Share

Dalam Pelarian

Setelah sedikit bersajak, Pangeran Zhao Kong tersenyum dan bersiap untuk menyerang lagi.

“Omong kosong. Rupanya begini cara seorang terpelajar menghadapi kematian,” kata Gu Buchou dengan mengertak giginya.

Hahahahaha.....Hahahaha......

Pangeran Zhao Kong tertawa keras tiada henti. Dia terus-menerus tertawa seperti orang gila.

“Aku pergi,” tiba-tiba Duan Fang You berkata demikian. Tanpa mempedulikan orang-orang di sekitarnya dia melangkah keluar. Melihat kejadian itu, tawa Pangeran Zhao Kong bertambah keras.

“Diam kau pangeran sial!” kutuk Chiu Sek, lalu dengan sedikit berlari dia mendekati Duan Fang You dan memegang bahu kanannya. Katanya: “Kenapa? Kita hampir menyelesaikan tugas kita?”

Duan Fang You menghelas nafas, “Aku tak tertarik. Lagipula aku di sini tidak untuk menjalankan tugas. Aku datang untuk menguji kemampuannya dan membalaskan kematian sepupuku. Setelah tahu dia tidak bisa menggunakan tenaga dalam, kenapa harus kulanjutkan. Lagipula, aku juga bukan orang suruhan seperti kalian. Aku pergi!"

“Sialan kau, Duan! Brengsek!” gerutu Chiu Sek.

“Sudahlah, biarkan dia pergi. Lagipula tenaga kita sudah cukup untuk menghabisi pangeran sial ini, hahahaha.” Ujar Liu Dan Lin diiringi tawa keras. “Sekarang mampuslah kau!”

Liu Dan Lin menyabetkan tombaknya dengan keras. Lalu pedang Gu Buchou yang tajam itu menyambar ke arah kepala Zhou Kong. Meski terluka parah dan kehabisan tenaga, Pangeran Zhou Kong masih bisa mengelak dari dua serangan mematikan itu.

Tiba-tiba, dari arah belakang Li Kai Sek menusuk punggung Pangeran Zhou Kong dengan pedangnya. Melihat kesempatan menggiurkan itu, Chiu Sek tak mau ketinggalan. Dia langsung menerjang leher Pangeran Zhou Kong dengan golok andalannya.

Dan, kepala itu menggelinding ke tanah. Darah Pangeran Zhou Kong bercucuran ke mana-mana. Mulutnya masih terbuka lebar karena terkejut atas tikaman Li Kai Sek. Pangeran yang baru satu hari menjadi Putra Mahkota itu mati mengenaskan.

****

Angin meniup kencang. Pohon-pohon bergoyang secara bergantian. Meski hari telah gelap, malam tidak segelap biasanya. Bulan purnama dengan sengaja telah menyebarkan cahaya.

Empat Pendekar Wangi terus berlari tanpa henti membelah hutan. Mereka sedang menuju kediaman keluarga Li, ayah dari Putri Li Ming, istri Pangeran Zhou Kong.

Di provinsi Taiyuan, keluarga Li merupakan klan paling terpandang. Hampir seluruh perputaran dagang dan keamanan, selain ditangani pemerintah kerajaan, keluarga Li memiliki peran penting.

Dikatakan bahwa keluarga Li mempunyai tentara pribadi lebih besar daripada tentara kerajaan yang ada di Taiyuan. Sebab itu, petugas kerajaan di Taiyuan harus berpikir dua kali jika menyinggung keluarga Li.

Orang-orang di Taiyuan sangat menaruh hormat kepada mereka, terutama kepada Tuan Besar Li Guzhou, ayah Putri Li Ming. Rakyat Taiyuan biasa memanggil Li Guzhou dengan sebutan Jenderal Besar. Panggilan ini tentu tidak jatuh tiba-tiba dari langit, tapi memang memiliki alasan.

Lima belas tahun yang lalu, terjadi pemberontakan di Zhending. Salah satu kota besar di tepi perbatasan Kekaisan Song dan Liao. Meski jarak Zhending dengan dua provinsi Kekaisaran Liao, Xijin dan Datong, masih terbilang jauh. Zhending masih layak dipertimbangkan sebagai daerah terdekat dengan perbatasan.

Saat itu, Jenderal Wen Yu Sing, konon didukung oleh Kaisar Liao melakukan pemberontakan. Setelah berhasil menguasai kekuatan militer di Zhending, sasaran berikutnya adalah Taiyuan. Peperangan hebat pun terjadi di perbatasan Taiyuan, kedua belah pihak mengalami kerugian besar.

Meski Jenderal Wen Yu Sing memimpin lebih dari seratus ribu tentara, pada akhirnya dia gagal menaklukan Taiyuan dan dikalahkan dengan telak oleh Jenderal Li Guzhou yang saat itu telah pensiun, tapi terpaksa harus ikut ambil bagian dalam peperangan.

