“Pangeran! Pangeran!”
Zhao Shing yang tiba-tiba tidak sadarkan diri membuat para Pendekar Wangi panik. Di sela-sela kepanikan mereka, terdengar suara angin kencang berlari ke arah mereka.
Lalu dengan nafas terengah-engah Bu Liak keluar dari semak-semak hutan. Katanya: “Kakak Pertama, kita harus cepat pergi dari sini. Orang-orang Pangeran Zhao You sedang menuju ke mari.”
“Kita tidak punya pilihan lain. Kita harus meninggalkan tempat ini.” Bu Peng tampak cemas, tapi memang beginilah adanya, tiada pilihan lain selain lari. "Berikan obat ini kepada Pangeran Zhao Ming dan Putri Zhao Rong. Jangan sampai tangisan mereka terdengar."
Meski berat, Bu Peng harus melakukannya demi keselamatan mereka bertiga.
“Bagaimana dengan Pangeran Zhao Shing? Dia tidak sadarkan diri,” tukas Bu Huang.
Bu Liak terkaget mendengar keadaan Pangeran Zhao Shing. Baru saja sebentar dia pergi, keadaan telah berubah demikian terbalik.
“Kita tidak punya pilihan. Biar aku yang menggendongnya. Kalian bawa Putri Zhao Rong dan Pangeran Zhao Ming,” Bu Peng dengan sigap menaruh Zhao Sing di punggungnya. Dia memegang erat tangan dan kaki Zhao Sing agar tidak terjatuh.
Diiringi daun-daun yang bergelombang, batu-batu yang terjal. Empat Pendekar Wangi berlari tanpa henti. Bu Peng, meski menggendong anak berusia empat belas tahun, larinya tidak kalah dengan adik-adiknya.
Tenaga dalam Bu Peng memang yang tertinggi di antara mereka. Karena itu, meski dia membawa beban lebih berat, dia tetap yang tercepat.
Di sisi lain, para pendekar suruhan Pangeran Zhao You terus mencari. Karena mereka bukan orang sembarangan, tentu saja mudah bagi mereka untuk melihat kelebatan bayang-bayang manusia.
Merasa ada bahaya mendekat, Bu Liak memisahkan diri dari saudara-saudaranya. Dia berusaha membingungkan konsentrasi mereka.
“Adik, mau ke mana kau?” Bu Huang berlari sembari menatap adiknya.
“Jangan khawatir, aku pasti selamat,” ujarnya.
“Kakak pertama!” Bu Huang menginginkan kakak pertamanya menghentikan tindakan gila Bu Liak.
“Dia tahu apa yang dilakukannya. Tenang saja. Yang terpenting para pangeran ini selamat.”
****
“Aku yakin dia pasti mati dimakan serigala-serigala itu,” ujar Li Kai Sek, saudara pertama Lima Setan Barat.
Liu Dan Lin mengangguk. “Benar. Dia sangat bodoh berlari menuju sarang serigala.”
Barusan orang-orang suruhan Pangeran Zhao You itu mengejar Bu Liak, tapi memilih menghentikan pengejaran karena orang itu memasuki sarang serigala yang terkenal berbahaya, apalagi di malam hari.
Mereka terus melakukan pengejaran. Lalu Gu Buchou bertanya kepada Delapan Setan Utara dan Lima Setan Barat, “Apa kalian sempat memeriksa seisi rumah Pangeran Zhao Kong sebelum membakar rumahnya?”
“Tidak. Kami langsung membakarnya seketika,” jawab Wang Sun Li, saudara keempat Delapan Setan Utara.
Meskipun rumah Pangeran Zhao Kong terbilang megah dan besar, tapi akan mudah dihancurkan jika menggunakan bubuk peledak.
Untuk menghilangkan semua bukti, Pangeran Zhao You menyuruh orang-orangnya membumi hanguskan kediaman Zhao Kong dengan bersih. Karena itu dia memberi mereka bubuk peledak yang cukup banyak untuk menghancurkan rumah besar.
