Share

Pangeran Pendekar Terasing
Pangeran Pendekar Terasing
Penulis: Afzah Nujati

Penyerangan Kediaman Putra Mahkota

“Kau harus jaga adik-adikmu,” ucap Pangeran Zhao Kong. “Sepertinya Ayah tak bisa menemanimu lagi.”

“Kenapa, Ayah?” tanya Zhao Shing.

“Ingat! Kau harus kuat dan tetap hidup. Apapun yang terjadi,” Pangeran Zhao Kong sengaja tidak menjawab pertanyaan anaknya. “Turuti perintah paman Empat Pendekar Wangi dan jaga adik-adikmu.” Mata Pangeran Zhao Kong mulai berbinar.

“Kenapa, Ayah? Apa karena Paman Pangeran Zhao You akan mencelakai Ayah?” kejarnya.

“Kau hanya perlu tetap hidup! Itu saja,” kata Pangeran Zhao Kong sembari memeluk anaknya. “Dan jaga adik-adikmu,” ucapnya dengan suara berat. Air mata mulai mengalir dari matanya.

Zhao Shing pun menangis kecil. “Aku mengerti, Ayah,” ujarnya di sela-sela tangisannya.

“Pengawal! Bawa pangeran ke kamarnya!” seru Pangeran Zhao Kong. Dia berbalik badan melepaskan pelukannya dan berjalan menjauh tanpa melihat Zhao Shing. Air matanya mengalir deras di pipinya. Hatinya tersayat sedih, tapi apalah daya, inilah yang terbaik bagi mereka.

Zhao Shing melihat punggung ayahnya dengan tangis tanpa suara. Meski baru berusia empat belas tahun, Zhao Shing memiliki kedewasaan di atas rata-rata.

Dia tahu betul kesulitan ayahnya, juga kasih sayangnya. Dia menangis tersedu-sedan memandang tubuh ayahnya yang perlahan menghilang. Dengan sisa tenaganya dia berteriak: “Ayaaah!!!”

****

Setelah Dinasti Tang jatuh pada tahun 907 M, terjadi pepercahan politik yang mematikan. Di era ini terdapat Lima Dinasti dan Sepuluh Kerajaan yang secara bergantian menguasai pusat pemerintahan di Daratan Tengah China.

Peperangan terus berkobar tiada henti, rakyat menjadi sengsara. Kekuasaan ibarat pisau, semakin diasah akan semakin tajam hingga menimbulkan kebanggaan dan kesombongan.

Orang-orang yang berkuasa sejak zaman dulu selalu terkubang dalam dua watak; baik menghasilkan kemakmuran, jahat menambah penderitaan.

Alhasil, dalam kurun waktu 53-54 tahun (907-960 M) rakyat tidak mengenal kesejahteraan. Tapi langit memang baik hati, para dewa mendengar keluh kesah rakyat.

Pada tahun 960 berdirilah Dinasti Song, sekaligus mengakhiri zaman Lima Dinasti dan Sepuluh Kerajaan. Orang yang terbit menjadi pahlawan adalah Zhao Kuangyin, anak seorang pejabat militer, Zhao Hongyin.

Namun, kisah kali ini tidak sedang menceritakan kegemilangan Kaisar Song Taizu (Zhao Kuangyin) mendirikan Kekaisaran Song.

Kisah ini bercerita tentang seorang pemuda yang baru terlahir enam puluh tahunan setelah masa hidup Kaisar Song Taizu. Ya, sudah bisa ditebak, dialah Zhao Shing, salah satu pangeran Dinasti Song.

****

Di pinggiran Ibukota Kekaisaran Song, Bianjing (Kaifeng). Rumah megah berpintu merah berdiri jumawa. Ukir-ukiran naga menambah angker kemegahan rumah itu.

Di depan pintu gerbang, ada beberapa puluh pengawal berjaga-jaga. Tubuh mereka tegap dan kuat. Sepertinya mereka adalah prajurit-prajurit pilihan yang memiliki kepandaian tidak sedikit.

Setiap hari rumah besar itu selalu dijaga ketat, apalagi letaknya jauh dari pusat kota. Dilihat dari struktur bangunannya yang kokoh; tembok beton, atap buatan dan gerbang utama yang besar, tampaknya rumah itu bukan kediaman orang sembarangan.

Keyakinan itu semakin kuat saat mengetahui di dalam rumah itu ada Empat Pendekar Wangi sedang duduk santai menikmati arak. Empat Pendekar Wangi dikenal di kalangan dunia persilatan karena kelihaian mereka memainkan pedang.

Jika dilihat dari gerakannya yang kadang cepat dan seketika lambat, jurus pedang mereka berasal dari luar perbatasan. Jurus pedang mereka terbilang unik, sangat berbeda dengan jurus pedang yang berasal dari Wuling, Mufu, Liangzi, ataupun Jingshan.

Empat Pendekar Wangi semakin tersohor saat berhasil mengalahkan Lima Pendekar Utara yang terkenal bengis. Pertarungan di Xingyuan yang berlangsung ketat itu telah menjadi buah bibir rakyat Xi Xia, bahkan dipentaskan dalam opera-opera mini di sana.