Karena jasanya itulah, Kaisar Song Renzong menikahkan putranya, Pangeran Zhao Kong dengan anak ketiga Jenderal Li Guzhou, yaitu Putri Li Ming.

“Bagaimana keadaan Pangeran Zhao Ming dan Puteri Zhao Rong. Apa demam mereka telah turun?” tanya Bu Peng kepada kedua adiknya yang sedang menggendong mereka.

Mendengar kata demam, membuat Zhao Shing cemas. “Paman, bagaimana keadaan adik-adikku?” serobotnya dengan wajah polos. Dia terlihat sangat mengkhawatirkan keadaan adik-adiknya.

“Mereka akan baik-baik saja, Pangeran. Tak usah terlalu khawatir,” jawab Bu Liak sembari mengelus bahu Pangeran Zhao Shing.

“Bagaimana keadaan pangeran sendiri?” Bu Sengku berjongkok di depan wajah Pangeran Zhao Shing yang memucat. Tangannya mengambil sehelai kain untuk mengusap kotoran dan keringat yang menempel di wajah Zhao Shing.

“Aku tak apa-apa. Ayah telah melarangku menangis,” jawabnya.

“Ayahmu akan baik-baik saja,” Bu Peng berusaha meyakinkan.

Anak empat belas tahun itu menggeleng. “Tak perlu berbohong, Paman. Aku tahu Ayah tak akan kembali. Dia telah pergi jauh seperti Ibu. Kalian tak perlu berbohong untuk membuatku kuat.”

Meski berlagak tegas, dengan remang-remang sinar rembulan bisa terlihat jelas bahwa air muka Pangeran Zhao Shing menyiratkan kepiluan.

“Kakak Pertama, lebih baik kita istirahat di sini sejenak. Sepertinya mereka lapar,” ungkap Bu Huang sambil memperlihatkan keadaan Putri Zhao Rong yang menangis tanpa henti.

“Ya, kau benar. Kita harus membuat mereka berhenti menangis. Aku yakin betul anjing-anjing Pangeran Zhao You masih mengejar kita. Aku yakin mereka akan membunuh siapa saja yang dicurigai menyaksikan peristiwa tersebut,” Bu Peng tampak berpikir dalam. Dahinya berkerut. Lanjutnya: “Adik keempat, sekarang kau cari apa saja yang bisa dimakan di hutan ini. Ingat, kau harus hati-hati,” perintah Bu Peng kepada Bu Liak.

“Baik, kalian tunggu di sini,” Bu Liak bergegas pergi.

Bu Peng memang sengaja menyuruh Bu Liak yang pergi, dia tahu betul kecerdasan adik terakhirnya ini. Jika pun nanti dia bertemu orang-orang suruhan Pangeran Zhao You, kekhawatirannya tidak terlalu besar.

Bu Peng juga sudah menyiapkan obat bius untuk Pangeran Zhao Ming dan Putri Zhao Rong jika tangisan mereka tak kunjung berhenti.

Ahhhh... ahhhhhh...

Mendadak Pangeran Zhao Shing berguling-guling hebat memegangi dadanya. Tiga Pendekar Wangi kaget, mereka terkejut sekaligus tak mengerti apa yang tengah terjadi dengan Zhao Shing.

“Kenapa Pangeran? Apa yang terjadi?” Bu Huang menyerahkan Putri Zhao Rong kepada Bu Peng dan mendekati Pangeran Zhao Shing. Di antara mereka berempat, dia memiliki kemampuan pengobatan paling tinggi.

“Pangeran! Pangeran!” Bu Peng dan Bu Sengku cemas.

“Bagiamana?” tanya Bu Sengku.

Dengan mata terpejam Bu Huang memeriksa nadi Pangeran Zhao Shing. Keringat bercucur hebat dari keningnya.

Dia merasakan ada hawa aneh dalam tubuh Pangeran Zhao Shing. Seakan ada kekuatan tenaga dalam yang sangat besar. Bahkan jika dibandingkan dengan mereka berempat, tenaga dalam yang ada di dalam tubuh Pangeran Zhao Shing masih jauh lebih besar.

“Aneh, sungguh aneh,” kata Bu Huang.

Bu Peng maju beberapa langkah ke depan. Tangan kirinya mengguncang-guncang bahu Bu Huang. “Aneh kenapa?” tanyanya tak sabar.

“Paman, dadaku.... Aaahhhh.”

“Pangeran! Pangeran! Pangeran!” Bu Huang menerkam kencang kedua lengan bahu Zhao Shing. Pangeran muda itu telah kehilangan kesadaran seketika.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status