“Kenapa kalian tidak memeriksanya terlebih dahulu?” tanya Gu Buchou tak mengerti.
“Kami pikir tidak ada yang perlu diperiksa,” ucap Wang Sun Li, orang yang diberi tanggung jawab memimpin pembakaran itu.
Gu Buchou menghela nafas dalam-dalam.
“Kenapa kau tampak menyesal?” tanya Chiu Sek tak mengerti.
“Benar. Bisa kau jelaskan kepada kami?” pinta Liu Dan Lin.
“Kalian pasti pernah mendengar, bahwa Pangeran Zhao Kong mempunyai tiga orang anak. Jika kalian tidak memeriksanya sebelum pembakaran dilakukan, bukankah itu artinya masih ada kemungkinan mereka masih hidup?” jelas Gu Buchou.
Semua orang mendadak diam. Mereka merasa ucapan Gu Buchou masuk akal.
Kemudian Chiu Sek mendekati Gu Buchou. “Aku pikir kita tak perlu terlalu khawatir,” katanya. “Sepanjang hari kita telah mengejar orang-orang yang lari dari rumah Pangeran Zhao Kong dan membunuh mereka semua sesuai daftar yang diberikan Yang Mulia. Aku tidak melihat salah satu dari mereka membawa anak. Mungkin mereka sudah terbakar bersama lainnya.”
Sebelum memerintahkan pembunuhan itu, Pangeran Zhao You telah meneliti semua hal tentang Pangeran Zhao Kong, terutama orang-orang yang selalu ada di sekitarnya. Dari mulai kasim, dayang, pengawal, dan orang-orang yang setia kepadanya.
Karena itu, dia menyuruh orang-orangnya untuk membunuh semua orang yang telah ada di daftarnya, sebuah catatan yang telah lama dia siapkan. Tapi dia menekankan untuk membiarkan hidup orang-orang yang terlihat penakut untuk mendapatkan informasi dari mereka.
“Benar juga. Lebih baik berpikir mereka telah mati,” ujar Gu Buchou. “Bagaimana pun juga, sekarang mereka bukan apa-apa, bahkan jika masih hidup,” lanjutnya.
Chiu Sek dan lainnya tertawa.
“Ya. Kita memang harus menganggapnya seperti itu,” kata Li Kai Sek, saudara pertama Lima Setan Barat. “Tapi aku heran, siapa orang yang berlari menuju sarang serigala barusan?”
“Itu sudah tak penting lagi,” ujar Gu Buchou. “Kita tak perlu membicarakan orang-orang yang sudah mati, membuang-buang waktu. Hal semacam ini juga tak perlu dilaporkan kepada pangeran.”
“Benar. Aku sependapat denganmu,” ucap Liu Dan Lin sambil tertawa terbahak-bahak diikuti oleh teman-temannya.
****
“Tabib, bagaimana keadaan kemenakanku?” tanya Bu Huang.
Tabib itu mengela nafas panjang. “Aku tak bisa menjamin keselamatannya. Ini pertama kalinya aku bertemu penyakit aneh semacam ini.”
“Apa tidak ada cara untuk menyelamatkannya?” giliran Bu Peng yang bertanya dengan raut wajah lebih cemas.
“Sangat disayangkan. Maafkan ketidakmampuanku,” tabib itu pergi meninggalkan Tiga Pendekar Wangi dengan terus-menerus menghela nafas panjang. Dia bahkan tidak mau mengambil bayaran dari pekerjaannya.
Sesaat suasana menjadi senyap. Tiga Pendekar Wangi duduk tercenung tanpa kata-kata. Saat ini mereka telah berada di He’nan. Beruntung kedua adik Pangeran Zhao Shing telah sembuh dari demamnya, tapi tidak dengan Pangeran Zhao Shing.
