Share

Paman Mantan Suami Memintaku Membuka Lembaran Baru Dengannya
Paman Mantan Suami Memintaku Membuka Lembaran Baru Dengannya
Penulis: Lalita

Bab 1

Saat memasuki bulan ketiga mempersiapkan kehamilan, Rhea melihat pesan yang dikirimkan oleh seorang wanita bernama Stella, seorang sekretaris, di obrolan sosial media Jerico, suaminya.

"Sepertinya piama yang baru kubeli sedikit kekecilan. Bagaimana kalau kamu datang dan membantuku untuk melihat apakah memang kekecilan atau nggak?"

Selain mengirimkan beberapa patah kata itu, wanita tersebut juga mengirimkan sebuah foto dirinya yang sedang mengenakan piama berwarna merah dengan memperlihatkan belahan dadanya. Ya, sebuah foto yang sangat menggoda.

Tanpa Rhea sadari, cengkeramannya pada ponsel menjadi bertambah erat. Saat dia melihat isi obrolan mereka sebelumnya, dia mendapati mereka hanya mendiskusikan tentang pekerjaan seperti biasa. Dia pun mengerutkan keningnya.

'Apa mungkin dia salah kirim, atau ....'

Saat itu juga, tangan seseorang melingkari pinggangnya dari belakang, membuat pemikirannya terputus.

Saat menempelkan tubuhnya pada wanitanya, Jerico menggigit daun telinga Rhea dengan lembut.

"Sayang, aku sudah selesai mandi. Kamu ingin melakukannya di sofa atau di tempat tidur?"

Sebelum Rhea sempat bereaksi, dia langsung menggendong wanita itu dan menempatkannya di sofa, lalu menekan tubuh wanita itu di bawah tubuhnya.

"Karena kamu nggak berbicara, kalau begitu aku yang bantu kamu pilih saja. Mari kita lakukan di sofa saja."

Suaranya terdengar sedikit serak, sorot matanya yang terpaku pada Rhea juga seperti dipenuhi oleh gairah. Dalam sekejap, wajah Rhea menjadi sedikit kemerahan.

Dia memang seorang wanita yang cantik. Di bawah pencahayaan lampu, pipinya yang memerah membuatnya terlihat makin menggoda.

Sorot mata Jerico menjadi makin bergairah. Saat dia menundukkan kepalanya dan hendak "melahap" bibir manis wanitanya, tiba-tiba wanita di bawah tubuhnya itu memalingkan wajah.

Merasakan penolakan dari istrinya, Jerico menundukkan kepalanya menatap Rhea. Sorot matanya dipenuhi kebingungan.

"Sayang, ada apa?"

Seorang pria yang biasanya selalu bersikap tegas dan disegani di perusahaan itu, kini malah menatap Rhea dengan sorot mata sedih, sampai-sampai membuat hati Rhea melembut. Namun, dia tetap mengingat foto erotis yang dikirimkan oleh seorang wanita pada suaminya tadi.

Dia mengulurkan satu lengannya untuk menutupi dadanya, lalu mengulurkan lengannya yang satu lagi untuk menyodorkan layar ponsel ke hadapan pria itu.

"Coba kamu jelaskan padaku, apa ini?"

Jerico melirik layar ponsel sekilas. Kemudian, keningnya langsung berkerut. Dia segera mengambil alih ponsel dari dalam genggaman istrinya dan melakukan panggilan telepon.

Tak lama kemudian, panggilan telepon sudah terhubung.

"Pak Jerico, ada urusan apa Bapak mencariku?"

Raut wajah Jerico sangat muram, nada bicaranya sedingin es.

"Stella, sejak kapan kamu mengganti pekerjaan menjadi seorang PSK? Mengapa aku nggak tahu?"

Setelah terdiam selama beberapa detik, baru terdengar suara panik wanita yang bernama lengkap Stella Boganta itu. "Maaf, Pak Jerico, tadi aku ingin mengirimkan pesan itu kepada pacarku .... Mungkin saat mengirimnya, tanpa sengaja aku salah tekan ...."

"Kalau sampai kejadian seperti ini terulang lagi, kamu nggak perlu datang bekerja lagi!"

