun Lun kepada pengawal itu. “Dia bersamaku. Dia mempunyai tugas penting yang diperintahkan langsung oleh Yang Mulia Kaisar. Kau berani menanyainya, berarti kau berani bertanya kepada kaisar?” teriaknya sangat keras.Pengawal itu ketakukan. Bibirnya bergetar hebat. Wajahnya mendadak pucat pasi. Sementara pengawal yang lain hanya tertunduk. Mereka mungkin takut menjadi sasaran kemarahan Jenderal Tai Kun Lun berikutnya.“Maafkan aku, Jenderal,” pengawal itu langsung berlutut dan bersujud di depan jenderal.“Baiklah, kali ini kau tidak aku hukum. Bukan karena aku memaafkanmu, tapi aku tidak punya waktu. Enyah kalian!” getak Jenderal Tai Kun Lun. Mendengar hal tersebut, beratus-ratus pengawal itu menyingkir. Mereka tidak berani menyinggung Jenderal T
Setelah berada di hadapan Empat Pendekar Wangi, orang tua berambut putih itu menyibakkan lengan bajunya yang panjang, seketika tiup angin yang sangat besar itu berhenti.Dilihat dari wajahnya, usia orang itu tidak kurang enam puluh dua tahun. Meski rambutnya telah memutih, anehnya jenggot orang tua itu masih hitam legam. Hampir tiada warna putih sedikit pun.“Kami memberi hormat pada tetua?” Bu Peng Cu melipatkan tangannya lalu membungkuk hormat.Orang tua itu masih tertawa keras. Dia perlahan menolehkan wajahnya ke arah Jenderal Tai Kun Lun dan tersenyum. Jenderal Tai terkejut. Matanya melotot tidak percaya. Sesaat dia kehilangan kesadarannya. Lalu orang tua itu berkata: “Tai Kun Lun!”“Hah, maafkan ketidaksopananku, Jenderal Besar Li. Aku tidak menyangka bisa bertemu Jenderal Besar di sini,” Jenderal Tai Kun Lun langsung berlutut dengan tangan menjura penuh hormat.“Tidak perlu sungkan. Aku bukan lagi seorang Jenderal Besar. Saat ini aku hanya rakyat biasa. Bangunlah,” perintah oran
Suara derap kuda dari kejauhan semakin dekat. Dari suaranya memang tidak banyak, tapi kemungkinan terdiri dari para pendekar hebat dunia persilayan.“Cepat kalian pergi! Mereka datang,” ujar Jenderal Li Guzhou sambil menggendong Pangeran Zhao Shing di punggungnya. “Kalian harus berpisah jalan. Tai Kun Lun! Kau bawa Zhao Rong ke rumah keluarga Jin Su Yu di Dali. Tidak peduli apa, kau harus mengantarkannya dengan selamat.”“Baik, Tetua. Aku akan melindunginya dengan nyawaku.”“Aku percayakan cucuku padamu.”Kemudian Jenderal Besar Li Guzhou menoleh ke arah Empat Pendekar Wangi. Katanya: “Kalian mesti membawa Zhao Ming ke Chengdu. Berikan dia pada keluarga Miao Yin Feng. Kau harus mengantarkannya dengan selamat. Aku sendiri yang akan mengantarkan Pangeran Zhao Shing ke tujuannya.”“Kami akan melakukan apapun untuk mengantarkannya dengan selamat. Tapi, ke mana tetua akan membawa Pangeran Zhao Shing?” tanya Bu Peng.“Aku akan menyuratimu saat aku menemukan tempat yang layak untuknya. Tapi,