Semenjak tidak sadarkan diri di hutan malam itu, dia belum pernah sesaat pun siuman. Dia masih terbaring lemas tiada dapat melakukan apa-apa, hanya tinggal nafas yang masih terhirup.
“Sudah tiga hari Pangeran Zhao Shing tidak sadarkan diri. Apa yang harus kita lakukan,” Bu Sengku memecahkan senyap.
Menanggapi perkataan adiknya, Bu Peng hanya bisa menghela nafas. Tiga hari terakhir ini telah menjadi hari yang dipenuhi helaan nafas bagi Empat Pendekar Wangi.
“Aku cemas dengan keselamatan adik keempat. Kuharap dia akan baik-baik saja,” Bu Sengku kembali menghela nafas.
Bu Huang menyedu teh yang ada di depannya. Matanya terlihat merah, entah karena marah atau lelah. Selama tiga hari terakhir ini dia satu-satunya orang yang belum sempat tidur.
Karena pengetahuannya tentang pengobatan, dia harus menjaga hawa di tubuh Zhao Shing tetap seimbang. Meski dia pun belum tahu apa penyebab dari penyakit Pangeran Zhao Shing.
“Sial, ini semua gara-gara perbuatan pangeran terkutuk itu. Kita mesti menuntut balas,” Bu Huang membanting gelas teh yang baru saja disedunya.
“Tenanglah, jangan sampai kau membangunkan Pangeran Zhao Ming dan Putri Zhao Rong,” Bu Sengku mengingatkan.“Aku tak tahu lagi harus bagaimana? Keadaan Pangeran Zhao Shing dan adik keempat membuatku sangat cemas.”“Ya, ya, aku mengerti. Satu-satunya tugas kita sekarang adalah mengantarkan mereka ke Taiyuan secepat mungkin. Di sana Pangeran Zhao Shing akan mendapat pengobatan lebih baik. Itulah satu-satunya harapan kita,” kata Bu Peng.“Semoga Pangeran Zhao Shing dapat bertahan,” ucap Bu Huang sambil menggelengkan kepala.“Aku akan mencari kereta kuda untuk mengangkut mereka,” tanpa menunggu persetujuan dari saudara-saudaranya, Bu Sengku langsung berdiri dan bergegas pergi.Bu Peng berdiri dan berkata setengah berteriak, “Tunggu!”Tepat di pintu kamar penginapan, seketika Bu Sengku berhenti. Dia membalikkan badannya dan bertanya, “Ada apa?”“Kau harus berhati-hati dan cepat kembali. Kita akan berangkat tengah malam nanti,” Bu Peng mendekati Bu Sengku dan menepuk-nepuk bahunya.“Jangan
Kegelisah tampak di wajah Bu Peng. Dia kebingungan bagaimana caranya bisa melewati gerbang itu. Jarak antara kereta kuda yang dihentikannya dan gerbang terakhir kota masih cukup jauh. Dia melihat pintu gerbang besar dengan benteng hitam disesaki para prajurit kerajaan.Perlahan-lahan gelap telah menjadi lebih gelap. Kemilau hitamnya perlahan mulai habis diterkam malam. Meski dibantu gelap, mereka tidak berani melangkahkan keretanya melewati gerbang itu. Karena cahaya lampion masih nyaman menyala.Menanggapi tindakan kakaknya yang tiba-tiba ini, Bu Sengku menyibak tirai yang menutupi pintu kereta. “Ada apa, Kakak pertama?” tanyanya.“Aku merasa cemas, Adik kedua. Aku khawatir kita gagal melindungi para pangeran. Penjagaan begitu ketat,” ujarnya dengan mata dipenuhi kecemasan.Bu Sengku menghela nafas panjang-panjang. Dia keluar dari kereta dan duduk tepat di samping kakaknya. “Lalu apa lagi yang bisa kita lakukan? Tidak ada jalan lain,” katanya dengan kepala tertunduk lemas.Mereka pun