Selesai memutuskan panggilan telepon itu, saat dia mengalihkan pandangannya ke arah Rhea, ekspresinya yang tadinya dingin, kembali berubah menjadi hangat, bahkan diwarnai dengan sedikit kesedihan.

"Sayang, dia salah mengirim pesan. Kalau kamu masih marah, besok aku akan memecatnya. Sekarang sudah larut, jangan membuang-buang waktu untuk orang nggak penting sepertinya. Kita sudah seminggu nggak bertemu, malam ini kamu harus memberiku kompensasi!"

Selesai berbicara, dia melingkarkan tangannya ke pinggang Rhea dan mulai mencium bibir istrinya.

Namun, walaupun kejadian hari ini sudah jelas, tetapi suasana hati Rhea sudah menjadi buruk. Dia sudah tidak berniat melakukan hal itu lagi.

Dia mendorong Jerico menjauh darinya dan berkata, "Malam ini aku sudah sedikit lelah .... Besok baru kita lanjutkan saja."

Kilatan kekecewaan melintas di mata Jerico. Namun, dia juga tidak memaksa Rhea.

"Oke, kalau begitu kamu tidur saja dulu. Sekarang aku masih belum mengantuk, aku akan pergi ke ruang baca untuk menangani pekerjaanku sebentar."

"Hmm."

Saat tengah malam, tiba-tiba hujan turun dengan sangat deras.

Rhea terbangun karena suara hujan. Dia mengulurkan lengannya, meraba-raba sampingnya. Namun, yang dia rasakan hanyalah aura dingin tanpa adanya hawa manusia.

Dia menoleh dan melihat jam sejenak. Saat ini, jam sudah menunjukkan pukul tiga lewat enam belas menit dini hari.

'Eh? Apa jam segini Jerico masih sedang menangani pekerjaannya?'

Rhea turun dari tempat tidur, mengenakan mantel tidur, lalu pergi ke ruang baca. Saat dia membuka pintu ruang baca, dia mendapat suasana di dalam ruangan gelap gulita. Jerico tidak berada di dalam ruangan!

Tanpa dia sadari, cengkeramannya pada gagang pintu menjadi makin erat. Perlahan-lahan, hatinya mulai mencelus.

"Ting!"

Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Dalam suasana kegelapan malam yang sangat hening itu, bunyi ponsel terdengar sangat jelas.

Melihat undangan pertemanan dari orang asing, Rhea sudah mulai merasakan firasat. Setelah dia menerima undangan pertemanan itu, dia dan Jerico sudah tidak bisa kembali seperti dulu lagi.

Tepat pada saat ini, tiba-tiba terdengar suara petir bergemuruh di luar jendela, sampai-sampai tangan Rhea bergetar saking ketakutannya dan menekan tombol menolak undangan pertemanan tanpa sengaja.

Tak lama kemudian, beberapa pesan undangan pertemanan kembali masuk ke ponselnya.

"Eh? Kamu masih belum tidur, ya? Apa karena suamimu nggak berada di sampingmu untuk menemanimu?"

"Karena suara petir bergemuruh dan mati listrik membuatku ketakutan, dia khawatir dan datang menemaniku."

"Apa kamu nggak ingin tahu sekarang suamimu berada di mana?"

...

Melihat orang tersebut terus-menerus mengirimkan kata-kata seolah-olah sedang pamer itu, tangan Rhea yang sedang menggenggam ponsel bergetar tanpa henti.

Setelah waktu berlalu cukup lama, dia baru menerima undangan pertemanan itu.

Setelah undangan pertemanan diterima, orang tersebut langsung mengirimkan sebuah alamat, dilengkapi serangkaian angka.

Rhea menggigit bibirnya. Setelah membaca pesan tersebut, dia langsung mengambil kunci mobilnya dan mengendarai mobilnya ke alamat tersebut.

Saat tiba di depan pintu vila tersebut, jam sudah menunjukkan pukul empat lewat dini hari. Setelah memasuki rangkaian angka yang dikirimkan oleh orang tersebut, pintu pun terbuka.