Tapi yang jadi persoalan, kenapa mereka berada di rumah besar itu? Empat Pendekar Wangi terkenal tidak pernah mau turut campur masalah kerajaan, apalagi yang bukan berasal dari wilayanya. Maka, itu sungguh mengherankan.

Pria berpakaian paling kelimis dengan wajah tampan tersenyum. Dia adalah kakak pertama dari empat bersaudara itu. Namanya adalah Bu Peng. Katanya: “Selama ini kita mengasingkan diri dari urusan kekaisaran, tapi kali ini tidak mungkin lagi mengelak.”

“Benar, mau tidak mau kita mesti terlibat,” kata Bu Liak, adik terakhir dari Empat Pendekar Wangi. Dia dikenal paling cerdas dalam bersikap.

“Ya, memanglah demikian adanya, mau tidak mau,” sambung saudara kedua, Bu Sengku.

“Aku kira inilah yang patut kita lakukan, Pangeran Ketiga adalah saudara angkat kita. Dia pun orang yang berbudi. Kita harus membantunya,” giliran Bu Huang, saudara ketiga dari Empat Pendekar Wangi.

Keempat jago persilatan yang sangat tersohor ini terlihat gugup. Mereka datang atas permintaan Pangeran Ketiga dari Kekaisaran Song, Zhao Kong. Empat Pendekar Wangi dan Pangeran Zhao Kong merupakan saudara angkat.

Pangeran Zhao Kong adalah putra Kaisar Song Renzong dari Selir Cao. Meskipun Zhao Kong seorang putra raja, dia lebih senang hidup mengembara di luar istana.

Sejak kecil dia sudah menyukai seni bela diri. Kegemaran itulah yang membuatnya gemar berkeliling mencari ahli silat dan belajar darinya.

Di usia yang terbilang muda, Pangeran Zhao Kong telah mencapai tingkat luar biasa dalam ilmu silat, meski belum setara dengan Delapan Raja Dunia Persilatan.

Di dunia persilatan dikenal istilah Delapan Raja Dunia Persilatan karena kemampuan mereka cenderung seimbang.

Mereka adalah Ketua Agung Sekte Istana Air, Xiao Bojing; Ketua Perguruan Wuling, Kong Kuanyin; Ketua Perguruan Mufu, He Jinhai; Ketua Perguruan Danau Liangzi, Jia Lihua; Ketua Lembah Naga Biru, Mu Long Bui; Kepala Kuil Qishi, Biksu Liu Sing Ming; Ketua Lembah Ular, Da Bolin, dan Ketua Sekte Hutan Batu yang telah lama menghilang, Fu Gang.

Di antara mereka, hanya Jia Lihua yang seorang perempuan, dan berusia paling muda.

Saat ini entah bagaimana Pangeran Zhao Kong harus bersikap, bahagia atau khawatir? Beberapa hari yang lalu, Kaisar Renzong, ayahnya, mengangkatnya sebagai Putra Mahkota. Dia yakin kakaknya, Zhao You tidak senang dan akan melakukan tindakan gila.

Pangeran Zhao Kong tahu betul watak keras saudara tuanya. Apalagi dia hanya anak seorang selir, sementara kakaknya putra permaesuri. Karena itulah, kemarin sore dia bersama tiga anaknya memilih meninggalkan istana dan pindah ke pinggiran kota.

Pangeran Zhao Kong sudah mencium bau tidak sedap. Bisa dikatakan dia sudah meyakini tindakan yang akan dilakukan kakaknya. Untuk memastikan takhta raja, kakaknya akan melakukan apapun, bahkan membunuh seluruh keluarga adiknya.

Hal yang paling mengganggu pikiran Pangeran Zhao Kong adalah keselamatan ketiga anaknya; Zhao Shing, Zhao Rong dan Zhao Ming.

Pangeran Zhao Sing sudah berusia empat belas tahun, sementara kedua adiknya masih berusia lima tahun. Mereka adalah kembar dengan kelamin berbeda, Zhao Rong perempuan dan Zhao Ming laki-laki.

Sementara ibu mereka, Putri Li Ming telah meninggal satu tahun yang lalu sebab penyakit misterius. Banyak yang percaya bahwa Putri Li Ming diracun oleh Permaesuri Yi Thing, ibu Pangeran Zhao You.

Pintu tergebrak, seorang pria tua berpakaian pelayan lari ke arah Empat Pendekar Wangi. Disusul tujuh pengawal yang berjaga di luar. Empat Pendekar Wangi dan para pelayan berdiri. Wajah mereka pias karena cemas. Mereka telah mengerti apa yang terjadi di luar.

Pelayan tua itu menjura dengan nafas tersengal-sengal, “Gawat, Tuan, orang-orang suruhan Pangeran Zhao You telah menggempur di depan!”

Komen (2)
goodnovel comment avatar
nu izz
semoga menarik sampe akhir
goodnovel comment avatar
smr selamanya
seru juga nih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status