Degup jantung Bu Peng berdetak lebih cepat mendengar kata ‘tunggu’. Dia takut para pengawal gerbang kota itu menggeledah bagian dalam keretanya. Belum sempat dia menjawab, terdengar suara lantang menghardik.“Kurang ajar!” hardik Jenderal Tai Kun Lun kepada pengawal itu. “Dia bersamaku. Dia mempunyai tugas penting yang diperintahkan langsung oleh Yang Mulia Kaisar. Kau berani menanyainya, berarti kau berani bertanya kepada kaisar?” teriaknya sangat keras.Pengawal itu ketakukan. Bibirnya bergetar hebat. Wajahnya mendadak pucat pasi. Sementara pengawal yang lain hanya tertunduk. Mereka mungkin takut menjadi sasaran kemarahan Jenderal Tai Kun Lun berikutnya.“Maafkan aku, Jenderal,” pengawal itu langsung berlutut dan bersujud di depan jenderal.“Baiklah, kali ini kau tidak aku hukum. Bukan karena aku memaafkanmu, tapi aku tidak punya waktu. Enyah kalian!” getak Jenderal Tai Kun Lun. Mendengar hal tersebut, beratus-ratus pengawal itu menyingkir. Mereka tidak berani menyinggung Jenderal T
Setelah berada di hadapan Empat Pendekar Wangi, orang tua berambut putih itu menyibakkan lengan bajunya yang panjang, seketika tiup angin yang sangat besar itu berhenti.Dilihat dari wajahnya, usia orang itu tidak kurang enam puluh dua tahun. Meski rambutnya telah memutih, anehnya jenggot orang tua itu masih hitam legam. Hampir tiada warna putih sedikit pun.“Kami memberi hormat pada tetua?” Bu Peng Cu melipatkan tangannya lalu membungkuk hormat.Orang tua itu masih tertawa keras. Dia perlahan menolehkan wajahnya ke arah Jenderal Tai Kun Lun dan tersenyum. Jenderal Tai terkejut. Matanya melotot tidak percaya. Sesaat dia kehilangan kesadarannya. Lalu orang tua itu berkata: “Tai Kun Lun!”“Hah, maafkan ketidaksopananku, Jenderal Besar Li. Aku tidak menyangka bisa bertemu Jenderal Besar di sini,” Jenderal Tai Kun Lun langsung berlutut dengan tangan menjura penuh hormat.“Tidak perlu sungkan. Aku bukan lagi seorang Jenderal Besar. Saat ini aku hanya rakyat biasa. Bangunlah,” perintah oran
Suara derap kuda dari kejauhan semakin dekat. Dari suaranya memang tidak banyak, tapi kemungkinan terdiri dari para pendekar hebat dunia persilayan.“Cepat kalian pergi! Mereka datang,” ujar Jenderal Li Guzhou sambil menggendong Pangeran Zhao Shing di punggungnya. “Kalian harus berpisah jalan. Tai Kun Lun! Kau bawa Zhao Rong ke rumah keluarga Jin Su Yu di Dali. Tidak peduli apa, kau harus mengantarkannya dengan selamat.”“Baik, Tetua. Aku akan melindunginya dengan nyawaku.”“Aku percayakan cucuku padamu.”Kemudian Jenderal Besar Li Guzhou menoleh ke arah Empat Pendekar Wangi. Katanya: “Kalian mesti membawa Zhao Ming ke Chengdu. Berikan dia pada keluarga Miao Yin Feng. Kau harus mengantarkannya dengan selamat. Aku sendiri yang akan mengantarkan Pangeran Zhao Shing ke tujuannya.”“Kami akan melakukan apapun untuk mengantarkannya dengan selamat. Tapi, ke mana tetua akan membawa Pangeran Zhao Shing?” tanya Bu Peng.“Aku akan menyuratimu saat aku menemukan tempat yang layak untuknya. Tapi,