Lampu di ruang tamu masih menyala. Dari sepanjang koridor hingga ke pintu kamar, terlihat jas seorang pria, serta pakaian dan celana dalam seorang wanita berserakan di sana. Dilihat dari pemandangan tersebut, sangat jelas bahwa keduanya sudah sangat tergesa-gesa untuk melakukan hal itu.

Saat melihat piama yang robek di depan pintu kamar, hanya ada satu hal yang tebersit dalam benaknya, 'Oh, ternyata begitu.'

Walaupun sepanjang koridor hingga mencapai kamar hanya beberapa meter, tetapi Rhea merasa seperti seluruh tenaganya sudah terkuras habis, sampai-sampai saat dia sudah mencapai pintu kamar, dia merasakan kepalanya seperti berputar-putar dan langkahnya terasa berat.

Dia mengulurkan lengannya yang gemetaran, membuka pintu itu dengan perlahan-lahan.

Ranjang besar yang berantakan, seorang pria dan seorang wanita yang berpelukan erat tanpa berpakaian sama sekali, deru napas yang berat, pemandangan yang erotis itu benar-benar menyakitkan indra penglihatan Rhea.

Dua insan itu seakan-akan hanyut dalam dunia mereka sendiri, sama sekali tidak mendapati dirinya yang berdiri di depan pintu.

Tangan Rhea yang sedang menggenggam gagang pintu kamar mulai memucat, telapak tangan putih mulusnya mulai terlihat memerah karena besarnya kekuatan yang dikerahkannya.

Dia sudah menghabiskan waktu bersama Jerico selama delapan tahun, mulai merajut kasih dengan pria itu di bangku sekolah hingga akhirnya menikah. Mereka adalah pasangan sempurna yang membuat teman-teman di sekeliling mereka merasa iri pada mereka.

Sebelum kejadian hari ini terjadi, dia sama sekali tidak menyangka kata berkhianat akan muncul di antara dirinya dengan Jerico, sosok pria yang sangat dicintainya itu.

Namun, kini kenyataan seolah memberinya pukulan yang keras.

Ternyata, tidak peduli seberapa tulus dan sempurna kata-kata dalam ikrar pernikahan, juga tidak bisa mengubah fakta bahwa perasaan seseorang mudah berubah.

Saking muaknya melihat pemandangan itu, dia tidak bisa tahan lebih lama lagi. Dia segera berbalik dan berlari dengan terhuyung-huyung ke arah pintu keluar. Kemudian, dia langsung masuk ke dalam mobilnya dan melajukan mobilnya pergi.

Saat melewati sebuah bar, Rhea memberhentikan mobilnya dan masuk ke dalam.

Saat Weni Silrus tiba di lokasi, dia sudah meneguk dua botol wiski dan sudah terlihat agak mabuk.

"Weni, kamu sudah datang, ya ...."

Melihat Rhea yang dikelilingi oleh sekitar empat atau lima orang model pria, Weni mengerutkan keningnya.

"Kalian semua keluar sekarang juga!"

"Jangan usir mereka, biarkan mereka di sini saja ...."

"Cepat keluar!"

Setelah mengusir model-model pria itu pergi, Weni duduk di samping Rhea dan berkata, "Sebenarnya apa yang telah terjadi?! Apa Jerico benar-benar sudah berselingkuh?!"

Weni adalah teman satu asrama Rhea saat mereka kuliah dulu, juga merupakan saksi kisah cinta antara Rhea dan Jerico yang sudah terjalin dari bangku sekolah hingga pada akhirnya membangun rumah tangga bersama.

Selama bertahun-tahun ini, Weni menyaksikan Jerico memperlakukan Rhea dengan sangat baik dengan mata kepalanya sendiri. Jadi, setelah mendengar Rhea mengatakan Jerico selingkuh, reaksi pertamanya adalah memikirkan apakah adanya kemungkinan salah paham antara dua insan itu.

Begitu mendengar nama Jerico disebut, sorot mata Rhea berubah menjadi gelap. Rasa sakit yang luar biasa kembali menghujam hatinya.

"Sekarang aku nggak ingin mendengar nama itu lagi."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Wiwit Gustiningsih
sukaaaa bangettt
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status