Mendengar nama Tai Niu Xin dan Tai Kun Lun tidak membuat Permaesuri Yi Thing tenang. Karena jamak diketahui, keluarga Tai merupakan pengikut dan pendukung utama Pangeran Zhao Kong.“Aku tahu apa yang ada di pikiran Ibunda Ratu. Tapi tenang saja, aku telah menyiapkan semuanya. Aku mengancam akan membunuh Jenderal Tai Kun Lun dan semua keluarga Tai jika dia tidak melakukan apa yang aku minta. Dengan ini, kita bisa membunuh dua burung dengan satu batu. Hahaha..” Pangeran Zhao You tertawa keras membanggakan dirinya sendiri.“Aku harap semuanya berjalan lancar, anakku. Karena dengan menjadikan keluarga Tai sebagai terdakwa, maka Tai Kun Lun tidak akan bisa lagi kembali ke istana. Dan lebih menyenangkan lagi, semua jabatan yang dipegang oleh keluarga Tai akan dihapuskan. Mereka akan menjadi rakyat biasa.”“Benar, Ibunda Ratu. Selama ini Perdana Menteri Hu Lian Tang dan keluarga Tai menjadi tembok penghalang keberhasilan kita.”“Bagaimana pun juga, aku lebih suka Jenderal Tai Niu Xin dihukum
“Apa pesan guruku?” ulang Miao Yin Feng tidak sabar.“Jenderal Besar Li Guzhou meminta kami untuk mengantar Pangeran Zhao Ming kemari. Beliau meminta Tuan Miao untuk merawat Pangeran Zhao Ming untuk sementara,” ujar Bu Peng.“Apa yang terjadi!?”“Delapan hari yang lalu Pangeran Zhao Kong telah dibunuh oleh kakaknya sendiri, Pangeran Zhao You. Untungnya kami berhasil menyelamatkan semua anak-anak Yang Mulia Pangeran. Karena itu, Jenderal Besar Li Guzhou meminta Tuan Miao untuk melakukannya,” Bu Peng kembali menjawab.Untuk kedua kalinya Miao Yin Feng menjatuhkan lututnya ke lantai. Dia bersujud beberapa kali dengan air mata bercucuran. Agaknya dia telah merasakan kesedihan mendalam setelah mendengar kabar kematian Pangeran Zhao Kong.Mereka berdua memang mempunyai hubungan dekat. Beberapa tahun yang lalu, Miao Yin Feng mendampingi Pangeran Zhao Kong saat beliau berkelana. Meski waktu itu usia mereka terpaut cukup jauh.“Maafkan hambamu yang tidak berguna ini, Yang Mulia Pangeran. Maafk
Terik matahari seakan membakar apa saja. Bahkan para burung pun segan untuk meninggalkan pohon-pohon tempat mereka berteduh. Mereka lebih memilih bernyanyi dengan perut lapar daripada berterbangan mencari makan.Parahnya, angin pun demikian, mereka seperti tak rela berhembus hanya untuk sekedar mengusap keringat lelah.Setelah lama berpikir, Jenderal Besar Li Guzhou memutuskan untuk membawa cucunya ke kota pelabuhan Guang. Dia akan mempercayakan cucunya pada sebuah kuil tua di sana.Kebetulan ketua kuil di sana adalah teman seperjuangannya dulu. Namanya Liu Sing Ming, yang lebih dikenal sebagai Rajawali dari Jiangning.Ilmu silatnya beberapa tingkat lebih tinggi dari Jenderal Besar Li Guzhou. Karena alasan itulah dia akan menitipkan cucunya di sana. Meski beredar kabar bahwa, Liu Sing Ming tidak akan pernah mengajarkan ilmu silatnya lagi kepada siapapun. Akan tetapi, jika itu hanya rumor, setidaknya masih ada harapan.“Kakek, tubuhku terasa sangat dingin seperti dikelilingi es,” tiba-